Selasa, 05 Oktober 2010

Mekanotransduksi dan Perbaikan Patah Tulang

Penyembuhan patah tulang diatur sebagiannya oleh faktor mekanis. Studi dari proses di mana lingkungan mekanis patah tulang dapat memodulasi penyembuhan dapat menghasilkan strategi-strategi baru untuk pengobatan cedera tulang. Tulisan ini memusatkan pada beberapa pertanyaan belum terjawab yang menjadi kunci dalam studi mekanotransduksi dan perbaikan fraktur. Ini menyangkut pertanyaan mengidentifikasi rangsangan mekanik yang mendorong penyembuhan-tulang, mendefinisikan mekanisme yang terlibat dalam proses ini, dan memeriksa potensi untuk cross-talk antara investigasi mekanotransduksi dalam penyembuhan-tulang dan dalam penyembuhan jaringan berasal-mesenkhim lainnya. Beberapa pendekatan untuk mendapatkan perkiraan yang akurat dari rangsangan mekanik yang hadir dalam kalus fraktur diusulkan, dan pemahaman kita tentang proses mekanotransduksi yang terlibat dalam penyembuhan-tulang ditinjau.

Lingkungan Mekanik dari Sebuah Penyembuhan Patah Tulang

Penyembuhan patah tulang diatur oleh faktor genetik serta epigenetik. Lingkungan mekanis penyembuhan patah tulang adalah salah satu faktor epigenetik seperti yang dikenal memiliki pengaruh besar pada tingkat dan keberhasilan proses perbaikan. Memahami pengaruh lingkungan mekanik, dan khususnya mekanisme yang memodulasi isyarat mekanis penyembuhan tulang, memiliki aplikasi mulai dari manajemen klinis patah tulang hingga teknik rekayasa jaringan tulang dan penyelidikan dalam bidang ilmu dasar nasib sel.
Beberapa parameter berkontribusi terhadap lingkungan mekanik dari kalus fraktur. Ini termasuk stabilitas fiksasi, geometri atau jenis fraktur, dan jenis pembebanan. Sebagai contoh, fiksasi yang sangat stabil, seperti yang diberikan oleh sebuah plat fiksasi kaku diterapkan internal dan oleh sebuah sekrup interfragmen, menghasilkan dalam penyembuhan kortikal primer tanpa pembentukan kalus. Fiksasi kurang stabil eksternal menghasilkan dalam kalus tulang rawan, dengan ukuran yang sangat bergantung pada kekakuan rangka fixator (1-3). Geometri atau tipe patahan mempengaruhi bagaimana beban eksternal akan ditransfer ke jaringan kalus. Sebuah contoh sederhana adalah perbandingan antara garis fraktur melintang dengan garis fraktur oblik. Bahkan di bawah beban kompresif aksial yang sama, fraktur oblik akan menghasilkan strain geser jauh lebih tinggi di jaringan kalus yang berdekatan dengan ujung tulang yang diosteotomi atau patah. Pembebanan mekanik dari kalus fraktur paling sering terjadi sebagai konsekuensi dari penyanggaan berat (weight-bearing); bagaimanapun, dinamisasi dari kesenjangan fraktur juga telah diteliti. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa sementara efek pembebanan sangat tergantung pada rate (4, 5), mode (6-9), dan magnitude (10, 11) beban, serta kesenjangan ukuran (10), penerapan pemindahan tekan siklik dapat meningkatkan penyembuhan melalui pembentukan kalus yang meningkat dan penulangan yang lebih cepat (12, 13). Seperti dibuktikan oleh keberhasilan osteogenesis regang (distraction osteogenesis) baik dalam setingan eksperimental maupun klinis, aplikasi perpindahan tarik (tensile displacement) berturut-turut juga dapat mendorong pembentukan tulang. Berbeda dengan efek pembebanan kompresif siklik, bagaimanapun, pembentukan tulang dalam osteogenesis regang terjadi terutama melalui penulangan intramembran. Perbedaan yang sangat jelas ini dalam efek pembebanan tarik dan kompresi pada modus pembentukan tulang menggambarkan kompleksitas serta potensi penggunaan beban mekanis untuk meningkatkan penyembuhan.
Dari contoh di atas, jelaslah bahwa gangguan mekanik dapat memodulasi penyembuhan tulang. Namun, dalam konteks pengembangan strategi efektif untuk meningkatkan pembentukan dan memperbaiki tulang, perlu untuk menjawab beberapa pertanyaan kunci. Pertama, rangsangan mekanik khusus apa yang mendorong penyembuhan tulang? Kedua, mekanisme mekanotransduksi apa yang terlibat dalam perbaikan fraktur? Ketiga, apa yang bisa dipelajari dari atau diterapkan untuk penyembuhan dan regenerasi jaringan lain? Pada bagian berikut, kita akan membahas setiap pertanyaan berkenaan dengan apa yang saat ini dikenal, menyarankan dan menyajikan teknik pendekatan baru yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman yang ada saat ini dari topik ini, dan garis besar tantangan yang ada dalam studi proses mekanotransduksi dalam perbaikan fraktur .

Rangsangan Mekanik Khusus Apakah yang Mendorong Penyembuhan Patah Tulang?

Melalui pengamatan dan, pada tingkat lebih rendah, studi empiris, beberapa teori telah dikembangkan pada peran rangsangan mekanik tertentu dalam mengatur diferensiasi jaringan mesenkim berpotensi majemuk ke dalam tulang, tulang rawan, tulang rawan fibrus, dan jaringan fibrus. Sebagai contoh, Carter et al. (14) mengusulkan bahwa kombinasi yang berbeda dari tekanan hidrostatik dan regangan tarik mendorong pembentukan jaringan tulang yang berbeda, dan Claes dan Heigele (15) mendalilkan bahwa kedua jenis rangsangan di atas mengatur pengerasan intramembran versus endokhondral. Prendergast et al. (16, 17) malah mengusulkan agar dua rangsangan mekanik kunci yang mengatur diferensiasi jaringan mesenkim adalah regangan geser dan aliran fluida. Perbandingan langsung dari prediksi teori-teori ini kepada analisis histologis penyembuhan tulang menunjukkan bahwa prediksi yang paling akurat adalah yang didasarkan pada regangan geser dan aliran cairan (18). Namun, masing-masing teori tidak dapat memprediksi gambaran tertentu dari proses penyembuhan patah (18), menunjukkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan di wilayah ini.
Pengujian pengaruh variabel mekanik tertentu pada penyembuhan fraktur memerlukan, di atas segalanya, sebuah metode untuk mengukur distribusi rangsangan mekanis dalam kalus fraktur. Ini bukan tugas yang mudah, karena rangsangan mekanik "tingkat jaringan "ditentukan tidak hanya oleh pembebanan melintang, aksial, dan bending yang diterapkan untuk tulang tetapi juga oleh geometri kesenjangan tulang dan fraktur dan sifat mekanik jaringan kalus. Pendekatan alami untuk mengatasi masalah yang rumit ini adalah untuk memperkirakan rangsangan mekanik melalui analisis elemen yang terbatas. Dalam pendekatan komputasi ini, penyidik harus memasok data beban yang diterapkan, kalus dan geometri tulang, dan sifat mekanik jaringan sebagai masukan. Ketepatan masukan ini harus dipertimbangkan dengan cermat karena kesalahan dalam memberi masukan secara substansiil dapat mempengaruhi kualitas hasil luaran analisis.
Meskipun banyak analisis elemen hingga rangsangan mekanik lokal pada penyembuhan tulang hanya memperkirakan atau mengidealkan geometri, sifat mekanik jaringan, dan beban yang diterapkan, beberapa teknik telah dikembangkan untuk mengukur atau untuk mendapatkan beberapa besaran secara langsung. Data imejing, seperti yang diperoleh melalui tomografi komputer, dapat digunakan untuk membuat semacam model elemen terbatas yang menangkap geometri sebenarnya dari tulang dan kalus (Gambar 1, A dan 1, B). Kelemahan dari pendekatan pemodelan "spesimen-khusus" adalah meningkatnya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan model dan secara potensiil membatasi hasilnya untuk dapat digunakan bagi spesimen lainnya. Namun, perbedaan dalam distribusi tegangan, strain, dan aliran fluida antara model ber-geometri ideal dengan model ber-geometri yang lebih realistis dapat menjadi substansiil (Gambar 1, C dan 1, D), menunjukkan bahwa model yang disebut belakangan mungkin memerlukan uji hipotesis yang ketat tentang peran rangsangan mekanik tertentu dalam mempengaruhi perbaikan tulang dan regenerasi.

Gambar 1
Penciptaan dari sebuah model elemen terbatas (finite) sebuah fraktur kalus tikus besar dari data imej tomografi terkomputerasi mikro (μCT). A: Segmentasi imej semiotomat dibuat untuk menentukan the boundaries dari korteks dan kalus dalam setiap imej. B: Mesh elemen terbatas yang dihasilkan. C: Sebuah estimasi dari distribusi strain utama maksimum pada sebuah potongan longitudinal kalus menggunakan mesh elemen terbatas dalam Gambar 1, B. Pergeseran diaplikasikan ke arah tepi kiri tulang kortikal untuk menciptakan sebuah sudut bending 11°. D: Sebuah estimasi dari distribusi strain utama maksimum pada sebuah potongan longitudinal dari sebuah kalus dengan geometri yang dibuat ideal. Pergeseran diaplikasikan dengan cara yang sama sebagaimana Gambar 1, C. Tambahannya, meshes yang berasal-μCT dan yang dibuat ideal memiliki ukuran kesenjangan yang identik, juga ketebalan korteks, dan diameter kanal meduler, demikian juga diameter-diameter kalus maksimumnya sebanding. Sifat-sifat material jaringan yang sama dan ukuran-ukuran elemen yang sebanding digunakan dalam kedua analisis. Hasil-hasilnya hanya dipertunjukkan dalam jaringan kalus dan bukan dalam korteks dan kanal meduler.

Metode pengukuran sifat mekanik dari jaringan kalus harus dapat menjelaskan tentang distribusi jaringan heterogen dalam kalus. Khusus untuk studi penyembuhan patah yang menggunakan model binatang kecil, nanoindentation dan microindentation merupakan beberapa teknik yang layak untuk mengkuantifikasi sifat mekanik jaringan di banyak lokasi di seluruh kalus. Sebagai contoh, nanoindentation dapat memberikan pengukuran yang sangat berulang terhadap kekakuan jaringan untuk jaringan granulasi serta tulang yang masih sebagian termineralisasi dan tulang kortikal yang sepenuhnya matang (Gambar 2). Sementara kekakuan hanyalah merupakan satu sifat mekanik, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa teknik indentasi dapat juga digunakan untuk mengkuantifikasi sifat poroelastic dan poroviscoelastic (19, 20). Penting untuk dicatat bahwa, karena adanya langkah-langkah persiapan spesimen invasif yang terlibat dalam indentasi dari jaringan kalus, pendekatan ini terbatas untuk karakterisasi mekanik ex vivo. Prakiraan in vivo sifat jaringan kalus telah dibuat berdasarkan atenuasi nilai sinar x yang diperoleh dari radiograf digital (21); namun, untuk pengetahuan kita, tidak ada satupun pengukuran langsung dan noninvasif bagi sifat mekanik dari jaringan kalus telah dilaporkan hingga waktu penulisan ini dibuat.

Gambar 2
Modulus elastisitas jaringan kalus didapat dari nanoindentasi. Pengindentasian dilakukan pada sebuah kalus tikus potongan longitudinal setebal 200-μm menggunakan sebuah 50-μm conospherical tip. Potongan dibuat dengan sebuah mikrotom geser, dan tidak dibuat embedding, dehidrasi, atau penghalusan. Dilakukan empat indentasi dalam setiap dua area, satu terdiri dari tulang termineralisasi sebagian dan satunya terdiri dari jaringan granulasi. Untuk tulang kortikal dewasa, empat indentasi dilakukan pada sebuah potongan melintang transversal dari sebuah diafisis femur tikus besar. Protokol pengindentasian menggunakan sebuah fungsi pembebanan trapezoidal terdiri dari sebuah 2-sec loading ramp terhadap sebuah specified peak force (9000, 300, 20 μN untuk tulang kortikal, tulang termineralisasi sebagian, dan jaringan granulasi, bertrut-turut), kemudian terhadap sebuah periode tertentu atau hold period (15 deti, 15 detik, dan 5 detik untuk tulang kortikal, tulang termineralisasi sebagian, dan jaringan granulasi secara berurutan), dan sebuah 2-sec unloading ramp terhadap tanpa gaya (zero force). Modulus indentasi dihitung menggunakan metode Oliver dan Pharr (46). Ditunjukkan dalam gambar rerata modulus indentasi untuk setiap tipe jaringan; balok kesalahan mengindikasikan 1 deviasi baku

Pengukuran terhadap beban yang diterapkan atau pengukuran terhadap adanya perpindahan (displacement) juga masih merupakan tantangan besar. Fixator eksternal yang diinstrumentasikan dengan pengukur regangan atau transduser perpindahan dapat memberikan prakiraan yang cukup baik dari perpindahan yang dialami oleh kalus fraktur. Namun, karena pendekatan ini tidaklah mengukur gerakan relatif kalus terhadap fixator itu, estimasi ini cenderung meremehkan perpindahan kalus yang sebenarnya untuk beberapa tingkatan. Satu kelas teknik yang menjanjikan untuk kuantifikasi langsung pemindahan kalus adalah analisis radiostereometrik dinamis, yang telah berhasil digunakan untuk menilai stabilitas patah dan osseous union (22, 23). Berdasarkan laporan terakhir (24, 25), akurasi dan presisi dari teknik ini mungkin cukup untuk mengukur perpindahan kalus pada manusia dan hewan model besar di semuanya tapi tahap akhir penyembuhan fraktur.

Mekanisme Mekanotransduksi apa yang terlibat dalam Perbaikan Patah Tulang?

Mekanotransduksi melibatkan tiga proses utama: mechanosensing (biochemical coupling), transduksi sinyal, dan respon sel efektor. Dalam bidang penyembuhan tulang dan perbaikan, mayoritas penelitian hingga saat ini adalah difokuskan pada yang terakhir dari tiga tersebut. Sebagai contoh, khondrosit telah ditunjukkan untuk pengaturan ke hulu kolagen tipe-II pada patah tulang yang tak distabilisasi dibandingkan dengan fraktur yang distabilisasi, dan sebaliknya ditunjukkan menjadi kasus pengekspresian osteokalsin dalam sel-sel osteoblas dan sel-sel yang mirip osteoblas (26). Demikian pula, selama fase perpanjangan osteogenesis regang (distraction osteogenesis), sel-sel osteoblas presumtif di dalam regenerasi telah menunjukkan mengatur ke hulu osteopontin dan beberapa protein morfogenetik tulang, termasuk BMP-2, BMP-4, dan BMP-7 (27, 28). Dengan demikian, perubahan dalam lingkungan mekanik dari penyembuhan tulang mempengaruhi ekspresi morfogens dan protein matriks ekstraseluler dalam sel-sel efektor (yaitu, kondrosit dan osteoblas).
Hanya sedikit yang diketahui tentang mekanisme mechanosensing dan jalur sinyal transduksi yang paling kritis dan aktif selama perbaikan fraktur. Secara khusus, sedikit yang diketahui tentang jenis sel yang bertindak sebagai mechanosensors selama fase tertentu proses perbaikan, bagaimana sel-sel ini mengerti lingkungan mekanik mereka, dan bagaimana tindakan penginderaan pada akhirnya tertransduksi ke dalam respon-respon sel efektor. Studi mekanotransduksi dalam sel-sel osteosit, osteoblas, dan prekursor osteoblas telah mengidentifikasi beberapa kandidat mechanosensing mechanisms (29). Ini termasuk mechanically-gated ion channels (30-32), integrin dan adhesi-adhesi fokal (33, 34), protein G (35), dan kaitan antara sitoskelet dan isoform-isoform fosfolipase C tertentu (36, 37). Penelitian terbaru telah mengimplikasikan adhesi fokal kinase sebagai mediator kunci dari pembentukan tulang terinduksi-mekanis in vivo (38, 39). Sehubungan dengan sinyal transduksi, beberapa jalur mekanotransduksi telah diidentifikasi melalui penelitian in vitro dan studi-studi adaptasi tulang (40-44). Seperti halnya studi mekanisme mechanosensing, tantangan masih tetap berlanjut untuk menentukan peran jalur-jalur ini selama berbagai tahap penyembuhan patah.

Apa yang dapat dipelajari dari atau diaplikasikan ke Penyembuhan dan Regenerasi dari Jaringan Lainnya?

Tidak seperti pada hampir semua jaringan lainnya, tulang memiliki kapasitas regenerasi alami dan dengan demikian merupakan subjek logis maupun tidak representatif untuk studi mekanotransduksi dalam jaringan tulang. Gangguan mekanis dapat secara dramatis mengubah laju dan perjalanan penyembuhan tulang namun sering bukan merupakan hasil akhir, yang secara tipikalnya merupakan sebuah tulang yang menyembuh baik dengan bentuk dan fungsi yang mendekati aslinya. Teori diferensiasi jaringan (14, 15,17) yang telah dikembangkan untuk menjelaskan dampak lingkungan mekanik pada penyembuhan tulang juga mencakup pembentukan jaringan fibrus, tulang rawan fibrus, dan tulang rawan. Studi mekanotransduksi dalam diferensiasi dan penyembuhan dari semua jaringan lain ini memberikan wawasan baru ke dalam prinsip-prinsip yang mengatur nasib sel-sel stem mesenkhim dan untuk menentukan spektrum lebih lengkap dari banyak respon jaringan skelet terhadap rangsangan mekanik.
Contoh model yang dapat digunakan untuk jenis penyelidikan ini adalah sebuah model neoarthrosis di mana gerakan bending siklik diterapkan ke defek tulang berketebalan penuh pada femur tikus besar (45). Stimulasi mekanik menghasilkan tulang rawan, tulang rawan fibrus, dan jaringan tulang di daerah-daerah tertentu dalam kalus (Gambar. 3). Rangsangan mekanik juga melibatkan induksi kisaran luas nilai lokal tegangan, strain, dan kecepatan cairan di seluruh kalus (Gambar. 1). Keragaman rangsangan ini, bersama-sama dengan pola karakteristik jaringan yang terbentuk, menunjukkan bahwa model ini menyediakan pijakan yang sangat baik untuk meneliti hubungan antara stimuli mekanis dan berbagai respon sel dan molekul.


Gambar 3
Penyetimulasian bending dari sebuah sela osteotomi transvers berketebalan penuh. Rekonstruksi tiga dimensi dari serial potongan histologis (A) sebuah specimen setelah tiga minggu penyetimulasian bending dan (B) sebuah kontrol pada waktu yang sesuai yang menjalani fikasi kontinyu dengan sebuah fiksator eksternal empat ­pin. Stimulasi mekanik menginduksi pembentukan jumlah banyak kartilago di dalam sela dan meluas ke luar menuju kalus perifer dalam konfigurasi bentuk-baji. Sejumlah kecil tulang rawan fibrus ditemukan pada kalus perifer, dan pembentukan tulang dibatasi pada region-regio sepanjang permukaan periosteal. Tidak teramati adanya jembatan tulang. Spesimen kontrol memperlihatkan pembentukan tulang di dalam dan sekitar sela juga sejumlah kecil kartilago di dalam sela.

SIMPULAN

Saat ini, pengaruh faktor mekanik pada perbaikan fraktur telah ditunjukkan dengan meyakinkan namun proses melalui mana faktor-faktor ini mempengaruhi penyembuhan belum sepenuhnya ditetapkan. Identitas dari rangsangan mekanik kunci masih perlu dibuktikan, dan mekanisme mekanotransduksi perlu diperjelas. Untungnya, terdapat banyak bantuan peralatan dalam perekayasaan dan biologi molekuler yang tersedia untuk aplikasi dikedua wilayah studi ini. Banyak kemajuan sampai saat ini telah datang dari kombinasi in vivo dan uji in vitro, dan menyikapi tantangan yang masih ada di dalam memahami peran mekanotransduksi dalam perbaikan fraktur akan terus memerlukan pendekatan yang beragam dan multidisiplin. Meskipun penelitian ini dapat paling langsung diterapkan pada pengobatan fraktur yang menunjukkan ketertundaan (delayed) atau gangguan penyembuhan, pemahaman yang lebih baik tentang pengaruh faktor mekanik pada penyembuhan tulang juga akan tidak diragukan lagi manfaatnya bagi penyembuhan, regenerasi, dan perekayasaan dari jaringan skelet lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar