Pendahuluan
Sistim muskuloskeletal adalah sangat penting untuk sokongan
struktural, daya penggerak dan gerakan. Ia adalah sebuah sistim komponen
berganda berkomposisikan otot, jaringan ikat otot, tendon, ligamen dan tulang,
dipersyarafi oleh syaraf dan divaskularisasi oleh pembuluh darah. Jadi,
perkembangan sistim muskuloskeletal adalah kompleks. Perkembangan
muskuloskeletal membutuhkan tidak hanya spesifikasi dan diferensiasi dari semua
tipe sel berbeda ini, namun juga oleh morfogenesis terkoordinir mereka ke dalam
sebuah sistim fungsional terintegrasi. Juga, perkembangan sistim muskuloskeletal
diperrumit oleh asal embryologi berbeda dari bermacam komponen muskuloskeletal.
Lebih lanjut lagi, terdapat perbedaan jelas dalam perkembangan tulang
muskuloskeletal aksial, kepala dan tungkai.
Mengingat kompleksitas perkembangan muskuloskeletal, peneliti
memiliki spesialisasinya dengan cara mengkaji perkembangan dari jaringan
individual atau terkonsentrasi pada perkembangan kepala, bagian aksial badan
atau tungkai. Mengingat adanya spesialisasi ini, begitu banyaknya pertemuan
dilaksanakan mengenai myogenesis, perkembangan tulang, morfogenesis
kraniofasial dan perkembangan anggota gerak. Namun demikian, agar jelasnya
pemahaman tentang perkembangan muskuloskeletal, maka membutuhkan satu teknik
pendekatan integratif. Selain dari pembicaraan tentang keseluruhan dari
jaringan komponen, para peneliti menyajikan kajian-kajian tentang perkembangan
muskuloskeletal aksial, kepala dan anggota gerak. Di dalam pertemuan yang
diadakan, di antara mereka membawa serta semua peneliti yang menggunakan banyak
model sistim vertebrata berbeda (ikan zebra, kodok, anak ayam dan tikus), juga
yang baru, sistim yang muncul (seperti misalnya ikan hiu, bebek dan jerboa). Juga pembicaraan dari ahli
genetika tentang Drosophila dan C. elegans adalah penting di dalam
diskusi, sebanyak kemajuan konsep baru telah muncul dari semua kajian ini. Yang
paling penting, dari pembicaraan itu terungkap bahwa interaksi di antara
komponen berbeda adalah penting bagi morfogenesis muskuloskeletal (Gambar 1). Tema lainnya yang muncul
adalah kepentingan gaya-gaya mekanik otot dalam membentuk tulang rawan dan
tulang sepanjang masa perkembangan hidup. Akhirnya, beberapa kajian baru
menyediakan wawasan ke dalam evolusi sistim muskuloskeletal dengan cara
mengidentifikasi inovasi-inovasi kunci dalam perkembangan kepala, leher dan
anggota gerak.
Pelajaran yang dapat diambil dari motilitas, fusi, posisi
nuklear dan tipe serat otot
Satu dari langkah tumbuh kembang paling dini dalam rangka memapankan
sistim muskuloskeletal adalah pembentukan mesoderm prasomitik, yang pada akhirnya
membentuk keseluruhan muskuloskeleton aksial dan memunculkan otot-otot anggota
gerak. Bagaimana mesoderm prasomitik membentuk dan memanjang, kemudian menjadi
subjek pembicaraan. Melalui pemakaian penciteraan hidup dari embryo anak ayam
yang sedang tumbuh diperlihatkan dengan mengejutkan bahwa, pemanjangan mesoderm
prasomitik tidaklah hasil dari migrasi sel langsung namun malahan adalah sebuah
sifat yang muncul dari pengaturan kolektif dari motilitas sel yang bertingkat
dan acak (Benazeraf dkk., 2010)
Beberapa pembicaraan menekankan pentingnya kajian genetik C. elegans dan Drosophila dalam mengungkap proses seluler mendasar penting bagi
perkembangan sistim muskuloskeletal. Fusi merupakan bagian penting dari
pembentukan serat otot berinti ganda dari myoblas individual. C. elegans adalah organisme yang baik
sekali dipakai di dalam rangka mengkaji fusi antar sel sebagaimana sepertiga
dari inti somatiknya merupakan bagian dari satu synctia, yang terbentuk lewat fusi. Melalui layar genetik, kelompok
Benjamin Podbilewicz’s telah mengidentifikasi dua gen, eff-1 dan aff-1, yang
adalah penting dan memadai untuk sel-sel berfusi (Oren-Suissa dkk, 2010). Kedua
fusogen ini adalah anggota pendiri dari fusion
family (FF), yang tidak hanya dijumpai pada nematoda, namun juga pada
beberapa arthropoda dan khordata (seperti misalnya amphioxus). Kemampuan kedua fusogen ini mendorong fusi antar sel
pada sel-sel ginjal vertebrata yang dibenihkan (BHK) menyarankan bahwa FF
fusogen mungkin berfungsi di dalam vertebrata (Avinoam dkk., 2011). Eyal
Schetjer dan Benny Shilo juga mendiskusikan hasil kerja mereka, memeriksa fusi
myoblas pada Drosophila. Mereka
memerlihatkan bahwa homolog WASp Drosophila,
satu faktor terkonservasi yang mendorong nukleasi filamen aktin
berbasis-Arp2/3, adalah penting baik bagi fusi myoblas embryonik maupun dewasa.
Tambahannya, homolog SCAR/WAVE lalat, faktor major kedua pendorongan-nukleasi
Arp2/3, juga dibutuhkan selama fusi myoblas dewasa (Mukerjee dkk., 2011).
Setelah fusi myoblas menjadi serat-serat otot multinukleat,
myonuklei bergerak menuju ke satu posisi periferal dan menyebar ke keseluruhan
panjang serat otot. Posisi nuklei yang tidak tepat merupakan satu tanda
berbagai penyakit otot termasuk berbagai myopati sentronuklear. Namun,
mekanisme molekuler yang mengendalikan posisi myonuklear sebagian besarnya
tidak diketahui dan apakah posisi nukleus yang benar adalah diperlukan bagi
fungsi otot adalah tidak jelas. Untuk mendalami persoalan ini, Mary Baylies’
Lab (Sloan-Kettering Institute, NY, USA) melakukan penyaringan genetik
prospektif, menggunakan embryo Drosophila
dengan myonuklei yang dilabel secara fluoresen untuk mengidentifikasi
mutan-mutan dengan posisi myonuklei abnormal. Mereka menemukan bahwa dua
protein terkait-mikrotubulus adalah penting, merupakan pengatur terkonservasi
evolusioner dari pemosisian myonuklear. Lebih lanjut, peneliti ini
memerlihatkan bahwa defek-defek dalam pemosisian myonuklear akan merusak
motilitas larva Drosophila.
Menentukan kenapa posisi nuklear adalah penting bagi fungsi otot, akan menjadi
sebuah area menarik dari penelitian di kemudian hari.
Gambar 1
Interaksi jaringan dalam morfogenesis muskuloskeletal. Otot vertebrata, memerlihatkan interaksi di
antara otot (merah), jaringan ikat otot (hijau), tendon (biru), tulang
(abu-abu) dan syaraf (cokelat) yang adalah sangat penting bagi morfogenesis
muskuloskeletal.
Otot dan tulang dapat muncul dari tempat-tempat yang
mengherankan
Walau kompleks, asal embryologik komponen-komponen berbeda dari
kepala, aksial dan anggota gerak sistim muskuloskeletal secara umum telah
terkarakterisasi dengan baik. Otot aksial dan apendikuler muncul dari somit, di
mana otot kepala berasal dari mesoderm paraksial dan splanchnic kranial. Jaringan
ikat apendikuler, tendon, ligamen dan tulang berasal dari plat lateral, di mana
pada kepala semua jaringan ini berasal dari krista neural, dan pada
muskuloskeleton aksial mereka berasal dari regio-regio berbeda dari somit.
Namun, dari beberapa pembicaraan, sumber-sumber baru selang-seling untuk otot
dan tulang dijelaskan. Ketan Patel memerlihatkan percobaannya yang sangat bagus
pada anak ayam dan tikus yang mengunjukkan bahwa otot-otot leher superfisial
adalah bukan berasal dari somit, sebagaimana diperkirakan sebelumnya, namun
dari plat lateral oksipital mesoderm (Theis dkk., 2010). Ini adalah kali
pertama bahwa setiap otot postkranial telah diperlihatkan berasal dari sel-sel
non-somitik. Pada orang dewasa (dan secara potensiil pada embryo), otot mungkin
juga berasal dari sumber lain lagi. Zipora Yablonka-Reuveni (USA) menggunakan
satu Cre line driven oleh
elemen-elemen pengaturan rantai berat myosin otot polos pada tikus besar untuk
mengunjukkan kontribusi satu garis turunan sel unik, yang secara potensiil
berasal dari otot polos, terhadap lubuk sel punca otot dewasa pada domain
orbital otot-otot ekstraokuler. Secara potensiil, asal alternatif dari sel-sel
punca otot ekstraokuler ini menjelaskan kenapa otot-otot ekstraokuler luput
dari bermacam myopati, seperti misalnya Duchenne muscular dystrophy. Akhirnya,
Bjorn Olsen (USA) dalam penyajian datanya memerlihatkan bahwa, selama penyakit
berlangsung, tulang rawan dan tulang dapat berasal dari sumber-sumber jaringan
non-kanonikal. Dalam kondisi patologik fibrodysplasia ossificans progressiva
(FOP), tulang rawan dan tulang secara ektopik dari dalam jaringan lunak. Secara
mengejutkan, semua osifikasi heterotopik ini berasal dari sel-sel endotelial,
yang mana melalui pengekspresian mereka akan activin-like kinase 2
berdiferensiasi menjadi khondrosit atau osteoblas (Medici dkk., 2010). Apakah
sel-sel endotelial dapat menimbulkan tulang rawan atau tulang selama
perkembangan kerangka normal, adalah sungguh merupakan satu kemungkinan yang
menggoda, namun tak tergali.
Otot berinteraksi dengan tendon dan syaraf selama masa
perkembangan
Fungsi muskuloskeletal membutuhkan bahwa otot itu mesti
dikaitkan dengan tulang lewat tendon dan dipersarafi oleh motorneuron.
Interaksi di antara otot dan tendon adalah penting bagi perkembangan mereka. Drosophila memiliki sel-sel
menyerupai-tendon, yang mana ini meneruskan daya kontraktil otot ke kutikula.
Hasil kerja lab milik Talila Volk memerlihatkan bahwa Stripe, satu Egr (early
growth response)-like transcription factor, adalah penting untuk spesifikasi
dan diferensiasi dari semua sel-sel mirip tendon ini. Sekarang, kelompok dari
Volk telah mengidentifikasi, lewat microarrays,
gen-gen spesifik-tendon baru. Ia memerlihatkan bahwa dua dari semua gen ini, Thrombospondin dan slowdown, diatur oleh Stripe, dan bahwa semua faktor ini
disekresikan dari sel-sel tendon dan mengarahkan pengadhesian otot ke sel-sel
yang sesuai (Gilsohn dan Volk, 2010; Subramanian dkk., 2007). Berdasarkan pada
peran menonjol Stripe pada perkembangan tendon Drosophila, lab milik Delphine Duprez memeriksa peran dari
faktor-faktor Egr pada perkembangan tendon vertebrata. Ia melaporkan bahwa Egr1
dan Egr2 dengan kuat terekspres pada tendon-tendon anggota gerak anak ayam dan
tikus dan mengatur pengekspresian penanda tendon scleraxis, demikian juga
banyak kolagen tendon (Lejard dkk., 2011). Lebih jauh, ia memerlihatkan bahwa
fibroblast growth factor (FGF), yang berasal dari otot, mampu mengaktifasi
pengekpsreian gen-gen Egr dan kolagen-kolagen terkait-tendon.
Interaksi di antara otot dan syaraf juga dibutuhkan untuk
pembentukan neuromuscular junction.
Hasil karya sebelumnya dari lab Steve Burden (USA) telah menunjukkan bahwa
Lrp4, dan LDL receptor-related protein, berikatan dengan agrin berasal dari
syaraf dan merangsang MuSK, sebuah reseptor tyrosine kinase yang terekpres pada
otot, yang penting bagi diferensiasi pascasinaptik otot (Kim dkk., 2008).
Burden juga menyajikan data baru yang memerlihatkan bahwa Lrp4, yang terekspres
pada otot, juga diperlukan dan cukup untuk diferensiasi prasinaptik dari
motorneuron pada sinaps neuromuskuler. Jadi, Lrp4 memainkan peran penting dalam
diferensiasi prasinaptik, demikian juga pascasinaptik, pada sinaps-sinaps
neuromuskuler.
Otot diatur oleh skelrotom dan jaringan ikat selama masa perkembangan
Satu langkah penting dalam morfogenesis muskuloskeletal
adalah migrasi progenitor myogenik dan diferensiasi mereka menjadi otot-otot
anatomik. Banyak kajian klasik chimera
anak burung puyuh (misalnya Chevalier dkk., 1977; Jacob dan Christ, 1980)
mengunjukkan bahwa sinyal ekstrinsik adalah penting bagi pengaturan migrasi dan
diferensiasi otot. Chaya Kalcheim (Israel) dalam penyajian data barunya
memerlihatkan bahwa sclerotome-derived Slit1 mengatur arah migrasi dan
diferensiasi sel-sel myogenik yang mengekspres-Robo2 pada myotom anak ayam dini
(yang akan memunculkan otot aksial). Anne Gaelle Borycki (Inggris) juga
memerlihatkan bahwa pensinyalan sonic hedgehog (Shh) diperlukan bagi perakitan
membran dasar myotomal tikus dan bahwa membran dasar ini mengontrol migrasi dan
diferensiasi sel-sel myotomal (Anderson dkk., 2009).
Pada orang dewasa, otot tulang belakang dikelilingi oleh
jaringan ikat otot, yang berkomposisikan sejumlah kecil fibroblas yang
menghasilkan, dan terbenam dalam, matriks ekstraseluler. Walaupun jaringan ikat
otot adalah penting bagi struktur dan fungsi otot dewasa, perannya dalam
morfogenesis muskuloskeletal masih tetap banyak tidak tergali. Peleg Hasson
(Israel) menyajikan hasil kerjanya yang dilaksanakan di Malcolm Logan’s lab
(Inggris) memerlihatkan bahwa transcription factor Tbx5 non-cell-autonomously,
lewat jaringan ikat otot, mengatur pola dari otot-otot anggota gerak (Hasson
dkk., 2010). Menariknya, Tbx5 non-cell-autonomously juga mengatur pola pembuluh
darah anggota gerak. Kesulitan dalam pengkajian jaringan ikat otot adalah dikarenakan
rendahnya penanda yang dapat dipakai untuk fibroblas jaringan ikat. Gabrielle
Kardon (Amerika) menyajikan data yang memerlihatkan bahwa transcription factor
Tcf4 (Tcf7L2) kuat sekali diekspres dalam semua fibroblas ini. Menggunakan
generasi baru Tcf4GFPCre dan tamoxifen-inducible Tcf4CreERT2
Cre driver line pada tikus, ia memerlihatkan bahwa selama masa perkembangan,
jaringan ikat mengatur tipe dan maturasi serat otot (Mathew dkk., 2011) dan
bahwa selama regenerasi fibroblas jaringan ikat mengatur ekspansi sel punca
otot dewasa. Jadi, semua kajian ini mengunjukkan bahwa jaringan ikat merupakan
sebuah komponen penting dari niche
yang mengatur perkembangan dan regenerasi otot.
Tendon dan tarik tambang tulang
Tendon dan tulang secara struktural dan biomekanik terkait
dalam muskuloskeleton dewasa. Data baru dari Ronen Schwetizer’s lab (Amerika)
memerlihatkan bahwa hubungan di antara tendon dan tulang bahkan lebih dekat lagi
dibandingkan dengan apa yang diketahui sebelum ini. Percobaan-percobaan garis
turunan mereka pada tikus memerlihatkan bahwa sel-sel Sox9+ (Sox9
adalah sebuah faktor transkripsi yang dibutuhkan bagi perkembangan skelet)
tidak hanya memunculkan tulang rawan, namun juga memunculkan enthesis
(persimpangan tulang-tendon) dan tendon distal anggota gerak yang baru muncul.
Setelah itu, semua tendon distal ini memanjang oleh rekrutmen tenosit
bergantung-scleraxis ke tendon yang sedang membentuk. Jadi, menurut perkembangan,
tendon anggota gerak distal berasal dari sel-sel khrogenik Sox9+,
demikian juga dari tenosit scleraxis+.
Beberapa di antara ahli menekankan peran dari gaya-gaya
mekanik dalam pembentukan tulang rawan dan tulang. Stavros Thomopoulos
(Amerika) memerlihatkan pada tikus kecil bahwa pembebanan mekanik dari otot
penting untuk perkembangan dari insersi otot ke dalam tulang. Ketiadaan gaya
kontraktil otot, lewat paralisis oleh toksin botulinum, mengganggu pembentukan
tulang, fibrokartilago dan tendon pada tempat bertumbuhnya insersi. Elazar
Zerzer juga mengunjukkan bahwa perkembangan bentuk khusus tulang panjang pada anggota
gerak adalah diatur oleh gaya kontraktil otot. Tulang dibentuk oleh deposisi
mineral asimetrik dan penebalan kortikal transien dan kedua proses ini
bergantung pada kontraksi otot. Akhirnya, Rich Scheneider (Amerika) memeriksa
pembentukan tulang rawan sekunder pada otot aduktor mandibula rahang bawah
burung. Tulang rawan sekunder ini hadir pada bebek namun tidak pada puyuh.
Menggunakan chimera bebek-puyuh, ia
mengunjukkan bahwa krista neuralis mengontrol pola otot yang spesifik-spesies,
yang pada gilirannya mengatur lingkungan mekanik otot dan pembentukan tulang
rawan sekunder.
Krista neural: mediator sentral dari muskuloskeleton
kepala
Sebagaimana di tinjau oleh Drew Noden (Amerika), krista
neural merupakan pusat dari perkembangan sistim muskuloskeletal kranial. Krista
neural memunculkan jaringan ikat otot, tendon, ligamen dan tulang kepala dan
penting untuk pemolaan otot-otot kepala. Sel-sel krista neural menjalani satu
transisi epitelial-to-mesenchymal
saat mereka keluar tubulus neural dan bermigrasi secara ekstensif ke seluruh
kepala yang sedang berkembang. Sebagaimana dibicarakan oleh Dalit
Sela-Donenfeld (Israel) dan oleh Eldad Tzahor, matriks metaloprotease dan the
tumor-supressor gene p53 penting bagi
semua proses ini. Penginaktifasian p53 (Trp53) pada embryo tikus mengawali ke
defek-defek luas pada skelet kepala, otot dan syaraf (Rinon dkk., 2011).
Penelitian Giovanni Levi’s (Perancis) juga menekankan kepentingan dari krista
neural dalam pembentukan rahang bawah vertebrata. Ia memerlihatkan bahwa faktor
transkripsi Dlx5 dan Dlx6, yang diekspres dalam krista neural, adalah penting
dan cukup untuk menetapkan rahang bawah tikus kecil. Lebih lanjut, ia
mengunjukkan bahwa pengekspresian gen-gen Dlx dalam krista neural secara
non-otonomous mengatur penentuan, diferensiasi dan pola dari otot-otot rahang
bawah tikus (Heude dkk., 2011). Akhirnya, Paul Trainor (Amerika) menjelaskan
satu sindrom kraniofasial kongenital manusia yang parah, syngnathia, pada mana
maksila dan mandibula menyatu dan adanya defek sangat luas pada sistim
muskuloskeletal kranial. Data baru dari Trainor lab mengidentifikasi kaskade
pensinyalan FoxC-Fgf yang adalah penting untuk pembentukan sendi rahang yang
tepat dan menyarankan bahwa defek-defek dalam kaskade ini yang kemungkinan
mendasari syngnathia. Apakah jalur ini berfungsi spesifik di dalam krista
neural sepertinyaakan menjadi satu pertanyaan menarik bagi penelitian di masa
mendatang.
Evolusi kepala, leher dan anggota gerak
Selama jalannya evolusi khordata, sistim muskuloskeletal
telah menjadi semakin kompleks (Gambar 2). Leluhur sistim muskuloskeletal
khordata, sebagaimana diunjukkan pada cefalokhordata (mis., amphioxus) dan urokhordata (mis., larva tunicate), terdiri dari sebuah muskuloskeleton
aksial, yang keduanya menyokong togog dan memampukan daya penggerak (locomotion). Dengan evolusi agnathans (hagfishes dan lamprey), sebuah kepala muskuloskeleton berevolusi dan menjadi ini penting
untuk makan. Dengan evolusi ikan-ikan bertulang rawan (mis., hiu), sebuah
skeleton apendikuler ditambahkan dalam bentuk sirip berpasangan, yang
memungkinkan untuk moda daya penggerak yang lebih kompleks. Pada tetrapoda,
kedua sirip berpasangan ini menjadi jauh lebih jelas sebagai anggota gerak berpasangan.
Berbagai inovasi perkembangan merupakan kunci yang tidak diragukan bagi pengarahan
evolusi luar biasa dari sistim muskuloskeletal.
Asal evolusioner dan elaborasi kepala kuat sekali terkait
dengan asal dan modifikasi dari krista neural. Sebagaimana diilustrasikan oleh
kajian burung bebek-puyuh dari Rich Schneider, spesialisasi kepala sistim
muskuloskeletal (misalnya perubahan pada rahang bawah untuk memungkinkannya
bagi moda berbeda aktifitas makan) dikodekan dalam krista neural kranial.
Pemahaman asal evolusioner dari kepala sistim muskuloskeletal membutuhkan
kajian dari vertebrata yang lebih basal dibandingkan sistim-sistim model yang
biasa dikaji. Hagfish akan menjadi
satu vertebrata ideal untuk keperluan itu, namun pembiakan dan pembesaran hagfish terbukti sangat sulit. Jadi,
adalah sangat menggairahkan kemudian untuk memelajarinya dikarenakan Shigeru
Kuratani (Jepang) sekarang mampu membenihkan embryo hagfish, dan kajiannya tentang embryo-embryo ini semestinya
menyediakan banyak pengetahuan mendalam tentang evolusi kepala muskuloskeleton.
Walaupun seringkali terabaikan, evolusi dari leher merupakan
sebuah inovasi tetrapod penting karena ia mengijinkan kepala untuk bergerak
secara bebas dari tubuh. Perkembangan leher memerlukan pengurangan iga vertebra
maupun pembesaran otot-otot untuk menyetabilkan dan menggerakkan leher dan
kepala. Semenjak penelitian Ketan Patel mengunjukkannya, asal perkembangan otot
leher adalah unik. Otot-otot ini muncul dari plat lateral oksipital,
menyebarkan program myogenik kepala, dan dipolakan oleh jaringan ikat yang
berasal dari krista neural kranial. Berbagai inovasi perkembangan seperti itu kemungkinan
besar menjadi sangat penting bagi evolusi semua otot-otot ini dan leher.
Evolusi dari pelengkap berpasangan merupakan satu inovasi
lokomotor penting. Pengekspresian dari faktor transkripsi Tbx5 dan Tbx4 dalam
perkembangan anggota gerak depan dan belakang, berturut-turut, telah
menyarankan bahwa kedua gen ini mungkin sangat mendasar untuk menginisiasi pertumbuhan
bonggol anggota gerak dan penentuan identitas anggota gerak depan dan anggota
gerak belakang. Menggunakan satu seri tikus transgenik dan alel-alel tertarget,
Malcolm Logan’s lab memerlihatkan bahwa Tbx5 dan Tbx4 adalah sangat penting
bagi pembentukan bonggol anggota gerak, namun tidak memainkan satu peran dalam pemapanan identitas anggota gerak. Lebih
lanjut, lab nya memerlihatkan bahwa itu mungkin akuisisi vertebrata atas
serangkaian pengaturan yang mengarahkan pengekspresian Tbx5 dan Tbx4 pada plat
lateral yang merupakan inovasi perkembangan penting yang memungkinkan evolusi
dari pelengkap berpasangan (Minguillon dkk., 2009). Dengan adanya evolusi
tetrapod, anggota gerak belakang menjadi semakin penting untuk daya penggerak. Melalui
penganalisaan kelompok ikan berbeda (termasuk hiu, paddlefish dan lung fish),
kelompok Pieter Currie (Australia) mengidentifikasi sebuah modifikasi bertahap
dari satu yang primitif ke modus yang lebih diturunkan dari pembentukan otot
sirip pelvis. Modus yang lebih diturunkan dari pembentukan otot anggota gerak
belakang ini memungkinkan perkembangan dari anggota gerak belakang
penyanggaan-beban.
Gambar 2
Asal evolusioner muskuloskeleton aksial, kranial dan
apendikuler. Titik merah mengindikasikan asal dari komponen-komponen muskuloskeleton
aksial, kranial dan apendikuler (Coates, 1994; Gans dan Northcutt, 1983; Liem
dkk., 2001; Theis dkk., 2010). Filogeni menurut Bourlat dkk., 2006, dan Meyer
dan Zardoya, 2003.
Pada tetrapoda, modifikasi panjang tulang anggota gerak
merupakan satu gambaran yang umum. Beberapa teknik pendekatan untuk memahami
mekanisme yang mendasari pemanjangan anggota gerak berikut diuraikan. Kim
Cooper dan Cliff Tabin (Amerika) memusatkan perhatian pada perkembangan dari
satu binatang pengerat yang tak lazim, the
jerboa, yang telah dengan sangat memanjangkan anggota gerak belakangnya.
Kathryn Kavanagh (Amerika) dan Cliff Tabin menggunakan sebuah kombinasi dari percobaan
dan embryologi komparatif untuk mengevaluasi asal perkembangan dari variasi
dalam proporsi ukuran falang, di mana Uri Alon (Israel) menggunakan sistim falang
ini untuk mengunjukkan pemakaian alasan matematik, berdasarkan pada Pareto front priciple tentang
optimisasi, sebagai sebuah penjelasan umum dari terbatasnya variasi morfologi
di alam.
Simpulan
Ringkasnya, penelitian tentang perkembangan
muskuloskeletal bergerak dalam satu arah yang menggairahkan, dengan banyak
kajian-kajian baru yang memeriksa otot, jaringan ikat, tendon, dan tulang dalam
satu cara integratif. Kajian integratif seperti itu menyingkap bahwa berbagai
interaksi molekuler dan seluler di antara jaringan berbeda adalah sangat
penting bagi perkembangan sistim muskuloskeletal. Lagi pula, penelitian ini menyediakan
pengertian penting mendalam tentang etiologi berbagai penyakit muskuloskeletal
manusia dan tentang bermacam inovasi perkembangan yang menjadi kunci dari
evolusi kompleks sistim muskuloskeletal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar