Rabu, 25 November 2009

Material Metalik sebagai Biomaterial dalam Orthopedi

Alloys merupakan metal yang dikomposisikan dari campuran (mixtures) atau cairan (solutions) elemen-elemen metalik dan nonmetalik yang ditambahkan untuk kebutuhan-kebutuhan workability, kekuatan, ductility, modulus elastisitas, ketahanan terhadap korosi, dan biokompatibilitas yang diperlukan bagi penggunaan-penggunaan penahanan beban yang spesifik. Alloy metalik memiliki satu rentangan fitur-fitur yang membuat mereka menarik untuk digunakan sebagai implan-implan penahan beban struktural; sebagai konsekuensinya, mereka secara luas digunakan dalam bedah orthopedi. Alloy metal dapat diciptakan melalui satu variasi teknik yang nantinya bermuara pada fleksibilitas dalam hal-hal sifat mekaniknya maupun dalam hal bentuknya.

Ikatan metalik

Misalkan ada satu leburan metal yang didinginkan untuk membentuk satu material padat. Ketika suhu menurun, banyak kristal-kristal kecil bernukleasi, yang masing-masingnya tumbuh melalui penambahan atom-atom. Dalam masing-masing kristal, atom-atom secara teratur berjarak satu dengan yang lainnya dan ter-packing bersama dalam konfigurasi spesifik, bergantung dari kondisi-kondisi termodinamik dan campuran atom-atom dari elemen-elemen berbeda yang berada dalam cairan leburan (gb.2). Atom-atom berikatan bersama-sama, berbagi elektron-elektron terluarnya; mobilitas elektron-elektron antar atom ini memberikan panas dan konduktifitas metal yang sempurna. Atom-atom yang terpaket lebih kuat akan memberikan kekuatan ikatan metal yang lebih tinggi. Ikatan-ikatan metalik yang kuat seperti itu menyebabkan meningkatnya kekuatan dan titik lebur metal tersebut.

Struktur mikro

Ketika pendinginan leburan metal dilanjutkan, maka lebih banyak lagi atom-atom yang menempel pada situs-situs nukleasi (gb.3, A & B), dan masing-masing kristal ukurannya bertumbuh. Lengan-lengan kristal yang lebih luar mulai membuat kontak dengan sesama tetangganya, sehingga ketika solidifikasi menjadi penuh, metal padat yang terjadi merupakan satu array dari bentukan tidak beraturan kristal-kristal yang disebut grain-grain (gb.3, D). Seringkali, impurities yang tidak dapat tepat bersesuaian ke dalam konfigurasi kristalin akan tetap berada dalam cairan, yang selanjutnya berakhir dalam ruang-ruang sekitar grain. Struktur mikro dapat ditunjukkan melalui pemolesan/pelicinan satu permukaan metal yang datar, etching permukaan menggunakan satu agen korosif ringan untuk dapat menunjukkan ruang-ruang antar grain, dan mengevaluasi permukaannya melalui visualisasi menggunakan miroskop (gb.4).

Angka kecepatan pada mana satu leburan metal mendingin akan mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk. Penurunan suhu yang lambat merangsang pembentukan relatif sedikit nukleus-nukleus yang dispersed di sekitar mana kristal akan terbentuk, yang kemudian menghasilkan kristal berukuran besar-besar. Pendinginan cepat memungkinkan bagi pembentukan sejumlah besar atom-atom nukleasi sehingga akan didapat sejumlah besar grain-grain kecil atau kristal yang tebentuk.

Sifat-sifat mekanis juga dioptimalkan melalui pembentukan ukuran grain yang uniform dan melalui penghindaran pembentukan void atau impurities dan bergantung pada konfigurasi atomik (gb.2), geometri dan ukuran grain-grain (gb.3), dan isi dari ruang antar grain. Sebagai contoh, deformasi plastik dalam metal terjadi melalui bergesernya barisan-barisan atom melewati satu dengan lainnya dan difasilitasi oleh adanya defek atomik yang disebut dislokasi. Dislokasi bergerak melalui grain, yang akhirnya mencapai ruang antar grain. Oleh karena grain tetangganya memiliki orientasi bidang-bidang atom yang berbeda, dislokasi sementara akan berhenti. Semakin kecil ukuran grain, lebih cepat kecepatan dislokasi dihentikan. Jadi, ukuran grain yang lebih kecil memberi kekuatan yang lebih besar kepada alloy.

Ukuran grain, dan tentunya sifat-sfat mekanik dapat dikontrol selama masa penciptaan. Jadi, langkah-langkah yang digunakan untuk memroduksi satu implan orthopedi dapat dimanipulasi agar mendapatkan sifat-sifat yang diharapkan.

Proses pembuatan alloy metalik

Implan metalurgi secara khas diciptakan melalui proses-proses: casting, forging, atau extrusion, diikuti oleh treatment termal pascaproses seperti kerja mekanikal dan annealing. Casting merupakan satu proses selama mana leburan metal ditaburkan ke dalam satu cetakan (gb.5, A) yang memungkinkan panas dapat dengan cepat ditransfer menjauh dari leburan metal, memfasilitasi pendinginan cepat dan memungkinkan terbentuknya sejumlah besar situs-situs nukleasi dan satu hubungan struktur-struktur grain halus. Kontrol kualitas dapat merupakan satu isu debat selama masa proses casting. Bila solidifikasi berjalan lambat sekali, grain-grain memiliki cukup waktu untuk tumbuh, dan elemen yang meng-alloy cenderung menguatkan material terdistribusikan lewat grain-grain yang dapat bersegregasi ke ruang-ruang antar grain; kedua faktor tersebut jelas sekali akan mengurangi kekuatan metal dan bahkan dapat menurunkan resistensi terhadap korosi. Bila proses solidifikasi berjalan terlalu cepat, gas-gas yang terlepas selama masa proses ini dapat terkurung dalam struktur mikro, yang membentuk void-void yang dapat berperan sebagai penimbul stres, yang kemudian mengurangi fatigue strength.

Forging merupakan satu proses pada mana setengah bagian dari satu die dilekatkan pada satu hammer (palu), dan setengah bagian lainnya dilekatkan pada satu anvil, dan metal yang akan dibentuk dipanaskan dan ditempatkan pada ruang kerja antara kedua bagian tersebut di atas (gb.5, B). Ketika hammer dijatuhkan, ia akan mem-force metal agar tepat bersesuaian dengan bentuk die. Proses-proses forging konvensional sering membutuhkan dua atau tiga pengoperasian forging secara sendiri-sendiri untuk mencapai bentuk akhir yang diharapkan. Extrusion merupakan satu proses pada mana metal dipanaskan dan di-force melalui satu die untuk mendapatkan satu bagian yang unform dalam potongan tegak (gb.5, C). Proses ini adalah sangat baik bagi penciptaan objek silindris seperti wire, pins, dan potongan tegak sirkuler dari mana rod dan screw selanjutnya dapat dibuat.

Kontrol kualitas selama proses penciptaan itu sendiri dapat sulit dilaksanakan. Berbagai defek dalam cast, struktur kristalin yang tidak uniform dalam material forged, dan adanya stres-stres sisa yang besar-besar dalam extrusi adalah sering terjadi. Treatment termal pasca proses (cold dan hot working, annealing, dan hot isostatic pressing) adalah berbagai cara untuk mengurangi permasalahan tersebut. Stainless steel, sebagai contoh, sering diperkuat dengan memeras material antara penggilingan untuk mengurangi ukuran potongan tegaknya atau melewatkan material melalui satu seri die-die untuk mencapai hasil yang sama tersebut. Kedua metode dilaksanakan pada suhu yang benar-benar di bawah titik lebur steel (yang kemudian disebut cold work). Ketika stainless steel dikerjakan melalui cara ini, struktur mikro materialnya diubah dan ukuran grain-nya dikurangi. Sebagai hasil dari proses pengerasan strain ini, maka kekerasan dan kekuatan permukaannya ditingkatkan (gb.6). Hot working, di lain pihak, menyangkut deformasi plastic dari satu metal pada suhu dan strain rate yang cukup tinggi sehingga rekristalisasi terjadi secara simultan dengan deformasi. Sebagai hasilnya, akan didapat satu ukuran grain yang lebih regular, lebih kecil, dan dibuangnya setiap stres-stres sisa dalam material. Treatment seperti itu (baik hot ataupun cold working) terhadap cast alloy seringkali digunakan untuk menutup void antar kristal, mendistribusikan kembali elemen-elemen alloy, dan memperbaiki sifat-sifat mekanikalnya.

Selama proses annealing, sebuah komponen dipanaskan ke satu suhu di bawah titik leburnya, dipertahankan pada suhu tersebut untuk satu waktu yang tetap, kemudian didinginkan pada satu rate yang ditentukan. Ukuran grain akhir dapat diseleksi melalui pemilahan temperatur annealing secara hati-hati, dan cooling rate-nya. Lebih lanjut, annealing dapat mendorong difusi elemen-elemen alloy ke seluruh struktur mikro, menghasilkan distribusi yang lebih homogen dari alloy.

Hot isostatic pressing merupakan satu prosedur treatment panas selama mana panas (hingga ke satu suhu tepat sebelum titik lebur alloy) dan tekanan (pada sedikitnya 1000 atm.) diaplikasikan pada satu lingkungan hampa oksigen untuk mengonsolidasikan masing-masing bagian. Proses ini seringkali digunakan setelah casting untuk mengonsolidasikan void-void. Proses ini menghasilkan aliran plastis dari alloy, menyebabkan menutupnya void (kolaps) dan lobang-lobang dalam material.

Penggunaan metal dalam peralatan orthopedik

Hampir seluruh material metalik yang digunakan dalam peralatan orthopedi adalah alloy, baik steel (suatu alloy berbahan dasar besi), berbahan dasar titanium, atau berbahan dasar kobalt (gb.7). Elemen-elemen meng-alloy yang digunakan, nama generic alloy, dan sebagian besar aplikasi orthopedi khas mereka disimpulkan dalam tabel 1. Sedangkan sifat-sifat mekanikal mereka disimpulkan dalam table 2.

· Stainless steel

Stainless steel digunakan terbanyak sebagai peralatan implan temporer, seperti plat-plat fraktur, screw, dan nail panggul, meski stainless steel juga digunakan dalam beberapa komponen-komponen femoral Charnley-style untuk ganti sendi panggul. Sebagaimana baja lainnya, stainless steel kebanyakan satu alloy besi-karbon. Elemen-elemen lain yang meng-alloy untuk stainless steel termasuk molibdenum, kromium, dan sejumlah sedikit mangan dan silikon (gb.7). Sifat-sifat dari stainless steel medik adalah bahwa ia menyediakan satu keseimbangan antara kekuatan yang tinggi, duktilitas yang baik, dan tampilan fatigue yang baik (table 2). Duktilitas alloy ini adalah penting dalam berbagai aplikasi seperti halnya screw tulang di mana satu yield point yang pasti memungkinkan ahli bedah dapat merasakan onset deformasi plastiknya, sehingga kejadian gagal screw akibat berlebihnya torque dapat dihindarkan.

Penambahan karbon memungkinkan pembentukan karbid metalik di dalam struktur mikro. Karbid adalah lebih keras dibandingkan dengan material sekitarnya, dan satu distribusi karbid yang uniform menyediakan kekuatan bagi steel. Penambahan elemen-elemen meng-alloy lainnya, seperti molibdenum, akan menyetabilisasi karbid. Bila konsentrasi karbon terlalu tinggi, karbid bersegregasi pada ruang antar grain, yang secara bermakna melemahkan steel melaui terpaparnya steel akan fraktur terkait korosi. Guna meyakinkan penggunaan stainless steel dalam bidang kedokteran adalah tahan korosi, maka kandungan karbid dipertahankan rendah (0.03 – 0.08%).

Khromium adalah sebagai penyedia kualitas ke-baja-an dari stainles steel. Ia membentuk ikatan yang kuat dengan oksida (Cr2O2) pada permukaan yang berfungsi menahan korosi melalui pembentukan satu lapisan pasif antara lingkungan dan steel di bawahnya. Khromium juga menyetabilisasi fase body-centered cubic dari stainless steel (gb.2), yang mana adalah lebih malleable dibandingkan fase face-centered cubic-nya. Melalui hal ini, akan mendorong pembentukan stainless steel menuju geometri akhirnya yang dimaksud.

Nikel ditambahkan dengan maksud melawan kecenderungan khromium untuk menimbulkan pertumbuhan grain. Kecenderungan nikel merangsang grafitisasi karbid (yang mengurangi kekuatan dan kekerasannya) adalah, sebaliknya, beradu dengan kekuatan kecenderungan pembentukan karbid oleh kromium. Penambahan kedua material tersebut meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap korosi. Berbagai screw stainless steel bebas nikel yang baru akhir-akhir ini telah dikembangkan, terutama sekali dibuat untuk melawan isu tentang sensitifitas terhadap nikel.

Oleh karena molibdenum membantu pembentukan karbid yang dapat mengeraskan steel dan membuatnya sulit untuk dibentuk, kandungan molibdenum dipertahankan konsentrasi minimum (2.5 – 3.5%). Molibdenum meningkatkan ketahanan korosi dan memperbaiki kekuatan terhadap benturan. Penambahan sejumlah sedikit vanadium membantu menahan pertumbuhan grain. Sebagaimana halnya molibdenum, vanadium memiliki satu kecenderungan yang kuat untuk membentuk menjadi karbid dan nitrid yang sangat baik berdispersi di dalam struktur mikro.

Stainless steel adalah suseptibel terhadap korosi jenis galvanic dan crevice, meskipun ketahanan korosi dapat diperbaiki melalui peningkatan konsentrasi khromium, molibdenum, dan nitrogen. Untuk meyakinkan pembentukan lapisan oksida, peralatan stainless steel dipasifasi melalui imersinya dalam satu cairan asam nitrat kuat; satu lapisan kobalt, khromium, dan oksida nikel dibentuk pada permukaan satu implan.

Stainless steel dapat di-cast, di-forge, atau di-extrude; bagaimanapun, pendinginan dari steel dengan temperatur ambient harus dikontrol untuk meyakinkan bahwa pendinginan perlahan tidak menyebabkan presipitasi karbid. Aplikasi treatment pascaproses yang terutama adalah cold working. Strain stainless steel menguat dengan sangat cepat dan, dengan demikian, tidak dapat di cold work tanpa treatment intermediet.

· Alloys kobalt

Tiga elemen dasar alloy kobalt adalah kobalt, khromium, dan molibdenum (table 1). Khromium ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi, khususnya ketahanan terhadap korosi crevice. Sebagaimana dengan stainless steel, khromium membentuk satu film perlekatan oksida yang kuat yang berfungsi sebagai satu lapis pasif membentengi material utama di bawahnya dari lingkungan sekitarnya. Penggunaan klinis jangka panjang telah terbukti bahwa alloy ini memiliki biokompatibilitas exceptional dalam bentuk bulk. Molibdenum ditambahkan untuk menghasilkan struktur grain halus dengan kekuatan tinggi setelah casting atau forging.

Alloy kobalt standar mengandung sejumlah karbon secara bermakna, dengan demikian, sejumlah besar karbid keras, yang mengakibatkan proses forging alloy menjadi sulit. Alloy kobalt adalah juga secara khusus suseptibel terhadap pengerasan strain, yang mana hal ini membuat pengolahan alloy ini menjadi sulit. Teknik fabrikasi utama untuk alloy ini, dengan demikian, adalah casting dengan penekanan pada pencapaian ukuran grain yang kecil serta pendistribusian karbid yang merata. Ukuran grain yang besar yang tidak dapat diterima akan mengawali tidak baiknya fatigue strength dan timbulnya gagal klinis (gb.4). Pemrosesan isostatik panas adalah secara khusus baik untuk memperbaiki sifat-sfat mekanikal dari komponen-komponen cast cobalt alloy.

Sejumlah bermakna nikel dapat ditambahkan ke alloy kobalt untuk membentuk satu alloy yang baik untuk forging. Nikel akan menyetabilisasi suhu tinggi, bentuk face-centered cubic dari alloy, menurunkan ketahanan terhadap deformasi dan memacu proses forging. Strain dari alloy kobalt yang di-forge akan mengeras selama proses forging, yang akan mendorong rekristalisasi; jadi mereka haruslah dipanaskan berulangkali untuk menurunkan kebutuhan akan tenaga bagi forging-forging berikutnya.

Treatment termal pascaproses dari alloy kobalt yang telah di-forge adalah termasuk cold working dan annealing. Cold working menyediakan energi tambahan bagi transformasi dari beberapa fase face-centered cubic ke dalam satu fase heksagonal yang emerges sebagai platelet-platelet halus ke keseluruhan struktur mikro. Satu ukuran grain yang sangat halus (grain-grain face-centered cubic adalah kurang dari 0.1μm dalam semua dimensi) berkombinasi dengan platelet-platelet yang ber-dispers ke dalam deformasi plastik, akan menguatkan material. Tungsten ditambahkan untuk memperbaiki pembentukan dan fabrikasinya melalui cold working. Tambahannya, material dapat di-treat secara termal untuk membentuk satu distribusi kobalt molibdenum (Co3Mo) sangat halus yang merata (uniform) yang merupakan presipitat bagi penguatan material lebih lanjut. Hasil akhir alloy yang didapat merupakan salah satu biomaterial implant orthopedik yang terkuat (table 2). Fatigue strength yang lebih baik dan dengan tensile strength yang ultima dari alloy yang di-forge membuatnya cocok untuk keperluan-keperluan bagi penahanan pembebanan yang besar yang dibutuhkan sepanjang usia pemakainya. Sebagaimana dengan alloy lainnya, bagimanapun, meningkatnya kekuatan adalah berteman dengan menurunnya duktilitas.

· Alloy titanium

Dalam beberapa hal, titanium murni memiliki karakteristik perlekatan dengan jaringan dan tulang yang unik yang dapat di-attribute-kan dengan satu lapisan pasif adherent dari titanium oksid (TiO2) yang menyediakan ketahanan korosi yang secara bermakna melebihi kemampuan stainless steel dan alloy kobalt. Korosi yang uniform, bahkan dalam cairan salin, adalah sangat terbatas, dan ketahanan terhadap korosi-korosi jenis pitting, intergranuler, dan crevice adalah sangat baik. Titanium tak ter-alloy adalah secara tipikal digunakan untuk peralatan fiksasi fraktur di mana pembebanan yang besar tidaklah akan diperkirakan (fraktur maksilofasial, falang, dan pergelangan tangan). Bagaimanapun, titanium murni adalah kurang duktil dibanding stainless steel, dan satu peningkatan insiden patahnya screw titanium selama pengimplantasian dan pengambilannya telah dihubungkan dengan lebih rendahnya duktilitas ini. Pemberian tanda bahaya secara taktil saat screw titanium dieratkan secara berlebihan adalah lebih kecil dibandingkan yang diberikan oleh screw stainless steel.

Kekurangan utama dari titanium tak ter-alloy adalah rendahnya kekuatan regangnya sehingga, untuk mendapatkan kekuatan regang yang lebih tinggi, maka harus dalam bentuk ter-alloy-kan. Alloy-nya yang tersering digunakan dalam aplikasi orthopedik adalah alloy titanium-aluminium-vanadium. Melalui pengembangannya oleh industri luar angkasa, alloy ini memiliki satu rasio kekuatan terhadap berat bernilai tinggi. Elemen-elemen utama yang meng-alloy, aluminium dan vanadium, secara berurutan dibatasi hingga 3.5 - 5% dan 3.5 – 4.5%, sehingga alloy-nya sering disebut Ti-6Al-4V atau secara sederhananya Ti-6-4. Titanium memiliki kemampuan mempasifikasi diri, membentuk oksidnya sendiri yang memiliki tingkat ketahanan korosi dan terhadap gangguan kimiawi yang tinggi. Oksigen, bagaimanapun, langsung bercampur di dalam titanium dan menyebabkannya menjadi rapuh; sehingga konsentrasi oksigen dipertahankan sangat rendah untuk meningkatkan kekuatan dan duktilitasnya. Struktur mikro Ti-6Al-4V adalah satu struktur fine-grained two-phase, terdiri dari satu hexagonal closed-packed phase yang distabilisasi oleh aluminium dan satu body-centered cubic phase yang distabilisasi oleh vanadium. Manipulasi dari kedua kristalografi tersebut melalui tindakan penambahan alloy dan thermal-mechanical processing treatment mampu menyediakan satu rentangan sifat-sifat yang lebar (wide range properties).

Forging merupakan satu metoda yang sering untuk memroduksi komponen-komponen wrought alloy titanium. Alloy titanium dapat di-strain-hard melalui cold working, meningkatkan kekuatan regang dan yield strength dan sedikit mengurangi duktilitas. Alloy titanium adalah secara khusus cocok untuk casting dan, tidak seperti casting bagi metals lainnya, mungkin juga memiliki ketahanan terhadap fracture tensile, kekuatan, dan creep-rupture strength yang sama atau hampir sama dengan wrought metal pembandingnya tersebut. Meskipun fatigue strength-nya lebih rendah bagi cast alloy titanium, ia dapat diperkuat melalui heat treatment seperti high isostatic pressing.

Alloy titanium secara kasar memiliki satu modulus elastisitas sebesar setengah dari yang dimiliki stainless steel dan alloy kobalt (table 2). Jadi, kekakuan struktural dari satu peralatan, yang mana adalah proporsional dengan modulus elastisitas sumber material dari mana ia dibuat, dapat dikurangi tanpa melakukan pengubahan bentuknya. Sebagai contoh, kekakuan aksial, bending, dan torsional satu plat tulang yang dibuat dari bahan alloy titanium akanlah setengah dari satu plat tulang yang bentuk dan berukuran sama yang terbuat dari stainless steel atau alloy kobalt. Jadi, severity of stress shielding (tingkat keberbahayaan menerima stres geser) ketika plat secara kaku di lekatkan pada tulang (hingga tulang dan plat membagi beban) akanlah menjadi kurang bagi plat alloy titanium. Pertimbangan inilah yang menentukan akan penggunaan alloy titanium pada fraktur dan peralatan fiksasi spinal, termasuk plat, nails, dan screws.

Alloy Ti-6Al-4V adalah notch sensitive; sudut-sudut yang tajam, lobang-lobang, notches, dan berbagai konsentrasi stress lainnya akan menurunkan usia fatigue peralatannya secara bermakna. Memasang satu porous coating pada satu komponen arthroplasti sendi agar memungkinkan adanya fiksasi melalui adanya pertumbuhan tulang ke dalamnya akan menimbulkan efek bahaya yang sama. Berbagai observasi klinis telah menunjukkan adanya goresan dan wear bermakna pada kaput femur dari peralatan total hip yang terbuat dari alloy titanium, khususnya di mana ada bukti-bukti dari third body wear yang disebabkan oleh debris akan terperangkap (entrapped) antara kedua permukaan artikuler. Di samping bukti-bukti klinis jangka panjang dari biokompatibilitas alloy titanium yang sangat baik, perhatian tetap masih ada terhadap bahwa lepasnya elemen-elemen sitotoksik seperti vanadium sebagai bagia dari proses wear dapat menyebabkan berbagai masalah sistemik. Sebagai respon terhadap perhatian akan hal ini, alloy titanium lainnya yang mana vanadium digantikan dengan elemen-elemen yang lebih inert seperti niobium telah diperkenalkan ke pasar-pasar orthopedi

· Tantalum

Sebagaimana halnya titanium, tantalum memiliki satu biokompatibilitas tinggi, demikian juga ketahanan korosinya, juga merupakan material osteokonduktif. Akhir-akhir ini, bentuk-bentuk porous-nya yang didepositkan pada pyrolytic carbon back-bone telah dipromosikan sebagai struktur yang lebih superior bagi pertumbuhan tulang ke dalamnya. Berbagai aplikasi orthopedi yang mungkin adalah termasuk coating bagi berbagai komponen arthroplasti sendi (acetabular cups dan tibial trays) dan spinal cages. Penelitian eksperimental pada model-model binatang dan berbagai percobaan acak pada manusia menyarankan bahwa bahan ini mungkin menjadi satu material yang berguna bagi tujuan-tujuan fiksasi ke tulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar