Jumat, 08 Februari 2013

Perkembangan Sistim Muskuloskeletal: Hal Pokok Mutakhir



Pendahuluan
Sistim muskuloskeletal adalah sangat penting untuk sokongan struktural, daya penggerak dan gerakan. Ia adalah sebuah sistim komponen berganda berkomposisikan otot, jaringan ikat otot, tendon, ligamen dan tulang, dipersyarafi oleh syaraf dan divaskularisasi oleh pembuluh darah. Jadi, perkembangan sistim muskuloskeletal adalah kompleks. Perkembangan muskuloskeletal membutuhkan tidak hanya spesifikasi dan diferensiasi dari semua tipe sel berbeda ini, namun juga oleh morfogenesis terkoordinir mereka ke dalam sebuah sistim fungsional terintegrasi. Juga, perkembangan sistim muskuloskeletal diperrumit oleh asal embryologi berbeda dari bermacam komponen muskuloskeletal. Lebih lanjut lagi, terdapat perbedaan jelas dalam perkembangan tulang muskuloskeletal aksial, kepala dan tungkai.
Mengingat kompleksitas perkembangan muskuloskeletal, peneliti memiliki spesialisasinya dengan cara mengkaji perkembangan dari jaringan individual atau terkonsentrasi pada perkembangan kepala, bagian aksial badan atau tungkai. Mengingat adanya spesialisasi ini, begitu banyaknya pertemuan dilaksanakan mengenai myogenesis, perkembangan tulang, morfogenesis kraniofasial dan perkembangan anggota gerak. Namun demikian, agar jelasnya pemahaman tentang perkembangan muskuloskeletal, maka membutuhkan satu teknik pendekatan integratif. Selain dari pembicaraan tentang keseluruhan dari jaringan komponen, para peneliti menyajikan kajian-kajian tentang perkembangan muskuloskeletal aksial, kepala dan anggota gerak. Di dalam pertemuan yang diadakan, di antara mereka membawa serta semua peneliti yang menggunakan banyak model sistim vertebrata berbeda (ikan zebra, kodok, anak ayam dan tikus), juga yang baru, sistim yang muncul (seperti misalnya ikan hiu, bebek dan jerboa). Juga pembicaraan dari ahli genetika tentang Drosophila dan C. elegans adalah penting di dalam diskusi, sebanyak kemajuan konsep baru telah muncul dari semua kajian ini. Yang paling penting, dari pembicaraan itu terungkap bahwa interaksi di antara komponen berbeda adalah penting bagi morfogenesis muskuloskeletal (Gambar 1). Tema lainnya yang muncul adalah kepentingan gaya-gaya mekanik otot dalam membentuk tulang rawan dan tulang sepanjang masa perkembangan hidup. Akhirnya, beberapa kajian baru menyediakan wawasan ke dalam evolusi sistim muskuloskeletal dengan cara mengidentifikasi inovasi-inovasi kunci dalam perkembangan kepala, leher dan anggota gerak.

Pelajaran yang dapat diambil dari motilitas, fusi, posisi nuklear dan tipe serat otot
Satu dari langkah tumbuh kembang paling dini dalam rangka memapankan sistim muskuloskeletal adalah pembentukan mesoderm prasomitik, yang pada akhirnya membentuk keseluruhan muskuloskeleton aksial dan memunculkan otot-otot anggota gerak. Bagaimana mesoderm prasomitik membentuk dan memanjang, kemudian menjadi subjek pembicaraan. Melalui pemakaian penciteraan hidup dari embryo anak ayam yang sedang tumbuh diperlihatkan dengan mengejutkan bahwa, pemanjangan mesoderm prasomitik tidaklah hasil dari migrasi sel langsung namun malahan adalah sebuah sifat yang muncul dari pengaturan kolektif dari motilitas sel yang bertingkat dan acak (Benazeraf dkk., 2010)
Beberapa pembicaraan menekankan pentingnya kajian genetik C. elegans dan Drosophila dalam mengungkap proses seluler mendasar penting bagi perkembangan sistim muskuloskeletal. Fusi merupakan bagian penting dari pembentukan serat otot berinti ganda dari myoblas individual. C. elegans adalah organisme yang baik sekali dipakai di dalam rangka mengkaji fusi antar sel sebagaimana sepertiga dari inti somatiknya merupakan bagian dari satu synctia, yang terbentuk lewat fusi. Melalui layar genetik, kelompok Benjamin Podbilewicz’s telah mengidentifikasi dua gen, eff-1 dan aff-1, yang adalah penting dan memadai untuk sel-sel berfusi (Oren-Suissa dkk, 2010). Kedua fusogen ini adalah anggota pendiri dari fusion family (FF), yang tidak hanya dijumpai pada nematoda, namun juga pada beberapa arthropoda dan khordata (seperti misalnya amphioxus). Kemampuan kedua fusogen ini mendorong fusi antar sel pada sel-sel ginjal vertebrata yang dibenihkan (BHK) menyarankan bahwa FF fusogen mungkin berfungsi di dalam vertebrata (Avinoam dkk., 2011). Eyal Schetjer dan Benny Shilo juga mendiskusikan hasil kerja mereka, memeriksa fusi myoblas pada Drosophila. Mereka memerlihatkan bahwa homolog WASp Drosophila, satu faktor terkonservasi yang mendorong nukleasi filamen aktin berbasis-Arp2/3, adalah penting baik bagi fusi myoblas embryonik maupun dewasa. Tambahannya, homolog SCAR/WAVE lalat, faktor major kedua pendorongan-nukleasi Arp2/3, juga dibutuhkan selama fusi myoblas dewasa (Mukerjee dkk., 2011).
Setelah fusi myoblas menjadi serat-serat otot multinukleat, myonuklei bergerak menuju ke satu posisi periferal dan menyebar ke keseluruhan panjang serat otot. Posisi nuklei yang tidak tepat merupakan satu tanda berbagai penyakit otot termasuk berbagai myopati sentronuklear. Namun, mekanisme molekuler yang mengendalikan posisi myonuklear sebagian besarnya tidak diketahui dan apakah posisi nukleus yang benar adalah diperlukan bagi fungsi otot adalah tidak jelas. Untuk mendalami persoalan ini, Mary Baylies’ Lab (Sloan-Kettering Institute, NY, USA) melakukan penyaringan genetik prospektif, menggunakan embryo Drosophila dengan myonuklei yang dilabel secara fluoresen untuk mengidentifikasi mutan-mutan dengan posisi myonuklei abnormal. Mereka menemukan bahwa dua protein terkait-mikrotubulus adalah penting, merupakan pengatur terkonservasi evolusioner dari pemosisian myonuklear. Lebih lanjut, peneliti ini memerlihatkan bahwa defek-defek dalam pemosisian myonuklear akan merusak motilitas larva Drosophila. Menentukan kenapa posisi nuklear adalah penting bagi fungsi otot, akan menjadi sebuah area menarik dari penelitian di kemudian hari.

Gambar 1
Interaksi jaringan dalam morfogenesis muskuloskeletal. Otot vertebrata, memerlihatkan interaksi di antara otot (merah), jaringan ikat otot (hijau), tendon (biru), tulang (abu-abu) dan syaraf (cokelat) yang adalah sangat penting bagi morfogenesis muskuloskeletal.

Otot dan tulang dapat muncul dari tempat-tempat yang mengherankan
Walau kompleks, asal embryologik komponen-komponen berbeda dari kepala, aksial dan anggota gerak sistim muskuloskeletal secara umum telah terkarakterisasi dengan baik. Otot aksial dan apendikuler muncul dari somit, di mana otot kepala berasal dari mesoderm paraksial dan splanchnic kranial. Jaringan ikat apendikuler, tendon, ligamen dan tulang berasal dari plat lateral, di mana pada kepala semua jaringan ini berasal dari krista neural, dan pada muskuloskeleton aksial mereka berasal dari regio-regio berbeda dari somit. Namun, dari beberapa pembicaraan, sumber-sumber baru selang-seling untuk otot dan tulang dijelaskan. Ketan Patel memerlihatkan percobaannya yang sangat bagus pada anak ayam dan tikus yang mengunjukkan bahwa otot-otot leher superfisial adalah bukan berasal dari somit, sebagaimana diperkirakan sebelumnya, namun dari plat lateral oksipital mesoderm (Theis dkk., 2010). Ini adalah kali pertama bahwa setiap otot postkranial telah diperlihatkan berasal dari sel-sel non-somitik. Pada orang dewasa (dan secara potensiil pada embryo), otot mungkin juga berasal dari sumber lain lagi. Zipora Yablonka-Reuveni (USA) menggunakan satu Cre line driven oleh elemen-elemen pengaturan rantai berat myosin otot polos pada tikus besar untuk mengunjukkan kontribusi satu garis turunan sel unik, yang secara potensiil berasal dari otot polos, terhadap lubuk sel punca otot dewasa pada domain orbital otot-otot ekstraokuler. Secara potensiil, asal alternatif dari sel-sel punca otot ekstraokuler ini menjelaskan kenapa otot-otot ekstraokuler luput dari bermacam myopati, seperti misalnya Duchenne muscular dystrophy. Akhirnya, Bjorn Olsen (USA) dalam penyajian datanya memerlihatkan bahwa, selama penyakit berlangsung, tulang rawan dan tulang dapat berasal dari sumber-sumber jaringan non-kanonikal. Dalam kondisi patologik fibrodysplasia ossificans progressiva (FOP), tulang rawan dan tulang secara ektopik dari dalam jaringan lunak. Secara mengejutkan, semua osifikasi heterotopik ini berasal dari sel-sel endotelial, yang mana melalui pengekspresian mereka akan activin-like kinase 2 berdiferensiasi menjadi khondrosit atau osteoblas (Medici dkk., 2010). Apakah sel-sel endotelial dapat menimbulkan tulang rawan atau tulang selama perkembangan kerangka normal, adalah sungguh merupakan satu kemungkinan yang menggoda, namun tak tergali.

Otot berinteraksi dengan tendon dan syaraf selama masa perkembangan
Fungsi muskuloskeletal membutuhkan bahwa otot itu mesti dikaitkan dengan tulang lewat tendon dan dipersarafi oleh motorneuron. Interaksi di antara otot dan tendon adalah penting bagi perkembangan mereka. Drosophila memiliki sel-sel menyerupai-tendon, yang mana ini meneruskan daya kontraktil otot ke kutikula. Hasil kerja lab milik Talila Volk memerlihatkan bahwa Stripe, satu Egr (early growth response)-like transcription factor, adalah penting untuk spesifikasi dan diferensiasi dari semua sel-sel mirip tendon ini. Sekarang, kelompok dari Volk telah mengidentifikasi, lewat microarrays, gen-gen spesifik-tendon baru. Ia memerlihatkan bahwa dua dari semua gen ini, Thrombospondin dan slowdown, diatur oleh Stripe, dan bahwa semua faktor ini disekresikan dari sel-sel tendon dan mengarahkan pengadhesian otot ke sel-sel yang sesuai (Gilsohn dan Volk, 2010; Subramanian dkk., 2007). Berdasarkan pada peran menonjol Stripe pada perkembangan tendon Drosophila, lab milik Delphine Duprez memeriksa peran dari faktor-faktor Egr pada perkembangan tendon vertebrata. Ia melaporkan bahwa Egr1 dan Egr2 dengan kuat terekspres pada tendon-tendon anggota gerak anak ayam dan tikus dan mengatur pengekspresian penanda tendon scleraxis, demikian juga banyak kolagen tendon (Lejard dkk., 2011). Lebih jauh, ia memerlihatkan bahwa fibroblast growth factor (FGF), yang berasal dari otot, mampu mengaktifasi pengekpsreian gen-gen Egr dan kolagen-kolagen terkait-tendon.
Interaksi di antara otot dan syaraf juga dibutuhkan untuk pembentukan neuromuscular junction. Hasil karya sebelumnya dari lab Steve Burden (USA) telah menunjukkan bahwa Lrp4, dan LDL receptor-related protein, berikatan dengan agrin berasal dari syaraf dan merangsang MuSK, sebuah reseptor tyrosine kinase yang terekpres pada otot, yang penting bagi diferensiasi pascasinaptik otot (Kim dkk., 2008). Burden juga menyajikan data baru yang memerlihatkan bahwa Lrp4, yang terekspres pada otot, juga diperlukan dan cukup untuk diferensiasi prasinaptik dari motorneuron pada sinaps neuromuskuler. Jadi, Lrp4 memainkan peran penting dalam diferensiasi prasinaptik, demikian juga pascasinaptik, pada sinaps-sinaps neuromuskuler.

Otot diatur oleh skelrotom dan jaringan ikat selama masa perkembangan
Satu langkah penting dalam morfogenesis muskuloskeletal adalah migrasi progenitor myogenik dan diferensiasi mereka menjadi otot-otot anatomik. Banyak kajian klasik chimera anak burung puyuh (misalnya Chevalier dkk., 1977; Jacob dan Christ, 1980) mengunjukkan bahwa sinyal ekstrinsik adalah penting bagi pengaturan migrasi dan diferensiasi otot. Chaya Kalcheim (Israel) dalam penyajian data barunya memerlihatkan bahwa sclerotome-derived Slit1 mengatur arah migrasi dan diferensiasi sel-sel myogenik yang mengekspres-Robo2 pada myotom anak ayam dini (yang akan memunculkan otot aksial). Anne Gaelle Borycki (Inggris) juga memerlihatkan bahwa pensinyalan sonic hedgehog (Shh) diperlukan bagi perakitan membran dasar myotomal tikus dan bahwa membran dasar ini mengontrol migrasi dan diferensiasi sel-sel myotomal (Anderson dkk., 2009).
Pada orang dewasa, otot tulang belakang dikelilingi oleh jaringan ikat otot, yang berkomposisikan sejumlah kecil fibroblas yang menghasilkan, dan terbenam dalam, matriks ekstraseluler. Walaupun jaringan ikat otot adalah penting bagi struktur dan fungsi otot dewasa, perannya dalam morfogenesis muskuloskeletal masih tetap banyak tidak tergali. Peleg Hasson (Israel) menyajikan hasil kerjanya yang dilaksanakan di Malcolm Logan’s lab (Inggris) memerlihatkan bahwa transcription factor Tbx5 non-cell-autonomously, lewat jaringan ikat otot, mengatur pola dari otot-otot anggota gerak (Hasson dkk., 2010). Menariknya, Tbx5 non-cell-autonomously juga mengatur pola pembuluh darah anggota gerak. Kesulitan dalam pengkajian jaringan ikat otot adalah dikarenakan rendahnya penanda yang dapat dipakai untuk fibroblas jaringan ikat. Gabrielle Kardon (Amerika) menyajikan data yang memerlihatkan bahwa transcription factor Tcf4 (Tcf7L2) kuat sekali diekspres dalam semua fibroblas ini. Menggunakan generasi baru Tcf4GFPCre dan tamoxifen-inducible Tcf4CreERT2 Cre driver line pada tikus, ia memerlihatkan bahwa selama masa perkembangan, jaringan ikat mengatur tipe dan maturasi serat otot (Mathew dkk., 2011) dan bahwa selama regenerasi fibroblas jaringan ikat mengatur ekspansi sel punca otot dewasa. Jadi, semua kajian ini mengunjukkan bahwa jaringan ikat merupakan sebuah komponen penting dari niche yang mengatur perkembangan dan regenerasi otot.

Tendon dan tarik tambang tulang
Tendon dan tulang secara struktural dan biomekanik terkait dalam muskuloskeleton dewasa. Data baru dari Ronen Schwetizer’s lab (Amerika) memerlihatkan bahwa hubungan di antara tendon dan tulang bahkan lebih dekat lagi dibandingkan dengan apa yang diketahui sebelum ini. Percobaan-percobaan garis turunan mereka pada tikus memerlihatkan bahwa sel-sel Sox9+ (Sox9 adalah sebuah faktor transkripsi yang dibutuhkan bagi perkembangan skelet) tidak hanya memunculkan tulang rawan, namun juga memunculkan enthesis (persimpangan tulang-tendon) dan tendon distal anggota gerak yang baru muncul. Setelah itu, semua tendon distal ini memanjang oleh rekrutmen tenosit bergantung-scleraxis ke tendon yang sedang membentuk. Jadi, menurut perkembangan, tendon anggota gerak distal berasal dari sel-sel khrogenik Sox9+, demikian juga dari tenosit scleraxis+.
Beberapa di antara ahli menekankan peran dari gaya-gaya mekanik dalam pembentukan tulang rawan dan tulang. Stavros Thomopoulos (Amerika) memerlihatkan pada tikus kecil bahwa pembebanan mekanik dari otot penting untuk perkembangan dari insersi otot ke dalam tulang. Ketiadaan gaya kontraktil otot, lewat paralisis oleh toksin botulinum, mengganggu pembentukan tulang, fibrokartilago dan tendon pada tempat bertumbuhnya insersi. Elazar Zerzer juga mengunjukkan bahwa perkembangan bentuk khusus tulang panjang pada anggota gerak adalah diatur oleh gaya kontraktil otot. Tulang dibentuk oleh deposisi mineral asimetrik dan penebalan kortikal transien dan kedua proses ini bergantung pada kontraksi otot. Akhirnya, Rich Scheneider (Amerika) memeriksa pembentukan tulang rawan sekunder pada otot aduktor mandibula rahang bawah burung. Tulang rawan sekunder ini hadir pada bebek namun tidak pada puyuh. Menggunakan chimera bebek-puyuh, ia mengunjukkan bahwa krista neuralis mengontrol pola otot yang spesifik-spesies, yang pada gilirannya mengatur lingkungan mekanik otot dan pembentukan tulang rawan sekunder.

Krista neural: mediator sentral dari muskuloskeleton kepala
Sebagaimana di tinjau oleh Drew Noden (Amerika), krista neural merupakan pusat dari perkembangan sistim muskuloskeletal kranial. Krista neural memunculkan jaringan ikat otot, tendon, ligamen dan tulang kepala dan penting untuk pemolaan otot-otot kepala. Sel-sel krista neural menjalani satu transisi epitelial-to-mesenchymal saat mereka keluar tubulus neural dan bermigrasi secara ekstensif ke seluruh kepala yang sedang berkembang. Sebagaimana dibicarakan oleh Dalit Sela-Donenfeld (Israel) dan oleh Eldad Tzahor, matriks metaloprotease dan the tumor-supressor gene p53 penting bagi semua proses ini. Penginaktifasian p53 (Trp53) pada embryo tikus mengawali ke defek-defek luas pada skelet kepala, otot dan syaraf (Rinon dkk., 2011). Penelitian Giovanni Levi’s (Perancis) juga menekankan kepentingan dari krista neural dalam pembentukan rahang bawah vertebrata. Ia memerlihatkan bahwa faktor transkripsi Dlx5 dan Dlx6, yang diekspres dalam krista neural, adalah penting dan cukup untuk menetapkan rahang bawah tikus kecil. Lebih lanjut, ia mengunjukkan bahwa pengekspresian gen-gen Dlx dalam krista neural secara non-otonomous mengatur penentuan, diferensiasi dan pola dari otot-otot rahang bawah tikus (Heude dkk., 2011). Akhirnya, Paul Trainor (Amerika) menjelaskan satu sindrom kraniofasial kongenital manusia yang parah, syngnathia, pada mana maksila dan mandibula menyatu dan adanya defek sangat luas pada sistim muskuloskeletal kranial. Data baru dari Trainor lab mengidentifikasi kaskade pensinyalan FoxC-Fgf yang adalah penting untuk pembentukan sendi rahang yang tepat dan menyarankan bahwa defek-defek dalam kaskade ini yang kemungkinan mendasari syngnathia. Apakah jalur ini berfungsi spesifik di dalam krista neural sepertinyaakan menjadi satu pertanyaan menarik bagi penelitian di masa mendatang.

Evolusi kepala, leher dan anggota gerak
Selama jalannya evolusi khordata, sistim muskuloskeletal telah menjadi semakin kompleks (Gambar 2). Leluhur sistim muskuloskeletal khordata, sebagaimana diunjukkan pada cefalokhordata (mis., amphioxus) dan urokhordata (mis., larva tunicate), terdiri dari sebuah muskuloskeleton aksial, yang keduanya menyokong togog dan memampukan daya penggerak (locomotion). Dengan evolusi agnathans (hagfishes dan lamprey), sebuah kepala muskuloskeleton berevolusi dan menjadi ini penting untuk makan. Dengan evolusi ikan-ikan bertulang rawan (mis., hiu), sebuah skeleton apendikuler ditambahkan dalam bentuk sirip berpasangan, yang memungkinkan untuk moda daya penggerak yang lebih kompleks. Pada tetrapoda, kedua sirip berpasangan ini menjadi jauh lebih jelas sebagai anggota gerak berpasangan. Berbagai inovasi perkembangan merupakan kunci yang tidak diragukan bagi pengarahan evolusi luar biasa dari sistim muskuloskeletal.
Asal evolusioner dan elaborasi kepala kuat sekali terkait dengan asal dan modifikasi dari krista neural. Sebagaimana diilustrasikan oleh kajian burung bebek-puyuh dari Rich Schneider, spesialisasi kepala sistim muskuloskeletal (misalnya perubahan pada rahang bawah untuk memungkinkannya bagi moda berbeda aktifitas makan) dikodekan dalam krista neural kranial. Pemahaman asal evolusioner dari kepala sistim muskuloskeletal membutuhkan kajian dari vertebrata yang lebih basal dibandingkan sistim-sistim model yang biasa dikaji. Hagfish akan menjadi satu vertebrata ideal untuk keperluan itu, namun pembiakan dan pembesaran hagfish terbukti sangat sulit. Jadi, adalah sangat menggairahkan kemudian untuk memelajarinya dikarenakan Shigeru Kuratani (Jepang) sekarang mampu membenihkan embryo hagfish, dan kajiannya tentang embryo-embryo ini semestinya menyediakan banyak pengetahuan mendalam tentang evolusi kepala muskuloskeleton.
Walaupun seringkali terabaikan, evolusi dari leher merupakan sebuah inovasi tetrapod penting karena ia mengijinkan kepala untuk bergerak secara bebas dari tubuh. Perkembangan leher memerlukan pengurangan iga vertebra maupun pembesaran otot-otot untuk menyetabilkan dan menggerakkan leher dan kepala. Semenjak penelitian Ketan Patel mengunjukkannya, asal perkembangan otot leher adalah unik. Otot-otot ini muncul dari plat lateral oksipital, menyebarkan program myogenik kepala, dan dipolakan oleh jaringan ikat yang berasal dari krista neural kranial. Berbagai inovasi perkembangan seperti itu kemungkinan besar menjadi sangat penting bagi evolusi semua otot-otot ini dan leher.
Evolusi dari pelengkap berpasangan merupakan satu inovasi lokomotor penting. Pengekspresian dari faktor transkripsi Tbx5 dan Tbx4 dalam perkembangan anggota gerak depan dan belakang, berturut-turut, telah menyarankan bahwa kedua gen ini mungkin sangat mendasar untuk menginisiasi pertumbuhan bonggol anggota gerak dan penentuan identitas anggota gerak depan dan anggota gerak belakang. Menggunakan satu seri tikus transgenik dan alel-alel tertarget, Malcolm Logan’s lab memerlihatkan bahwa Tbx5 dan Tbx4 adalah sangat penting bagi pembentukan bonggol anggota gerak, namun tidak memainkan satu peran  dalam pemapanan identitas anggota gerak. Lebih lanjut, lab nya memerlihatkan bahwa itu mungkin akuisisi vertebrata atas serangkaian pengaturan yang mengarahkan pengekspresian Tbx5 dan Tbx4 pada plat lateral yang merupakan inovasi perkembangan penting yang memungkinkan evolusi dari pelengkap berpasangan (Minguillon dkk., 2009). Dengan adanya evolusi tetrapod, anggota gerak belakang menjadi semakin penting untuk daya penggerak. Melalui penganalisaan kelompok ikan berbeda (termasuk hiu, paddlefish dan lung fish), kelompok Pieter Currie (Australia) mengidentifikasi sebuah modifikasi bertahap dari satu yang primitif ke modus yang lebih diturunkan dari pembentukan otot sirip pelvis. Modus yang lebih diturunkan dari pembentukan otot anggota gerak belakang ini memungkinkan perkembangan dari anggota gerak belakang penyanggaan-beban.

Gambar 2
Asal evolusioner muskuloskeleton aksial, kranial dan apendikuler. Titik merah mengindikasikan asal dari komponen-komponen muskuloskeleton aksial, kranial dan apendikuler (Coates, 1994; Gans dan Northcutt, 1983; Liem dkk., 2001; Theis dkk., 2010). Filogeni menurut Bourlat dkk., 2006, dan Meyer dan Zardoya, 2003.

Pada tetrapoda, modifikasi panjang tulang anggota gerak merupakan satu gambaran yang umum. Beberapa teknik pendekatan untuk memahami mekanisme yang mendasari pemanjangan anggota gerak berikut diuraikan. Kim Cooper dan Cliff Tabin (Amerika) memusatkan perhatian pada perkembangan dari satu binatang pengerat yang tak lazim, the jerboa, yang telah dengan sangat memanjangkan anggota gerak belakangnya. Kathryn Kavanagh (Amerika) dan Cliff Tabin menggunakan sebuah kombinasi dari percobaan dan embryologi komparatif untuk mengevaluasi asal perkembangan dari variasi dalam proporsi ukuran falang, di mana Uri Alon (Israel) menggunakan sistim falang ini untuk mengunjukkan pemakaian alasan matematik, berdasarkan pada Pareto front priciple tentang optimisasi, sebagai sebuah penjelasan umum dari terbatasnya variasi morfologi di alam.

Simpulan
Ringkasnya, penelitian tentang perkembangan muskuloskeletal bergerak dalam satu arah yang menggairahkan, dengan banyak kajian-kajian baru yang memeriksa otot, jaringan ikat, tendon, dan tulang dalam satu cara integratif. Kajian integratif seperti itu menyingkap bahwa berbagai interaksi molekuler dan seluler di antara jaringan berbeda adalah sangat penting bagi perkembangan sistim muskuloskeletal. Lagi pula, penelitian ini menyediakan pengertian penting mendalam tentang etiologi berbagai penyakit muskuloskeletal manusia dan tentang bermacam inovasi perkembangan yang menjadi kunci dari evolusi kompleks sistim muskuloskeletal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar