Pendahuluan
Bifosfonat saat ini merupakan klas agen-agen antiresorptif terpenting yang digunakan dalam pengobatan penyakit-penyakit tulang metabolik, termasuk osteolisis terkait tumor dan hiperkalsemia. Bahan-bahan ini memiliki afinitas tinggi terhadap ion kalsium dan dengan demikian menarget mineral tulang, di mana mereka diinternalisasikan oleh sel-sel osteoklas penyerap tulang dan menghambat fungsi osteoklas.
Tulisan ini meninjau farmakologi bifosfonat dan hubungannya di antara struktur kimia dan potensi antiresorptifnya. Juga dijelaskan pandangan baru ke dalam mekanisme aksi molekuler intraseluler mereka, metode-metode dalam menentukan berbagai efek bifosfonat pada prenilasiprotein, dan kemampuan mereka sebagai agen-agen antitumor langsung.
Bifosfonat berkandungan nitrogen bekerja secara intraseluler melalui penghambatan farnesyl diphosphate synthase, merupakan enzim dari jalur mevalonat, dengan demikian mencegah prenilasi dari protein-protein pensinyalan GTPase kecil yang dibutuhkan bagi fungsi sel normal. Penghambatan farnesyl diphosphate synthase juga nampaknya menarik perhatian dalam hal efek-efek antitumor mereka yang terobservasi in vitro dan dalam hal mengaktifasi γ,δ T cells, yang merupakan satu gambaran respon fase akut pengobatan bifosfonat pada manusia. Jenis bifosfonat yang kurang kandungan nitrogen dalam struktur kimianya tidaklah menghambat prenilasi protein dan memiliki mode of action yang berbeda yang nampaknya terutama berupa pembentukan metabolit-metabolit sitoksik dalam sel-sel osteoklas.
Bifosfonat merupakan penghambat resorpsi tulang yang sangat efektif yang secara selektif memengaruhi sel-sel osteoklas in vivo namun dapat juga memiliki efek-efek langsung pada tipe-tipe sel, seperti sel-sel tumor. Setelah >30 tahun penggunaannya, mekanisme aksi molekuler mereka pada osteoklas akhirnya menjadi semakin jelas namun sifat-sifat antitumornya masih tetap memerlukan klarifikasi.
Sifat Umum Bifosfonat
Bifosfonat merupakan analog PPi sintetik dan takterhidrolisakan (gambar 1). Struktur P-C-P bifosfonat menjadi bagian dari kemampuannya untuk mengikat ion-ion metal divalen seperti misalnya Ca2+(2). Untuk alasan ini, bifosfonat akan dengan cepat dibersihkan dari sirkulasi(3,4) dan berikatan ke permukaan mineral tulang in vivo pada lokasi-lokasi di mana terjadi remodeling tulang aktif, khususnya daerah-daerah yang akan mengalami resorpsi osteoklastik(5). Melalui penargetannya ke tulang, bifosfonat akan dilepas lokal ketika proses resorpsi tulang osteoklastik berlangsung, dan uptake-nya yang efisien ke dalam sel-sel osteoklas melalui proses endositosis menjelaskan mengapa bifosfonat nampaknya memiliki satu efek yang selektif pada osteoklas(2). Bagaimanapun, hal ini tidaklah menyingkirkan kemungkinan bahwa sejumlah kecil obat-obat ini diinternalisasikan juga oleh sel-sel sekitar (seperti misalnya osteoblas, sel-sel sumsum tulang, atau sel-sel tumor), khususnya dengan berulangnya pemberian melebihi periode diperpanjang.
Gambar 1
Struktur bifosfonat jenis sederhana (klodronat dan etidronat), N-BPs, dan phosphonocarboxylate analogue 3-PEHPC (juga dkenal sebagai NE10790).
Metabolit Bifosfonat Sederhana menginduksi apoptosis Osteoklas
Menyertai studi-studi lebih awal pada slime mould amoebae(6), sel-sel mamalia diketahui mengubah beberapa bifosfonat (hanya generasi pertama bifosfonat, yang dekat sekali menyerupai PPi, seperti klodronat dan etidronat) secara intraseluler menjadi analog-analog ATP berkandungan metilen (AppCp-type) (gambar 2; ref.7). Metabolit-metabolit AppCp-type ini berakumulasi hingga konsentrasinya yang tinggi di dalam sitosol sel-sel osteoklas dan tipe-tipe sel lainnya yang dapat menginternalisasi bifosfonat secara efektif(8). Akumulasi metabolit AppCl2p dari klodronat dalam sel osteoklas in vitro menghambat resorpsi tulang melalui penginduksian apoptosis osteoklas (gambar 2; ref.9) yang hal ini sangat mirip oleh cara penghambatan enzim-enzim bergantung ATP, seperti misalnya adenine nucleotide translocase, yang merupakan satu komponen dari mithochondrial permeability transposition pore(10). Penginduksian apoptosis osteoklas nampaknya menjadi mekanisme utama bifosfonat jenis sederhana dalam menghambat resorpsi tulang oleh karena kemampuan klodronat dan etidronat untuk menghambat in vitro dapat menjadi ditutupi ketika apoptosis osteoklas dicegahkan oleh pemakaian satu inhibitor caspase(11).
Gambar 2
Struktur ATP dan metabolit klodronat tipe AppCp (AppCCl2p). Gambar baris bawah menunjukkan sel-sel osteoklas kelinci diterapi dengan liposome kosong (empty liposomes) (A), liposome berkandungan klodronat (B), atau liposome berkandungan AppCCl2p (C) dan kemudian diwarnai dengan 4′,6-diamidino-2-phenylindole untuk visualisasi morfologi inti sel (satu osteoklas tunggal ditunjukkan pada pembesaran yang sama). Baik klodronat maupun AppCCl2p menyebabkan fragmentasi dan kondensasi inti sel yang merupakan tanda khas kematian sel apoptotik.
Bifosfonat berkandungan Nitrogen bekerja melalui Penghambatan Farnesyl Diphosphate Synthase
Bifosfonat-bifosfonat berkandungan nitrogen (nitrogen-containing biphosphonates/N-BPs), yang dalam banyak tingkatan besarannya adalah lebih poten dalam menghambat resorpsi tulang in vivo dibandingkan bifosfonat sederhana (2,12), dan tidak dimetabolisasikan menjadi analog ATP yang toksik (13). N-BPs bekerja melalui penghambatan farnesyl diphosphate (FPP) synthase, yang merupakan satu enzim kunci dari jalur mevalonate (gambar 3). Enzim ini dihambat oleh konsentrasi N-BPs dalam besaran nanomolar (tabel 1; ref.14-16). Asam zoledronat dan minodronat, yang secara struktural adalah sama, merupakan penghambat FPP synthase yang sangat poten (16) dan menghambat enzim ini bahkan pada konsentrasi pikomolar. Yang penting, studi-studi dengan FPP synthase menunjukkan bahwa moifikasi-modifikasi minor ke pada struktur dan konformasi rantai samping R2 yang dikenal memengaruhi potensi antiresorptif juga memengaruhi kemampuan untuk menghambat FPP synthase(2). Studi-studi ini dengan kuat menyarankan bahwa FPP synthase adalah merupakan target farmakologi major dari N-BPs dalam sel-sel osteoklas in vivo dan membantu menerangkan hubungan di antara struktur bifosfonat dan potensi antiresorptif.
Gambar 3
Diagram skematik jalur mevalonat. N-BPs menghambat FPP synthase, dengan demikian mencegah sintesis FPP dan geranylgeranyl diphosphate (GGPP) yang diperlukan bagi prenilasi protein. Statins, GGTI-298, dan 3-PEHC juga mencegah prenilasi protein dalam osteoklas in vitro [melalui penghambatan 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase (HMG-CoA reductase), geranylgeranyltransferase I (GGTase I), atau Rab geranylgeranyltransferase (Rab GGTase), berturut-turut] dan menyerupakan efek-efek N-BPS pada osteoklas, yang bergantung pada protein-protein tergeranylgeranylkan.
Table 1
Potensi N-BPs dalam menghambat FPP synthase
Mekanisme pasti bagaimana N-BPs menghambat FPP synthase adalah baru saja jelas diketahui. Generasi terbaru struktur-struktur kristal sinar-X dari enzim FPP synthase manusia, yang dikokristalisasikan dengan risedronat atau asam zoledronat (17,18), menunjukkan bahwa N-BPs berikatan pada lokasi ikatan geranyl diphosphate (GPP) dari enzim ini, dengan penyetabilisasian interaksi-interaksinya terjadi di antara sebagian nitrogen dari N-BP dengan satu residu threonine dan lysine yang terpertahankan pada enzim ini. Hal ini konsisten dengan apa yang sebelumnya disarankan oleh Oldfield dkk.(19) bahwa N-BPs menyerupai struktur substrat isoprenoid pyrophosphate alami dari enzim ini, yaitu GPP dan dimethylallyl diphosphate, dan berkompetisi untuk berikatan pada kantong-kantong pengikatan substrat GPP/dimethylallyl diphosphate. N-BPs adalah juga kelihatannya menghambat FPP synthase bakterial dengan satu cara yang sama(20). Analisis kinetik enzim dengan FPP synthase manusia mengindikasikan bahwa interaksi dengan N-BPs adalah sangat kompleks dan berkarakteristik penginhibisian “slow tight binding”(18). Awalnya, N-BPs kelihatannya berkompetisi secara langsung dengan dimethylallyl diphosphate atau GPP untuk berikatan ke kantong-kantong pengikatan dimethylallyl diphosphate/GPP. Hal ini kemudian diikuti oleh interaksi-interaksi lebih kompleks yang mendorong pengikatan isopentenyl diphosphate (IPP) pada lokasi pengikatan isoprenoid kedua dari enzim, menyebabkan perubahan-perubahan konformasional yang menyetabilisasi kompleks ternary akhir, yang membantu menjelaskan kemampuan penghambatan yang luar biasa dari beberapa N-BPs terhadap enzim ini. Studi-studi ini adalah dengan demikian memulaikan penyediaan wawasan penting, pada level atomik, ke dalam alasan-alasan mengapa perubahan-perubahan kecil dari struktur rantai samping N-BP atau kelompok-kelompok phosphonate jelas sekali memengaruhi potensi antiresorptif(2).
Penghambatan FPP Synthase mencegah Prenilasi GTPase Kecil
Melalui penghambatan FPP synthase, N-BPs mencegah sintesis FPP dan metabolit turunannya yaitu geranylgeranyl diphosphate (gambar 3). Lipid-lipid isoprenoid ini merupakan blok-blok pembentuk bagi produksi dari satu variasi metabolit-metabolit, seperti misalnya dolichol dan ubiquinon (21), namun juga diperlukan bagi modifikasi pascatranslasi (prenilasi) protein-protein, termasuk GTPase-GTPase(22,23). Hilangnya sintesis FPP dan geranylgeranyl diphosphate dengan demikian mencegah prenilasi GTPase-GTPase kecil, yang kebanyakan daripadanya di-geranylgeranyl-kan(24-26). Penghambatan prenilasi protein oleh N-BPs dapat dipertunjukkan melalui pengukuran proses inkorporasi [14C]mevalonat menjadi protein-protein yang di-farnesyl-kan dan di-geranylgeranyl-kan(13,27). Risedronat hampir sepenuhnya menghambat prenilasi protein pada sel-sel J744 pada konsentrasinya sebesar 10 μmol/L, yang adalah sama dengan konsentrasi yang memengaruhi viabilitas osteoklas in vitro(28,29) dan telah diprediksikan menjadi tercapaikan di dalam lakuna resorpsi osteokas in vivo(30). Yang lebih terbaru, telah dikonfirmasikan bahwa N-BPs (misalnya, asam zoledronat ≥10 μmol/L; gambar 4) menghambat inkorporasi [14C]mevalonat menjadi protein-protein GTPase kecil terprenilasi dalam sel-sel osteoklas yang dimurnikan in vitro(15,31). Sebaliknya, efek penghambatan N-BPs terhadap jalur mevalonat dapat dipertunjukkan oleh cara mendeteksi penumpukan bentuk GTPase Rap1A kecil yang takterprenilasi, yang berperan sebagai satu penanda pengganti bagi penghambatan FPP synthase dan juga yang berakumulasi dalam sel-sel yang terpapar dengan N-BPs(gambar 5A; ref.32). Telah pula dapat didteksi bentuk takterprenilasi dari Rap1A dalam sel-sel osteoklas yang dimurnikan dari kelinci-kelinci yang diobati dengan alendronat menggunakan immunomagnetic beads(9,33), dengan demikian menunjukkan bahwa N-BPs menghambat prenilasi protein in vivo.
Gambar 4
N-BPs menghambat prenilasi protein dalam sel osteoklas in vitro. A, Sel-sel osteoklas kelinci yang dimurnikan diinkubasikan dengan [14C]mevalonat, yang kemudian terinkoorporasikan menjadi protein-protein terprenilasi berlabel [14C]. B, protein-protein GTPase kecil terprenilasi dapat kemudian dideteksi melalui otoradiografi mengikuti pemisahan elektroforetik. Baik alendronat (ALN) maupun risedronat (RIS) mencegah inkoorporasi [14C]mevalonat menjadi protein-protein terprenilasi, di mana klodronat (CLO) tidak memiliki efek.
Gambar 5
A, melalui penghambatan FPP synthase, N-BPs menyebabkan akumulasi bentuk-betuk takterprenilasi dari GTPase kecil, seperti misalnya Rap1A. Rap1A takterprenilasi dapat dideteksi dalam responnya terhadap pengobatan N-BP pada makrofag-makrofag J774 (B), sel-sel myeloma manusia JJN-3 (C), dan sel-sel endothel vaskuler umbilikus manusia (D) dengan Western blotting menggunakan satu antibodi poliklonal kambing yang secara spesifik mengenal Rap1A takterprenilasi. β-Actin dianalisis sebagai satu kontrol bagi protein total. Rap1A takterprenilasi adalah takterdeteksi dalam sel-sel yang takterobati (CTL) namun secara jelas dapat terdeteksi setelah 16 jam pengobatan dengan 10 μmol/L alendronat atau setelah 5 jam pengobatan dengan 100 μmol/L alendronat pada makrofag-makrofag J774 atau pada sel-sel myeloma JJN-3 setelah 7 jam pengobatan dengan 100 μmol/L risedronat atau 5 jam pengobatan dengan 500 μmol/L risedronat. Rap1A takterprenilasi adalah juga secara jelas dapat terdeteksi pada sel-sel endotel vena umbilikal manusia setelah 24 jam pengobatan dengan 10 μmol/L zoledronat (ZOL).
Penghambatan Prenilasi Protein oleh N-BPs pada tipe-tipe sel lainnya
Oleh karena FPP synthase adalah merupakan enzim yang sangat dipertahankan dan tersebar di mana-mana dalam tubuh, maka N-BPs memiliki kemampuan untuk memengaruhi setiap tipe sel in vitro. Sejauh ini telah dapat ditunjukkan kemampuan N-BPs untuk menghambat prenilasi Rap1A dalam kultur-kultur dari semua tipe sel-sel utama dan cell lines yang distudikan (gambar 5), termasuk osteoklas, osteoblas, makrofag, sel-sel epitel dan endothel, dan sel-sel tumor mamma, myeloma, dan prostat. Sel-sel makrofag dan osteoklas nampak menjadi yang paling sensistif dengan konsentrasi rendah N-BPs (1 – 10 μmol/L) in vitro. Pada makofag, pengobatan dengan 100 μmol/L N-BP menyebabkan akumulasi Rap1A takterprenilasi yang dapat dideteksi dalam beberapa jam (konsentrasi yang lebih rendah memiliki satu efek yang lambat; N-BP yang lebih poten memberikan efek yang lebih cepat; gambar 5B). Pada tipe-tipe sel lainnya, seperti sel-sel myeloma, bentuk Rap1A takterprenilasi dapat juga dideteksi dalam beberpa jam pengobatan in vitro, namun dengan konsentrasi yang lebih tinggi kadang dibutuhkan (gambar 5C). Sensitifitas tipe-tipe sel yang berbeda terhaap N-BPs nampaknya kebanyakan bergantung sekali pada kemampuan mereka untuk menginternalisasi sejumlah N-BP yang cukup untuk menghambat FPP synthase. Studi akhir-akhir ini dengan satu bifosfonat berlabel fluorescent telah menunjukkan bahwa sel-sel makrofag dan osteoklas menginternalisasi bifosfonat ke dalam vesikel-vesikel berikatkan ke membran melalui fluid-phase endocytosis(34). Selanjutnya asidifikasi dari vesikel-vesikel endositik diperlukan bagi bifosfonat untuk memasuki sitosol, melalui pengurangan muatan negatif pada kelompok-kelompok fosfonat dari bifosfonat dan dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi atau transpor bifosfonat melewati membran vesikuler(34). Mekanisme uptake ini menghasilkan N-BP dalam jumlahnya yang banyak dalam vesikel-vesikel intrasel namun kemungkinan hanya bifosfonat dalam jumlah yang sangat kecil yang ada dalam sitosol atau organel-organel lainnya yang tersedia bagi penghambatan FPP synthase, meskipun uptake bifosfonat ke dalam sitosol sel adalah secara relatif buruk, namun hal ini ditutupi oleh tingkat kemampuannya yang ekstrem dalam menginhibisi FPP synthase(16,18).
Berbagai Konsekuensi dari Penghambatan Prenilasi Protein
GTPase-GTPase kecil takterprenilasi, seperti keluarga dari Ras, Rho, dan Rab, merupakan protein-protein pensinyalan yang mengatur satu variasi proses-proses sel yang penting bagi fungsi osteoklas(35). Penghambatan jalur mevalonat dan kehilangan protein-protein terprenilasi, khususnya GTPase-GTPase kecil yang ter-geranylgeranylasikan, nampaknya menjadi mekanisme utama aksi N-BPs oleh karena bypassing penghambatan FPP synthase dan pengisian sel-sel dengan satu substrat lipid isoprenoid yang mempertahankan proses geranylgeranylasi dapat menutupi efek-efek N-BPs pada pembentukan osteoklas, apoptosis, dan resorpsi tulang(36-38). Tambahannya, penghambat lain geranylgeranylasi protein, seperi misalnya statins atau GGTI-298 (gambar 3), memberikan efek mirip N-BPs(27,31). Bagaimanapun, studi-studi terbaru oleh van Beek dkk(39) menyarankan bahwa pamidronat mungkin memiliki satu target molekuler tambahan pada osteoklas, meski belum teridentifikasikan, oleh karena (tak seperti dengan N-BPs yang lain) efek antiresorptif pamidronat tidak dapat ditutupi secara efektif oleh pengisian sel-sel dengan satu substrat untuk prenilasi protein.
Sebuah laporan terkini menyarankan mekanisme menarik yang lain pada mana N-BPs dapat me-memutus fungsi osteoklas melalui efek-efeknya pada jalur mevalonat. Penghambatan FPP synthase menyebabkan akumulasi dari substratIPP hulu (upstream), yang mana nampaknya menjadi terkonyugasikan ke AMP untuk membentuk satu ATP analog yang asing(40). Metabolit ini, sebagaimana dengan metabolit-metabolit tipe AppCp dari bifosfonat sederhana(10), dapat menghambat translokase nukleotida adenin mitochondria dan menginduksi apoptosis osteoklas. Bagaimanapun, kebermaknaan farmakologik akan hal ini adalah tidak jelas oleh karena mempertahankan prenilasi dengan satu substrat untuk geranylgeranylasi protein menutupi efek-efek antiresorptif bifosfonat in vitro(37) namun tak sepertinya akan memengaruhi level-level Appp1. Lebih lanjut, tidak seperti bifosfonat sederhana yang bekerja melalui induksi apoptosis osteoklas, keseluruhan efek antiresorptif N-BPs adalah tidak bergantung pada apoptosis setidaknya pada in vitro(11). Dengan demikian, penghambatan prenilasi protein tetap merupakan cara penjabaran yang paling mendekati bagi efek-efek antiresorptif N-BPs.
Mengikuti temuan bahwa N-BPs menghambat FPP synthase dan mencegah prenilasi protein, telah diasumsikan bahwa efek-efek antiresorptif N-BPs adalah sebagai hasil dari hilangnya jalur-jalur pensinyalan ke hilir (downstream) dari macam-macam GTPase kecil yang terprenilasi (khususnya yang ter-geranylgeranylasi). Bagaimanapun, telah dapat ditunjukkan akhir-akhir ini bahwa bentuk takterprenilasi dari Rho, Rac, dan Cdc42 yang berakumulasi setelah pengobatan dengan N-BPs adalah berada dalam bentuk yang aktif dan berikatan GTP nampaknya lebih condong akibat dari ketidakmampuan mereka berinteraksi dengan protein-protein pengatur, seperti misalnya Rho GTPase-activating protein(41). Macam-macam GTPase kecil yang takterprenilasi mungkin dengan demikian memengaruhi fungsi sel normal melalui aktifasi yang tak tepat dan terus menerus, dari pada penghambatan, jalur-jalur pensinyalan ke hilir seperti p38(41,42). Satu efek dominan dari akumulasi protein-protein takterprenilasi, sebagai lawan terhadap kehilangan protein-protein terprenilasi, akanlah menjelaskan kenapa berlangsungnya sintesis protein tetap dibutuhkan bagi bifosfonat untuk memunculkan efek-efek sitotoksik mereka(43) oleh karena, dalam semua sel, akumulasi dari protein-protein takterprenilasi adalah bergantung pada sintesis protein de novo. Studi-studi lebih lanjut dengan jelas diperlukan guna menerangkan lebih rinci efek-efek dari protein-protein takterprenilasi pada fungsi sel.
Berbagai Efek N-BPs pada Sel-sel Tumor
Sejumlah studi telah menjelaskan kemampuan N-BPs untuk mengurangi daya tahan hidup sel-sel tumor, proliferasinya, adhesinya, migrasinya, dan daya invasinya secara in vitro(44,45). Kebanyakan, bila tidak seluruhnya, dari efek-efek anti tumor N-BPs in vitro adalah diakibatkan penginhibisian FPP synthase oleh karena efek-efek N-BPs dapat menjadi sangat tertutupi oleh pengisian sel-sel dengan substrat-substrat isoprenoid (farnesol atau geranylgeraniol) yang diperlukan untuk prenilasi protein(46-49). Lebih lanjut, Keterkaitan antara struktur dengan aktifitas (structure-activity relationships) N-BPs dalam memengaruhi adhesi dan invasi sel tumor cocok dengan keterkaitan struktur dengan aktifitas dalam penghambatan FPP synthase(50,51). Hal yang sama, beberapa N-BPs telah menunjukkan dapat memengaruhi viabilitas, migrasi, dan aktifitas sel-sel endotel in vitro. Beberapa dari efek-efek ini dapat ditutupi oleh pengisian sel-sel dengan geranylgeranylpyrophosphate dan dengan demikian kelihatannya menjadi akibat dari ketiadaan prenilasi protein(52,53). Akhir-akhir ini telah dikonfirmasikan bahwa konsentrasi asam zoledronat yang memengaruhi sel-sel endothel in vitro (≥10 μmol/L) memang menghambat prenilasi protein (gambar 5D). Hal ini dengan demikian meningkatkan kepentingan untuk menentukan relevansi in vivo dari observasi-observasi in vitro ini.
Satu variasi dari studi-studi yang menarik pada model-model tikus telah menunjukkan bahwa pengobatan dengan N-BPs dapat menghambat metastase skeletal atau dapat mengurangi permasalahan yang ditimbulkan oleh tumor pada tulang, dan bahkan pada lokasi-lokasi ekstraskeletal in vivo(45, 53-60). Tambahannya, bifosfonat telah menunjukkan menghambat angiogenesis pada model-model eksperimental dan pada model-model binatang tumorigenesis(45,55,61) dan menurunkan level faktor pertumbuhan endothelial vaskuler proangiogenik yang bersirkulasi dan platelet-derived growth factor pada pasien-pasien kanker(62,63). Bagaimanapun, hal ini belumlah terbukti secara seimbang bahwa berbagai efek ini adalah akibat dari penghambatan prenilasi protein yang menyertai internalisasi langsung N-BPs oleh tumor, endothelial, atau sel-sel lainnya, seperti misalnya makrofag, in vivo. Berbagai efek N-BPs pada metastase skeletal, juga pada permasalahan yang ditimbulkan tumor pada tulang, atau bahkan angiogenesis dapat merupakan hasil dari penghambatan resorpsi tulang saja(58,64), Dengan demikian, meskipun N-BPs secara jelas memiliki kemampuan berefek antitumor langsung, apakah hal ini dapat dicapai dengan dosis yang relevan secara klinis, masih tetap merupakan satu isu yang sangat kontroversial dan bergantung pada apakah sel-sel tumor mampu menginternalisasi sejumlah cukup obat-obat in vivo.
Hal yang lebih mendorong ke arah kemungkinan bahwa N-BPs dapat memiliki berbagai efek pada sel-sel tumor in vivo adalah dengan adanya pengunjukkan bahwa pemberian infus N-BPs menghasilkan konsentrasinya dalam darah perifer yang cukup tinggi [misalnya, 1 μmol/L dengan asam zoledronat(4)] untuk memungkinkannya memasuki sel-sel monosit dan/atau sel-sel lain yang memiliki keampuan endositik tinggi. Inilah yang menyebabkan reaksi fase akut menyerupai flu(65) yang secara tipikal timbul pada sedikitnya sepertiga pasien-pasien yang menerima pengobatan N-BP i.v. kali pertama. Penghambatan FPP synthase pada sel-sel mononuklear yang bersirkulasi dalam darah tepi menyebabkan akumulasi IPP intraseluler, yang dipresentasikan ke Vγ9Vδ2+ T cells oleh satu mekanisme yang belum teridentifikasikan. Hal ini menghasilkan aktifasi dan proliferasi γ,δ T cells(66-68), memicu pelepasan sitokin dan sehingga menyebabkan gejala-gejala mirip flu(69,70). Hal yang sama, penanganan sel-sel tumor dengan pemberian N-BPs in vitro juga menyebabkan akumulasi IPP, yang dapat mengaktifasi γ,δ T cells yang berkemampuan membunuh sel tumor(67). Semua observasi ini meningkatkan kemungkinan bahwa N-BPs dapat digunakan sebagai satu terapi imun mengingat efek-efek antitumor taklangsungnya in vivo melalui aktifasi γ,δ T cells(71). Bagaimanapun, mekanisme ini kelihatannya tidak untuk menjelaskan aktifitas antitumor dari N-BPs pada model-model tikus tumorigenesis oleh karena rodensia memiliki analog subset γ,δ T cells yang rendah yang dapat diaktifasikan oleh IPP(72)
Uptake langsung N-BPs oleh sel-sel epitel pada traktus gastrointestinal yang menyertai penghambatan FPP synthase dan kehilangan protein-protein terprenilasi mungkin juga menjelaskan kemampuan dari beberapa N-BPs yang diberikan secara oral untuk menyebabkan esofagitis dan ulserasi(2). Diambil bersama-sama, semua studi yang diuraikan di atas menyarankan bahwa, di bawah situasi-situasi tertentu, sel-sel selain osteoklas adalah tentu memiliki kemampuan menginternalisasi bifosfonat in vivo. Banyak kemudian tetap harus dipelajari tentang konsentrasi-konsentrasi bifosfonat yang terjadi in vivo dalam lingkungan mikro tulang dan jaringan lainnya, tipe-tipe sel yang mana yang berkemampuan menginternalisasi N-BPs dalam jumlah yang cukup untuk memengaruhi prenilasi protein, dan efek-efek apa saja yang mungkin disebabkannya, sebagai contoh, terhadap sel-sel tumor. Yang penting lagi, studi terakhir telah menunjukkan bahwa bifosfonat dapat berperan sinergis dengan satu varietas agen-agen antikanker yang biasa digunakan saat ini sedikitnya secara in vitro(45,73,74). Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa pengobatan kombinasi dengan obat-obat sitotoksik lainnya dapat mengurangi konsentrasi bifosfonat yang dibutuhkan untuk secara langsung memengaruhi sel-sel tumor dan sehingga meningkatkan potensi N-BPs untuk memiliki efek-efek antitumor langsung in vivo.
Pengembangan Analog-analog Bifosfonat Baru
Telah menjadi semakin jelas akhir-akhir ini bahwa, perubahan-perubahan dalam struktur N-BPs kemungkinan menimbulkan bahan-bahan ini berkemampuan menghambat enzim-enzim jalur mevalonat lain yang menggunakan lipid-lipid isoprenoid. Sebagai contoh, akhir-akhir ini ditemukan bahwa penggantian satu dari kelompok-kelompok fosfonat risedronat dengan satu kelompok karboksilat, menimbulkan satu analog fosfonokarboksilat (3-PEHPC; gambar 1), menganugerahkan kemampuan baru untuk secara spesifik menghambat Rab geranylgeranyltransferase (gambar 3), dengan demikian secara selektif mencegah prenilasi dan pelokalisasian membrane dari Rab GTPases tanpa memengaruhi Rho atau Ras dari famili GTPase(75,76). 3-PEHPC adalah satu penghambat resorpsi tulang yang lemah, yang kemungkinan bekerja melalui penghentian Rab-dependent vesicular trafficking dalam sel-sel osteoklas(75,76), menginduksi apoptosis sel-sel myeloma manusia(77), dan menghambat invasi sel-sel kanker mamma dan prostat(51).
Yang menarik, hubungan-hubungan struktur dengan aktifitas dari beberapa analog-analog fosfonokarboksilat dalam menginhibisi Rab geranylgeranyltransferase tidak cocok dengan hubungan-hubungan struktur dengan aktifitas dari bifosfonat induknya dalam menghambat FPP synthase(76), yang mengindikasikan bahwa fosfonokarboksilat merupakan satu klas baru agen-agen antiresorptif dan/atau antitumor dengan satu target molekuler yang tertentu dan spesifik. Tidak seperti halnya N-BPs, 3-PEHPC tidak menyebabkan aktifasi γ,δ T cells in vitro (merupakan dasar dari respon fase akut terhadap N-BPs; ref.66) dan mungkin dengan demikian memiliki satu profil efek tak diinginkan yang berbeda. Lebih lanjut, pengobatan 3-PEHPC pada sel-sel myeloma tidak menginduksi penghentian S-phase yang merupakan karakteristik N-BPs(77). Meskipun fosfonokarboksilat yang lebih poten dibandingkan 3-PEHPC akan dibutuhkan untuk pengembangan lebih lanjut, afinitas tulang yang rendah terhadap agen ini dibandingkan dengan N-BPs induk(78) dapat menjadi satu simpanan menarik dalam situasi-situasi di mana retensi jangka lama dalam tulang adalah diperlukan untuk dihindarkan, sebagai contoh, dalam pengobatan penyakit tulang pada anak-anak. Tambahannya, bifosfonat dengan satu afinitas rendah ke mineral tulang mungkin menunjukkan konsentrasi-konsentrasi seimbang yang lebih tinggi dalam lingkungan mikro sumsum tulang dibandingkan dengan bahan-bahan yang dengan afinitas tinggi(79), menimbulkan kemungkinan bahwa bahan-bahan berafinitas ke tulang yang rendah dapat beraksi secara lebih efektif pada sel-sel tumor yang tinggal dalam sumsum tulang.
Simpulan
Bifosfonat dapat dikelompokkan menjadi dua klas umum bergantung dari struktur kimia dan mekanisme aksi molekuler mereka. Bifosfonat sederhana dapat secara metabolik berinkorporasi ke dalam analog-analog ATP yang tak dapat terhidrolisakan yang berakumulasi intraseluler dalam sel-sel osteoklas, menghasilkan induksi apoptosis osteoklas. Sebaliknya, N-BPs lebih poten menghambat FPP synthase, satu enzim dalam jalur mevalonat. Penginhibisian enzim ini dalam osteoklas mencegah biosintesis lipid-lipid isoprenoid yang esensiil untuk prenilasi protein-protein pensinyalan GTPase kecil. Penghambatan FPP synthase juga nampaknya diperhitungkan bagi berbagai efek N-BPs yang merugikan in vivo dan bagi efek-efek antitumor N-BPs in vitro. Meskipun N-BPs telah menunjukkan memiliki aktifitas antitumor dalam banyak model khewan, hal ini tetap masih perlu dikonfirmasikan apakah ini secara langsung merupakan akibat dari inhibisi prenilasi protein sel-sel tumor, sel-sel endothel, ataukah tipe-tipe sel nonosteoklas lainnya in vivo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar