Sabtu, 30 Juni 2012

Sel Punca Dewasa Multipoten dari Jaringan Adipos bagi Perekayasaan Jaringan Muskuloskeletal

Pendahuluan
Perekayasaan jaringan dimaksudkan untuk memerbaiki atau mengganti jaringan tubuh yang rusak atau terkena penyakit dengan cara mengimplantasikan kombinasi sel, scaffold biomaterial, molekul aktif secara biologis, dan gen. Premis yang mendasari dari teknik pendekatan ini adalah bahwa, sel-sel yang dimasukkan dari luar akan memerbaiki kecepatan dan luasnya perbaikan jaringan. Pada akhirnya, terdapat kebutuhan yang bermakna akan sumber potensiil sel bagi perekayasaan jaringan dan berbagai teknik pendekatan teraputik yang berbasis sel lainnya, seperti misalnya terapi gen.
Pada tahun-tahun terakhir ini, telah dan sedang bertumbuh perhatian pada penggunaan sel progenitor undifferentiated bagi perekayasaan jaringan dikarenakan kemampuan mereka yang dapat untuk diekspansikan dalam benihan dan untuk berdiferensiasi menjadi bermacam tipe sel. Walaupun secara historis telah terjadi silang pendapat mengenai kehadiran sel punca dewasa yang sebenarnya yang ada di luar sistim hematopietik, saat ini diketahui bahwa banyak jaringan dewasa melabuhkan sel-sel yang memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi bermacam tipe sel manakala dibenihkan di bawah kondisi pertumbuhan spesifik(18). Bergantung pada potensi diferensiasi mereka dan lokasi asalnya, semua sel ini telah dijelaskan menggunakan bermacam istilah, seperti misalnya MSCs, multipotent adult progenitor cells, marrow stromal cells, atau mesenchymal progenitors(13,15,17,44,68,69,72-74,80,85). Sel punca dewasa dapat didefinisikan sebagai sebuat “sel undifferentiated (unspecialized) yang dijumpai dalam sebuah jaringan differentiated (specialized); ia dapat memerbaharui dirinya dan menjadi specialized untuk menghasilkan semua dari tipe sel specialized jaringan dari mana ia berasal”(19). Oleh sebab karakteristiknya ini, sel punca dewasa telah dipakai secara ekstensif dalam berbagai aplikasi perekayasaan jaringan muskuloskeletal.
Telah dapat diidentifikasikan keberadaan dari sumber melimpah sel-sel progenitor undifferentiated yang bersarang dalam berbagai jenis lokasi jaringan adipos pada tubuh manusia. Semua sel ini, diistilahkan sebagai ASCs, atau adipose-derived adult stromal (ADAS) cells, memerlihatkan profil penanda permukaan sel dan karakteristik diferensiasi yang sama dengan sel-sel punca dewasa lainnya, seperti MSCs berasal sumsum tulang. Di bawah kondisi pembenihan terawasi, sel-sel ini mempertunjukkan karakteristik fenotipik dari banyak sekali tipe sel, termasuk khondrosit, osteoblas, adiposit, sel syaraf, atau sel otot. Semua karakteristik ini hadir pada level klonal, menyarankan bahwa sel-sel individual memiliki kemampuan multipoten. Keuntungan major sel-sel seperti itu adalah, kemudahan ketersediaanya lewat prosedur liposuction baku dan jumlah ketersediaannya yang demikian besar dalam lemak manusia normal.
Di sini akan ditinjau banyak kajian terkini yang memerlihatkan sifat-sifat seperti punca dan multipotensi dari ASCs, dan harapan mereka bagi pemakaiannya dalam terapi berbasis-sel dan penggantian jaringan fungsional bagi sistim muskuloskeletal. Secara khusus, tulisan ini memokuskan perhatian pada pengaplikasian ASCs bagi regenrasi atau perbaikan jaringan kartilagenus, menekankan pertanyaan berikut: (1) Apakah jaringan adipos dewasa mengandung sel-sel punca multipoten?; (2) Apakah sel-sel ini mampu berdiferensiasi khondrogenik?; (3) Pengaruh apakah yang ditimbulkan oleh faktor pertumbuhan, scaffolds biomaterial, dan isyarat lingkungan seperti tekanan oksigen pada khondrogenesis ASC?; Efek apakah yang diberikan oleh bermacam faktor ini pada sifat-sifat biomekanik fungsional dari konstruksi berbasis-ASC?

Latar Belakang: Cedera Kartilago Artikuler dan Perbaikannya
Kartilago artikuler berfungsi sebagai sebuah permukaan penopangan beban yang mendekati tanpa gesekan pada sendi-sendi diarthrodial, menahan beban beberapa kali berat badan selama puluhan tahun(67). Matriks ekstraseluler kartilago dipertahankan oleh satu populasi sel yang jarang-jarang (khondrosit) namun memertunjukkan kapasitas kecil untuk perbaikan diri dikarenakan oleh rendahnya suplai darah jaringan atau sumber sel-sel undifferentiated yang dapat mendorong perbaikan. Lesi kartilago isolated mungkin bertanggung jawab bagi adanya nyeri bermakna atau hilangnya fungsi, dan mungkin mengawali ke pada arthritis degeneratif pada sendi dengan berjalannya waktu(42 43). Untuk mendorong perbaikan kartilago, beberapa teknik pembedahan telah dikembangkan untuk menginduksi pendarahan dan pembentukan gumpalan darah, yang meliputi pengeboran atau fraktur mikro tulang subkhondral(1,8,29,31,43). Banyak sekali teknik pendekatan perekayasaan jaringan telah diajukan guna menguatkan regenerasi kartilago in vitro dan in vivo(2,12,14,30,34,41,55,56,70,77,79,81).
Namun, munculnya tantangan bermakna terus berlanjut dalam hal perbaikan atau penggantian kartilago jangka panjang, dan terdapat terapi berbasis-sel saat ini tersedia secara klinis bagi perbaikan kartilago yang menyangkutkan pengimplantasian khondrosit isolated otolog (Carticel™; Genzyme Biosurgery, Cambridge, MA, USA)(10). Walaupun kajian klinis transplantasi khondrosit otolog umumnya telah melaporkan perbaikan bermakna dalam nyeri, pembengkakan, dan fungsi setelah pembedahan(9,60), sebuah percobaan prospektif terawasi memerlihatkan tidak adanya keuntungan dari pengimplantasian khondrosit otolog dibandingkan dengan pengobatan baku fraktur mikro dari tulang subkhondral, berdasar pada indeks fungsi sendi, nyeri, atau karakteristik dari defek kartilago(47). Lebih lanjut, sebuah kajian khewan menyarankan prosedur pemanenan dapat menginduksi morbiditas lokasi donor dan kerusakan iatrogenik yang dapat menginisiasi degenerasi osteoarthritik dalam sendi(50). Jadi, prosedur-prosedur semacam itu jelas akan mendapat manfaat dari ketersediaan dari satu sumber melimpah dan aman dari sel-sel progenitor khondrosit bagi perbaikan kartilago.

Jaringan Adipos sebagai sebuah sumber Sel Punca Dewasa Multipoten
Prosedur isolasi ASCs dari jaringan lemak telah dijelaskan(23). Singkatnya, jaringan liposuction dicuci sepenuhnya dalam phosphate buffered saline untuk membuang kontaminasi erithrosit, dan kemudian digested menggunakan type I colagenase. Fraksi stromal-vasculer dari sel-sel dipisahkan dari adiposit lipid-laden dewasa dengan cara sentrifugasi. Fraksi ini, yang mewakili satu populasi heterogen sel-sel, mengandung ASCs(37, 86). Sejumlah besar ASCs dapat dipanen melalui cara ini, yang menghasilkan sedikitnya 250,000 sel per gram jaringan(3). Populasi sel-sel ini lebih lanjut dapat diekspansikan dan dimurnikan pada pembenihan jaringan plastik, menghasilkan sedikitnya 109 sel setelah 2 minggu pengekspansian. Selama pengekspansian, studi memerlihatkan bahwa ASCs tidaklah mempertunjukkan penanda sel punca hematopoietik (mis., CD45 dan CD14) namun memamerkan penanda profil permukaan yang sama dengan MSCs bersal sumsum(32,83), walaupun, secara umum dikenali tidak terdapat penanda spesifik yang siap tersedia untuk mengidentifikasi sel-sel punca nonhematopoietik. Meski demikian, ASCs mengekspres berbagai penanda stromal CD9, CD10, CD29, CD44, CD73, CD90, dan CD166, dan dengan meningkatkan passage, pengekspresian semua penanda ini meningkat sementara kehadiran penanda hematopoietik menurun(57,61).
Untuk memeriksa multipotensi sel-sel individual, ASCs dibenihkan dan ring cloning dilaksanakan untuk menyeleksi sel yang berasal dari satu sel progenitor(36). Sebanyak empat puluh-lima klon diekspansikan lewat empat passages dan kemudian diinduksikan untuk adipogenesis, osteogenesis, khondrogenesis, osteogenesis, dan neurogenesis menggunakan media diferensiasi yang spesifik-garis turunan. Kriteria diferensiasi kuantitatif untuk setiap garis turunan ditentukan menggunakan analisis histologis dan biokimia. Temuan di sini memerlihatkan bahwa 81% klon ASC berdiferensiasi menjadi sedikitnya satu dari berjenis garis turunan(Gambar 1). Tambahannya, 52% klon ASC berdiferensiasi menjadi dua atau lebih dari garis turunan. Lebih banyak klon mengekspresikan fenotip-fenotip osteoblas (48%), khondrosit (43%), dan sel mirip-neuron (52%) dibandingkan dengan adiposit (12%), yang kemungkinan ini dikarenakan oleh kehilangan kemampuan adipogenik setelah subkultur pengulangan. Semua temuan ini menyokong hipotesis bahwa ASCs merupakan tipe sel punca multipoten dan bukan hanya berupa satu campuran populasi sel progenitor unipoten.



Gambar 1. (A) Di bawah kondisi pembenihan spesifik dan terawasi, ASC dapat diinduksikan untuk mengekspres karakteristik fenotipik khondrosit, osteoblas, adiposit, atau neuron. (B)Sebanyak lima puluh lima individual klon diekspansikan melalui empat passage dalam pembenihan dan kemudian berdiferensiasi menuju garis turunan adipogenik, osteogenik, khondrogenik, dan neurogenik. Lima puluh dua persen dari klon sel memerlihatkan karakteristik sel punca melalui menampilkan potensi diferensiasi bipoten dan tripoten(33).

Potensi Khondrogenik ASC Manusia
Tulisan ini memokuskan utamanya pada kemampuan ASCs untuk menghasilkan molekul jaringan kartilago untuk pengaplikasian potensiil dalam perbaikan jaringan seperti misalnya kartilago artikuler, meniskus, atau diskus intervertebral (mis., [4,20,22,26,27,82,83]). Melalui bermacam kajian, diperlihatkan bahwa di bawah kondisi spesifik, ASCs dapat mengekspres gen dan protein untuk beberapa molekul yang spesifik-kartilago, termasuk kolagen tipe II dan aggrecan, tanpa mengekspresikan penanda khondrosit hipertrofik seperti misalnya kolagen tipe X(26). Walaupun demikian, di abawah kondisi tertentukan yang berbeda, ASCS dapat diinduksikan untuk menyintesis kolagen tipe I dan tpe II, yang menyarankan bahwa satu fenotip fibrokartilagenus juga adalah memungkinkan(5).
Medium yang digunakan untuk menginduksi khondrogenesis didasarkan pada apa yang telah dikembangkan oleh Johnstone dkk untuk penginduksian diferensiasi yang sama dari MSCs berasal sumsum tulang(45). Ketika dipertahankan dalam pellet culture atau terbungkus dalam alginate beads dan dibenihkan dengan 10ng/mL TGF-β1, ascorbate, dan dexamethasone, ASCs memerlihatkan mengekspres satu fenotip mirip-khondrosit dan menyintesis kolagen tipe II, aggrecan, link protein, dan chondroitin sulphate dalam sebuah cara bergantung-waktu berdasarkan pada analisis mRNA, imunohistokimia, dan penggabungan radiolabel(4,22,83) dengan penguatan bermakna proteoglycan dan sintesis protein di bawah kondisi khondrogenik. Winter dkk melaporkan bahwa profil ekspresi ASCs di bawah kondisi khondrogenik adalah sama dengan apa yang terjadi pada MSCs(39). Mengikuti satu proses diferensiasi in vitro, Erickson dkk memerlihatkan bahwa ASCs manusia memertahankan fenotip khondrosit dan membentuk jaringan kartilagenus ketika diimplantsikan secara subkutan in vivo pada tikus kecil imunodefisien hingga 12 minggu(22).

Pengaruh Kondisi Kultur pada Khondrogenesis ASC
Kombinasi faktor-faktor pertumbuhan dengan bermacam suplemen media yang dipakai untuk menginduksi diferensiasi khondrogenik dari sel-sel progenitor seperti misalnya MSCs sumsum tulang telah tertentukan secara empiris, dan mungkin bergantung pada berjenis faktor seperti konsentrasi, lamanya pemaparan, atau tipe sel. Dalam sebuah seri kajian, diperlihatkan bahwa potensi khondrogenik ASCs bergantung pada berjenis kondisi benihan seperti misalnya media pengekspansian/pertumbuhan yang digunakan, jumlah passages, dan komposisi matriks ekstraseluler(4,20,24,26,27).
Dalam sebuah kajian, lebih dari 27 kombinasi faktor pertumbuhan, fetal bovine serum (FBS), dan bermacam suplemen media lainnya dikaji untuk memeriksa pengaruh semua mediator ysng dpat larut ini pada khondrogenesis ASC(4). Berbagai temuannya memerlihatkan bahwa semua faktor-faktor ini mungkin bekerja dalam sebuah cara aditif atau sinergistik, bergantung pada konsentrasi dan lama waktu pemaparan. Sebagai contoh, pengganti serum ITS + (insulin, tranferring, dan selenious acid) dan TGF-β1 berfungsi untuk meningkatkan proliferasi ASC. Hal yang sama, TGF-β1 dan deksametason mendorong kecepatan sintesis protein dalam cara-cara aditif dalam kehadiran dari ITS + atau FBS. Catatan khususnya adalah temuan bahwa deksametason, yang seringkalidigunakan sebagai sebuah media suplemen bagi khondrogenesis, menekan kemampuan TGF-β1 untuk merangsang sintesis proteoglikan dan berakumulasi hingga 1.5 – hingga dua kali lipat.
Menggunakan penyaringan lebih lanjut dari bermacam faktor pertumbuhan berbeda, dijumpai bahwa BMP-6 yang diaplikasikan pada larutan(26) atau lewat transfeksi genetik dari ASC(20) dengan besar sekali menguatkan potensi khondrogenik sel-sel ASC yang terbungkus dalam alginate beads. Secara khusus, BMP-6 yang dapat larut meregulasi ke hulu pengekspresian agrekan dan kolagen II sekitar 205 kali dan 38 kali, berturut-turut, lebih dari hari ke O kontrol, sementara peregulasian ke hilir pengekspresian kolagen X (sebagai satu penanda dari diferensiasi hipertrofik) sebesar dua kali lipat. Semua perubahan dalam level pengekspresian mRNA adalah paralel pada level protein (Gambar 2). Sebaliknya dengan MSCs sumsum tulang, yang memertontonkan peningkatan pengekspresian kolagen tipe X dalam responnya terhadap BMP-6, semua temuan ini menyarankan bahwa BMP-6 melayani sebagai sebuah regulator poten khondrogenesis ASC. Temuan ini telah dikonfirmasikan, dan data mengindikasikan bahwa BMP-6 mungkin secara khususnya penting bagi khondrogenesis ASC dikarenakan oleh berbagai perbedaan dalam pengekspresian reseptor TGF-β dibandingkan dengan MSCs(39).


Gambar 2. Imunohistokimia ASCs manusia dalam alginate beads setelah 7 hari dalam pembenihan memerlihatkan kehadiran penanda khondrogenik dalam kehadiran TGF-β1 atau BMP-6. (A) Kombinasi faktor pertumbuhan baku dari TGF-β1 + deksametason (DEX) digunakan untuk khondrogenesis MSCs menginduksi produksi kolagen tipe II oleh ASCs. (B) Pelabelan kolagen II meningkat dalam kehadiran BMP-6 dibandingkan dengan TGF-β1 + DEX. (C) TGF-β1 + DEX meningkatkan pelabelan kolagen tipe X pada ASCs, menyarankan sebuah fenotip hipertrofik. (D) Ekspresi kolagen tipe X menurun dengan pengobatan BMP-6(26).

Pengaruh Scaffolds Biomaterial pada Khondrogenesis ASC

Dalam banyak kajian lainnya, dilakukan penyelidikan tentang pengaruh dari scaffolds biomaterial pada khondrogenesis ASC. Sebagai tambahan dari berbagai interaksi biokimia yang mungkin dimiliki sacffolds dengan reseptor permukaan sel, terdapat bukti yang bertumbuh dari peran penting bahwa interaksi fisik di antara sel punca dengan matriks ekstraseluler mereka memiliki peran pengaturan nasib sel punca(25,35). Satu dari banyak kajian memerlihatkan bahwa material atau struktur berkonstruksi berbeda dapt secara bermakna memengaruhi diferensiasi ASCs dan sifat fungsional dari konstruksi jaringan rekayasa(5). Sebagai contoh, scaffolds yang memertahankan sel-sel dengan satu bentuk bundar dan mencegah kontak sel-dengan-sel (mis., alginate atau agarose) mendorong satu fenotip khondrogenik dan mencegah pengekspresian kolagen tipe I. Sebaliknya, porous gelatin scaffolds (Surgifoam®, Johnson and Johnson, New Brunswick, NJ, USA) atau fibrin-based scaffolds (Tisseel®, Baxter Bioscience, Westlake Village, CA, USA) juga menyokong diferensiasi khondrogenik ASCs namun menginduksi pengekspresian kolagen tipe I dan tipe II, menyarankan diferensiasi ASCs menjadi satu fenotip fibrokartilagenus adalah dikaitkan dengan satu bentukan sel yang lebih fibroblastik(48) (Gambar 3).


Gambar 3. Viabilitas sel dan gambaran morfologi dapat dilihat dalam material scaffold berbeda teramati menggunakan confocal laser scanning microscopy dan Live-Dead fluorescent probes. Sel-sel dalam (A) scaffolds agarose dan (B) alginate memiliki gambaran morfologi sferik yang menetap demikian sepanjang periode pembenihan, tanpa memerhatikan kondisi pembenihan. Sebaliknya, sel-sel dalam (C) scaffolds gelatin memerlihatkan gambaran morfologi fibroblastik berbeda pada hari 7. (D) Pada hari 28, sel-sel dalam scaffolds gelatin berproliferasi dan menjadi bertemu satu sama lainnya dengan kontak sel – sel yang bermakna sebagaimana mereka mengerahkan kontraksi scaffold besar-besaran. Batang skala = 50 µm (A, B, C) atau 200 µm (D)(5).

Juga telah diperlihatkan bahwa hasil rekayasaan baru scaffolds biomaterial yang direkayasa secara genetik dapat secara langsung memengaruhi potensi khondrogenik ASCs. Material ini terdiri dari satu versi yang dimodifikasi secara genetik dari elastin alami, diistilahkan sebagai elastin-like polypeptide (ELP), yang sensitif secara thermal dan menjalani satu transisi temperatur berbalik/inverse (yi, cair pada suhu kamar dan jeli padat pada suhu tubuh)(59). Sifat ini segera memungkinkan enkapsulasi seluler, menyediakan satu keuntungan penting bagi pengiriman seluler dalam konteks perekayasaan jaringan(7). ASCs manusia dibenihkan dalam hidrogel baik pada media khondrogenik ataupun media baku untuk selama 2 minggu, saat mana konstruksi di kedua media memerlihatkan meningkat bermakna dalam sulfated glysaminoglycans (hingga 100%) dan kadar kolagen (hingga 420%), khususnya kolagen tipe II dengn sedikit pembentukan kolagen I. Pada level mRNA, ASCs yang dibenihkan dalam ELP menunjukkan peregulasian ke hulu SOX9 dan pengekspresian gen kolagen tipe II, di mana kolagen tipe I diregulasikan ke hilir. Semua temuan ini menyediakan bukti tambahan akan kemampuan khondrogenik ASCs dan kemampuan scaffolds biomaterial untuk secara langsung mengontrol diferensiasi sel punca(35), bahkan dalam ketidakhadiran faktor pertumbuhan eksogen(6).
Pada kajian lainnya, diperlihatkan bahwa scaffolds biomaterial yang diciptakan hanya dari jaringan matriks ekstraseluler alami juga dapat mengontrol diferensiasi ASCs(16,21). Menggunakan satu porous scaffold yang secara eksklusif berasal dari kartilago artikuler, dilakukan pemeriksaan khondrogenesis ASCs dalam ketidakhadiran faktor pertumbuhan eksogen. ASCs memerlihatkan peningkatan pengekspresian gen dan biosintesis komponen matriks ekstraseluler yang spesifik-kartilago, khususnya kolagen tipe II (Gambar 4), dan uji mekanik memerlihatkan meningkat bermakna dalam sifat mekanik konstruksi berbenihkan-ASC dengan waktu, dengan tiga kali lipat peningkatan dalam modulus agregat selama 6 minggu dalam pembenihan.


Gambar 4. Sebuah scaffold berpori diciptakan murni dari kartilago artikuler alami yang menyokong khosndrogenesis ASCs. Yang ditampilkan adalah (A) gambaran morfologi kasar scaffold matriks berasal-kartilago, (B) sebuah pindaian mikrograf elektron scaffold matriks berasal-kartilago, (C) sebuah microCT memerlihatkan porositas tinggi dari scaffold matriks berasal-kartilago, dan (D) contoh-contoh imunohistokimia memerlihatkan khondrogenesis oleh ASCs dalam scaffold berasal kartilago berpori. Pada baris pertama adalah scaffold kosongan sebelum semaian; pada baris kedua contoh-contoh dari hari ke 28; dan pada baris ketiga adalah contoh-contoh dari hari 42. Batang skala = 1 mm (A, B, C) dan 200 µm (D)(16).

Peran Tekanan Oksigen dalam Khondrogenesis

Walaupun sering diakui bahwa kondisi pembenihan sel yang digunakan untuk perekayasaan jaringan kurang dapt meniru kondisi in vivo, tidaklah jelas apakah mereproduksi karakteristik in vivo dapat memengaruhi khondrogenesis. Sebagai contoh, kartilago artikuler berwujud pada satu keadaan lingkungan dengan oksigen yang dikurangi (mendekati 1%-5%) in vivo; dengan demikian, tekanan oksigen telah dihipotesiskan untuk menjadi satu faktor penting yang meregulasi metabolisme kartilago(62). Terdapat bukti bermakna bahwa tekanan oksigen dapat memengaruhi diferensiasi dan aktifitas biosintetik khondrosit primer sebagaimana mereka saat mengalami passage dalam benihan(67). Untuk memeriksa pengaruh oksigen pada khondrogenesis ASC, ASC manusia dalam alginate beads dibenihkan dalam kontrol atau media khondrogenik baik pada tekanan oksigen rendah (5%) ataupun pada tekanan oksigen atmosfer (20%) hingga 14 hari(82). Tekanan oksigen rendah secara bermakna menghambat proliferasi ASCs, namun menginduksi dua kali lipat peningkatan dalam kecepatan sintesis protein dan tiga kali lipat peningkatan dalam sintesis kolagen total.Tekanan oksigen rendah juga meningkatkan sintesis glikosaminoglikan pada saat-saat tertentu. Analisis imunohistokimia memerlihatkan produksi bermakna molekul matriks terkait-kartilago, termasuk kolagen tipe II dan khondroitin-4-sulfat. Semua temuan ini memerlihatkan bahwa tekanan oksigen dapat memainkan sebuah peran penting dalam peregulasian proliferasi dan diferensiasi ASCs manusia sebagaimana mereka menjalani khondrogenesis dan menyarankan bahwa manipulasi lingkungan fisikokimia benihan dapt menyediakan cara-cara tambahan dalam pengontrolan aktifitas sel-sel progenitor undifferentiated dalam konteks bioreaktor(28).

Sifat Fungsional Rekayasaan-Jaringan Konstruksi Kartilago menggunakan ASCs
Berbagai perubahan komposisi biokimia dari semua konstruksi kartilago rekayasa-jaringan dengan berjalannya waktu dapat memengaruhi biomekanik fungsional dan sifat-sifat trenspor mereka. Sebagai contoh, meningkatnya moduli geser dan kompresif dikaitkan dengan peningkatan akumulasi komponen matriks seperti misalnya konten proteoglikan dan kolagen. Diperlihatkan bahwa, komposisi dan struktur scaffold biomaterial juga memengaruhi sifat difusi kartilago yang direkayasa dari ASCs(48). Sebagai kartilago (alami atau rekayasa jaringan) adalah avaskuler, proses difusi bekerja sebagai mekanisme utama transpor makromolekul. Koefisien difusi molekul-molekul dextran fluoresen, uncharged (berrentang dari 3 hingga 500 kDa) diukur menggunakan sebuah metode baru bagi fluorescence recovery fo photobleaching (FRAP)(49). Temuannya memerlihatkan bahwa independen dari ukuran molekul, sifat difusi konstruksi rekayasa-ASC bergantung pada komposisi biomaterial konstruksi, kehadiran sel-sel, kondisi faktor pertumbuhan pembenihan, dan lamanya pembenihan(48). Sebagai contoh, setelah 4 minggu dalam benihan, difusitas konstruksi menurun lebih besar dari 40% di bawah kondisi khondrogenik, dan ini dikaitkan dengan peningkatan bersih dalam biosintesis dan retensi makromolekul matriks. Yang perlu dicatat, temuan bahwa difusifitas dari keseluruhan konstruksi berbeda-beda yang diuji dalam pembenihan secara bermakna lebih besar dibandingkan dengan yang dari kartilago artikuler alam, menyarankan bahwa transpor nutrien dan metabolit ke sel dalam konstruksi tidak terhalang selama stadium dini pembentukan jaringan, dibandingkan dengan jaringan alami(49). Dari sudut pandang fungsional, bagaimanapun, konstruksi yang diciptakan dari gel-seeded ASCs atau MSCs umumnya tidak mampu mencapai sifat mekanik kartilago artikuler alam dalam sebuah periode waktu yang pendek dari waktu pembenihan, khususnya berkenaan dengan tegangan (4,40,71,78), Jadi, ada semacam kebutuhan penting untuk mengembangkan material scaffolds yang dapat menyediakan fungsi biomekanik bagi konstruksi rekayasa hingga sel-sel dapat menyintesis dan menghimpun sebuah matriks fungsional(64). Untuk menangani jaringan ini, sebuah scaffold serat tenunan tiga-dimensi baru dikembangkan yang meniru sifat-sifat mekanik kartilago alami dalam tegangan, kompresi, dan geser, sementara dengan mudah memungkinkan terjadinya konsolidasi dan penyemaian sel(63). Semua scaffolds komposit porous ini dapat didisain menggunakan bermacam kombinasi serat yang dapat diserap seperti poly(glycolic acid) dengan sifat-sifat inisiilnya sebanding dengan kartilago alami dalam hal anisotropi, viskoelastisitas, dan tension-compression nonlinearity. Sehingga, scaffolds yang seperti itu memberi potensi untuk penopangan-beban dengan segera setelah penyemaian sel dan implantasinya, memungkinkan maturasi konstruksi in vivo kelanjutannya sementara meminimalisir waktu pembenihan in vitro. Dalam sebuah kajian, sebuah scaffold berkomposisikan poly(ε-caprolactone) (PCL) tenunan tiga-dimensi digunakan yang berkonsolidasi dengan ASCs manusia terbungkus dalam fibrin gel dan dibenihkan hingga selama 4 minggu(65). Untuk semua waktu yang diuji, semua scffolds memertahankan sifat biomekanik geser, kompresi, dan frksi yang sama dengan yang dimiliki kartilago alami (Gambar 5), sementara menunjukkan sintesis satu matriks ekstraseluler yang kaya kolagen(65). Temuan ini menyarankan bahwa konstruksi berbasis ASC dapat didisain dan diciptakan menggunakan scaffolds biomaterial yang memberikan fungsi biomekanik alami, memungkinkan bagi penggunaan potensiil dari teknologi ini dalam aplikasi berbasis klinik untuk perbaikan dan regenerasi kartilago.

 Gambar 5. Struktur tiga-dimensi ditenun dengan cara membuat lapisan dari dua set yang saling tegaklurus satu sama lain multipel saling terkunci dari serat dalam bidang (arah bidang x atau arah melengkung, arah bidang y atau arah kain) dengan sebuah set ketiga serat dalam arah bidang z. (A) Sebuah pandangan permukaan dari bidang X-Y (SEM), (B) pandangan silang dari bidang X-Z, dan (C) pandangan silang dari bidang Y-Z diperlihatkan. (D) Kekakuan struktural dari scaffolds PCL tiga-dimensi meningkat ketika dikonsolidasikan dengan fibrin. Modulus agregat (HA) dan modulus dari Young (E) diperlihatkan pada hari ke 0 sebagaimana ditentukan oleh kompresi terbatas dan tak terbatas, berturut-turut. Scaffolds komposit PCL/fibrin tiga dimensi telah memiliki nilai-nilai HA dan E lebih tinggi secara bermakna dibanding dengan apa yang diperlihatkan scaffolds PCL tiga dimensi tak konsolidasi (ANOVA,*p<0.05. **p<0.0001); data yang disajikan sebagai rerata + SEM; batang skala = 1 mm (65).

Diskusi
Perekayasaan jaringan, terapi gen, dan berbagai teknik pendekatan berbasis-sel dalam kedokteran regeneratif telah menggaris bawahi kebutuhan akan sebuah sumber berlimpah sel-sel progenitor undifferentiated. Tujuan kajian ini adalah untuk menentukan faedah jaringan lemak sebagai sebuah sumber sel punca bagi regenerasi muskuloskeletal dan scaffolds dan kondisi benihan yang optimal untuk mendorong diferensiasi khondrogenik mereka. Berbagai kajian memerlihatkan lemak subkutan dan depo jaringan adipos lainnya pada tubuh manusia dewasa mengadung sejumlah besar sel punca yang dengan mudah diisolasikan dari sampah sedot lemak baku, menyediakan satu sumber sel otolog atau alogenik yang mudah terpenuhi. Di bawah isyarat lingkungn, sebagaimana dijelaskan di sini, sel-sel ini dapat memertontonkan karakteristik fenotipik tipe-tipe sel multipel,dan dengan demikian memberikan satu sumber sel yang unik dan menjanjikan bagi aplikasi dalam kedokteran regeneratif.
Relatif dengan sumber-sumber sel punca dewasa lainnya, ASCs dapat dipanen dengan menghasilkan jumlah sel yang tinggi, walaupun beberapa keterbatasan akan pemakaian mereka masih tetap ada. Pertama, akan sulit untuk menentukan periode pembenihan in vitro optimal yang dibutuhkan untuk satu aplikasi spesifik. Fraksi vaskuler stromal yang awalnya diisolasikan menggambarkan satu tipe sel campuran yang heterogen yang dapat mencakup sel-sel endotel, perisit, dan sel-sel imun. Beberapa kajian memerlihatkan bahwa setelah penginduksian yang terawasi atau passaging berseri, ASCs menjadi lebih uniform dalam fenotip dan potensi diferensiasinya(24), menyarankan bahwa pengekspansian in vitro akan memilih secara istimewa satu populasi sel yang relatif homogen diperkaya untuk sel-sel mengekspres satu imunofenotip stromal(61). Namun, sebagaimana pengekspansian ekstensif dalam benihan dapat mengintroduksi kemungkinan jaran tumorigenesis, kondisi benihan in vitro dan seleksi dari progenitor dini mungkin kuat sekali dalam memengaruhi fenotip sel-sel sebelum diferensiasi(24,76), dan dengan demikian haruslah diseleksi dengan hati-hati sebelum pemakaiannya dalam sebuah aplikasi klinik(75). Bagaimanapun juga, kebanyakan aplikasi ASCs memusatkan pada meminimalisir atau bahkan mengurangi pengekspansian sel in vitro sebelum pengimplantasiannya(46). Jadi, walaupun terdapat keterbatasan, ASCs berlanjut menemukan beberapa, kalau tidak dikatakan seluruhnya, dari karakteristik yang dibutuhkan bagi sebuah teraputik sel yang aplikabel secara klinis.
Temuan di sini dan juga demikian pada yang lainnya memerlihatkan bahwa ASCs memertontonkan kemampuan diferensiasi multipoten dalam garis turunan mesenkhimal yang sama dengan sel-sel punca dewasa lainnya seperti MSCs, dengan bukti diferensiasi adipogenik, khondrogenik, myogenik, neurogenik, osteogenik, dan tenogenik(36,53,86). Hal yang sama, kondisi benihan yang dipakai untuk menginduksi diferensiasi ACSs yang spesifik-garis turunan umumnya sama dengan apa yang digunakan untuk MSCs; walaupun bukti yang meningkat mengindikasikan bahwa sel-sel punca dewasa yang berbeda memiliki karakteristik dan sifat-sifat unik bergantung pada lokasi asalnya. Melali pengukuran bermacam penanda permukaan sel, ASCs menunjukkan profil ekspresi yang adalah sama namun yang berbeda dalam perbandingannya dengan MSCs sumsum tulang. Namun, respon ASCs terhadap faktor pertumbuhan dan scaffolds biomaterial mungkin berbeda secara bermakna dari MSCS(21,26). Sebagai contoh, telah ditunjukkan bahwa penambahan BMP-6 secara bermakna menguatkan khondrogenesis ASC, menyarankan bahwa kondisi bagi diferensiasi ASC yang optimal mungkin berbeda dari apa-apa yang diperlukan untuk MSCs(26,39). Jadi, berdasarkan semua data ini, para penyelidik haruslah menyadari akan keberbedaan seperti itu antaratingkah laku  ASC dan MSC sebagaimana mereka akan mengoptimalisasi teraputik berbasis-sel bagi penyakit muskuloskeletal.
Pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel ini, khususnya di dalam mereka menjalani khondrogenesis, adalah sensitif terhadap faktor-faktor lingkungan multipel seperti misalnya mediator yang dapat larut (yi, faktor pertumbuhan dan sitokin), faktor fisikokimia seperti misalnya pembebanan mekanik, pH, atau tekanan oksigen, dan interaksi mereka dengan bermacam matriks biomaterial. Pada khususnya, temuan menyarankan bahwa satu bentuk sel bulat (lewat scaffolds tiga dimensi atau pembenihan massa mikro) merupakan sebuah faktor penting dalam penginduksian fenotip khondrogenik, dan sehingga interaksi fisik dengan matriks ekstraseluler mungkin memiliki sebuah efek bermakna dalam memertahankan fenotip ASC dalam jangka panjang(53). Bukti ini menyarankan bahwa adalah memungkinkan untuk memanfaatkan perangsangan mekanoinduktif seperti itu untuk memodulasi diferensiasi dan fungsi khondrogenik ASC bersama-sama dengan faktor-faktor pertumbuhan biokimia yang lebih tradisional(38,51,54)
Akhirnya, kemampuan ASCs untuk menyediakan sebuah basis bagi regenerasi jaringan dalam sistim muskuloskeletal kemungkinan akan bergantung pada kemampuan bagi konstruksi rekayasa untuk menyediakan sifat-sifat fungsional yang cocok disepanjang kehidupan implan(11). Dalam hal ini, sifat-sifat mekanik dan biofisik scaffolds biomaterial yang digunakan dalam perekayasaan jaringan berbasis- sel punca merupakan parameter disain penting yang akan memengaruhi translasi klinik dari teknik pendekatan tersebut. Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan kajian lanjutan menyangkutkan ilmuwan biomaterial dan biomekanik, insinyur teknik proses produksi, klinis orthopedi, dan ahli biologi sel punca. Melalui pendorongan hubungan kolaboratif di antara tim dari akademisi, biotechnology startups, dan pemapanan perusahan industri biomaterial, perkembangan terapi medik regeneratif berbasis-ASC bagi defek kartilago dan tulang dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan peraturan internasional. Bukti yang telah ada menyarankan bahwa semua tujuan ini adalah dapat dilaksanakan karena berhasilnya pemakaian ASCs otolog untuk memerbaiki defek kraniofasial berukuran-kritis yang telah dipublikasikan sebagai laporan kasus dalam literatur klinik(52,58).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar