ABSTRAK
Tujuan. Untuk menjelaskan berbagai agen yang ditemukan akhir-akhir ini bagi pengelolaan osteoporosis.
Metode. Suatu tinjauan literatur dilakukan untuk mengidentifikasi agen-agen pada berbagai stadium pengembangan pengobatan osteoporosis. Agen-agen yang masih dalam studi atau masih dalam tinjauan bagi persetujuan penggunaannya juga termasuk dalam tinjauan ini.
Hasil. Pada masa menopaus, remodeling tulang meningkat dan agen-agen yang menekan penyerapan tulang dapat menyetabilisasi massa tulang. Berbagai anti-resorptif baru dapat menarget pembentukan atau aktifitas sel-sel osteoklas. Mereka meliputi denosumab, merupakan antibodi terhadap receptor activated nuclear factor kappa B, berbagai modulator reseptor baru yang selektif estrogen, seperti bazedoksifen, dan berbagai penghambat kathepsin K, seperti misalnya odanakatib. Berbagai penghambat Src kinase masih dalam fase-fase awal pengembangannya. Hormon paratiroid merupakan satu-satunya agen anabolik yang disetujui penggunaannya bagi pengobatan osteoporosis. Berbagai terapi anabolik baru bagi osteoporosis mungkin meliputi penggunaan faktor-faktor dengan sifat-sifat anabolik untuk tulang atau penetralan berbagai antagonis faktor pertumbuhan. Banyak temuan akhir-akhir ini mengunjukkan bahwa jalur pensinyalan Wnt/â-catenin memainkann sebuah peran sentral dalam diferensiasi sel osteoblastik. Berbagai antibodi terhadap antagonis-antagonis Wnt, seperti misalnya sklerostin, masih dalam pengembangan sebagai teknik pendekatan teraputik baru bagi osteoporosis. Berbagai terapi anabolik memiliki kemampuan menguatkan massa tulang, namun tingkat keamanan jangka panjang mereka masih perlu dibuktikan.
Simpulan. Berbagai pengembangan baru dalam pengobatan osteoporosis adalah meliputi anti-resorptif dan agen anabolik baru. Keberhasilan mereka akan bergantung pada profil keefektifan dan tingkat keamanan jangka panjangnya.
PENDAHULUAN
Remodeling tulang merupakan proses teratur ketat yang menghasilkan penyerapan dan pembentukan jaringan skelet terkoordinasi yang dijalankan dalam unit-unit mikroskopis, di mana sel-sel osteoklas menyerap tulang dan sel-sel osteoblas mengisi lobang-lobang dengan matriks kolagen yang kemudian memineralisasi (1). Sel-sel osteoklas merupakan sel-sel berinti banyak berasal dari sel-sel hematopoietik pluripoten, dan sel-sel osteoblas merupakan sel-sel berinti tunggal berasal dari sel-sel mesenkhim (2). Sinyal-sinyal yang menentukan replikasi, diferensiasi, fungsi dan kematian sel-sel dari kedua lineages menentukan derajat remodeling, suatu proses yang perlu untuk memertahankan homeostasis kalsium dan untuk membuang dan mencegah penumpukan tulang-tulang tua dan yang telah lemah. Dalam tahun-tahun pascamenopaus, defisiensi estrogen mengawali ke pada penyerapan tulang berlebih, kehilangan tulang dan selanjutnya osteoporosis. Penyakit ini merupakan suatu permasalahan kesehatan major di seluruh dunia dan merupakan satu penyebab fraktur-fraktur akibat kekeroposan. Semua ini merupakan konsekuensi paling bermakna dari osteoporosis, dan tujuan dari berbagai intervensi teraputik adalah untuk mengurangi insiden fraktur. Hal ini dapat dicapai melalui pengurangan penyerapan tulang atau melalui penguatan pembentukan tulang. Sel-sel target dari agen-agen anti-resorptif adalah osteoklas atau prekursor-prekursornya, pada mana sel-sel target dari suatu agen-agen anabolik adalah sel dari lineage osteoblastik.
BERBAGAI ANTI-RESORPTIF BARU
Osteoporosis pascamenopaus ditandai oleh suatu keadaan tingkat remodeling tulang yang tinggi mengawali ke pada menurunnya massa tulang (3). Agen-agen yang mengurangi penyerapan tulang adalah efektif dalam menyetabilisasi arsitektur tulang dan mengurangi insiden fraktur pada osteoporosis. Sebagai konsekuensinya, terapi anti-resorptif memainkan suatu peran sentral dalam penanganan penyakit ini. Agen-agen anti-resorptif menarget sel-sel dari lineage osteoklas dan dapat bekerja melalui penggangguan pada pembentukan atau aktifitas sel-sel osteoklas atau dapat menurunkan daya tahan hidup sel-sel osteoklas dewasa. Bermacam bifosfonat adalah yang paling sering digunakan sebagai agen-agen anti-resorptif bagi penanganan osteoporosis. Mereka adalah efektif, namun karena half life mereka yang panjang dan berbagai efek samping potensiilnya menimbulkan berbagai isu yang memerlukan perhaian dan berbagai terapi baru sedang dikembangkan.
Penetralan Receptor Activated Nuclear Factor Kappa B (RANK-L)
RANK-L dan macrophage colony stimulating factor merupakan faktor-faktor berasal dari sel-sel osteoblas yang diperlukan bagi pembentukan sel-sel osteoklas. RANK-L berikatan dengan RANK reseptor pada sel-sel osteoklas dan prekursor-prekursor osteoklas untuk menginduksi osteoklastogenesis. Osteoprotegerin bekerja sebagai suatu reseptor pemancing yang berikatan dengan RANK-L dan mencegah aktifitas ini. Denosumab merupakan suatu antibody monoklon manusia yang diarahkan untuk melawan RANK-L dan merupakan suatu klas baru dari agen-agen antiresortif (Tabel 1). Sebaliknya dengan bifosfonat yang menghambat fungsi dan daya tahan hidup osteoklas, denosumab bekerja melalui pengeblokan RANK-L, menurunkan pembentukan sel-sel osteoklas. Denosumab ketika diberikan secara subkutan 60 mg setiap 6 bulan untuk 2 tahun, meningkatkan densitas mineral tulang belakang dan panggul pada wanita-wanita pascamenopaus, ketika dibandingkan dengan placebo (4). Efeknya diobservasi seawalnya 6 bulan setelah dosis pertama denosumab dan tetap demikian sepanjang 2 tahun studi. Denosumab juga menurunkan berbagai penanda biokhemis remodeling tulang. Sebuah percobaan fase III mengunjukkan efikasi pengurangan fraktur denosumab pada dosis 60 mg setiap 6 bulan pada sejumlah 7,868 wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis (skor T ¡Ü 2.5 hingga -4.0; subjek-subjek dengan fraktur-fraktur parah atau multipel disingkirkan) (5). Dibandingkan dengan plasebo, Denosumab menurunkan angka insiden fraktur-fraktur tulang belakang sebesar 68% setelah 3 tahun; dan suatu pengurangan bermakna dalam fraktur tercatat seawalnya setelah setahun pengobatan. Tambahannya, denosumab menurunkan fraktur-fraktur panggul sebesar 40%, dan insiden kumulatif fraktur-fraktur bukan tulang belakang sebesar 20% (5). Insiden kejadian-kejadian tak diinginkan adalah tidak berbeda di antara denosumab dan plasebo kecuali eksema, flatulen dan selulitis dipertimbangkan sebagai suatu kejadian tidak diinginkan yang serius yang terjadi sebesar 12 (0.3%) subjek pada kelompok denosumab dan 1 (<0.1%) pada kelompok plasebo. Sebuah insiden lebih tinggi yang sama berupa berbagai infeksi serius dilaporkan untuk denosumab dibandingkan untuk plasebo dalam banyak percobaab alternate (5, 6). RANK-L dan RANK diekspres oleh sel-sel limfoid, dan penekanan RANK-L dalam sel-sel ini mungkin menjelaskan meningkatnya insiden infeksi-infeksi serius. Sebuah perhatian atas pemakaian jangka panjang denosumab adalah berkaitan dengan banyak efeknya pada sistim imun yang mungkin dapat terjadi. Sebuah studi pendahuluan melaporkan hasil-hasil biopsi tulang dari percobaan fracture pivotal fase III mengunjukkan ketiadaan dari label-label dual tetracycline dalam biopsi-biopsi dari pasien-pasien yang menerima denosumab, yang merupakan sebuah tanda beratnya penekanan remodeling tulang yang ada.
Dalam ketiadaan dari head-to-head comparison, adalah tidak memungkinkan untuk menentukan efikasi pengurangan fraktur denosumab relatif dengan agen-agen anti-resorptif lainnya. Bagaimanapun, dalam hal magnitude, efikasi pengurangan risiko fraktur dari denosumab nampaknya sebanding dengan apa yang dilaporkan untuk asam zoledronat (7). Dalam hal BMD, denosumab pada pemberian 60 mg setiap 6 bulan menunjukkan memiliki suatu efek yang lebih besar terhadap BMD pada lokasi skelet multipel setelah setahun dibandingkan dengan alendronat pada pemberian 70 mg seminggu (8). Banyak keuntungan potensiil denosumab atas bifosfonat termasuk dalam hal meningkatnya compliance karena ia dapat diberikan dalam satu klinik dokter, rendahnya akumulasi skelet dan fakta bahwa ia tidak diekskresikan oleh ginjal, membuatnya memungkinkan sebagai alternatif bagi bifosfonat pada individu-individu dengan fungsi ginjal terganggu (9) (Tabel 2). Namun, dalam populasi, efikasi dan keamanannya belum terdokumentasi.
Selective Estrogen Receptor Modulators (SERM)
SERMs berikatan dengan reseptor-reseptor estrogen, menginduksi perubahan-perubahan konformasi reseptor yang berbeda dari pada estrogen, memungkinkan untuk berbagai interaksi dengan protein-protein intranuklear berbeda yang menghasilkan efek-efek mirip estrogen (estrogen-like) dan antagonistik-estrogen (estrogen-antagonistic). Saat ini, raloksifen merupakan satu-satunya SERM yang disetujui oleh the Food and Drug Administration (FDA) bagi pencegahan dan pengobatan osteoporosis. Satu keterbatasan raloksifen adalah kefektifannya dalam mengurangi fraktur tulang belakang namun tidak pada panggul atau fraktur-fraktur bukan tulang belakang. Oleh karena kemampuannya dalam mencegah karsinoma payudara, SERMs, seperti misalnya arzoksifen, lasofoksifen dan bazedoksifen dikembangkan dengan harapan untuk mendapatkan dampak yang lebih besar bagi pengurangan fraktur pada osteoporosis dan tingkat penerimaan yang lebih baik dibandingkan dengan raloksifen (Tabel 3). Arzoksifen akan tidak dikejar karena efikasi dan profil keamanannya tidak berbeda dari apa yang dimilki raloksifen. Lasofoksifen telah memenuhi persyaratan FDA dan telah menerima persetujuan kondisional terhadap data terkumpul tambahan tentang tingkat keamanan kardiovaskuler, dan masa depannya sebagai satu terapi bagi pengelolaan osteoporosis adalah tidak diketahui dengan jelas. Dalam satu percobaan fase III, lasofoksifen telah diperbandingkan dengan raloksifen bagi efeknya terhadap pengurangan risiko fraktur pada wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis (10). Setelah 3 tahun, lasofoksifen dengan dosis 0.25 dan 0.5 mg sehari menurunkan insiden fraktur-fraktur tulang belakang dan bukan tulang belakang, namun tidak mengurangi insiden fraktur-fraktur panggul.
Lasofoksifen juga menurunkan insiden karsinoma payudara. Bagaimanapun, meningkatnya discharge vagina dan kulit kemerahan (hot flashes) dilaporkan pada lasofoksifen meskipun insiden stroke dan kejadian-kejadian kardiovaskuler tidak meningkat (10). Dalam satu percobaan alternate, lasofoksifen dosis 0.25 dan 1 mg sehari adalah lebih efektif dibandingkan plasebo dan raloksifen dosis 60 mg sehari bagi efek-efeknya terhadap BMD tulang belakang pada wanita-wanita pascamenopaus, namun efeknya pada BMD panggul adalah sebanding dengan yang diberikan raloksifen (11). Profil-profil kejadian tak diinginkan dari lasofoksifen dan raloksifen adalah sama.
Bazedoksifen telah distudikan secara tunggal dan dalam kombinasinya dengan estrogen-estrogen, yang disebutkan belakangan untuk mengurangi gejala-gejala vasomotor, yang mana berfrekuensi sama sebagaimana halnya dengan raloksifen. Bazedoksifen dosis 20 mg dan 40 mg sehari dibandingkan dengan plasebo dan raloksifen pada dosis 60 mg sehari untuk efikasinya dalam menurunkan fraktur pada wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis. Bazedoksifen pada kedua dosis menurunkan insiden fraktur-fraktur tulang belakang baru dibandingkan dengan plasebo, dan efeknya tidak berbeda dari apa yang diberikan raloksifen (12). Insiden fraktur-fraktur bukan tulang belakang tidak berbeda bermakna dari plasebo dengan agen lainnya. Dalam satu analisis post-hoc, bazedoksifen menunjukkan menurunkan fraktur-fraktur bukan tulang belakang dalam sebuah subgroup individu-individu dengan risiko tinggi fraktur. Insiden gejala-gejala vasomotor, kram tungkai bawah dan kejadian-kejadian thromboembolisme vena lebih tinggi pada subjek penerima bazedoksifen dibandingkan dengan plasebo. Tidak terdapat peningkatan insiden kematian otot jantung atau stroke pada 3 tahun, dan bazedoksifen adalah dikaitkan dengan profil-profil keamanan yang menguntungkan bagi endometrium, ovarium dan payudara (13).
Tibolon merupakan sebuah stroid sntetik dan metabolit-metabolitnya memiliki sifat-sifat mirip estrogen, androgen dan progesteron. Tibolon bukanlah SERM, dan ia dipertimbangkan sebagai suatu regulator aktifitas estrogenik jaringan selektif. Dalam sebuah percobaan akhir-akhir ini, tibolon menurunkan insiden fraktur-fraktur tulang belakang dan bukan tulang belakang pada wanita-wanita pascamenopaus yang lebih tua (14). Tibolon meningkatkan risiko stroke, untuk itulah percobaan ini dihentikan, dan risiko penebalan endometrium dan perdarahan vagina. Tibolon tidak disetujui oleh FDA sebagai pengobatan osteoporosis.
Penghambat Kathepsin K
Kathepsin K (CTSK) merupakan suatu protease sistein lisosom yang secara istimewa diekspres oleh osteoklas, bekerja mendegradasi kolagen tipe I. Hilangnya fungsi mutasi-mutasi dari CTSK menyebabkan piknodisostosis, sebuah penyakit langka yang ditandai oleh osteosklerosis, tubuh yang pendek dan tulang yang fragil (15-17). Sel-sel osteoklas dari pasien-pasien piknodisostosis berisi vakuol-vakuol besar kolagen taktercerna dan dengan kemampuan resorpsi tulang defektif. Fragilitas tulang yang terobservasi adalah dijelaskan melalui suatu penyebaran tak normal serat-serat kolagen dan deteriorasi arsitektur tulang. Model-model tikus dengan inaktifasi Ctsk memerlihatkan suatu peningkatan jumlah sel-sel osteoklas dengan fungsi terganggu dan resorpsi tulang yang altered. Meskipun jumlah osteoblas tidak dipengaruhi, parameter-parameter skelet dari fungsi osteoblastik, seperti misalnya laju aposisi mineral adalah meningkat; alasan hal ini adalah tidak jelas. Tikus-tikus kecil dengan Ctsk null memerlihatkan peningkatan volum tulang trabekuler dan kortikal. Meskipun adanya peningkatan ini, studi-studi sifat-sifat biomekanik tikus kecil dengan Ctsk null memberikan hasil-hasil yang kontroversial dan menyarankan bahwa inaktifasi Ctsk, seperti pada piknodisostosis, mungkin menyebabkan fragilitas tulang meski dengan massa tulang tinggi (18-20).
Beberapa penghambat Ctsk, termasuk odanakatib, balikatib dan relakatib, telah dikembangkan; mereka mengurangi remodeling tulang dan memiliki ketersediaan hayati oral yang baik (21). Idealnya, berbagai penghambat ini haruslah selektif bagi Ctsk dan haruslah tidak menghambat kathepsin-kathepsin lainnya yang diekspres pada lokasi-lokasi bukan skelet karena kurangnya spesifisitas dan penekanan terhadap kathepsin-kathepsin lain dapat mengawali ke pada berbagai efek samping tak diinginkan. Mengingat akan hal ini, adalah penting untuk diperhatikan bahwa Ctsk sendiri diekspres dalam banyak jaringan bukan skelet termasuk sel-sel epitel dan sel-sel fibroblas (21-23). Dalam suatu percobaan fase II, odanakatib pada dosis 10, 25 atau 50 mg sekali seminggu selama 2 tahun meningkatkan BMD tulang belakang dan panggul pada wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis (skor T ¡Ü 2.0 hingga – 3.5) (24). Odanakatib menyebabkan suatu peningkatan bergantung dosis dari BMD pada tulang belakang lumbal dan panggul; dan pada dosis 50 mg ia meningkatkan BMD tulang belakang sebesar 5.7% dibandingkan dengan plasebo. Berbagai penanda kimia hayati dari resorpsi tulang ditekan dan kejadian-kejadian buruk tidak berbeda dengan plasebo. Biopsi-biopsi tulang didapatkan dalam jumlah subjek yang terbatas, namun semuanya tidak menunjukkan satu abnormalitas nyata; frekuensi aktifasi diturunkan (24). Saai ini odanakatib sedang diujikan bagi efikasinya mengurangi fraktur dalam suatu percobaan fase III yang akan sepenuhnya terlaksana tahun 2012. Dalam percobaan fase II, balikatib meningkatkan BMD tulang belakang dan panggul pada wanita-wanita pascamenopaus dengan skor T ¡Ü -2, namun balikatib dihentikan dikarenakan kurangnya selektifitas skelet dan adanya efek-efek samping (21). Relakatib mengurangi bone turnover pada monyet-monyet cynomolgus yang diovariektomi; dan satu studi fase I untuk menentukan efek-efeknya pada manusia telah sepenuhnya terlaksana, namun pengetahuan akan efikasinya dalam osteoporosis tidak diketahui (25).
Berbagai penghambat Ctsk tambahan masih dalam pengembangan tahap awal dan mungkin dapat memiliki potensi keuntungan melebihi terapi-terapi saat ini Tabel 4).
Penghambat Src Kinase
Src kinase merupakan suatu tirosin kinase bukan reseptor dan satu anggota dari keluarga Src dari protein kinase. Src memainkan sebuah peran dalam ketahanan hidup dan aktifitas osteoklas (26). Inaktifasi Src pada tikus kecil menyebabkan osteopetrosis yang mengindikasikan bahwa Src merupakan satu kebutuhan penting bagi resorpsi tulang osteoklastik (27). Dalam mutan-mutan Src null, sel-sel osteoklas gagal untuk membentuk suatu ruffled border dan tidak menyerap tulang. Sarakatinib merupakan penghambat kompetitif Src kinase baru yang tersedia secara oral memerlihatkan penghambatan resorpsi tulang in vitro. Suatu percobaan fase I menguji sarakatinib dosis 60 hingga 250 mg pada lelaki dewasa sehat (28). Sarakatinib menyebabkan suatu penurunan dalam berbagai penanda penyerapan tulang yang bergantung dosis tanpa timbulnya kejadian-kejadian buruk yang bermakna. Sarakatinib memiliki potensi untuk menjadi sebuah agen bagi pengobatan osteoporosis, namun percobaan-percobaan fase II dan III yang memadai adalah diperlukan untuk menentukan efikasi dan tingkat keamanannya.
TERAPI ANABOLIK BARU
Suatu peningkatan dalam pembentukan tulang dapat diperoleh melalui peningkatan jumlah sel-sel pembentuk tulang. Suatu peningkatan dalam jumlah sel osteoblastik dapat dicapai melalui penguatan replikasi atau diferensiasi sel-sel praosteoblastik atau melalui penyokongan terhadap ketahanan hidup sel-sel dewasa. Suatu peningkatan dalam fungsi sel-sel osteoblas dewasa juga dapat menguatkan pembentukan tulang. Konsekuensinya, agen-agen anabolik dapat menarget sinyal-sinyal yang meningkatkan pool seluler osteoblastik atau fungsi dari sel-sel dewasa (29-31). Oleh karena potensi mereka untuk meningkatkan massa tulang, bayak agen anabolik baru sedang diselidiki (tabel 5). Saat ini, agen anabolik yang hanya disetujui FDA bagi pengobatan osteoporosis di Amerika Serikat adalah teriparatid, suatu fragmen asam amino 1-34 dari hormon paratiroid manusia (PTH[1-34]). Di Eropa, satu PTH dengan panjang molekul penuh (1-84) adalah juga disetujui bagi pengobatan. Satu keterbatasan PTH adalah pemberiannya yang harus subkutan setiap hari. Dengan demikian, sistim-sistim pengiriman obat lainnya, seperti secara oral, transdermal dan intranasal telah diujikan. Satu studi akhir-akhir ini yang membandingkan pemberian teriparatid transdermal setiap hari dengan pemberiannya secara subkutan menunjukkan ketersediaan hayatinya yang baik dan satu peningkatan dalam BMD tulang belakang yang sebanding dengan teriparatid subkutan (32). Teknik pendekatan lainnya adalah perangsangan sekresi PTH endogen oleh agen-agen yang mengganggu reseptor calcium-sensing pada sel paratiroid. Agen-agen kalsilitik oral mampu merangsang sekresi PTH endogen pada binatang pengerat, dan mereka sedang dipelajari tentang efek-efeknya pada manusia (33). Peptida terkait PTH juga sedang diperiksa tentang efek-efek anabolik potennya pada manusia. Studi-studi pendahuluan pada wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis menyarankan bahwa PTHrP meningkatkan BMD tulang belakang (34). Satu percobaan fase II yang membandingkan PTHrP dengan PTH didaftar dalam clintrials.gov, namun pengumpulannya belum dimulaikan.
Menguatkan Pensinyalan Wnt dalam Tulang Skelet
Pengaktifasian jalur-jalur pensinyalan Wnt menginduksi diferensiasi sel osteoblastik dan hilangnya fungsi mutasi-mutasi ko-reseptor Wnt menyebabkan kehilangan tulang yang sangat banyak, pada mana perolehan fungsi mutasi-mutasi menghasilkan meningkatnya massa tulang (35). Dalam sel-sel skelet, Wnt menggunakan jalur pensinyalan the canonical Wnt/ â-catenin (35). Dalam jalur ini, ketika tidak terdapat interaksi-interaksi pengikatan reseptor Wnt, â-catenin difosforilasi dan didegradasi di dalam proteasom. Berikatannya Wnt ke reseptor-reseptor Frizzled dan ke ko-reseptor -5 dan -6 lipoprotein receptor related protein (LRP) densitas rendah mengawali ke pada penyetabilan â-catenin dan translokasinya ke nukleus, di mana ia berasosiasi dengan faktor-faktor nuklear untuk meregulasi transkripsi gen. Oleh karena Wnt menginduksi osteoblastogenesis dan pembentukan tulang, dan menekan osteoklastogenesis dan penyerapan tulang, pensinyalan Wnt merupakan satu target yang pantas bagi pengembangan terapi anabolik baru (36, 37). Aktifitas Wnt dimodulasikan oleh antagonis-antagonis ekstrasel yang bekerja melalui pengikatan Wnt itu sendiri atau melalui pencegahan interaksi-interaksinya dengan reseptor atau ko-reseptor nya. Sklerostin dan Dickopff 1 (Dkk-1) berikatan ke LRP5/6 dan mutasi-mutasi dalam lrp5/6, mencegah asosiasi sklerostin atau Dickopff 1 dengan LRP5/6 menghasilkan peningkatan massa tulang. Sklerostin merupakan produk dari SOST dan mutasi-mutasi SOST meningkatkan ketiadaan pengekspresian sklerostin yang menyebabkan sklerosteosis dan penyakit van Buchem, keduanya ditandai oleh peningkatan massa tulang yang sangat jelas (38, 39). Penting untuk dicatat bahwa individu-individu yang menderita berbagai kondisi ini hidup pada satu kehidupan cukup normal, kecuali untuk banyak manifestasi skelet yang mengawali ke pada kompresi syaraf. Berbagai temuan klinis ini mengindikasikan bahwa inaktifasi atau netralisasi sklerostin dapat digunakan sebagai satu teknik pendekatan aman yang beralasan untuk menguatkan pensinyalan Wnt dan untuk memeroleh suatu respon anabolik dalam tulang (40). Antibodi monoklon yang humanized terhadap sklerostin menyebabkan penguatan pensinyalan Wnt dan suatu peningkatan dalam massa tulang pada binatang pengerat dan banyak jenis primata bukan manusia (41). Satu studi fase I pada manusia mengunjukkan bahwa pemberian antibodi-antibodi sklerostin suatu saat (once) menghasilkan satu peningkatan dalam BMD dan banyak penanda biokimia pembentukan tulang yang bertahan selama 3 bulan.
Penetralan Dkk-1 menyebabkan satu peningkatan dalam volum tulang trabekuler dan pembentukan tulang pada banyak jenis binatang pengerat, yang meyarankan bahwa Dkk-1, seperti halnya sklerostin, penetralan dapat terus diteliti sebagai satu teknik pendekatan anabolik dalam pengobatan osteoporosis, namun tidak ada studi yang melaporkannya pada manusia (42). Sebuah molekul kecil penghambat frizzled receptor-1, suatu antagonis yang berikatan dengan Wnt, adalah juga dilaporkan menguatkan pensinyalan Wnt dan pembentukan tulang, menawarkan satu teknik pendekatan biologis bagi pengembangan agen-agen anabolik tulang (43).
Meskipun penginaktifasian antagonis-antagonis Wnt merupakan satu teknik pendekatan yang masuk akal bagi pengembangan agen-agen anabolik tulang, ia tidak berarti bebas dari permasalahan potensiil. Pengaktifasian Wnt sembarangan dapat menghasilkan banyak efek samping tak diinginkan dan kemungkinan tumorigenisitas dalam jaringan bukan skelet (44). Adalah meyakinkan bahwa pada pasien-pasien dengan sindrom peningkatan massa tulang dan sklerosteosis tidak menampakkan memiliki satu insiden keganasan yang lebih tinggi. Bagaimanapun, laporan terakhir mengunjukkan bahwa antagonis Wnt, faktor penghambat Wnt (WIF), di-hipermetilasi dan secara epigenetik tenang (silence) pada osteosarkom, menyebabkan peningkatan pensinyalan Wnt (45). Lebih jauh, penginaktifasian Wif memengaruhi tikus kecil bagi berkembangnya osteosarkom. Banyak temuan dari satu model eksperimen myeloma multipel memerlihatkan bahwa pengaktifasian pensinyalan Wnt melindungi dari penyakit skelet namun menguntungkan bagi penginvasian jaringan lunak oleh sel-sel myeloma (46). Berbagai pengamatan ini menjadi perhatian; dan adalah mungkin bahwa klas agen anabolik ini akan digunakan untuk periode waktu yang terbatas guna memeroleh satu peningkatan cepat dalam massa tulang, yang mana kemudian dapat distabilisasi dengan agen-agen anti-resorptif.
Pengaturan Pensinyalan Aktivin
Aktivin merupakan satu anggota bone morphogenetic protein (BMP)/transforming growth factor (TGF) â superfamili dari banyak polipeptid (29). Aktivin adalah dibentuk oleh homo- dan hetero-dimer subunit-subunit inhibin âA dan âB, dan menstimulasi pelepasan follicel- stimulating hormone (FSH) oleh sel-sel hipofisis. Dalam tulang, aktivin menguatkan osteoklastogenesis dan penyerapan tulang, namun efeknya pada pembentukan tulang adalah kurang jelas dan baik efek perangsangan maupun penghambatannya telah dilaporkan (47, 48). Terdapat empat reseptor aktivin, dua buah reseptor tipe I (ActRIA atau activin receptor like kinase [ALK]-3 dan ActRIB atau ALK-6) dan dua buah reseptor tipe II (ActRIIA dan IIB). Reseptor-reseptor aktivin tidaklah mengaktifasi pensinyalan BMP, namun BMP-3, suatu penghambat pembentukan tulang, berikatan dengan reseptor-reseptor aktivin (49). Suatu reseptor aktivin tipe II yang dapat larut yang berfusi ke IgG-F menurunkan penyerapan tulang pada tikus-tikus kecil yang terovariektomi dan menguatkan pembentukan tulang pada binatang tersebut yang intak (50).
Mekanisme efek anabolik ini adalah tidak jelas. Kemungkinannya adalah bahwa di bawah situasi-situasi tertentu aktivin memiliki aktifitas penghambatan bagi pembentukan tulang atau bahwa reseptor yang dapat larut itu mengikat BMP-3 dan menyebabkan satu respon anabolik. Reseptor ActII yang dapat larut yang diberikan dua kali seminggu ke pada monyet-monyet Rhesus meningkatkan masa dan kekuatan tulang (51). Waktu paruh reseptor-reseptor yang dapat larut tersebut dalam monyet-monyet rhesus adalah 7 hingga 9 hari. Dalam satu percobaan fase I pada manusia, ini ditoleransi dengan baik dan memerlihatkan peningkatan dalam penanda-penanda pembentukan tulang (52).
BMP digunakan secara lokal bagi pengobatan fraktur-fraktur non-union dan untuk menguatkan pembentukan fusi-fusi spinal; namun tidak terdapat informasi nilai mereka bagi pengobatan osteoporosis. Pemberiannya secara sistemik akan menjadi terbatas dikarenakan banyak efek non-skeletnya, mitogenisitas, waktu paruhnya yang pendek dan berbagai efek pada penyerapan tulang. Berbagai penghambat proteasom dapat menguatkan pengekspresian BMP-2 dan pembentukan tulang, namun aktifitas mereka adalah tidak selektif ke pada skelet dan agen-agen ini menyebabkan toksisitas sel (53, 54)
Insulin-Like Growth Factor-I
Insulin-like growth factor I (IGF-I) merupakan peptid tersintesis dalam jaringan multipel termasuk tulang. Sintesis dari IGF-I yang beredar dalam darah adalah bergantung hormon pertumbuhan dan terjadi dalam hati (55). Dalam sel-sel tulang, produksi IGF-I utamanya diatur oleh PTH (56). IGF-I menguatkan fungsi terdiferensiasi dari sel osteoblas dan pembentukan tulang. Adalah menarik bahwa IGF-I menyetabilisasi â-catenin dan dapat memiliki potensi untuk menguatkan pensinyalan Wnt (57). IGF-I meningkatkan sintesis RANK-L oleh osteoblas; dan sebagai konsekuensinya, ia dapat menguatkan rekrutmen osteoklas dan penyerapan tulang (58). IGF-I yang beredar dalam darah menyumbang bagi integritas tulang kortikal, pada mana IGF-I skelet memainkan satu peran yang lebih bermakna dalam memertahankan integritas tulang trabekuler (59-61). Hormon pertumbuhan dan IGF-I memainkan sebuah peran penting dalam pengakuisisian massa tulang selama masa usia dewasa dan dalam memertahankan arsitektur skelet selama kehidupan dewasa (55). Suatu penurunan dalam level-level hormon pertumbuhan dan IGF-I terjadi selama masa penuaan dan mungkin memainkan sebuah peran dalam patogenesis osteoporosis, karena level-level IGF-I berkorelasi dengan BMD pada wanita-wanita pascamenopaus (62).
Studi-studi dalam menentukan berbagai efek IGF-I terhadap bone turnover adalah terbatas. Pada dosis-dosis tinggi, IGF-I meningkatkan remodeling tulang, di mana pada dosis-dosis rendah ia meningkatkan pembentukan tulang tanpa suatu efek pada penyerapan tulang (63). Pemberian IGF-I dengan dosis-dosis yang menormalkan IGF-I serum, dalam kombinasinya dengan terapi pengganti estrogen, meningkatkan BMD pada anoreksia nervosa (64). Meskipun dijumpainya hasil-hasil yang membesarkan hati ini, efikasi dan tingkat keamanan jangka panjang dari IGF-I bagi pengobatan osteoporosis, dalam konteks atau tidak dari anoreksia nervosa, tetap masih perlu ditentukan. Biaya, yang merupakan kebutuhan bagi penggunaan parenteralnya, banyaknya efek samping potensiil, sedikitnya spesifisitas jaringan dan kemungkinan peran IGF-I dalam perkembangan dan propagasi banyak jenis keganasan merupakan hal-hal yang patut diperhatikan agar bersabar dalam menjalankan antusiasme bagi pengembangan IGF-I sebagai satu pilihan terapi untuk osteoporosis (65). Ketidakleluasaan lainnya adalah diperlukannya pemonitoran berhati-hati dalam pemakaian dosis guna mencegah suatu peningkatan dalam resorpsi tulang.
Strontium Ranelate
Strontium ranelat memiliki sifat-sifat anabolik dan anti-resorptif in vitro (66). Banyak studi pada manusia telah mencatat sifat-sifat antiresorptifnya, namun biopsi-biopsi tulang dari subjek-subjek yang diterapi dengan strontium ranelat tidak memerlihatkan meningkatnya pembentukan tulang (67). Strontium ranelat dosis 2 gram sehari selama 3 tahun mengurangi fraktur-fraktur tulang belakang pada wanita-wanita pascamenopaus dengan osteoporosis sebesar 41% (67). Dalam satu studi lanjutannya, strontium ranelat mengurangi risiko fraktur-fraktur bukan tulang belakang (16%), namun bukan fraktur-fraktur panggul (68). Insiden kejadian-kejadian yang berlawanan adalah seimbang di antara strontium ranelat dengan plasebo. Strontium ranelat disetujui untuk pengobatan osteoporosis pascamenopaus di Eropa, namun tidak di Amerika Serikat.
SIMPULAN
Selama satu setengah dekade lalu, sama-sama kita saksikan penampilan dari sejumlah bermakna agen-agen baru bagi pengobatan osteoporosis. Terkecuali teriparatid, semua agen yang tersedia saat ini mengurangi resorpsi tulang. Meskipun penekanan sedang diarahkan bagi pengembangan agen-agen anabolik baru, berbagai anti-resortif baru sedang diburu dengan harapan untuk mengembangkan agen yang baik dalam hal berefikasi, bertolerabilitas dan dengan penyederhanaan dalam cara pemberian. Agen-agen anabolik akan memiliki satu tempat dalam pengelolaan osteoporosis parah dan dalam bentuk-bentuk spesifik penyakit yang ditandai oleh menurunnya pembentukan tulang dan remodeling, seperti misalnya osteoporosis terinduksi glukokortikoid. Pemakaian faktor-faktor pertumbuhan sistemik bagi pengelolaan osteoporosis adalah terbatas oleh rendahnya spesifisitas skelet dan oleh banyak efek samping potensiilnya.
Penemuan jalur pensinyalan Wnt dan aktifitasnya dalam jaringan tulang telah mengawali bagi pengembangan agen-agen anabolik baru yang, melalui penargetan antagonis-antagonis Wnt, dapat menguatkan pensinyalan Wnt dalam sel-sel skelet.
Berbagai usaha harus dibuat untuk menarget sinyal-sinyal anabolik secara khsusus dalam lingkungan skelet, sebagai jalur-jalur besar teraputik baru bagi kemunculan pengobatan osteoporosis
Tabel 1. Berbagai Perbedaan antara Denosumab dengsan Bifosfonat
Denosumab
• Biologis
• Menghambat RANKL
• Mencegah pembentukan osteoklas
• Subkutan
• Dua kali setahun
• Waktu paruh pendek. Tidak berikatan ke skelet
• Efikasinya mengurangi fraktur tulang belakang, bukan tulang belakang, dan panggul
• Aman, kemungkinan meningkatkan banyak infeksi serius seperti selulitis
• Menekan remodeling tulang dengan kuat namun berpotensi reversibel
Bifosfonat
• Bukan biologis
• Menghambat jalur mevalonat
• Menurunkan fungsi & daya tahan hidup osteoklas
• Oral, IV
• Setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun
• Waktu paruh panjang. Berakumulasi dalam skelet
• Efikasinya bagi pengurangan fraktur adalah bergantung agen (agent dependent)
• Tingkat keamanan adalah selektif tulang. Bifosfonat oral menyebabkan intolerabilitas gastrointestinal
• Penekanan terhadap remodeling tulang adalah protracted
Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Denosumab
Keuntungan
• Diberikan setiap 6 bulan
• Tidak berakumulasi dalam jaringan skelet
• Tidak dibersihkan melalui ginjal
• Memungkinkan meningkatnya penyesuasian (compliance)
• Efikasi mengurangi fraktur pada lokasi multipel termasuk tulang belakang, bukan tulang belakang dan panggul
• Berpotensi reversibel
Kerugian
• Berdampak terhadap sistim imun; infeksi
• Jelas menekan remodeling tulang
• Efikasi dan tingkat keamanan jangka panjang belum diketahui
Table 3. Keuntungan dan Kerugian SERMS
Keuntungan
• Pemberian oral
• Tidak berakumulasi dalam jaringan tulang
• Tidak dibersihkan oleh ginjal
• Penekanan tingkat sedang remodeling tulang
• Aman bagi tulang, tidak ada laporan tentang osteonekrosis rahang bawah atau fraktur-fraktur subtrokhanter
• Menguntungkan bagi karsinoma payudara
prevention
Kerugian
• Pemberian setiap hari
• Meningkatnya gejala-gejala vaskuler
• Insiden thromboembolik dan kejadian-kejadian vaskuler yang lebih tinggi
• Efikasi mengurangi fraktur hanya terbukti pada tulang belakang
• Tingkat keamanan vaskuler jangka panjang mungkin bermasalah
Table 4. Keuntungan dan Kerugian Penghambat Kathepsin K
Keuntungan
• Ketersediaan hayati oral
• Pemberian mingguan
• Tidak berakumulasi dalam jaringan skelet
• Berefek bagus dalam BMD
• Biopsi-biopsi menyarankan tingkat keamanan bagi tulang
Kerugian
• Penargetan potensiil dari kathepsin bukan skelet mengawali berbagai efek samping
• Efikasi pengurangan fraktur belum diketahui
• Tingkat keamanan dan efikasi jangka panjang belum diketahui
• Meningkatkan fragilitas tulang pada model-model tikus piknodisostosis dan cathepsin K null mouse
Table 5. Berbagai Mekanisme untuk Meningkatkan Massa Tulang
Meningkatkan jumlah pengumpulan sel osteoblas
• Menguatkan replikasi sel
• mis. parathormon dan analog-analognya
• Mengahmabt kematian sel
• mis. parathormon dan analog-analognya
• Menginduksi diferensiasi osteoblas
• mis. Menguatkan pensinyalan Wnt melalui penghambatan berbagai antagonis Wnt
Meningkatkan fungsi osteoblas
• mis. insulin like growth factor I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar