Selasa, 05 Oktober 2010

Osteoklas: Apa yang Mereka Kerjakan dan Bagaimana Mereka Mengerjakannya?

Abstrak

Dengan semakin panjangnya usia hidup, penyakit-penyakit skelet degeneratif, seperti misalnya osteoporosis, prevalensinya menjadi meningkat. Dengan tidak memandang sebab-musababnya, osteoporosis merefleksikan sebuah penguatan relatif dari aktifitas osteoklas. Jadi, sel penyerap tulang yang unik ini merupakan suatu target teraputik menonjol. Sejumlah observasi kunci menyediakan pengetahuan mendalam ke pada mekanisme-mekanisme melalui mana prekursor-prekursor commit menuju fenotip osteoklas dan bagaimana sel-sel dewasanya mendegradasi tulang. Osteoklas adalah anggota dari famili monosit/makrofag yang berdiferensiasi di bawah pemeliharaan dari dua buah sitokin penting, disebut RANK ligand dan M-CSF. Tumor necrosis factor (TNF)-α juga mendorong osteoklastogenesis, khususnya dalam situasi osteolisis inflamasi seperti pada keadaan arthritis rheumatoid. Sekali berdiferensiasi, osteoklas membentuk sebuah hubungan dekat dengan permukaan tulang melalui αvβ3 integrin, yang memancarkan sinyal berasal-matriks, sinyal mengorganisasi-sitoskelet. Sinyal-sinyal integrin-transmitted ini meliputi pengaktifasian protein-protein terkait, c-src, syk, Vav3, dan Rho GTPase. Sitoskelet yang terorganisasi membangkitkan sebuah lingkungan mikro terisolasi di antara membran plasma sel dan permukaan tulang pada mana matriks mineral dimobilisasi oleh lingkungan asam dan matriks organik didegradasi oleh protease lisosom, kathepsin K. Tinjauan ini memusatkan pada molekul-molekul ini dan yang lainnya yang memerantarai diferensiasi atau fungsi osteoklas dan sehingga tersedia sebagai kandidat target-target teraputik anti-osteoporosis.

Pendahuluan

Massa dan struktur skelet adalah menentukan gaya hidup dari kebanyakan kita. Oleh karena 50% wanita yang mencapai usia 65 akan mengalami sebuah fraktur osteoporotik, kesehatan skelet memiliki sebuah dampak finansiil dan sosial yang besar. Meskipun reputasinya yang statik, tulang merupakan sebuah organ yang selalu berubah yang di-remodel oleh aktifitas berkelanjutan dari osteklas dan osteoblas. Oleh karena osteoklas merupakan sel jahat dalam banyak penyakit dari kehilangan tulang sistemik dan lokal, aktifitasnya adalah penting bagi proses remodelling tulang yang menggantikan tulang yang sudah tak berguna, rapuh dengan yang baru.
Osteoklas, yang hanya berupa sel penyerap tulang, merupakan satu polikaryon unik yang aktifitasnya, dalam konteksnya dengan osteoblas, menentukan massa tulang. Semua bentuk dari osteoporosis yang didapat, merefleksikan meningkatnya fungsi osteoklas relatif terhadap osteoblas. Jadi, penghentian secara farmakologis dari osteoklas merupakan suatu andalan dalam pengobatan kehilangan tulang sistemik sebagaimana ia menyertai menopaus dan sebagaimana terjadi secara lokal, seperti dalam osteolisis periartikuler arthritis rheumatoid dan metastasis skelet.
Kebanyakan dari apa yang kita ketahui tentang osteoklas adalah berasal dari observasi yang dibuat pada khewan-khewan dan pasien-pasien osteopetrotik. Osteopetrosis adalah, dari definisinya, peningkatan massa tulang yang dapat dipertalikan dengan terhentinya penyerapan tulang. Meski pada hakekatnya semua bentuk osteopetrosis adalah kelainan berdasar genetik, penyakit ini mungkin dapat diinduksikan pada anak-anak yang diobati dengan bifosfonat, yang mendorong apoptosis osteoklas (1).
Spektrum osteopetrotik merefleksikan gagalnya rekrutmen normal osteoklas atau disfungsi resorptif dari sel-sel yang telah terdiferensiasi. Subset osteopetrosis yang disebabkan oleh terhentinya osteklastogenesis dapat disubdivisikan lebih lanjut ke dalam bentuk-bentuk osteoclast-autonomous dan nonautonomous (2). Osteopetrosis osteoclast-autonomous adalah mereka yang defek molekulernya hadir dalam sel osteklas atau prekursornya. Bentuk osteoclast-nonautonomous adalah mereka yang defek molekulernya hadir dalam sel-sel yang mendukung diferensiasi prekursor osteoklas atau fungsi dari sel resorptif dewasanya. Jadi, hanya bentuk osteopetrosis osteoclast-autonomous yang diselamatkan melalui tindakan transplantasi sumsum, yang merupakan baku emas bagi pemapanan bahwa defek genetik adalah terbatas pada sel-sel dari garis keturunan osteoklas.
Perintisan eksperimen oleh Donald Walker (3, 4), yang dilaksanakan dalam 1970-an, adalah awal dari pemahaman mendalam tentang asal muasal osteoklas. Saat itu, tersedia hanya sedikit informasi menyangkut ontogeni osteoklas, dan sesungguhnya, sebuah hipotesis terkenal dibuat bahwa osteoklas dan osteoblas menikmati semacam prekursor yang sama. Walker mengunjukkan bahwa parabiosis to normal littermates atau pemberian sel-sel lien tipe alami telah mengobati tikus-tikus kecil osteopetrotik. Oleh karena penyebab osteopetrosis adalah gagalnya perekrutan ataupun fungsi osteoklas, eksperimen oleh Walker memapankan bahwa prekursor dari sel resorptif murine adalah berasal hematopoietik. Pengobatan bagi seorang bayi osteopetrotik dengan cara transplantasi sumsum memapankan bahwa hal yang sama terjadi pula pada manusia (Gambar 1) (5). Transplan transgender ini memungkinkan sel-sel donor untuk ditelusuri dan sehingga memapankan bahwa osteoklas adalah berasal hematopoietik. Akhirnya, kelompok Suda (6) mengunjukkan bahwa prekursor osteoklas adalah satu anggota dari famili monosit/makrofag, dan, meskipun sel resorptif dapat dibangkitkan dari mononuklear fagosit-fagosit dari beraneka sumber jaringan, prekursor utamanya adalah tinggal dalam sumsum. Semua observasi ini meletakkan dasar-dasar bagi pembangkitan osteoklas-osteoklas in vitro, sehingga menyediakan kesempatan bagi pengadaan eksperimen-eksperimen biokimia dan molekuler yang berarti. Saat ini kita semua tahu bahwa prekursor osteoklas bersirkulasi dan bahwa pengasumsian fenotip osteoklas in vivo, termasuk multinukleasi dan kapasitasnya menyerap tulang, membutuhkan kontak dengan matriks skelet.
Sitokin Osteoklastogenik

Percobaan-percobaan awal dari Suda (6) juga memunculkan bahwa pembangkitan sel-sel osteoklas dalam kultur memerlukan kontak fisik dari sel-sel prekursor dengan sel-sel mesenkhim khusus seperti misalnya osteoblas atau sel-sel stromal sumsum. Meskipun pada awalnya membingungkan, observasi penting ini menghasilkan penemuan sitokin osteoklastogenik kunci, receptor activator of nuclear factor-κB ligand (RANKL) (7, 8). RANKL, satu anggota dari superfamili TNF, adalah sebuah protein yang bercokol pada membran (membrane-residing protein) pada sel-sel osteoblas dan prekursor mereka yang mengakui (recognizes) reseptornya, RANK, pada makrofag sumsum, menyebabkan mereka untuk menanggung fenotip osteoklas. Seperti halnya TNF, RANKL adalah suatu homotrimer namun mengandung empat buah loop permukaan yang unik yang membedakannya dari sitokin-sitokin famili TNF lainnya (9). Mutagenesis dari residu-residu terseleksi dalam loops RANKL ini memodulasi kapasitas yang dimilki RANK untuk mendorong osteoklastogenesis. Semua studi ini mendorong pengembangan peptid-peptid penghambatan berbasis-struktur yang menghentikan resorpsi tulang dan sehingga merupakan kandidat-kandidat teraputik (Gambar 2) (10). Meskipun RANKL, dalam kerangka fisiologis, terutama sekali diekspres oleh sel-sel mesenkhim dari garis keturunan osteoblas, sitokin osteoklastogenik ini diproduksi dalam jumlah besar oleh sel-sel limfosit T dalam keadaan-keadaan inflamasi skelet seperti misalnya arthritis rheumatoid (11). Dalam kerangka ini, RANKL mungkin dipecah dari membran sel dan kemudian berinteraksi dengan RANK sebagai sebuah ligand yang dapat larut.


Aktifitas RANKL diregulasi secara negatif dalam sirkulasi oleh osteoprotegerin (OPG), yang berkompetisi dengan RANK sebagai sebuah reseptor pemancing yang dapat larut (12). Sebenarnya, penemuan RANKL sebagai sitokin osteoklastogenik adalah setelah pengobservasian bahwa tikus-tikus kecil yang mengekspresikan OPG berlebih akan mengembangkan osteopetrosis. OPG, seperti halnya RANKL, diproduksi oleh sel-sel dari garis keturunan osteoblas (13), dan terganggunya perbandingan OPG/RANKL nampaknya menentukan laju penyerapan tulang dalam sejumlah keadaan patologis (14). Lebih lanjut, dilesi homozigus dari gen OPG, TNFRSF11B, menyebabkan penyakit juvenile Paget’s (15).
TNF-α mendorong osteoklastogenesis pada kondisi-kondisi seperti misalnya osteolisis inflamasi (16) dan menariknya, osteoporosis pascamenopaus (17). Sitokin proinflamasi menikmati sebuah hubungan sinergistik poten dengan RANKL, namun apakah TNF-α, secara sendiri-sendiri, menyebabkan diferensiasi osteoklas, adalah kontroversiil. Meskipun Lam dkk (18), melaporkan bahwa TNF-α tidak berkemampuan penginduksian prekursor-prekursor osteoklas untuk berdiferensiasi kecuali disertai oleh level permisif dari, atau primed by, RANKL, Kim dkk (19) medapatkan bahwa sitokin inflamasi berkemampuan osteoklastogenesis dalam ketidakhadiran pensinyalan RANK in vitro bila disertai oleh transforming growth factor (TGF)-β. Meskipun yang disebut belakangan dalam observasi in vitro adalah provokatif, kegagalan TNF-α untuk menginduksi pembentukan osteoklas yang berarti pada tikus-tikus kecil yang defisien-RANK menimbulkan pertanyaan tentang relevansi biologis TGF-β sebagai sebuah pengganti RANKL (20). Di lain pihak, terdapat bukti masuk akal bahwa kapasitas TNF-α untuk mengaktifasi osteoklas yang terdiferensiasi penuh dapat terjadi tanpa bergantung pensinyalan RANK (21, 22).
Sifat-sifat osteoklstogenik RANKL yang unik merefleksikan komponen-komponen struktural yang menentukan kapasitasnya untuk secara unik menduduki RANK (9), yang selanjutnya mengaktifasi TRAF6, kemungkinan ini merupakan sebuah langkah penting dalam diferensiasi osteoklas. Pada kenyataannya, persaingan bagi TRAF6 oleh the LIM domain-only protein FHL2 menurunkan asosiasi TRAF6/RANK dan osteoklastogenesis (23). Meskipun reseptor lainnya seperti misalnya interleukin (IL)-1R1, CD40, dan Toll-like receptor juga merekrut TRAF6, mereka tidaklah melakukannya sebanyak yang dilakukan RANK, yang mungkin menjelaskan kegagalan mereka menginduksi diferensiasi osteoklas secara sendiri-sendiri (24, 25). Di lain pihak, peranan TRAF6 dalam osteoklastogenesis adalah kontroversiil. Dua buah laboratorium yang secara terpisah membangkitkan tikus-tikus kecil TRAF6−/− , dan strain keduanya adalah osteopetrotik. Dalam sebuah kasusnya, osteoklas berjumlah banyak namun disfungsional karena kegagalannya mengorganisasikan sitoskelet-nya (26). Sebaliknya, strain TRAF6−/− adalah sama sekali tanpa osteoklas (27). Fakta bahwa sebuah peptid yang mampu menembus sel (cell-permiable peptide), didasarkan atas struktur kristal dari rangkaian RANK pengenal TRAF6, menghentikan osteoklastogenesis in vitro (28) mendukung konsep bahwa molekul adaptor adalah esensiil untuk diferensiasi osteoklas. RANKL mendorong osteoklastogenesis melalui perangsangan satu varitas faktor-faktor transkripsi dan ketiga famili dari MAP kinase (2). Genomik kunci kejadian osteoklastogenik adalah pengaktifasian dari sebuah kompleks transkripsi AP-1/NFATc1 (29, 30). RANKL membangkitkan kompleks ini dengan menginduksi pengekspresian famili c-Fos (31) dan mendorong translokasi nuklear dari protein-protein Jun (32). NFATc1, sebaliknya, difosforilasi oleh kalsineurin, yang juga mendorong translokasi nuklearnya. Yang penting, dilesi atau penginaktifasian c-Fos (33), c-Jun (32), atau NFATc1 (34) menghasilkan kegagalan diferensiasi osteoklas dan osteopetrosis yang parah. Didapatkan bahwa, sepadan dengan ketidakmampuan yang dimilikinya untuk mendorong osteoklastogenesis, TNF-α merupakan sebuah aktifator yang tidak efisien dari NFATc1 (W. Zou). RANKL juga mendorong penyerapan tulang dengan menginduksi osteoklas dewasa untuk membangkitkan sebuah kompleks berkomposisikan reseptornya, TRAF6, dan c-Src, sitokin yang secara khusus merekrut rakit-rakit lipid dalam membran plasma (35). Kejadian ini memerlukan pengorganisasian aktin fibriler dan dimediasi melalui the phosphoinosotide-3-kinase (PI3-K)/jalur AKT.
TNF-α, yang diekspres baik sebagai sebuah molekul yang bercokol di membran maupun sebagai molekul yang dapat larut, adalah kemungkinan merupakan sitokin kunci yang memerantarai kehilangan tulang periartikuler pada arthritis rheumatoid (16). Ia mendorong pembentukan dan aktifasi osteoklas dalam sendi yang mengalami inflamasi dengan cara perangsangan produksi RANKL oleh sel-sel stromal sumsum dan melalui secara langsung merangsang diferensiasi prekursor-prekursor osteoklas (18, 36, 37). TNF-α dan RANKL adalah sinergistik, dan level-level minimal dari yang satu dengan jelas menguatkan kapasitas osteoklastogenik dari yang lainnya (18).
TNF-α menarget dua buah reseptor membran, namun sifat osteoklastogeniknya diperantarai oleh reseptor TNF tipe 1 (p55r). Meski kontroversiil, diketahui bahwa reseptor TNF tipe 2 (p75r) adalah sebenarnya anti-osteoklastogenik. Jadi, tikus-tikus kecil yang membawa hanya p55r membangkitkan secara substansiil lebih banyak osteoklas dalam responnya terhadap sitokin dibandingkan mereka yang hanya membawa p75r (38). Sejalan dengan observasi ini, TNF-α yang dapat larut, yang istimewanya mengaktifasi p55r memiliki sifat-sifat osteoklastogenik yang poten, di mana yang berupa sitokin terkait-membran, yang mengenali p75r, adalah tidak berarti (38). Juga, lipopolisakharid, yang merupakan pusat bagi kehilangan tulang alveoler menyertai inflamasi periodontal, memerantarai efek-efek osteoklastogeniknya melalui p55r (39).
TNF diproduksi dan ditarget oleh satu varitas sel-sel dalam sendi yang mengalami inflamasi. Prekursor osteoklas dan sel- sel stromal sumsum masing-masing mengekspres p55r (40). Meskipun kedua tipe sel merupakan pusat dari patogenesis osteolisis inflamasi, sumbangan yang lebih besar, pada keadaan-keadaan inflamasi tingkat sedang, dibuat oleh sel-sel stromal, yang memroduksi sitokin-sitokin osteoklastogenik, RANKL, M-CSF, dan IL-1 ketika dipaparkan dengan TNF-α. Sebagaimana proses inflamasi menjadi semakin agresif, TNF-α mungkin mendorong pembentukan osteoklas dengan secara langsung merangsang prekursor-prekursor sel dalam ketidakhadiran sel-sel stromal responsif terhadap sitokin (18, 36, 37).
IL-1 menguatkan osteoklastogenesis hanya dalam kehadiran level-level permisif dari RANKL (40). IL-1 juga memerantarai sebuah komponen substansiil dari efek osteoklastogenik TNF-α baik dalam sel-sel stromal sumsum maupun dalam prekursor-prekursor osteoklas dan melakukannya dalam semacam cara yang bergantung p38 MAP kinase (40). Kedekatan hubungan di antara TNF-α dan IL-1 direfleksikan oleh kenyataan bahwa penghentian optimal dari osteoklastogenesis inflamasi dan destruksi tulang membutuhkan blokade keduanya (41).
Macrophage colony stimulating factor (M-CSF), yang seperti halnya RANKL, diproduksi oleh sel-sel stromal sumsum, adalah esensiil bagi ketahanan hidup dan proliferasi makrofag juga pengaturan osteoklastogenesis. Peran sangat penting M-CSF dalam perekrutan osteoklas direfleksikan oleh tikus kecil op/op, yang dengan M-CSF fungsionalnya kurang dan memiliki keadaan osteopetrosis defisiensi-osteoklas (42). Sebenarnya, pembangkitan populasi-populasi miskin osteoklas in vitro dapat dicapai dengan cara pembenihan makrofag-makrofag sumsum dalam kehadiran dari RANKL dan M-CSF saja.
Komponen major dari kehilangan tulang patologis sebagaimana terjadi dalam osteolisis inflamasi, merefleksikan menguatnya pengekspresian RANKL dan M-CSF yang terinduksi oleh berlebihnya sitokin-sitokin lokal, khususnya TNF-α (40). Menariknya, TNF-α juga mendorong produksi c-fms, dan osteolisis dari sendi terinflamasi sepenuhnya dihentikan dengan cara membloking reseptor M-CSF (37, 43). Berdasarkan hal ini, osteoklastogenesis mungkin meningkat secara patologis akibat hipersensitifitas terhadap M-CSF. Skenario semacam itu terjadi dalam tikus-tikus kecil berkondisi kurang SHIP1, sebuah fofatase lipid yang mendefosforilasi fosfatidilinositol 3,4,5-trifosfat dan jadi, menginaktifasi AKT (44). Osteoklas-osteoklas SHIP−/− ukurannya bertambah besar dan dengan agresif menyerap tulang menyebabkan fenotip osteoporotik in vivo.
Reseptor tunggal M-CSF, c-fms, adalah sebuah tirosin kinase yang ber-otofosforilasi saat pendudukannya (autophosphorylates on occupancy), sehingga mengaktifasi ERK1/2 dan PI3-K/AKT. Jalur pensinyalan ini mendorong proliferasi prekursor osteoklas dan ketahanan hidup osteoklas yang sedang dan yang telah berdiferensiasi (45). Aktifasi ERK berkepanjangan oleh M-CSF mendorong translokasi nuklearnya pada mana ia menginduksi c-Fos dan, kemungkinan, pengekspresian NFATc1 (45).
Menggunakan sebuah teknik pendekatan reseptor chimeric, termapankan bahwa aktifasi c-fms melibatkan fosforilasi dari Y807, yang menguatkan aktifitas kinase reseptor-reseptor, mengawali ke pada otofosforilasi dari Y559, Y697, dan Y721 (46). Berbagai residu tirosin terfosforilasi ini bekerja sebagai lokasi penyandaran (docking sites) c-fms untuk domains SH2 dari satu seri dari molekul-molekul pensinyalan ke hilir (downstream signaling molecules). Karakterisasi dari peranan dari residu tirosin sendiri-sendiri dalam domain sitoplasmik c-fms dimapankan dalam osteoklas yang otentik, yang mengekspres reseptor M-CSF tipe alami (wild-type M-CSF receptor). Seperti c-fms, reseptor erithropoietin (Epo) berdimerisasi saat pendudukannya (dimerizes on occupancy). Karenanya, strategi kita akan melibatkan pentransduksian makrofag-makrofag sumsum dengan sebuah pengkodean plasmid (plasmid coding) bagi domain eksternal reseptor Epo yang terhubungkan (linked) ke domains transmembran dan sitoplasmik dari c-fms. Penstimulasian dengan Epo adalah seefektif dengan M-CSF dalam proses osteoklastogenik dalam transduktan-transduktan ini, memperbolehkan pengevaluasian berarti dari mutasi-mutasi tirosin c-fms pada diferensiasi dan aktifasi osteoklas otentik (42).

Pembentukan dan Fungsi Osteoklas

Kapasitas untuk membangkitkan osteoklas in vitro dan untuk mengonfirmasi secara fisiologis kebermaknaan dari kandidat molekul-molekul pengaturan osteoklas dengan cara dilesi genetik mereka in vivo telah menghasilkan pengertian mendalam menuju mekanisme-mekanisme difrensiasi osteoklas dan resorpsi seluler dari tulang. Strategi yang paling sukses yang telah terlaksana adalah menentukan apakah tikus-tikus kecil yang termanipulasi secara genetik memiliki semacam fenotip tulang, utamanya osteopetrosis dalam keadaan-keadaan kehilangan fungsi osteoklas dan osteoporosis ketika aktifitas resorptif ditingkatkan. Teknik pendekatan ini memperbolehkan pengidentifikasian dari sejumlah pengatur pembentukan dan fungsi osteoklas yang penting. Sebagai contoh, penemuan osteopetrosis defisien-osteoklas dalam tikus-tikus kecil yang berkekurangan PU.1 mengonfirmasi bahwa the ETS domain transcription factor, yang adalah penting bagi diferensiasi makrofag awal, memerantarai kejadian yang dikenal paling awal dalam osteoklastogenesis (47).
Tikus-tikus kecil yang berkekurangan subunit p50 dan p52 nuclear factor (NF)-κB juga gagal untuk membangkitkan osteoklas dan mereka osteopetrotik (48). NF-κB diaktifasi dalam prekursor-prekursor oleh IKK melalui jalur klasik (canonical) dan jalur alternatif. Isoform β dari IKK menginduksi jalur klasik dengan cara memfosforilasi protein-protein pengikatan NF-κB sitosol (cytoitosolic NF-κB binding protein), IκBs, jadi menargetkan mereka untuk pendegradasian proteosomal sehingga memobilisasi aktifitas transkripsional yang dimiliki NF-κB. Pentingnya, pemberian peptid-peptid IκB yang tidak dapat terpecahkan atau hal-hal yang menghambat pengaktifasian IKK bermediasikan-NEMO, mencegah komplikasi destruktif tulang dari tikus-tikus kecil yang dengan arthritis inflamasi (49-52).
Peranan IKKα dalam osteoklastogenesis basal dan patologis adalah kurang jelas dibandingkan yang diperankan isoform β. IKKα memodulasi jalur NF-κB alternatif dan tikus-tikus kecil yang berkekurangan kinase terinduksi-NF-κB (lacking NF-κB-inducing kinase /NIK), adalah resisten terhadap osteoklatogenesis diinduksi-RANKL dan destruksi tulang mengikuti arthritis inflamasi (53). Di lain pihak, tikus-tikus kecil yang membawa mutasi inaktif-IKKα tidak dapat dibedakan dari tikus-tikus kecil di alam liar (wild type) dalam hal osteoklastogenesis terinduksi-lipopolisakarid dan osteolisis periartikuler (54).
Sekali berdiferensiasi, kapasitas osteoklas dewasa yang menyerap tulang bergantung pada kemampuannya untuk menyintesis dan memobilisasi satu seri elektrolit dan enzim degradatif. Karenanya, osteoklas yang meresorpsi harus menyiptakan sebuah lingkungan mikro terisolasi di antara dirinya dengan permukaan tulang ke dalam mana ia menyekresikan proton melalui sebuah H+ ATPase elektrogenik (pompa proton) (55, 56). Sebenarnya, mutasi-mutasi dari H+ATPase merupakan penyebab osteopetrosis yang paling sering dikenal pada manusia (57). Potensi alkalinitas yang terinduksi oleh transpor proton masif dicegah oleh penukar (exchanger) khlorid/bikarbonat elektroneutral (58). Cl− yang masuk ke dalam sel dalam pertukarannya dengan HCO3−, ditansportasikan menuju lingkungan mikro resorptif melalui sebuah channel, charge coupled to the H+ATPase, jadi, membangkitkan HCl, yang memroduksi suatu pH ambien mendekati 4.5 (59). Tingkat keasaman di dalam ruang degradatif memobilisasi fase mineral untuk terpapar matriks organik tulang, yang selanjutnya didegradasikan oleh protease lisosom kolagenolitik kathepsin K (60, 61). Mutasi-mutasi Cl− channel yang dibuat tak aktif juga menyebabkan osteopetrosis manusia (62), di mana penyakit tulang sklerosis piknodisostosis merefleksikan kegagalan produksi kathepsin K fungsional (61).

Sitoskelet Osteoklas

Osteoklas menikmati sebuah sitoskelet unik yang memungkinkannya berpolarisasi pada tulang dan, jadi, mendegradasi matriks yang telah termineralisasi. Memang, dua buah gambaran paling dramatik dari sitoskelet osteoklas adalah ruffled membrane dan actin rings, keduanya dibentuk ketika osteoklas kontak dengan tulang. The ruffled membrane merupakan produk dari vesikel-vesikel terasamkan intrasel (intracellular acidified vesicles) yang berpindah, kemungkinan melalui tubulus mikro, menuju membran plasma yang berhadapan langsung dengan tulang (63) di mana mereka berinsersi di bawah perlindungan GTPase kecil Rab3D (64). Produk dari kejadiannya adalah pengiriman H+ATPase ke dalam membran plasma, yang sangat meningkatkan luas permukaannya, menghasilkan sebuah struktur yang mirip vili yang unik bagi osteoklas. Ia merupakan organel resorptif milik osteoklas yang kemunculannya hanyalah selama proses degradasi tulang (gambar 3). Tidak sebagaimana halnya kebanyakan sel-sel lainnya, sel-sel osteoklas tidaklah mengorganisasi aktin fibrilernya menjadi serat-serat stres (stress fiber), namun malah membentuk actin rings atau zona-zona penyumpal (sealing zones) pada kontaknya dengan tulang. Actin ring merupakan sebuah struktur melingkar yang mengelilingi ruffled membrane dan mengisolasi lingkungan mikro resorptif terasamkan dari ruang ekstraseluler umum (65).



Kenyataan bahwa degradasi skelet memerlukan kedekatan fisik di antara osteoklas dan tulang mengindikasikan bahwa molekul-molekul yang memerantarai pengenalan dan perlekatan sel/matriks mestilah terlibat. Pengenalan sel/matriks diperantarai oleh integrin. Heterodimer α/β ini berisikan domains ekstrasel yang panjang dan intrasel yang relatif pendek yang berfungsi tidak saja untuk mengikatkan sel dengan matriks ekstrasel namun juga untuk menghantarkan sinyal-sinyal yang berasal dari matriks ke bagian dalam sel. Ditemukan bahwa famili αv dari integrin adalah diekspres secara berbeda oleh osteoklas selama pendewasaannya dan bahwa dua anggotanya, disebut αvβ3 dan αvβ5, adalah fungsional dalam sel-sel yang menjalani pendewasaan ini. avβ5, bukan αvβ3, muncul pada makrofag sumsum dan dipertahankan dalam kehadiran tunggal dari M-CSF (66). Dengan terpaparnya ke RANKL dan penanggungan dari fenotip osteoklas, avβ5 menghilang dan digantikan oleh αvβ3 (67). Menariknya, defisiensi αvβ5 memacu kehilangan tulang dalam keadaan estrogenopryvic (68) di mana khewan-khewan teroovorektomi yang berkekurangan αvβ3 adalah terlindungi (69). Jadi, αvβ3 hadir sebagai satu kandidat target teraputik anti-resorptif dan pada kenyataannya, molekul-molekul kecil penghambat dari integrin ini sedang dalam percobaan klinis bagi pengobatan osteoporosis (70-72).
Famili αv dari integrin mengenali motif asam amino Arg-Gly-Asp (RGD), penghuni dalam sejumlah protein matriks tulang seperti misalnya osteopontin dan sialoprotein tulang. Pendudukan oleh ligands ini mengaktifasi integrin dengan cara mengubah konformasinya (73). Kejadian ini, dikenal sebagai pensinyalan outside-in, menginduksi sejumlah kejadian-kejadian intraseluler, salah satunya, pengorganisasian yang paling menonjol dari sitoskelet aktin.
αvβ3 juga dimodulasi oleh sebuah mekanisme inside-out yang dirangsang oleh kejadian-kejadian intraseluler, seperti misalnya mereka yang terstimulasi oleh pendudukan M-CSF dari reseptornya, C-fms (45). Otofosforilasi C-fms dari Tyr697 mengaktifasi integrin dengan sinyal-sinyal yang mengubah konformasi dari domain sitoplasmiknya (45). Pada kenyataannya, αvβ3 dan c-fms menikmati sebuah hubungan kolaboratif selama osteoklastogenesis. Hubungan ini diilustrasikan dengan kapasitas dari dosis-tinggi M-CSF untuk menyelamatkan lambatnya diferensiasi osteoklas, dalam satu cara bergantung c-fos dan ERK1/2 yang berlangsung pada dilesi subunit integrin β3 (45). ERK nampaknya meregulasi osteoklas melalui dua jalur terpisah. Aktifasi jangka pendek MAP kinase menstimulasi proliferasi dari prekursor-prekursor sel-sel resorptif di mana aktifasi ERK yang berkepanjangan mendorong translokasi nuklearnya saat mana ia menginduksi pengekspresian gen-gen awal segera, seperti misalnya c-Fos, yang sangat penting bagi diferensiasi osteoklas (45). Paradoks dari penghentian diferensiasi osteoklas dari prekursor-prekursor yang defisien-αvβ3 in vitro dalam menghadapi sebuah peningkatan sebanyak 3.5 kali lipat in vivo sel-sel osteoklas dewasa pada tikus-tikus kecil yang berkekurangan integrin mungkin dapat dijelaskan dengan kehadiran sejumlah besar M-CSF dalam sumsum khewan-khewan mutan (45, 66). Meskipun pemaparan osteoklas defisien-αvβ3 dengan M-CSF dosis tinggi menyelamatkan osteoklastogenesis dan pengorganisasian sitoskelet, integrin adalah perlu bagi kapasitas yang dimiliki sel untuk menyerap tulang (45). Oleh karena αvβ3 merupakan integrin utama yang diekspres oleh osteoklas dan ligands kompetitif menghentikan penyerapan tulang in vitro (70), dilakukan penghilangan subunit β3 integrin pada tikus-tikus kecil percobaan (66). Tikus-tikus kecil yang berkekurangan αvβ3 membangkitkan sel-sel osteoklas yang tidak berkemampuan dalam aktifitas resorptif optimal sebagaimana ruffled membranes dan actin rings adalah tidak normal in vivo (66). Sitoskelet yang tidak teratur dari sel-sel osteoklas mutan adalah juga manifes dengan cara kegagalan sel untuk menyebar in vitro (66) (Gambar 4). Konsekuensinya, tikus-tikus kecil β3−/− secara progresif meningkatkan massa tulang dengan bertambahnya usia. Menariknya, αvβ3 juga meregulasi kelanggengan osteoklas. Integrin yang tidak terduduki memancarkan sebuah sinyal kematian positif yang diperantarai melalui caspase 8, dan, karena itu, sel-sel resorptif yang berkekurangan αvβ3 sebenarnya berdaya tahan hidup lebih lama dibandingkan tipe alaminya (wild type) (74).


Sel-sel osteoklas berfungsi dalam sebuah cara-cara siklis, pertama, bermigrasi ke suatu lokasi resortif tulang tempat ia berlekatan. Ia mendegradasi tulang di bawahnya, melepaskan diri, dan mengawali kembali siklus. Selama perlekatan matriks, αvβ3 adalah secara predominan dalam konformasi inaktifnya dan bercokol dalam podosomes, yang pada gilirannya bercokol dalam actin ring (65). Podosomes adalah dinamik, berstruktur adhesive dot-like terdiri dari sebuah inti aktin dikelilingi oleh integrin dan protein-protein sitoskelet terkait seperti vinkulin, α-aktinin, dan talin. Jadi, sinyal yang memediasi perlekatan matriks kemungkinan tidak memerlukan αvβ3 teraktifasi. Ketika berikatan dengan sebuah ligand, αvβ3 meninggalkan podosome dan bergerak menuju lamellipodia, yang memerantarai motilitas osteoklas. Selama resorpsi tulang, integrin dijumpai dalam ruffled membrane. Pelokalisasian αvβ3 ke podosome memerlukan sinyal-sinyal intraseluler diperantarai melalui domain sitoplasmik yang dimiliki integrin (65). Sebagai contoh, pendudukan oleh c-fms mendorong pensinyalan inside-out dari integrin dalam sebuah proses yang secara unik memerlukan ser752 dalam ekor sitoplasmik β3, sehingga mengubah konformasi domain eksternal αvβ3 menuju keadaan teraktifasi, yang dibutuhkan bagi proses penyerapan yang terstimulasi-faktor pertumbuhan (65, 75). Keadaannya yang sedemikian dan arsitekturnya yang seperti-bintik, adalah tidak mungkin bahwa podosomes yang membawa αvβ3 adalah struktur yang mengisolasi lingkungan mikro resorptif-osteoklas dari ruang ekstraseluler umum. Pemancaran intraselluler dari sinyal-sinyal berasal-matriks, yang mengorganisasi sitoskelet sel, akan menjadi peran yang lebih mungkin bagi integrin.
M-CSF dan αvβ3 secara kolaboratif menginduksi pengorganisasian sitoskelet dengan me-transiting protein-protein famili Rho, RhoA dan Rac, dari keadaan berikatan-GDPnya yang tak aktif ke keadaan berikatan-GTPnya yang aktif (45). Observasi ini menyarankan bahwa molekul-molekul yang mengatur GTAase famili Rho mungkin memerantarai aktifasi integrin. Kenyataannya, Vav3, sebuah guanine nucleotide exchange factor (GEF) yang spesifik-Rac dalam osteoklas, adalah esensiil untuk mengorganisasikan sitoskelet sel dan aktifitas resorptif tulang-nya (76). Konsekuensinya, sel-sel osteoklas defisien-Vav3 gagal untuk mengaktifasi Rac dalam responnya terhadap pendudukan oleh M-CSF atau αvβ3. Sel-sel osteoklas mutan ini menyerupai mereka-mereka yang berkekurangan αvβ3. Lebih lanjut, tikus-tikus kecil defisien-Vav3 meningkatkan massa skelet dan terlindungi dari kehilangan tulang yang terinduksi oleh stimuli penyerapan sistemik seperti misalnya RANKL dan hormon parathiroid.
Pada 1991, Soriano dkk (77), membuat observasi mengejutkan bahwa fenotip dominan dari tikus c-src knockout adalah osteopetrosis, berikutnya memerlihatkan refleksi gagalnya sel-sel osteoklas mutan mengorganisasi sitoskelet-nya. C-src mengatur sitoskelet osteoklas baik sebagai sebuah protein adaptor maupun tirosin kinase (78, 79). Kenyataannya, kedua peran c-src adalah diperlukan bagi αvβ3 untuk berfungsi dalam sel resorptif tulang. Ditemukan bahwa c-src secara konstitutif terkait dengan αvβ3 dalam sel-sel osteoklas namun teraktifasi pada pendudukan integrin. αvβ3 teraktifasi juga merekrut tirosin kinase syk ke domain sitoplasmiknya, di mana ia difosforilasi oleh c-src. Syk, pada gilirannya, adalah merupakan sebuah pengatur ke hulu yang penting dari Vav3. Kejadian ini berlangsung dalam konteks dari protein-protein ITAM, Dap12 dan FcRγ, yang bila dihilangkan bersamaan menghentikan osteoklastogenesis terminal karena gagalnya pengekspresian faktor transkripsi osteoklastogenik penting, NFATc1 (80). Jadi, aktifasi αvβ3 akan merekrut kompleks pensinyalan yang berisikan c-src, Syk, protein-protein ITAM, Vav3, dan Rac, yang pada gilirannya mengorganisasikan sitoskelet sel sehingga mendorong penyerapan tulang.

Glukokortikoid dan Osteoklas

Terapi glukokortikoid (GC) seringkali dikomplikasikan oleh osteoporosis parah, merupakan keadaan yang menempati posisi kedua dalam frekuensi hanya setelah menopaus. Kekurangan umum keberhasilan dalam mengobati kehilangan tulang terinduksi-steroid menyarankan bahwa patogenesisnya adalah terpahami secara tidak lengkap. Terdapat pertanyaan yang sedikit saja menyangkut pernyataan bahwa GCs adalah menekan pembentukan tulang in vivo (81). Mengejutkan, bagaimanapun, penambahan GCs ke sel-sel osteoprogenitor in vitro sebenarnya meningkatkan kapasitas pembentukan-tulang mereka (82, 83). Paradoks ini memunculkan kemungkinan bahwa penekanan-GC dalam pembentukan tulang in vivo merefleksikan, sedikitnya sebagian, menargertkan steroid ke sel-sel intermedier, yang menghambat osteoblas.
Remodeling tulang merupakan kejadian yang berlangsung tanpa berkesudahan ditandai oleh serangkaian pemasangan sel-sel osteoklas dan osteoblas. Unit-unit remodeling diawali oleh penampakan osteoklas. Setelah mendegradasi sepaket tulang, sel-sel resorptif digantikan oleh sel-sel osteoblas, yang menyintesis tulang baru. Osteoporosis setelah terapi GC merefleksikan kegagalan sel-sel osteoblas memertahankan seutuhnya tulang yang sebelumnya diresorpsi pada lokasi remodeling. Jadi, melalui sebuah mekanisme yang telah terungkap, perekrutan osteoblas ke proses remodeling memerlukan aktifitas osteoklastik terlebih dahulu. Skenario ini adalah sejalan dengan osteoklas menjadi sel intermedier melalui mana GCs menekan pembentukan tulang. Kenyataannya, deksametason secara langsung menarget osteoklas dewasa dan secara spesifik merusak sitoskelet-nya, sebuah kejadian yang diikuti oleh penghentian aktifasi RhoA, Rac, dan Vav3 (84). Sel-sel resorptif yang diterapi steroid tidak menyebar juga tidak membentuk actin rings (Gambar 5). Disrupsi sitoskelet ini menumpulkan resorpsi tulang in vitro dan in vivo dan, merefleksikan siklus remodeling, menranslasikan ke dalam menurunnya pembentukan tulang.



Kelihatannya, maka dari itu, bahwa GCs menekan fungsi osteoblas secara langsung dan secara tak langsung melalui osteoklas. Terhambatnya remodeling yang terobservasi pada pasien-pasien dan khewan-khewan yang mendapat terapi steroid membawa implikasi hingga melampaui massa tulang. Secara spesifik, proses remodeling haruslah menggantikan tulang yang sudah tak berguna dengan yang baru untuk mencegah kerapuhan. Jadi, remodeling yang terhenti seperti misalnya pada keadaan gagal ginjal kronik (85) menghasilkan tulang terganggu secara kualitatif dan secara struktural. Hal yang sama terjadi pada beberapa pasien yang diterapi untuk beberapa tahun dengan bifosfonat peghambatan-resorpsi, yang mengimbangi remodeling (86). Remodeling tulang yang lambat yang menandai terapi GC yang memanjang memunculkan argumen yang bertolak belakang bahwa pencegahan komplikasi skelet mungkin sebenarnya memerlukan restorasi fungsi osteoklas sebesar tertentu.
Berlawanan dengan efek penekanan memanjang-nya, terapi GC jangka-pendek, yang menginduksi kehilangan skelet cepat secara ekstrem, ditandai oleh penyerapan tulang meningkat secara transien (87). Mengapa terapi berjangka-pendek GC merangsang, daripada menumpulkan, fungsi osteoklas belumlah diketahui. Bagaimanapun, sitokin-sitokin inflamasi, sering dalam jumlah banyak pada penyakit-penyakit kandidat GC, mencegah efek disruptif-sitoskelet dari steroid dan mungkin karenanya menguatkan aktifitas resorptif pada stadium awal pengobatan (77). Sebagaimana sitokin-sitokin inflamasi ditekan oleh paparan-GC, sifat-sifat supresif-osteoklas dari steroid menjadi manifes.

Simpulan

Osteoklas merupakan pusat dari kesehatan skelet, tidak hanya dalam hal massa tulang namun juga kualitas tulang. Realisasi bahwa sel ini adalah berasal hematopoietik dan subjek dari pengaturan sitokin, meletakkan dasar-dasar bagi penemuan sinyal-sinyal intraseluler yang memerantarai kapasitas resorptifnya. Organisasi sitoskelet konsekuen dengan aktifasi integrin dan reseptor faktor pertumbuhan adalah integral dengan fungsi osteoklas dan menawarkan target-target teraputik anti-resorptif baru, mungkin mencegah komplikasi dari penekanan berkepanjangan dari proses remodeling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar