Abstrak
Osteoporosis adalah umum terjadi pada orang-orang tua dan merupakan penyebab utama fraktur tulang pada populasi ini. Integritas tulang sendiri dipertahankan oleh proses dinamik penyerapan dan pembentukan tulang (remodeling tulang). Osteoporosis timbul ketika adanya suatu ketidakseimbangan antara kedua aksi proses bertolak belakang ini. Densitas mineral tulang, yang diukur menggunakan dual-energy x-ray absorptiometry telah menjadi metode utama untuk menilai risiko patah tulang dalam beberapa dekade. Berbagai studi terakhir mengunjukkan bahwa pengukuran penanda bone turnover memungkinkan untuk suatu penilaian remodeling tulang, sementara teknik pencitraan, seperti dual-energy x-ray absorptiometry, tidak demikian. Pengaplikasian proteomik telah memungkinkan bagi penemuan penanda bone turnover baru, dan sensitif, yang menyediakan informasi unik bagi diagnosis klinis dan pengobatan pasien dengan bermacam penyakit tulang. Tinjauan ini menyimpulkan berbagai temuan terkini studi-studi proteomik pada bermacam penyakit tulang, sifat-sifat sel-sel tunas mesenkhim dengan laju pengekspansian tinggi dan diferensiasi osteoblas dan osteoklas, dengan penekanan pada peran dari proteomik kuantitatif dalam studi dinamika pensinyalan, biomarkers dan temuan dari berbagai target teraputik.
Kata kunci: kepadatan mineral tulang, remodeling tulang, penanda bone turnover, osteoporosis, proteomik kuantitatif.
Status penelitian penyakit tulang
Fungsi utama skelet adalah untuk menyediakan sokongan struktural bagi jaringan lunak tubuh. Kekuatan keseluruhan tulang adalah ditentukan oleh bentukan histologis individual sedangkan sifat mekaniknya ditentukan oleh deposisi hidroksilapatit di dalam matriks kolagen. Dalam responnya terhadap perubahan pembebanan berat dan stres mekanik, terdapat remodeling tulang konstan melalui proses penyerapan dan pembentukan tulang. Pemain kunci dalam remodeling tulang adalah osteoklas, berasal dari sel tunas hematopoietik, dan osteoblas, berasal dari sel tunas mesenkhim sumsum tulang (BM-MSCs). Penyerapan tulang dilaksanakan oleh osteoklas, sementara pembentukan tulang dikerjakan oleh osteoblas. Struktur tulang dapat dipengaruhi oleh penyakit genetik, seperti osteogenesis imperfecta, dan penyakit tulang metabolik merupakan hasil dari sebuah ketidakseimbangan di antara penyerapan dan pembentukan tulang.
Selama kehidupan dewasa, penyerapan dan pembentukan dijalankan secara seimbang dan massa tulang dipertahankan pada suatu kondisi yang kukuh (steady) (1). Dari sejak dekade ke lima kehidupan, penyerapan tulang mulai melebihi pembentukannya, yang mengawali kehilangan tulang, osteopenia dan osteoporosis, dan berbagai kondisi akibat massa tulang rendah. Tiga alasan patogenik untuk massa tulang rendah adalah kegagalan untuk mencapai massa tulang puncak optimal selama pertumbuhan skelet, yang besar sekali ditentukan oleh faktor genetik, meningkatnya penyerapan tulang akibat dari pengaturan endokrin yang tidak normal, sitokin atau bermacam faktor lokal lainnya, dan tidak adekuatnya pembentukan tulang akibat dari gangguan fungsi osteoblas atau perangsangan yang kurang memadai bagi pembentukan tulang (2).
Osteoporosis merupakan penyakit tulang paling banyak di antara negara-negara yang telah maju. Ia didefinisikan sebagai penyakit tulang metabolik yang ditandai oleh massa tulang yang rendah dan deteorisasi dalam arsitektur tulang, mengakibatkan peningkatan fragilitas tulang dan, sebagai konsekuensinya, meningkatnya risiko patah tulang (3). Berdasarkan beberapa survei, diestimasikan bahwa sebesar 54% wanita Kaukasia pascamenopaus di Amerika Serikat adalah menderita osteopenia dan an additional 30% menderita osteoporosis. Sebagai akibatnya, bila dilihat dari wanita kulit putih saja, maka ada sebanyak 26 juta orang yang berada pada risiko patah tulang. Prevalensi osteopenia dan osteoporosis akan menjadi sebanding dengan hipertensi (4) bila juga dilibatkannya laki-laki dan wanita bukan berkulit putih yang terkena. Biaya tahunan perawatan terkait-osteoporosis telah mencapai US$17.9 miliar setiap tahunnya di Amerika Serikat dan GB£1.7 miliar di Inggris. Biaya ini bagi perawatan terkait-osteoporosis diperkirakan akan berlipat ganda dalam setengah bagian pertama abad ini (5, 6). Osteoporosis diklasifikasikan sebagai primer ataupun sekunder berdasarkan dari masing-masing mekanisme patogeniknya. Osteoporosis primer seringkali terjadi pada wanita pascamenopaus dan orang tua, disebabkan oleh defisiensi estrogen, defisiensi kalsium dan penuaan. Osteoporosis sekunder dikaitkan dengan penyakit, seperti misalnya kondisi berkelebihan glukokortikoid, myelomatosis multipel, hiperparatiroidisme dan hipertiroidisme (2, 7). Osteoporosis, apakah primer ataukah sekunder, dapat sebagai hasil dari meningkatnya jumlah dan/atau aktifitas osteoklas, atau menurunnya jumlah dan/aktifitas osteoblas. Diferensiasi osteoblas dan osteoklas dari masing-masing sel tunasnya dipengaruhi oleh sitokin dan hormon dalam sirkulasi. Ketika terdapat ketidakseimbangan dalam fungsi osteoblas/osteoklas, terjadilah hilangnya tulang yang tidak dapat kembali lagi dan sebagai akibatnya adalah osteoporosis.
Meskipun pengetahuan kita dalam hal mekanisme molekuler individual dari aktifasi osteoblas/osteoklas adalah meningkat, namun bagaimana bermacam mekanisme ini diorkestrasikan untuk mempertahankan integritas normal struktural tulang atau untuk menimbulkan osteoporosis adalah sangat sedikit diketahui (8). Sebagai contoh, estrogen dan hormon paratiroid (PTH) telah diperlihatkan mempengaruhi aktifitas osteoklas maupun osteoblas. Estrogen sebagiannya dapat mempengaruhi osteoblas melalui peningkatan pengekspresian IGF-1, osteoprotegerin (OPG) dan TGF-β, dan menurunkan pengekspresian RANKL, dan sebagiannya lagi mempengaruhi monosit melalui menurunkan pengekspresian IL-1, IL-6, dan TNF-α (9-11). Hiperparatiroidisme dan penuaan dapat secara bermakna meningkatkan level PTH (12, 13). PTH, sebagai tambahan dalam bekerjanya secara langsung pada garis turunan osteoblastik, dapat meningkatkan pengekspresian RANKL dan, dalam beberapa kasusnya, menghambat OPG dalam sel-sel osteoblastik (14, 15). Dengan demikian, peran PTH dalam menstimulasi pembentukan tulang lebih rumit dari sekadar meningkatkan aktivitas osteoblas (16,17). Menggunakan model sederhana osteoporosis akibat ketidakseimbangan aktivitas osteoblas / osteoklas, sejumlah strategi terapi untuk mengobati kondisi ini sudah umum digunakan atau sedang dalam pengembangan. Misalnya, terapi penggantian estrogen jelas menghambat kehilangan tulang, serta pergantian tulang, dan meningkatkan densitas mineral tulang (18); bifosfonat telah ditampilkan sebagai inhibitor yang paling efektif melawan resorpsi tulang oleh osteoklas melalui penginaktifasian osteoklas dan pendorongan apoptosis osteoklas (19) . Obat yang menghambat pembentukan atau aktivitas osteoklas sangat berharga untuk mengobati penyakit tulang. Namun, perawatan ini juga memiliki efek samping tak diinginkan - estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara dan bifosfonat terkait dengan osteonekrosis rahang bawah(7,20).
Di samping osteoporosis, terdapat jenis lain penyakit tulang, seperti penyakit dari Paget, penyakit tulang kanker dan penyakit tulang inflamasi. Dilaporkan bahwa 3% populasi di Inggris usia di atas 40 tahun, dan sejumlah bermakna populasi Kaukasia Amerika Utara, mengidap penyakit dari Paget (21). Penyakit dari Paget disebabkan oleh meningkatnya jumlah dan aktifitas osteoblas, yang mempengaruhi densitas mineral tulang lokal pada lokasi multipel di keseluruhan tulang skelet. Telah dilaporkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dalam nukleus sel osteoklas, dan dua mutasi insersi (insertional mutations) dalam exon 1 dari gen RANK telah diidentifikasi yang mengakibatkan menguatnya pengekspresian RANK dan meningkatnya pensinyalan nuclear factor (NF)-κB dan perangsangan osteoklastogenesis (22, 23). Beberapa tumor diketahui memiliki efek bermakna pada tulang skelet. Sel-sel tumor memerlukan kemampuan untuk mendorong osteoklastogenesis dalam rangka pemapanan pertumbuhan dan metastasisnya dalam tulang. Baik hiperkalsemia humoral sistemik dari malignansi ataupun metastase tulang lokal dapat menyebabkan peningkatan dalam jumlah dan aktifitas osteoklas (21). Sebagai contoh, sel-sel kanker payudara dapat meningkatkan pembentukan RANKL untuk mendorong osteoklastogenesis melalui pemroduksian PTH-related protein (PTHrP), IL-6, IL-11, dan COX2. TGF-β, disekresikan oleh sel-sel kanker, adalah juga dipercaya untuk mempengaruhi produksi bermacam sitokin penyerapan-tulang (24, 25). Penyakit tulang inflamasi, seperti misalnya artritis rheumatoid ditandai oleh destruksi rawan sendi akibat dari penyerapan tulang osteoklastik subkhondral yang berlebih-lebihan. Faktor-faktor inflamasi, meliputi IL-1, IL-6, IL-11, IL-13, IL-17, PTHrP dan RANKL, menyediakan lingkungan sitokin untuk merangsang osteoklastogenesis, yang merupakan penyebab utama erosi tulang pada artritis rheumatoid (26). Proses pengaturan sitokin/khemokin dalam osteoklastogenesis disimpulkan dalam Gambar 1. Pertimbangan terapi utama dalam pengobatan berbagai penyakit tulang ini adalah menghambat penyerapan tulang, sebagaimana halnya dengan terapi osteoporosis, juga pengobatan ditujukan terhadap penyebab utama yang mendasari, seperti misalnya khemoterapi untuk kanker dan terapi antiinflamasi untuk penyakit tulang inflamasi.
Gambar 1
Sitokin/khemokin mengatur perkembangan osteoklas
Kebanyakan sel osteoklas skeletal berasal dari monosit yang bersirkulasi. Sel-sel ini yang dari pasien-pasien osteoporotik dilaporkan meningkatkan level aktifitas penyerapan tulang ketika diinduksikan ke dalam osteoklas in vitro. Perekrutan monosit yang bersirkulasi ke dalam tulang terutama di arahkan oleh khemokin, seperti CCR3 ligand dan RANTES. Sel-sel monosit yang terrekrut dalam tulang merupakan target dari bermacam sitokin, seperti RANKL dan M-CSF, yang juga mengatur diferensiasi dan fungsi osteoblas. Dengan demikian, semua sitokin dan khemokin ini diproduksi oleh sel-sel stromal sumsum tulang dan osteoblas derivatif mereka memainkan peran kunci dalam remodeling tulang.
GC: Glukokortikoid; HSC: Sel tunas hematopoietik; M-CSF: Macrophage colony-stimulating factor; OPG: Osteoprotegerin
Terapi obat osteoporosis saat ini bertujuan untuk menghambat aktivitas osteoklastogenesis dan osteoklas. Terapi sistemik seperti ini efektif dalam memperlambat kehilangan tulang dan dikenal memiliki efek samping yang bermakna. Beberapa temuan baru-baru ini memberikan target baru untuk memodifikasi diferensiasi osteoklastik berdasarkan jalur pensinyalan OPG / RANKL / RANK: produksi RANKL, interaksi RANKL dengan aktifasi jalur pensinyalan ke hilir RANK dan RANK (Gambar 1) (21). Masa depan kemajuan dalam pengobatan osteoporosis dengan obat-obatan khusus menargetkan tiga proses penting dari jalur OPG / RANKL / RANK adalah sangat diantisipasi.
Banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan pada pengobatan penyakit tulang melalui stimulasi pembentukan tulang. Beberapa jalur sinyal penting yang terlibat dalam osteogenesis in vitro telah ditemukan. Osterix, sebuah faktor transkripsi berkandungan-zinc finger baru, memainkan peran penting dalam diferensiasi osteoblas dan pembentukan tulang (27, 28). Cbfa1/Runx2, sebagai anggota keluarga RUNX, telah terbukti menjadi faktor transkripsi kunci yang terkait dengan diferensiasi osteoblas. Disrupsi target dari kedua faktor ini menghasilkan sebuah penghentian sepenuhnya pembentukan tulang akibat dari penghentian pematangan diferensiasi osteoblas (28). Osterix dan Runx2 secara temporal mengatur proses diferensiasi osteoblas (Gambar 2) (29). Runx2 memainkan peran penting dalam tahap awal diferensiasi dari BM-MSC menjadi preosteoblasts (Gambar 2). Osterix terutama mengatur proses diferensiasi preosteoblas menjadi osteoblas fungsional, yang mengawali kepada pengekspresian berlebih gen penanda osteoblas. Meskipun kedua faktor transkripsi ini secara diferensial mengatur proses diferensiasi osteoblas, Runx2, secara umum, dianggap sebagai pengatur dini dan osterix adalah pengatur belakangan selama diferensiasi osteoblas (28). Di sisi lain, kedua gen master osteoblastogenik ini juga diatur oleh sejumlah jalur sinyal perkembangan, misalnya, jalur pensinyalan the canonical Wnt dan bone morphogenetic protein (BMP), yang mengorkestrasikan komitmen BM-MSC untuk jenis sel tertentu (Gambar 2). Telah dilaporkan bahwa Wnt10b merangsang osteoblastogenesis melalui pengaktifasian faktor transkripsi osteogenik Runx2 dan osterix (300. Telah juga dilaporkan bahwa BMP-2, BMP-4 dan BMP-7 menginduksi osteoblastogenesis melalui aktivasi Runx2 dan osterix melalui pembentukan kompleks reseptor spesifik, BMPRIA / BMPRIB, dan reseptor, Smads (28).
Gambar 2
Osteoblastogenesis terregulasi-pensinyalan BMPs/Wnt melalui Runx2 and Osterix
BMP: Bone morphogenetic protein
Namun, ada kesenjangan besar antara studi in vitro dan in vivo studi. Studi osteogenesis in vivo jauh lebih kompleks. Interaksi sel-sel dan interaksi sel-matriks harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, seluruh jaringan pengaturan harus hati-hati dipelajari sebagai sebuah unit dan target kandidat harus dikonfirmasi dalam studi in vivo.
Proteomik kuantitatif: sebuah cara sangat berdaya bagi penemuan penanda tulang
Proteomik, yang dikembangkan lebih dari satu dekade yang lalu, sekarang banyak digunakan untuk secara langsung menganalisis ekspresi protein pada tingkat pasca-translasi. Proteom dalam sel terus berubah melalui interaksi biokimia dengan genom dan lingkungan. Peningkatan besar dalam keragaman protein mungkin terjadi akibat dari splicing alternatif (31,32) dan modifikasi pasca-translasi protein (33,34). Keragaman protein tidak dapat sepenuhnya ditandai dengan analisis pengekspresian-gen sendiri, membuat proteomik sebagai alat menjanjikan bagi pengkarakterisasian sel dan jaringan yang diminati dan bagi penemuan biomarker. Teknik proteomik telah dikembangkan selama dekade terakhir. Karena keterbatasan teknik 2DE untuk pemrofilan protein, teknik proteomik berbasis gel –free atau liquid chromatography (LC) sekarang muncul sebagai pilihan untuk secara kuantitatif mengukur kadar protein dengan sensitivitas dan reproduktifitas yang lebih baik atas metode berbasis-2DE (35,36). Semua proteomik berbasis-mass-spectrometry (MS) ini secara umum dapat dibagi menjadi dua pendekatan: MS berlabel-isotop dan bebas-label (37). Strategi berlabelkan-isotop telah dikembangkan yang mengintroduksikan stable isotope tags dengan protein melalui reaksi kimia menggunakan isotope-coded affinity tags (ICAT) dan isobaric tag untuk relative and absolute quantitation (iTRAQ), pelabelan enzimatik (misalnya, menggunakan air 18O untuk pencernaan tripsin ), atau melalui pelabelan metabolik (SILAC). Dengan kemajuan instrumentasi baru, daya komputasi dan kemajuan bioinformatika, serangkaian label-free LC-MS shotgun screening methods, seperti PIT multidimensional, telah dijadikan alternatif untuk kuantisasi protein relatif dan mutlak dalam sampel biologi. Metode-metode ini dan keterbatasan mereka telah juga dibahas sebelumnya (37). Proteomik telah menarik perhatian dalam bidang penelitian penyakit tulang dalam rangka penemuan biomarker tulang dan pensinyalan sel (38). Pada bagian berikut, akan diringkas kemajuan yang telah dibuat oleh pengaplikasian proteomik dalam penelitian penyakit tulang.
Proteomik dari berbagai penyakit tulang
Teknik pendekatan biologi molekuler konvensional memeriksa sejumlah terbatas protein berdasarkan atas sinyal atau jalur metabolisme. Proteomik telah muncul sebagai teknik pendekatan yang sistematis untuk pemetaan kualitatif dan kuantitatif dari seluruh proteom dalam studi skala besar. Di bidang penyakit tulang, teknik 2DE tradisional digabungkan dengan MS, merupakan sebuah metode standar untuk membandingkan profil pengekspresian protein antara keadan-keadaan normal dan penyakit, telah digunakan untuk memperoleh profil pengekspresian protein unik pada degradasi tulang rawan, sarkoma tulang, osteoarthritis dan osteonekrosis kaput femoral, dan dibandingkan dengan profil dari jaringan normal (39-44). Tabel 1 merangkum kandidat penanda protein yang ditemukan pada penyakit tulang menggunakan teknologi proteomik. Tujuan utama dari karya-karya ini adalah untuk menemukan protein unik dari penyakit dan memberikan wawasan ke dalam mekanisme penyakit. Namun, analisis ini menghasilkan sejumlah besar data yang relevansi biologisnya sulit untuk membedakannya. Metoda proteomik yang diperkenalkan ke dalam studi in vitro cenderung untuk mengungkapkan kejadian selular dan transduksi sinyal sel dalam kultur [45]. Apakah temuan tersebut memiliki makna yang sama secara in vivo, tidak diketahui.
Tabel 1
Studi-studi proteomik berbagai penyakit tulang
Proteomik dari MSCs & osteoblas
Karena penyakit tulang terutama terjadi sebagai akibat dari gangguan laju remodeling tulang dan ketidakseimbangan antara aktivitas osteoklas dan osteoblas (1), studi proteomik baru-baru ini telah difokuskan pada diferensiasi sel-sel dan fungsi mereka. Osteoblas yang berasal dari MSC multipoten dapat mensintesis matriks tulang, sedangkan osteoklas berasal dari monosit dapat mencerna tulang (11). Sejauh ini, sejumlah penelitian proteomik telah menyelidiki pembaharuan-diri dan diferensiasi MSC dan osteoblastogenesis. MSC, yang disebut plastic adherent cells dan colony-forming-unit fibroblasts, berpotensi majemuk dan memiliki kapasitas pembaruan diri (46,47). Teknik molekuler dan seluler baru telah difokuskan pada kuantisasi dan karakterisasi STRO-1, CD29, CD44, CD90, CD105, CD166 dan MHC-1 sebagai penanda permukaan MSC (48). Namun, biomarker ini tidak unik diekspres dalam sel tunas dan mekanisme molekuler yang mengatur pembaruan diri MSC masih belum jelas. Profil proteomik dari beberapa klon BM-MSC pada tahap diferensiasi telah diperoleh dengan menggunakan pemisahan protein dengan teknik 2DE atau dengan 2D LC diikuti dengan analisis MS MALDI. Studi pemrofilan ini menunjukkan bahwa MSC subkultur terdiferensiasi dengan kecenderungan ekspansi rendah menunjukkan secara diferensial mengekspres protein dalam beberapa kelompok fungsional: metabolisme, transduksi sinyal, adhesi sel dan pertumbuhan sel, sitoskeleton sel, interaksi sel-sel, siklus sel, degradasi protein dan transfer ion ( Tabel 2). Secara khusus, MSC tingkat ekspansi yang tinggi (kurang terdiferensiasi) mengekspres kalmodulin, T-complex protein 1 α-subunit dan tropomyosin dibandingkan dengan tingkat ekspansi rendah, sedangkan caldesmon dan reseptor mineralokortikoid diregulasi ke hilir [49-51]. Semua protein ini dilaporkan dikaitkan dengan siklus dan proliferasi sel (50), bahkan memberikan kontribusi untuk pergantian tulang (52). Penelitian lain pada diferensiasi osteoblas dari MSC menggunakan teknik 2DE digabungkan dengan MALDI TOF MS menyediakan profil protein klasik dari osteoblas yang berdiferensiasi. Beberapa protein yang terekspres secara diferensial spesifik, seperti chloride intracellular channel 1, telah disarankan memainkan peran penting dalam proses diferensiasi osteoblas (Tabel 3) (53,54).
Tabel 2
Studi proteomik dari sel tunas mesenkhimal
Tabel 3
Studi proteomik diferensiasi osteoblas
Baru-baru ini, peneliti menemukan bahwa beberapa hormon, faktor pertumbuhan dan sitokin dapat mengatur pertumbuhan, pematangan dan kegiatan osteoblast [21], yang menyiratkan bahwa faktor-faktor yang beredar ini dapat mempengaruhi osteoblastogenesis melalui jalur sinyal yang spesifik. Ekstrak dari MSC diobati dengan hormon atau faktor pertumbuhan tertentu, yang dianalisis dengan teknik 2DE atau 2D LC diikuti dengan analisis MS untuk menemukan protein diferensial, menyatakan bahwa mungkin memainkan peran dalam jalur sinyal tertentu (55-57). Aplikasi khusus yang disediakan oleh MS kuantitatif berlabel-isotop, Kratchmarova cultured human MSC dengan EGF dan PDGF dalam medium yang mengandung bentuk-bentuk yang berbeda dari arginin baik 12C6 normal, 14N4 versi atau varian isotop 13C6, 14N4 (Arg6) atau 13C6, 15N4 (Arg10 ) untuk secara metabolik melabel seluruh proteom, sehingga dapat dibedakan dengan analisis MS (Tabel 3). Setiap pengobatan dicocokkan dengan satu pelabelan tunggal. Proteomik kuantitatif secara langsung dapat membandingkan seluruh jaringan pensinyalan dalam osteoblastogenesis, yang diatur oleh EGF dan PDGF, dan menemukan perbedaan penting dari dua faktor dalam pengaturan jalur PI3K (58).
Proteomik dari osteoklas
Osteoklas, anggota dari keluarga monosit/makrofag, merupakan sel penyerap tulang. Proliferasi dan diferensiasi osteoklas adalah sebagiannya diarahkan oleh osteoblas, macrophage colony-stimulating factor (M-CSF) dan RANKL (11, 59). Para peneliti telah menganalisis keseluruhan proteom osteoklas dan proteom tersekresi, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4 (38, 60, 61). Czupalla menganalisis profil pengekspresian protein osteoklas menggunakan teknik 2D DIGE dipasangkan dengan teknik MS, yang merupakan sebuah teknik proteomik yang dapat direproduksi (61). Melalui pembandingan profil pengekspresian protein yang secara unik mengekspres profil gen pada level mRNA, akan dijumpai dua buah kategori protein. Pada kategori pertama, protein yang terekspres secara diferensial dikonfirmasi dengan hasil-hasil dari microarray mRNA, dan pada kategori kedua, protein yang terekspres secara diferensial tidak memverifikasi perubahannya pada level mRNA. Menariknya, pada kategori kedua, protein yang terekspres secara diferensial dideteksi dengan menggunakan sebuah teknik pendekatan proteomik, namun gagal dalam melihat setiap perubahan pada level mRNA yang dianalisis menggunakan teknik gene microarray. Diskrepensi pada kategori kedua menyarankan bahwa protein yang dikode dengan gen korespondennya menjalani modifikasi pasca-translasional, yang terjadi akibat dari interaksi pasca-translasional dan interaksi gen-lingkungan. Fungsi osteoklas dan profil pengekspresian protein membran dalam osteoklas dipelajari oleh Ha dkk menggunakan teknik LC-MS/MS (60). Studinya difokuskan pada fungsi dari Nhedc2 yang terekspres secara diferensial (channel proteins Na+/H+ exchanger domain-containing 2), yang dijumpai pada membran osteoklas. Karakterisasi Nhedc2 dan anggota keluarganya lebih lanjut menyarankan peran kunci mereka dalam fusi osteoklas selama proses penyerapan tulang. Dalam sebuah studi terkini dari kelompok Kubota, mereka menganalisis proteom osteoklas yang tersekresi dengan menggunakan teknik 2DE dengan analisis MALDI MS/MS maupun ICAT dipasangkan dengan analisis LC-MS/MS kuantitatif (38). Perbandingan di antara kedua teknik pendekatan proteomik ini menyarankan bahwa kedua metode berbeda ini dapat memproduksi hasil-hasil komplementer, yang membantu menjelaskan mekanisme molekuler penyerapan dan pembentukan tulang. Protein-protein yang terekspres secara diferensial, seperti kathepsin, osteopontin, legumain, macrophage and inflammatory protein-1α, diidentifikasi, menyarankan bahwa mereka adalah terkait dekat dengan diferensiasi osteoklas dan penyerapan tulang.
Tabel 4
Studi proteomik diferensiasi osteoklas
Saat ini, teknik pendekatan proteomik (semi)kuantitatif telah digunakan dengan berhasil dalam menganalisis protein-protein seluler, membran dan yang tersekresikan dari osteoklas. Protein-protein yang terekspres secara diferensial diidentifikasi melalui semua teknik pendekatan ini meliputi bermacam penanda osteoklas yang telah dikenal, seperti misalnya vacuolar, H-ATPase dan kathepsin K, dan protein-protein yang belum dikenal, seperti misalnya gelsolin dan arp2/3, yang memainkan peran dalam maturasi sel-sel osteoklas. Semua protein ini berrespon terhadap aktivasi RANKL dan mendorong osteoklastogenesis, menyediakan informasi tambahan untuk pengertian yang lebih baik dalam mekanisme molekuler yang mendasari osteoklastogenesis. Tambahannya, pemahaman jalur pensinyalan OPG/RANKL/RANK mungkin menyediakan target teraputik potensiil bagi pengobatan penyakit tulang, seperti osteoporosis.
Ringkasan dan pandangan lima tahun ke depan
Osteoporosis sering terjadi pada populasi tua. Hal ini merupakan hasil dari ketidakseimbangan remodeling tulang dan menimbulkan hilangnya massa tulang. Densitas mineral tulang yang rendah adalah satu dari faktor risiko terkuat patah tulang. Dual-energy x-ray absorptiometry, yang mengukur densitas mineral tulang, sedang naik daun sebagai sebuah jalan yang lebih baik dalam memonitor hilangnya massa tulang akibat dari remodeling tulang. Namun, dual-energy x-ray absortiometry tidaklah menyediakan informasi mengenai proses ireversibel yang mengawali kepada hilangnya massa tulang dan kepadatan tulang. Bermacam teknik proteomik adalah berguna untuk scanning dinamik pengekspresian protein pada osteoporosis. Berbagai penanda bone-turnover terbukti lebih kuat dibandingkan teknik pencitraan, seperti misalnya dual-energy x-ray absorptiometry, untuk memrediksi dinamika remodeling tulang (62, 63). Berbagai penanda bone-turnover mungkin menyediakan informasi berharga dalam memonitor dinamika remodeling tulang. Sayangnya, hanya sedikit penanda bone-turnover saat ini tersedia untuk diagnosis dini, prediksi dan memonitor osteoporosis, walaupun studi biologis terakhir menyarankan penargetan pensinyalan TGF-β1 dapat menyediakan sebuah terapi efektif bagi osteoporosis (64). Perkembangan terkini teknologi proteomik, khususnya proteomik kuantitatif, menyediakan sebuah kesempatan yang besar dalam penemuan dan memvalidasi penanda bone-turnover dini dan berbagai target teraputik.
Pemakaian teknik proteomik kuantitatif dalam penelitian tulang, yang disebut osteoproteomik, merupakan wilayah yang sedang muncul. Ini perlu diantisipasi bahwa studi-studi seperti ini akan menyediakan wawasan ke dalam berbagai mekanisme molekuler dari pembaharuan-diri dan diferensiasi MSCs dan transformasi monosit menjadi osteoklas. Proteomik, khususnya proteomik kuantitatif, diharapkan akan membawa kita menuju pencanggihan diagnostik dan teraputik generasi berikutnya dalam pengelolaan problem yang sangat jamak dari osteoporosis.
Isu kunci
• Osteoporosis terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara penyerapan dan pembentukan tulang.
• Pemain kunci dalam remodeling tulang adalah osteoklas, berasal dari sel tunas hematopoietik, dan osteoblas, berasal dari sel tunas mesenkhim sumsum tulang.
• Proteomik telah menarik perhatian dalam wilayah penelitian penyakit tulang dalam rangka penemuan biomarker bone-turnover dan pensinyalan sel.
• Dalam area penyakit tulang, teknik tradisional 2DE yang dipasangkan dengan mass spectrometry telah diaplikasikan untuk memperoleh profil pengekspresian protein unik dari degradasi kartilago, sarkoma tulang, osteoarthritis dan osteonekrosis kaput femur dan dibandingkan dengan profil dari jaringan normal.
• Protein yang terekspres secara diferensial diidentifikasi dengan teknik pendekatan proteomik kuantitatif meliputi penanda osteoklas yang telah dikenal, seperti vakuolar, dan kathepsin K, dan protein yang tidak dikenal, seperti msalnya gelsolin dan arp2/3, yang memainkan peran kunci dalam pematangan osteoklas.
• Sel-sel punca mesenkhimal dengan laju pengekspansian tinggi, mengekspres berlebih kalmodulin, T-complex protein 1 α-subunit dan tropomyosin, yang dikaitkan dengan siklus sel dan proliferasi sel.
• Pengukuran laju turnover protein dengan menggunakan proteomik kuantitatif merupakan sebuah teknik pendekatan baru dan sangat berdaya dalam menemukan penanda bone-turnover sensitif di masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar