Sepintasan, tulisan mengenai kesalahan manusia sebagian besarnya dilandaskan pada kecelakaan penerbangan militer mungkin tampak menjadi materi yang tidak tepat, khususnya ketika ia ditulis oleh seorang yang pengetahuan totalnya tentang anestesi hanya terbatas pada dua sesi dalam kursi dari seorang ahli gigi; tapi sebuah refleksinya momen dapat menunjukkan bahwa kesalahan di udara dan kesalahan di dalam kamar operasi memiliki banyak kesamaan. Jadi, baik pilot maupun dokter yang diseleksi dengan sangat berhati-hati, profesional yang sangat terlatih yang adalah biasanya bertekad untuk memertahankan standar tinggi, baik yang dibebankan dari luar maupun dari dalam dirinya, sementara melaksanakan tugas-tugas sulit dalam lingkungan yang mengancam jiwa. Baik pemakaian peralatan maupun memfungsikan teknologi tinggi, ia sebagai anggota kunci dari sebuah tim spesialis, walaupun tidak selalu dengan sejawatnya yang mereka pilih, dan kadang kala dipaksakan untuk beroperasi pada satu saat dan di bawah kondisi yang jauh dari ideal. Akhirnya, mereka keduanya menjalankan keterampilan kognitif level tinggi dalam sebuah domain paling kompleks yang banyak telah diketahui, tapi rupa-rupanya masih banyak pula area lainnya yang mesti diungkap; aeronautik, kedokteran, meteorologi, farmakologi, dll. berlanjut menjadi wilayah riset sangat aktif.
Baik pilot maupun dokter membuat banyak kesalahan – yakni, kesalahan sebagaimana didefinisikan dengan kriteria paling ketat dari “penampilan yang menyimpang dari ideal”. Namun, majoritas terbesar kesalahan yang mereka lakukan adalah ringan atau dapat dengan mudah diperbaiki; jadi, kecepatan pendekatan yang dapat berupa sebuah simpul atau terlalu cepat, atau komunikasi dengan nada buruk, mungkin akan menghina kebanggan profesional. Sesungguhnyalah, bagi semua orang jujur, setiap hari aktifitasnya mengandung sejumlah kesalahan ringan seperti misalnya lupa mengisi ketel, berhenti pada saat lampu lalulintas berwarna hijau, atau, gagal memerhatikan duplikasi sebuah kata dalam kalimat ini. Biasanya terdapat kelambanan yang cukup di dalam sistim bagi kesalahan untuk diabaikan atau diperhatikan dan dikoreksi, namun beberapa kesalahan yang nampaknya tidak berbahaya tidak diperhatikan dan beberapa sistim tidak begitu pemaaf sebagaimana lainnya; sebagai contoh, sebuah pesawat terbang berkinerja tinggi atau sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir akan berfungsi melalui serangkaian interaksi kompleks dan menjadi apa yang ahli teknik sebut sebagai “pasangan erat” (Perrow, 1984). Artinya, apa yang terjadi di satu bagian dari sistim secara langsung, dan seringkali dengan sangat cepat, memengaruhi bagian lainnya. Jadi, pemulihan dari sebuah kesalahan kontrol ketika terbang dalam kecepatan tinggi, level rendah mungkin tidak memungkinkan, di mana kesalahan yang sama dalam penjelajahan mungkin nyaris tidak ada komentar. Dengan demikian, untuk pilot maupun dokter, satu dari kesalahan mereka yang sering mungkin, sangat jarang , jarang menyebabkan bencana atau, dalam kata-kata yang sering dikutip Cherns, “sebuah kecelakaan merupakan satu kesalahan dengan konsekuensi kesedihan” (Cherns, 1962).
Penyebab kecelakaan
Penelitian ke dalam sejumlah area kecelakaan seperti misalnya penerbangan (McFarland, 1953; Wansbeek, 1969; Rolfe, 1972; Allnutt, 19876), pembangkit tenaga nuklir (Kerneney, 1979; Reason, 1986a) dan transpor laut (Clingan, 1981; Wagenaar, 1986) memerlihatkan bahwa kecelakaan jarang sekali disebabkan oleh penyebab tunggal, namun lebih oleh sejumlah manusia yang berinteraksi – kata pepatah “bab kecelakaan”. Sesungguhnyalah beberapa penyelidik memercayai bahwa mencari penyebab sebuah kecelakaan adalah merusaknya (Holladay, 1973), sementara beberapa organisasi memilih untuk membedakan di antara penyebabnya, “primer” dan “sekunder”, dan beberapa memilahnya menjadi yang “perlu” dan yang “memadai” (Wagenaar, 1986). Apa yang jelas adalah, apapun kategori yang dipakai, banyak kecelakaan dianggap berasal dari “kesalahan manusia”, namun, seringkali hanya sebuah sinonim untuk “kesalahan pilot”, walaupun si pilot mungkin senyatanya menanggung kesalahan dari seluruh kesalahan – manajer, peserta latihan, disainer pesawat atau pengontrol darat. Jadi, kesalahan manusia dalam kamar operasi mungkin adalah kesalahan dari ahli anestesi, namun mungkin kesalahan yang sama beratnya dari orang yang melatihnya dengan benar atau orang yang gagal menyampaikan pesan, atau yang mendisain, membawa, atau yang resmi membeli, bagian-bagian peralatan yang tidak adekuat. Terdapat sebuah pandangan ekstrem yang membantah bahwa apa-apa yang kita anggap berasal dari “kegagalan teknik” atau “tindakan Tuhan” hanyalah mencerminkan ketidaktahuan atau keengganan kita untuk menyelidikinya cukup dalam. Namun, untuk tujuan praktisnya, marilah kita hanya mengatakan, biasanya kompleks dan disebabkan, atau sedikitnya dieksaserbasikan oleh, banyak faktor dan bahwa kesalahan manusia seringkali memainkan peranan besar dalam penyebabnya.
Sebuah prinsip yang benar-benar dasar dari tulisan ini adalah bahwa seluruh insan manusia, tanpa ada apapun pengecualiannya, membuat kesalahan dan bahwa kesalahan seperti itu adalah sepenuhnya normal dan merupakan bagian yang perlu dari fungsi kognitif manusia. Bagi seorang pilot atau dokter untuk menerima bahwa ia sebagaimana halnya orang lainnya untuk membuat sebuah kesalahan berbencana besar hari ini adalah langkah pertama menuju pencegahannya; di mana untuk mengklim pembebasan atas dasar seorang pilot yang diuji, atau memiliki 30 tahun pengalaman atau 3000 jam bebas-kecelakaan, merupakan langkah pertama menuju malapetaka.
Sebagaimana dikenal bahwa tindakan menilik ke belakang secara normalnya adalah jauh lebih unggul baik terhadap ke depan ataupun ke dalam, titik pangkal paling umum bagi risalah tentang kesalahan manusia adalah kecelakaan dan gejala sisanya. Inilah yang menyebabkan kita masuk ke dalam sebuah pertimbangan dari fungsi kognitif dan interaksinya operator dengan koleganya (kesalahan komunikasi), peralatannya (kesalahan berbantuan-mesin) dan lingkungannya (kesalahan berbantuan-lingkungan). Sedangkan kutipan contoh diambil utamanya dari penerbangan militer, mekanisme yang mendasari berlaku untuk kokpit dan kamar operasi dan sidang pembaca diundang untuk menyuplai contoh-contoh mereka sendiri.
Penyelidikan kecelakaan
Dari momen sebuah tubrukan pesawat, atau sebuah kecelakaan yang terjadi dalam kamar operasi, satu dari dua sumber major bukti mulai membusuk dengan cepat dan menjadi menyimpang. Sumber ini adalah memori dari yang ambil bagian, baik yang langsung dan yang tidak langsung, dari kejadian itu. Sejumlah besar bukti laboratorium dan anekdot memerlihatkan bahwa memori menurun dengan cepat seiring waktu dan menjadi menyimpang dalam arah penyederhanaan dan koheren (Bartlett, 1932; Badeley, 1976). Kelihatannya kita membenci kekacauan informasi dan memiliki satu kebutuhan dasar untuk menyusun hanya sebuah situasi saja, pula untuk menyediakan hanya sebuah perhitungan koheren dari apa yang terjadi (“effort after meaning” dari Bartlett). Jadi, dengan integritas tertinggi, kita segera memulai melaporkan bukan apa yang terjadi, namun apa yang mestinya terjadi. Secara kebetulan, sumber major bukti lainnya dari pasca-kecelakaan (faktor fisik seperti misalnya keadaan mesin pesawat, tanda-tanda di darat, dokumentasi dll.) mungkin atau mungkin tidak juga menjadi subjek untuk membusuk, namun ini di luar kewenangan tulisan ini.
Tugas utama setelah sebuah kecelakaan adalah tentu saja untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan untuk mencari korban; namun yang kedua setelah itu adalah kebutuhan untuk mendorong penyelidikan dengan memerkecil pembusukan dan penyimpangan memori (Allnutt, 1973). Jadi, semua yang terlibat dalam hal apapun dengan kecelakaan didorong untuk menulis pernyataan terbuka sesegera mungkin setelah kejadian (pernyataan itu kemudian disita) dan dinasehati, yang ini seringkali gagal, untuk menahan diri dari membicarakan kecelakaan hingga nantinya diwawancarai oleh penyelidik profesional.
Kecelakaan udara militer, yang banyak kesamaannya dengan hampir setiap dari tipe kecelakaan lainnya, adalah selalu mengejutkan dan selalu terjadi pada waktu dan tempat yang tak menguntungkan. Namun, sebuah tim yang terdiri dari dua pilot, seorang ahli teknik mesin dan psikolog (ditambah spesialis lain bila diperlukan) akan mencoba datang di lokasi dengan kecepatan penuh. Mereka membawa serta barang-barang bawaannya dan prakonsepsinya; untuk segera setelah rincian sederhana kecelakaan disiarkan, the cognoscenti dengan segera mengetahui apa (yang harus) terjadi. (“Itu selalu sebuah manuver berbahaya”/”Aku selalu berkata ke pada Jones muda bahwa kecelakaan adalah menunggu untuk terjadi”). Malahan, penyelidik akan memiliki purbasangka dan teori; mereka mungkin terlalu simpati kepada pilot dan mereka membuat kesalahan (bahkan seorang psikolog!). Ringkasnya, mereka akan menambah penyimpangan atas apa yang sebenarnya terjadi.
Tujuan dari sebuah penyelidikan kecelekaan adalah untuk memastikan apa yang terjadi dan mengapa itu terjadi, sehingga sistim dan prosedur dapat diperbaiki (Rouse dan Rouse, 1983), lebih dari pada menyalahkan, yang dapat ditangani oleh penyelidikan berikutnya. Yang dimaksud adalah itu; tetapi dengan pertanyaan jalannya kecelakaan yang sebenarnya merupakan situasi emosional karena keluarga telah hancur, juga karir yang hancur, dll. Para penyelidik adalah manusia, dan kebanyakannya akan bahagia bila penyebab kecelakaan bisa terbukti adalah kegagalan teknik (jauh dari kesalahan manusia ) atau kondisi cuaca ganjil. Tapi seringkali nyata-nyata itu adalah kesalahan manusia dan penyelidik mungkin terpapar dengan seluruh penyimpangan dari kebenaran berrentang dari kebohongan yang jelas hingga menyelamatkan muka sendiri atau kolega, lewat represi, ke pada saksi menjadi hanya bayangan, terlalu selektif dalam laporannya tentang peristiwa atau membiarkan nuansa palsu lewat tak terbantah.
Penyelidik harus mencoba tergoda untuk keluar dari kebenaran sementara sambil sangat berhati-hati untuk tidak menggiring saksi. Sebuah contoh dari kehati-hatian yang dibutuhkan dalam membuat kalimat pertanyaan diperlihatkan oleh kajiannya Loftus pada mana subjek memerhatikan sebuah filem video dari sebuah tubrukan mobil dan kemudian ditanyai perkiraan kecepatan mobil itu saat benturan. Pertanyaan dari empat kelompok subjek yang cocok adalah identik kecuali untuk kata kerja yang digunakan, yang adalah “kontak”, “menabrak”, “beradu” atau “mendobrak”. Perkiraan selanjutnya dari kecepatan berhubungan secara positif dengan “kekerasan” dari kata kerja, berrentang dari 31 hingga 41 mil per jam (Loftus dan Palmer, 1974). Permasalahan lain adalah berkaitan dengan bias antar penyelidik (Schmitt, 1976) dan saksi mata ((Wells dan Loftus, 1983) juga mesti dipertimbangkan. Pada akhir dari analisis ini, penyelidik mungkin menyimpulkan bahwa satu dari faktor yang menyebabkan atau mengeksaserbasi kecelakaan adalah kesalahan manusia.
Fungsi kognitif
Pilot dari sebuah pesawat militer moderen dibombardir oleh demikian banyak sekali informasi dari instrumennya, lingkungannya, ko-pilot, dan kontrol daratnya, dll. Ia hanya dapat berharap untuk memroses sebagian kecil dari masukan ini dan ketrampilannya terletak pada menyederhanakan tugas kompleks dengan cara berurusan dengan benar dengan informasi penting pada waktu yang tepat. Ketika ia gagal menjalankan ini maka kesalahan, dan mungkin sebuah kecelakaan, dapat terjadi. Walaupun terdapat banyak penelitian saat ini dan debat dalam psikologi tentang beberapa dari poin-poin halus dari fungsi kognitif, terdapat kesepakatan cukup luas tentang dasar-dasar dari sistim, sebagaimana dijelaskan untuk contoh oleh Wickens (1984) dan Sanford (1985). Pertama, rangsangan harus berada dalam kisaran kesadaran si pilot – yakni, hanya rentangan gelombang suara dan kecepatan yang cukup sempit yang dapat disimpulkan. Setelah sensasi menjadi persepsi, untuk sebuah rangsangan tidak jatuh ke dalam sebuah tabula rasa tapi lebih dari ke dalam sebuah kehendak yang sangat aktif, dan dengan cepat dikonversikan ke dalam sebuah persepsi berarti. Kita kemudian mengikuti dengan selektif ke pada hanya sedikit dari semua persepsi ini; derajat atensi bervariasi dan terdapat bukti memerlihatkan bahwa kita memroses rangsangan yang datang ke bermacam level bergantung pada banyak faktor (Craik dan Lockhart, 1972), tapi sebuah divisi biner sederhana akan mencukupi untuk diskusi tentang kesalahan manusia.
Divisi sederhana ini berada di antara pemrosesan level-rendah di mana kita nampak memroses sejumlah sangat besar informasi dengan mudah, sangat cepat dan secara paralel, dan pemrosesan level-lebih tinggi yang merupakan subjek dari atensi sadar pada mana kita memroses informasi secara berurutan dan komparatif secara perlahan-lahan. Yang terakhir adalah “jendela kesadaran”nya William James (James, 1890) dan hanya merupakan bagian yang sangat kecil tapi yang paling penting dari pemrosesan kognitif kita menggunakan mekanisme ini. Kegagalan dari mekanisme level-rendah akan menyebabkan slips (tergelincir) dan kegagalan dari bagian level-lebih tinggi menyebabkan mistakes (kesalahan). Kita akan kembali ke kedua tipe kesalahan ini segera. Sementara itu, sistim pemrosesan kognitif kita diselesaikan oleh dua tipe utama memori: sebuah memori jangka-pendek “scratch-pad” di mana informasi membusuk dalam beberapa detik ,dan sebuah memori jangka-panjang yang berisikan hal-hal di mana akan disimpangkan oleh kejdian sebelumnya maupun kelanjutannya (Baddeley, 1976). Persepsi dan memori kemudian dibandingkan dan keputusan dikomunikasikan dengan mekanisme efektor seperti misalnya gerakan tubuh dan bicara. Akhirnya, lingkaran umpan balik menyelesaikan deskripsi yang sangat kasar ini dari satu sistim yang demikian kompleks dan sangat canggih.
Dua tipe kesalahan
Perbedaan di antara dua tipe utama kesalahan, slips dan mistakes (Norman, 1980), adalah didasarkan atas kegagalan dari satu atau lainnya dari dua mekanisme pemrosesan utama, level-rendah cepat “schematic”, pemrosesan paralel, atau level-tinggi yang lebih lambat “attentional” , pemrosesan sekuensiil. Kita mungkin memerhatikan bahwa beberapa peneliti (Rasmussen, 1981; Reason, 1986a) menganjurkan sebuah sistim kategori-tiga untuk kesalahan berdasarkan pada kegagalan prilaku yang berbasis-keterampilan, berbasis-aturan dan berbasis-pengetahuan, tapi pemisahan biner kelihatannya adekuat untuk kebanyakan tujuan.
Dalam rangka menghadapi sejumlah sangat banyak informasi yang masuk, dan memiliki hanya sebuah mekanisme pemrosesan “attentional” yang relatif lambat, umat manusia telah mengembangkan dan membangun satu khasanah “schemata” yang sangat besar. Khasanan itu berupa hal-hal rutin kecil (mungkin “sub-rutin” merupakan sebuah analogi komputer yang tepat) yang dipanggil untuk bekerja oleh rangsangan sangat spesifik dan memerlukan pemantauan sadar minimal. Semua schemata ini didampingi oleh keinginan menyelidiki sendiri (“aturan praktis”) berdasarkan pada apa yang telah bekerja dengan baik di masa lalu dan mekanisme yang demikian adalah penting bila kita hidup di dalam dunia berkelebihan beban informasi ini. Jadi, kegiatan rutin harian kita untuk bangun dari tidur, mandi, berpakaian, makan dan ke kantor terdiri dari serangkaian schemata pembelajaran-berlebihan yang kita perhatikan dengan cermat ketika sesuatu mengganggu rutinitas kita. Ketika kita tidak menaruh perhatian yang cukup, sebuah skema tidak tepat dapat “tertangkap” atau dipanggil untuk bekerja dan terjadilah sebuah slip (Reason, 1986b). Sebagai contoh, seorang pilot yang lelah mendaratkan pesawat pada satu hari yang panas dan bermaksud untuk menarik tuas guna membuka kokpit sementara pesawat dijalankannya di landasan. Pada saat itu ia diganggu oleh sebuah panggilan radio yang menarik perhatiannya dan tangannya selip ke tuas tinggal landas rutinnya, menarik sebuah tuas didekatnya yang mengangkat bagian bawah pesawatnya (atau merendahkan posisi pesawat, sebagaimana seseorang yang ingin menonjolkan ketinggian ilmunya bersikeras). Ia menyadari selip itu sudah terlambat dan terdengar bergumam yang dalam kesamaannya dalam angkatan laut sebagai “Oh mengganggu”!
Kajian buku harian (Reason dan Mycielska, 1982) memerlihatkan bagaimana selip menghinggapi perilaku harian dan kemungkinan besar terjadi selama pelaksanaan tugas-tugas sangat canggih dalam lingkungan yang akrab ketika terjadi pengalihan perhatian ke lain tempat akibat dari kebosanan, kesibukan, atau kebingungan. Secara khusus, kesalahan dari kelalaian seringkali disebabkan oleh interupsi tak terduga yang dapat menyebabkan kembali ke satu rangkaian perilaku pada tempat yang salah. Semua selip ini tidaklah sembarangan tapi cenderung untuk mengambil bentuk yang cukup dapat diprediksi (Norman, 1981). “Ketika operasi kognitif berada di bawah ketentuan, mereka cenderung ke standar respon kontekstual sesuai frekuensi tinggi” (Reason, 1986b). Ini, sebagaimana pengakuan Reason, adalah satu derivasi dari pesan yang disampaikan oleh peneliti sebelumnya seperti misalnya “hipotesis salah” (Davis, 1958) dan “bias respon” (Broadbent, 1967). Pendek kata, ketika kita tidak memiliki cukup informasi, kita cenderung menuju ke pada apa yang telah bekerja di waktu yang lampau dan kita “melihat” apa yang kita harap untuk dilihat dan “mendengar” apa yang kita harap untuk didengar.
Sebuah pengunjukkan yang bagus dari kecenderungan penggunaan standar ke sebuah respon frekuensi-tinggi (atau “frequency gambling”) adalah fonologi dari permainan dasar anak-anak. Dalam hal ini, seseorang mungkin ditanyakan satu seri pertanyaan yang memancing jawaban-jawaban seperti misalnya “kebanyakan”, “bualan”, “pengurus/tuan rumah”, dll., dan kemudian ditanyakan apa yang ditaruh ke dalam sebuah toaster ; orang itu seringkali standarnya ke “toast”. Sebagaimana keahlian kita dalam sebuah area khusus meningkat, demikian juga dalam hal permasalahan selip itu, untuk satu cara mendefinisikan seorang ahli adalah seseorang yang telah membangun sebuah repertoar besar dari skemata bernilai yang tepat dan halus yang mengijinkan orang itu membawa banyak prosedur sangat kompleks sementara mengerahkan banyak perhatian ke pada “isu-isu yang lebih besar”. Namun, hukuman atas keahlian ini adalah lebih banyak skemata yang kita perlagakan, khususnya gradasi halus respon yang tepat, semakin banyaklah kemungkinan bahwa skemata yang salah yang dipanggil untuk bekerja ketika perhatian kita pergi kemana-mana; artinya, ahli adalah, secara umum, cenderung kemungkinannya membuat selip dibandingkan pemula. Beberapa kenyamanan dapat diambilkan dari apa yang digambarkan oleh Woods (1984) yang memerlihatkan bahwa selip dideteksi jauh lebih sering dibandingkan dengan kekeliruan.
Sementara selip adalah kesalahan pada mana aksi yang dimaksudkan adalah benar tapi tindakan nyatanya salah, kategori kedua kesalahan, kekeliruan, adalah pada mana maksudnya sendiri adalah salah. Penelitian laboratorium dan pengamatan kehidupan nyata mengindikasikan bahwa pembuatan-keputusan manusia seringkali jauh dari ideal dan bahwa kita unggul sebagai makhluk mengenali pola tapi bukanlah sebagai mesin hitung (Tversky dan Kahneman, 1974). ”Manusia bila diberikan pilihan akan lebih memilih beraksi sebagai makhluk mengenali pola yang spesifik-konteks lebih dari pada mengusahakan untuk menghitung atau mengoptimalisasinya” (Rouse, 1982). Setelah mengenali pola atau permasalahan sebagai analog terhadap sesuatu yang telah kita hadapi sebelumnya, kita dengan cepat menetapkan hipotesis pertama yang datang ke pikiran dan cenderung untuk menetap dengannya, atau “yang pertama datang yang paling baik dipilih” (Reason, 1986a). Bila hipotesis adalah benar, sebagaimana biasanya, kita menguatkan reputasi kita untuk ketegasan, tapi bila ini tidak demikian maka kita akan sering kali menjadi sangat lambat untuk mengubahnya. Sekali lagi, baik bukti laboratorium atau pengamatan mengindikasikan bahwa kita lebih memilih mencari bukti konfirmasi lebih dari pada meletakkan hipotesis kita untuk pengujian yang sebenarnya. Literatur kecelakaan militer mengandung banyak contoh pilot yang mengunjukkan “bias konfirmasi” ini dengan membuat satu kesalahan navigasi dan kemudian “menginterpretasi” banyak informasi lanjutannya untuk mendukung hipotesis awal mereka (hipotesis yang salah). Hal yang sama, sebagaimana sebuah kegawat-daruratan yang bergerak-lambat berkembang, operator cenderung untuk mengambil sebuah teknik pendekatan “lobang kunci”, membuat sebuah hipotesis awal dan kemudian melompat yang hampir secara acak dari satu fokus perhatian ke yang lainnya dalam satu usahanya untuk verifikasi (Reason, 1986c).
Kesalahan komunikasi
Banyak kesalahan melibatkan tim lebih dari pada individu dan, sementara pengawasan penampilan yang lainnya mungkin kadangkala mencegah kesalahan dari menjadi kecelakaan, kehadiran yang lainnya dapat memberikan satu ilusi berbahaya dari keamanan sebagai “responsibilitas terpecah bukanlah responsibilitas”. Sebagai contoh, sebuah pesawat menubruk the Everglades sementara ketiga anggota kru sedang mencoba memecahkan sebuah masalah kecil; dan pesawat 747 British Airways mendekati bandara Nairobi beberapa menit dengan tidak satupun dari ketiga kru bereaksi terhadap fakta bahwa ketinggian aman telah di set menjadi 327 kaki di bawah permukaan tanah! (Aircraft Accident Report, 1975). Akhirnya, satu kesalahan dapat terjadi dalam komunikasi itu sendiri. Asumsinya adalah bahwa sebagaimana komunikasi merupakan kejadian objektif yang sama ia haruslah akurat, tapi komunikasi adalah didasarkan tidak pada dunia objektif nyata, tapi pada model mental dari dunia dari masing-masing diri kita dan model dari si pengirim dan si penerima dapat begitu berbeda secara bermakna. Dengan demikian, pengutipan, dan mungkin diragukan, kecelakaan akibat dari si pilot menyebut “feather four” berarti, dari pemahamannya atas situasi, “feather mesin nomor 4” yang diinterpretasikan oleh ko-pilot, menggunakan model mentalnya dari situasi ini, sebagai “feather mesin keempat-empatnya”. Asal usul kecelakaan penuh dengan blunder komunikasi major seperti misalnya the Charge of the Light Brigade (Reason dan Mycielska, 1982), tapi sebuah peninjauan cepat percakapan sehari-hari akan memerlihatkan bagaimana orang-orang “sedang bekerja dari peta-peta berbeda”. Atau, haruslah pentingnya komunikasi non-verbal dilupakan: salah membaca isyarat merupakan satu kesalahan yang paling umum.
Kesalahan berbantuan-mesin
Peralatan yang didesain baik dapat mencegah atau setidaknya memerbaiki efek dari sebuah kesalahan, pada mana peralatan yang didesain buruk seringkali dikutip sebagai “penyebab” dari sebuah kecelakaan. Apa yang pilot atau dokter perlukan dari instrumennya adalah informasi yang jelas, ringkas, handal, tidak samar-samar untuk akurasi (tidak lebih) yang diperlukannya; pengontrol harus nyaman, tepat, mudah dioperasikan, tidak samar dan memberikannya umpan balik yang segera dan adekuat bahwa tindakan yang dimaksudkannya telah terpengaruh. Untuk memerkecil kesalahan dan kelelahan, layar penayangan dan kontrol haruslah mudah digunakan (oleh si pilot) sementara ia memakai pakaian terbang penuh dan di bawah kondisi lingkungan paling buruk. Tidak hanya harus setiap layar penayangan dan kontrol sesuai kriteria desain, tapi mereka haruslah secara logis dikelompokkan bersama oleh arus fungsi dan informasi, dengan yang paling penting ditempatkan di pusat penglihatan. Mereka itu juga haruslah mengikuti perintah steriotip gerakan (McCormick dan Sanders, 1982); yakni, kita telah mengembangkan skema bahwa memutar sesuatu searah jarum jam berarti meningkatkannya, sementara tombol ke bawah berarti untuk “on” (skemata berlawanan di Amerika). Di atas itu semuanya, sistim haruslah didesain sedapat-dapatnya praktis untuk menyelamatkan operator dari kesalahannya sendiri, yang buat Murphy, stalks jalur penerbangan dan hangar perawatan (dan, persamaannya untuk ini, kamar operasi). Sebuah pesawat pengebom B1 senilai 325 juta dolar Amerika hilang karena sistimnya mengijinkan pilot untuk membatalkan satu sinyal peringatan tanpa mengambil aksi yang tepat (Cordes, 1985). Hal yang sama, kotak persneling sebuah helikopter militer gagal dalam penerbangan karena teknisi perawatan membaca dalam buku petunjuk bahwa “wajah kepercayaan dipasang menghadap keluar”: ia mengasumsikan bahwa ini berarti keluar dari mesin padahal si penulis memaksudkan keluar terhadap satu dengan lainnya. Jadi, sebuah kecelakaan mungkin menjadi hasil dari kesalahan manusia, tapi sebuah komitmen sudah ada bertahun-tahun sebelum kejadian.
Nasihat diberikan kepada seorang pilot yang mengalami sebuah konflik di antara kesadaran dirinya dengan instrumennya adalah, “percayalah pada instrumenmu”. Ini hampir seluruhnya senantiasa adalah saran; tapi masalahnya datang ketika sebuah instrumen yang dikenal sebagai “sakit” atau ketika informasi yang diberikannya tidak dapat dipasangkan ke setiap hipotesis yang operator dapat setujui. Suatu waktu selama kecelakaan the Three Mile Island, operator dalam ruang pengontrol dihadapkan oleh 114 peringatan bersama-sama dan tidak dapat memostulasikan sebuah hipotesis untuk menempatkannya ke data (Perrow, 1984). Idealnya, sebuah instrumen haruslah mengindikasikan apakah itu gangguan fungsi dan operator haruslah memiliki prosedur adekuat untuk melanjutkannya tanpa itu. Ini membawa ke pada permasalahan dari prosedur mode sebalik, yakni, lebih handal sebuah peralatan maka lebih “kaku”lah prosedur dan ketrampilan pendukungnya. Penilaian tentang yang manakah prosedur mode sebalik untuk dilatihkan dan dipertahankan adalah sesuatu yang baik, karena ada beberapa prosedur terbang militer di mana lebih banyak orang telah hancur saat berlatih prosedur sebalik dari pada mengikuti kegagalan dari peralatan itu sendiri.
Saat ini terdapat alasan kuat untuk berdebat bahwa tidak ada alasan apapun untuk peralatan dan prosedur yang terdisain buruk dalam sebuah lingkungan pada mana hidup manusia dipertaruhkan. Prinsip-prinsip desain ergonomik yang baik telah dikenal untuk beberapa dekade dan dijumpai dalam buku-buku teks baku (Van Cott dan Kincade, 1972; McCormick dan Sanders, 1982). Antar muka paling kompleks adalah di antara manusia dan mesin dan ini haruslah berada di paling pusat dari proses desain. Bermacam alasan ditawarkan untuk desain buruk, seperti misalnya ketidaksadaran ergonomik, kepercayaan bahwa sebuah mesin yang kelihatan baik (kosmetik) menjualnya lebih baik dari pada sebuah keselamatan, atau fakta bahwa peralatan tidaklah dirancang awalnya untuk tujuan yang mana itu sekarang sedang digunakan – sebagai contoh, surplus peralatan militer seringkali dipasang pada pesawat terbang ringan dengan alasan kemurahannya, tapi pesawat tidak bertekanan tidaklah memerlukan altimeter yang terbaca hingga 99 999 kaki (Dale, 1985). Tentu saja, antar muka manusia-mesin di masa depan akan semakin menjadi manusia-perangkat lunak lebih dari pada sebuah antar muka manusia-perangkat keras, sementara fokus major dari psikologi permesinan akan berlanjut bergerak dari urusan sensori motor ke urusan kognitif (De Green, 1980). Walaupun tuntunan untuk pendesainan antar muka manusia-komputer muncul (Smith dan Aucella, 1982), mereka seringkali diabaikan dan terdapat kadang nampak menjadi sebuah kecenderungan yang mengkhawatirkan kembali mengarah ke ergonomik buruk; siapapun yang telah duduk di depan sebuah komputer “user-hostile” yang mahal yang tak putus-putusnya mengulang “kesalahan input”akan menghargai perhatian.
Kesalahan berbantuan-lingkungan
Peran stres dalam hal menyebabkan kecelakaan merupakan sebuah hal paling kompleks yang biasanya menempatkan kita pada akhir penyelidikan dengan sebuah perkiraan kuat lebih dari pada bukti. Pertimbangkan yang satu ini, sebagai contoh, sebuah kecelakaan penerbangan sipil pada mana si pilot dalam keadaan terbangun untuk hampir sepanjang malam karena satu perselisihan domestik dan kemudian, setelah sebuah 12 jam bertugas hari itu, dihadapkan pada satu kerusakan mesin pas setelah lepas landas. Tim penyelidik mengopinikan bahwa kelelahan mungkin telah memengaruhi keputusannya untuk menutup mesin yang baik lebih dari pada mesin yang berfungsi tidak baik; persangkaan tapi tidak terbukti (CAP, 1969). Walaupun bahkan tidak ada kesepakatan definisi stres, topik ini telah menelurkan sejumlah besar literatur dari kajian-kajian laboratorium, lapangan, observasi dan historis. Stres sendiri mungkin nyamannya, walaupun dengan berubah-ubah, dibagi menjadi stres lingkungan seperti misalnya panas, bising, getaran, dll., stres fisiologis seperti misalnya kurang tidur, ritme sirkadian, obat, dll., dan stres psikologis seperti misalnya ketakutan, frustrasi, kompetisi, dll.
Dari sekian banyak yang dapat dikatakan tentang stres dan kesalahan manusia, enam buah generalisasi yang memudahkan mungkin dapat berguna. Semua itu adalah:
(a) Kebanyakan penelitian adalah mengenai efek dari stres tunggal, sementara lingkungan kehidupan nyata mengandung banyak stres, di mana efeknya bergantung pada variabel pengganggu dari yang bersangkutan seperti misalnya kebugaran, pelatihan dan motivasi operator, sifat dan kompleksitas dari tugas dan kekuatan, lamanya berlangsung, interaksi dan kemendadakan mulainya stres yang terlibat.
(b) Reaksi objektif dan subjektif terhadap stres seringkali tidak berkorelasi baik. Jadi, bahaya sesungguhnya dari alkohol adalah bukanlah menurunkan penampilan, tetapi alkohol melakukannya itu sementara kita berfikir penampilan kita adalah baik (Cohen, 1960). Permasalahan terkait dengan alkohol adalah bahwa si pilot tidaklah menyadari lamanya efek dan seringkali merasa aman hanya karena ini adalah sebuah hari yang baru (Green, 1983). Adalah juga tidak masuk akal memisahkan stres domestik dari stres kerja, dan stres domestik telah memerlihatkan meningkatkan kerawanan terhadap kecelakaan (Rahe, 1969; Alkov, Borowsky dan Gaynor, 1983). Jadi, ancaman nyatanya adalah orang yang paling senior yang menganggap diri sebagai “meninggalkan semua kekhawatiran saya di belakang ketika saya memasuki kokpit” atau sebagai memiliki “melatih diri untuk melakukannya tanpa tidur”. Ia tidak, tapi juniornya mungkin hanya dibayangi keengganan menunjukkan kepadanya literatur psikologis yang relevan!
(c) Uraian dari penampilan di bawah stres bisa dalam bermacam bentuknya, seperti misalnya meningkatnya kesalahan dan lekas marah atau menurunnya kecepatan dan akurasi, atau keduanya. Dua mekanisme kelihatannya mencirikan dalam penyelidikan kecelakaan dengan frekuensi tertentu. Salah satunya adalah apa yang umum dimaksud sebagai “yang mendorong perhatian”- yakni, saat kita paling membutuhkan untuk mengumpulkan spektrum yang luas dari data dalam rangka membuat sebuah keputusan yang baik, kita memusatkan fikiran pada sebuah sumber tunggal, solusi “yang pertama datang, pilihan terbaik”seperti dijelaskan sebelumnya. Satu manifestasi ekstrem dari fenomena ini adalah ketika para penumpang dalam sebuah pesawat yang hancur berjuang untuk membuka sebuah pintu sementara mengabaikan sebuah lobang besar pada bangkai pesawat hanya beberapa kaki saja jauhnya. Mekanisme kedua adalah “pemulihan di bawah stres”. Seseorang tidak dapat membuat dirinya lupa dan baik bukti laboratorium maupun pengamatan memerlihatkan bahwa, di bawah stres, pola-pola prilaku yang barusannya saja dipelajari dapat digantikan oleh satunya yang lebih dulu dan lebih baik dipelajari (Fisher, 1984). Jadi, sebuah ledakan kecil saat mendarat menyebabkan sebuah pesawat militer membelok keluar landasan pacu dan menuruni bukit dengan mati-matian mencoba menghentikannya dengan rem tangan. Sayangnya, tipe pesawat itu tidaklah pas dengan sebuah rem tangan, tapi pesawat yang diterbangkan sang pilot selama 6 tahun sebelumnya pas dengan itu.
(d) Umumnya, penampilan kelihatannya mengikuti sebuah kurva-U terbalik, menjadi terbaik saat level moderat dari gairah (Yerkes dan Dodson, 1908) atau di tengah-tengah dari rangkaian kesatuan “mimpi-siang hari untuk menjadi panik” (lager, 1973). Ini menghasilkan dua titik bahaya: kejemuan dan panik. Yang disebut duluan, gairah adalah sangat rendah, perhatian kemana-mana, dan terjadi selip; yang disebut belakangan, “bab kecelakaan” terbangun tak terelakkan hingga sang pilot kewalahan dan kekeliruan (dan selip) terjadi.
(e) Kemanusiaan dan keamanan mungkin terlihat tidak sepadan. Budaya kita, khususnya dalam beraktifitas seperti misalnya terbang dan olah raga, mengesahkan konsep seperti misalnya “kemanusiaan” dan “pressonitis” dan melihat dengan sedikit rasa curiga pada sebuah perhatian berlebih terhadap keselamatan (Mason, 1972); tapi fenomena yang sama ini juga muncul dalam sebuah bentuknya yang tak kentara dan di antara banyak kelompok profesional sering ada keengganan nyata untuk “kehilangan muka” dengan mengakui ketidaktahuan atau lelah dan menyerahkan ke seorang rekan yang mungkin lebih mampu, kurang lelah dan, mungkin, yunior.
(f) Uang dan keselamatan seringkali tampaknya menarik dalam arah berlawanan. Seorang pilot tidak dipekerjakan “untuk terbang dengan aman”. Ia ada di sana untuk memenangkan perang atau untuk membuat satu keuntungan bagi perusahannya dan melakukannya dengan aman. Jadi, keselamatan akan diperkuat dengan sangat kuat dengan tidak terbang dalam cuaca yang buruk, tapi perusahaan akan merugi dan sehingga seluruh pertanyaan menjadi satu dari “risiko yang dapat diterima”; sebagai contoh, 31 dari 40 pilot yang pertama kali menerbangkan the U.S. Mail tewas dalam kecelakaan penerbangan (Perrow, 1984). Harus diingat bahwa kita di sini sedang membicarakan baik tentang “risiko yang dirasakan” maupun “actuarial risk”. Sang pilot helikopter yang hancur dalam pegunungan mencoba untuk menyelamatkan seorang penumpangnya yang dipercayainya menjadi seorang penumpang yang cedera parah berdasarkan keputusannya pada penilaiannya tentang risiko; bahwa penumpang itu nyatanya tidaklah cedera parah adalah tidak relevan dengan penilaian kita tentang keputusannya.
Kesalahan di masa datang
Sebagaimana pengetahuan kita tentang proses kognitif manusia berangsur membaik, kita melihat bahwa kapasitas kognitif yang dimiliki manusia merupakan elemen pasti dalam sistim dan bahwa selip dan kesalahan adalah alami, prilaku di mana-manapun disebabkan oleh bermacam kombinasi faktor kognitif, sosial dan situasional. Walaupun kita tidak dapat memerkirakan kapan dan di mana kecelakaan berikutnya akan terjadi, namun kita dapat memerkirakan dengan keyakinan bahwa kecelakaan karena kesalahan manusia akan terus berlanjut dan menunjuk ke situasi di mana mereka akan lebih mungkin untuk terjadi. Isu kunci adalah, apakah jumlah kecelakaan seperti itu dapat dikurangi di masa depan.
Dalam beberapa hal, situasi yang terus memburuk sebagaimana manusia dipanggil untuk melakukan tugas-tugas yang lebih menantang dan konsekuensi potensiil dari kesalahan manusia di dalam sistim yang sangat canggih dan ketat, seperti misalnya pesawat berkecepatan tinggi dan stasiun tenaga nuklir (misalnya Chernobyl), adalah malapetaka. Namun, terdapat sedikitnya tiga alasan untuk optimis. Pertama adalah bahwa kebanyakan dari informasi yang diperlukan untuk desain peralatan yang “sesuai-manusia” dan prosedur adalah siap tersedia; elemen yang hilang adalah kesediaannya untuk menerapkannya. Kedua, sementara ini mungkin kedengarannya seperti sebuah harapan yang suci untuk mengharap bahwa satu pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan prilaku manusia, khususnya dalam sebuah krisis, mungkin mengurangi kemungkinan atau peluang terjadinya sebuah kecelakaan, terdapat beberapa tanda menggembirakan dalam arah ini. Banyak organisasi militer saat ini mengadopsi satu sikap yang jauh lebih masuk akal terhadap kesalahan manusia dan sedang menyelidiki cara-cara mengidentifikasi pilot yang lebih mungkin mengalami kecelakaan; bermacam agensi, termasuk beberapa angkatan bersenjata, mulai memakai latihan relaksasi untuk melawan stres dan satu dari rekomendasi dari pertanyaan the Three Mile Island adalah bahwa sebuah monitor kecelakaan harus ditempatkan baik-baik dalam sebuah ruang tersendiri jauh dari tim pemecahan masalah dan memikirkan tentang kecelakaan itu secara keseluruhan (Perrow, 1984).
Alasan ketiga untuk optimis pada akhirnya bisa terbukti menjadi yang paling berharga. Ini adalah harapan bahwa sebuah simbiosis yang sangat nyata di antara manusia dengan mesin dapat memungkinkan masing-masingnya untuk melawan kelemahan yang lainnya. Sebuah persekutuan produktif seperti ini mungkin tampak sangat jauh bagi kita yang “bersekutu” dengan sebuah komputer pribadi tampaknya dapat menghasilkan kekacauan yang lebih besar dibandingkan dengan yang mungkin kita capai dengan hanya dari tangan kita saja, tapi potensi itu ada karena manusia memiliki atribut seperti berkendaraan, intuisi dan ketrampilan yang cocok-pola dll., sementara mesin tidak memihak, memiliki memori yang handal dan hampir tak terbatas dan tidak pernah lelah dengan pengulangan. Bekerja pada Expert Systems, sementara meneruskan di lebih dengan cara-cara evolusioner dari pada revolusioner yang beberapa telah diperkirakan, sedang berlangsung. Khususnya, Intelligent Decision Aids (Rouse and Rouse, 1983) akan menjadi, dan sesungguhnya sedang mulai menjadi, terprogram untuk tanggap terhadap kebutuhan khusus dari operator sendiri-sendiri dan untuk “memahami” bagaimana ia berfungsi. Mereka akan menyusun sebuah informasi masuk yang berlebih-lebihan, membuat keputusan dan menawarkan sebuah keputusan ke pada operator bersama-sama dengan informasi sekitar basis pada mana informasi dibuat dan kemungkinan informasi adalah benar.
Barisan teknologi bergerak cepat sementara proses dan kapasitas kognitif manusia masih tetap sangat-sangat stabil selama berabad-abad. Sistim dan prosedur yang didesain sekitar pengetahuan mendalam tentang kognisi dan sikap manusia memiliki potensi untuk mencegah, atau memerbaiki, beberapa dari kesalahan yang adalah sesuatu yang normal dan merupakan bagian yang perlu dari fungsi manusia. Terdapat beberapa tanda-tanda menggembirakan bahwa sikap kita terhadap kesalahan manusia adalah meningkat, tetapi mungkin butuh beberapa waktu yang cukup sebelum operator, apakah ia seorang pilot atau dokter, tidak lagi menjadi pilihan pertama untuk “pihak yang bersalah”; karena itu, definisi seorang pilot menjadi sebagai “orang yang menghadiri kecelakaan”