Polimer merupakan molekul-molekul besar terbuat dari kombinasi dari molekul-molekul kecil. Molekul-molekul kecil ini disebut unit-unit “mer” dari kata bahasa Yunani “meros” yang artinya bagian. Di sini akan dibicarakan hanya monomer organik, terutama berbagai molekul dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Tabel 3 menunjukkan daftar polimer yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi orthopedi.
Definisi dan Sifat-sifat Polimer
Sifat-sifat satu polimer ditandai oleh struktur kimianya (monomer-monomer yang digunakan untuk membuat polimer), berat molekulnya (jumlah monomer dalam polimer), struktur fisiknya (cara dalam mana monomer dilekatkan satu dengan yang lain), isomerisme (orientasi atom yang berbeda-beda dalam beberapa polimer), dan kristalinitas (paketan rantai-rantai polimer ke dalam ordered atomic arrays).
Polietilen merupakan polimer yang paling sederhana, seluruhnya terdiri dari unit-unit monomer etilen. Jumlah unit-unit etilen dalam satu rantai polimer menunjukkan berat molekulnya. Sebagai contoh, setiap monomer etilen memiliki satu berat molekul sebesar 28. Satu polimer yang terbuat dari 1000 unit etilen akan memiliki berat molekul sebesar 28000. Bagaimanapun, selama polimerisasi etilen, tidak semua rantai akan berakhir dengan jumlah unit yang sama; sehingga, tidak semua rantai akan memiliki berat molekul yang sama, yang menjadikannya ke dalam satu distribusi berat molekul. Baik rentangan distribusi dan besarnya berat molekul dapat dengan jelas memengaruhi kekakuan, kekuatan, toughness, dan sifat-sifat wear satu polimer sebagaimana halnya polietilen.
Kopolimer merupakan polimer yang terdiri dari lebih dari satu tipe monomer. Sebagai contoh, polimetilmetakrilat, yang sering disebut ebagai semen tulang atau PMMA, dapat mengandung kopolimer-kopolimer metil metakrilat dan polistirin atau metil metakrilat dan asam metakrilat. Di dalam kopolimer-kopolimer, distribusi monomer-monomer yang berbeda secara potensial dapat memengaruhi sifat-sifat polimer, bergantung dari apakah mereka secara acak terdistribusikan (AABABBBABAAABB...) atau berurutan secara berganti (ABABAB...) atau dalam blok-blok (AAABBBAAABBBAAA...). Lebih lanjut, cara yang mana masing-masing monomer dikaitkan kepada keseluruhan struktur polimer dapat memberikan rangkaian struktural yang berbeda. Pada polimer-polimer linier, monomer-monomer dikaitkan ujung dengan ujung. Pada polimer-polimer yang bercabang, rantai-rantai samping (cabang-cabang) monomer dikaitkan kepada rantai utama, dan panjang dari masing-masing cabang, jumlah cabang, dan distribusi cabang akan memengaruhi sifat-sifat polimer. Pada polimer-polimer cross-linked, rantai-rantainya terikat secara kovalen satu dengan yang lain pada berbagai lokasi sepanjang rentangannya. Kemungkinan-kemungkinan struktural lainnya dapat terjadi di dalam polimer. Sebagai contoh, tiga kemungkinan muncul untuk kelompok CH3 dalam setiap segmen monomer dari polipropilen, yaitu: semua segmen dapat berada pada sisi yang sama dari backbone-nya (isostatik), pada sisi selang-seling (sindiotaktik), atau bertempat secara acak (ataktik). Isomerisme, secara khusus, dapat menjadi penting dalam penentuan aktifitas biologis dan sifat-sifat fisik polimer.
Temperatur juga dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer. Pada temperatur di bawah temperatur transisi gelas (Tg), satu polimer akan nampak bagai gelas di alam dan adalah secara umumnya kaku, kuat, dan brittle. Di atas Tg, polimer adalah bagai kulit dan tougher dan kurang kaku. Tg dari UHMWPE adalah mendekati -40o; jadi, untuk aplikasi orthopedi, UHMWPE berada dalam tampilan bagai kulit. Sebaliknya, Tg bagi PMMA semen tulang adalah lebih besar dari 60o; jadi, dalam aplikasi orthopedi, aplikasinya adalah dalam tampilan bagai gelas.
Segmen-segmen dari rantai-rantai polimer dapat berangkai dengan sendirinya dalam satu rangakian kristalin yang terstruktur, mirip dengan bidang-bidang atomik dalam alloy metal. Secara maya, semua polimer adalah garis-semikristal dalam mana hanya beberapa area dari struktur adalah terangkai, di bagian lainnya rantainya berorientasi secara acak dalam satu cara seperti amorph (gb.8). Derajat kristalinitas dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer bergantung pada ukuran, orientasi, dan distribusi area-area kristalin.
Penggunaan Polimer dalam Peralatan Orthopedi
· Penggunaan Polimer dalam Arthroplasti Sendi
1. Semen Tulang PMMA
Semen tulang PMMA telah merupakan polimer pilihan sebagai satu grouting agent untuk menahan komponen-komponen implan ke tulang sejak saat diperkenalkannya oleh Charnley dalam tahun 1970-an. PMMA yang digunakan dalam orthopedi tersedia dalam dua bagian, yaitu: satu cairan dalam satu ampul gelas ukur dan satu bubuk dalam satu kantongan. Sebagian besar cairan tersebut adalah monomer metilmetakrilat, namun juga berisi hidrokuinon dan N,N-dimetil-p-toluidin. Hidrokuinon menghambat polimerisasi, memastikan bahwa cairan tidak terpolimerisasi secara prematur akibat panas atau cahaya; N,N-dimetil-p-toluidin bekerja untuk memercepat polimerisasi dan me-offset efek hidrokuinon saat cairan dan bubuknya dicampur, dan reaksi telah mulai. Proses mulai ketika cairan monomer dituangkan kemudian kontak dengan satu inisiator, dibenzoil peroksida, yang dicampurkan ke dalam bubuk. Sebagai tambahan terhadap inisiator, bubuk dikomposisikan utamanya merupakan PMMA terpolimerisasi atau satu campuran PMMA dengan satu kopolimer dari baik PMMA dan polistirin ataupun PMMA dan asam metakrilat, bergantung pada tingkat dan pembuat semen. Kopolimer berperan meningkatkan toughness. Material radiopak, apakah barium sulfat (BaSO4) ataupun zirkonia (ZrO2) juga dicampurkan ke seluruh bubuk guna memungkinkan semen dapat dipertunjukkan melalui radiograf. Berat molekul rata-rata dari satu campuran semen tulang yang tipikal setelah curing adalah 242000, meski rentangan berat molekuler campuran akhir dan bentuk set-nya adalah besar.
Ketika proses polimerisasi dimulai, ikatan ganda karbon-karbon awal mula dalam metilmetakrilat dipecahkan, dan ikatan tunggal karbon-karbon yang baru kemudian dibentuk dalam rantai polimer. Panas yang dimunculkan selama proses ini adalah mendekati 130 kal/gr monomer metilmetakrilat. Suhu yang meningkat, bagaimanapun, menunjukkan jumlah dan ketebalan gumpalan semen dan perpindahan panas ke struktur-struktur sekitar. Temperatur semen tulang selama polimerisasi in vivo adalah serendah 40oC, di bawah 56oC yang menyebabkan denaturasi protein dan suhu 47 oC dilaporkan dapat menimbulkan nekrosis tulang. Keberhasilan klinis jangka panjang dari implan semen tulang arthroplasti dan aplikasi pengisi tulang seperti vertebroplasti secara kuat menunjukkan bahwa nekrosis termal tidaklah merupakan faktor penting yang memengaruhi tampilan secara keseluruhan.
Antibiotika dapat ditambahkan ke semen tulang yang bertujuan sebagai profilaksis atau pengobatan infeksi. Pelepasan antibiotika dari semen menunjukkan bagaimana teknik preparasi, proses kimiawi, dan area permukaan dari semen. Sebagai contoh, di antara semen-semen yang diperdagangkan, pelepasan gentamisin dari semen Simplex (Stryker Orthopaedics, Mahway, NJ) atau semen CMW (DePuy Orthopaedics, Warsaw, IN) adalah secara bermakna kurang dibandingkan yang dari Palacos (Zimmer, Warsaw, IN). Sifat-sifat semen tulang dapat berubah membahayakan melalui penambahan antibiotika selama proses pencampurannya, di mana hal ini menjadikan satu perhatian klinis yang penting ketika antibiotika dicampurkan ke dalam semen saat pembedahan.
Penampilan semen sebagai satu grout untuk fiksasi komponen-komponen arthroplasti sendi telah diperkuat melalui pengembangan protokol-protokol dalam penanganan semen, preparasi tulang, dan semen delivery (teknik penuangan semen ke dalam tulang). Sebagai contoh, pencampur vakum atau formulasi-formulasi berviskositas rendah dari semen yang kemudian dituangkan ke dalam tulang di bawah tekanan menggunakan satu senapan semen secara bermakna mengurangi porositas semen dibandingkan dengan semen yang dicampur dengan tangan. Mengurangi porositas menghasilkan lebih banyak semen dalam mantel dan meningkatkan kekuatan strukturalnya, meski sifat-sifat semennya sendiri tetap tidak berubah. Meski sulit untuk dibuktikan secara klinis, berkurangnya porositas haruslah mengurangi kesempatan munculnya fraktur mantel semen yang nantinya berlanjut menjadi terlepasnya implan. Sifat-sifat mekanikal khas dari semen tulang adalah termasuk: compressive ultimate strength sebesar 85 hingga 110 Mpa, tensile strength sebesar 25 hingga 45 Mpa, fatigue strength sebesar 10 hingga 15 Mpa, dan dengan modulus elastisitas sebesar 1 hingga 4 Gpa.
2. Ultrahigh Molecular Weight Polyethylene
Panggul pertama yang menggunakan UHMWPE sebagai satu permukaan penerima beban diimplantasikan dalam tahun-tahun 1960-an. Keluarga UHMWPE tetap merupakan material pilihan sebagai permukaan penerima beban dalam arthroplasti sendi total. Berbagai perbedaan di antara berbagai tipe polietilen merupakan satu hasil dari perbedaan dalam berat molekul dan besar dan tipe percabangannya. UHMWPE, sebagaimana namanya digunakan, memiliki satu berat molekul yang tinggi (secara khas melebihi satu juta), yang membuatnya secara bermakna dengan kekuatan dan strength yang lebih tinggi dan dengan karakteristik abrasive wear yang lebih baik dibandingkan dengan polietilen densitas-tinggi (dengan berat molekul dalam kisaran 500000).
Tiga metode digunakan untuk membuat komponen-komponen orthopedi UHMWPE. Dalam ram extrusion, resin UHMWPE di ekstrusikan melalui satu circular die di bawah panas dan tekanan untuk membentuk satu cylindrical bar yang, sebaliknya, dibentuk menjadi bentukan akhir. Dalam compression molding, resin di molded (lagi dengan panas dan tekanan) ke dalam satu large sheet, yang dipotong-potong menjadi bagian-bagian lebih kecil yang digunakan dalam pembuatan komponen-komponen akhir. Akhirnya, dalam bentuk rata-rata atau direct compression molding, resin secara langsung di molded menjadi bagian terakhir. Dalam proses molding langsung, additional machining biasanya dibutuhkan untuk me-create bentuk-bentuk lebih detil seperti locking mechanisms atau backside profile dari insert-insert acetabular dan tibial; permukaan artikuler tidak di machine.
Metode terbanyak yang digunakan untuk menyeterilisasi komponen-komponen UHMWPE selama ini adalah memakai pemaparannya dengan sterilisasi radiasi gamma. Untuk beberapa waktu lamanya, meskipun telah diketahui bahwa terjadi oksidasi UHMWPE setelah sterilisasi gamma, tindakan sterilisasi tersebut tidaklah membuatnya menjadi satu perhatian besar hingga kemudian ada perkiraan terdapatnya hubungan antara debris polietilen wear dan osteolisis dalam tahun 1980-an. Oksidasi pascaradiasi meningkatkan modulus elastisitas, menurunkan duktilitas, dan meningkatkan fracture toughness UHMWPE. Besarnya oksidasi ditentukan oleh dosis radiasi, lingkungan di mana komponen diradiasi, dan ditambah dengan shelf aging.
Oksidasi pascaradiasi diawali oleh radiasi gamma yang digunakan selama sterilisasi. Sinar gamma dapat memecah baik ikatan karbon-hidrogen mapun ikatan karbon-karbon, membentuk banyak radikal bebas (atom-atom dengan elektronnya yang tidak berpasangan) yang kemudian dapat bereaksi untuk ber-recombine (kembali gabung), untuk menyebabkan pemotongan rantai, atau untuk membentuk cross-links. Rekombinasi secara sederhana adalah membentuk ulang ikatan yang telah terputus dan tidak menimbulkan perubahan kimiawi berarti. Pada pemotongan rantai, satu fragmen dibuang dari rantai polimer asalnya. Pemotongan rantai didorong oleh adanya oksigen, yang siap bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan satu berat molekul yang lebih rendah (rantai yang lebih pendek) dan peningkatan densitas (oleh karena rantai-rantai pendek berdekatan secara lebih kuat satu dengan lainnya). Pada cross-linking, radikal-radikal yang berasal dari rantai-rantai polimer yang berbeda berreaksi untuk membentuk ikatan-ikatan kimia (cross-link) antar rantai. Satu cross-linked polymer dapat lebih tahan terhadap abrasi dibanding dengan prekursor non cross-link-nya. Bagaimanapun, level yang tinggi dari bentuk cross-link dapat menyebabkan material menjadi rapuh.
Efek maksimal dari oksidasi pascaradiasi timbul di bawah batas permukaan dari komponen UHMWPE terradiasi. Pada daerah ini, densitasnya adalah sangat tinggi, sebesar 0.007 hingga 0.02 g/mL, lebih tinggi dibandingkan dengan dalam bulk-nya, dan sifat-sifat materialnya adalah sangat buruk, yang pada pemotongan, bagian material yang rapuh dan teroksidasi pada daerah bawah-permukaan akan fraktur dan membentuk satu garis putih (gb.9). Buruknya lagi, oksidasi pada daerah subsurface bekerja bersama-sama dengan daerah di mana stres-stres kontak dapat sangat tinggi dalam peralatan orthopedi seperti pada komponen-komponen tibial sendi lutut yang secara tipikal memiliki permukaan-permukaan artikuler nonconforming. Sebagai hasilnya, satu propensity untuk kerusakan permukaan berjenis wear dalam bentuk pitting dan delamination yang kemudian dapat mengubah fungsi implan dan menyumbang timbulnya osteolisis.
Degradasi pascaradiasi dapat dihindarkan melalui pengubahan metode sterilisasi. Sebagai contoh, beberapa pabrikan produsen telah mengubahnya ke arah metode-metode sterilisasi nonradiasi seperti memaparkan peralatan UHMWPE dengan oksida etilen atau gas plasma. Berbagai metode nonradiasi seperti ini menyeteril permukaan tanpa membentuk radikal bebas yang mengawali timbulnya degradasi oksidatif. Metode-metode nonradiasi tidaklah, bagaimanapun, menimbulkan cross-linking, yang telah diketahui mengurangi wear abrasi dan adesif. Banyak di antara pabrikan lainnya tetap melanjutkan memakai radiasi gamma, namun mengarahkan sterilisasinya dalam satu lingkungan bebas oksigen untuk mengurangi degradasi radikal bebas dan memaksimalkan cross-linking. Berbagai studi klinis akhir-akhir ini pada pasien-pasien dengan ganti sendi panggul total telah menunjukkan satu pengurangan bermakna dalam wear dengan sterilisasi radiasi dalam perbandingannya dengan oksida etilen dan gas plasma.
Penuaan pascaradiasi berlanjut setelah sterilisasi oleh karena keberadaan radikal bebas. Bagi sterilisasi konvensional dalam udara, paparannya dengan lingkungan mengandung oksigen menghasilkan keberlanjutan degradasi sifat-sifat material oleh karena radikal bebas berreaksi dengan oksigen. Degradasi dalam sifat-sifat telah diketahui berhubungan dengan gagal klinis sekunder terhadap wear polietilen berlebih pada pasien-pasien yang dengan ganti sendi lutut total, di mana hasil-hasil ini telah didukung oleh berbagai observasi pada komponen-komponen ganti sendi total yang diambil dari pasien-pasien dan yang melalui studi-studi menggunakan stimulator wear secara invitro dan studi mekanik. Radikal-radikal tersebut, bagaimanapun, dapat ditekan pembentukannya melalui treatment thermal dari polietilen terradiasi, sehingga kelanjutan shelf aging tidak lagi akan terjadi.
Keuntungan dari cross-linking dalam memperbaiki ketahanan komponen-komponen sendi total UHMWPE terhadap wear adhesif dan abrasif telah diketahui sejak pertengahan tahun 1970-an, namun cross-linking telah memberikan tingkat penerimaan klinis yang luas di seluruh dunia hanya dalam beberapa tahun terakhir ini. Penggunaan klinis UHMWPE ter-cross-link tinggi terjadi dalam tahun 1971 dengan implantasi komponen-komponen acetabuler polietilen yang telah diradiasi dengan gamma radiasi sebesar 100 Mrad, yang didasarkan atas hasil-hasil dari reciprocating ball-on-flat laboratory wear tests yang menunjukkan satu penurunan sejumlah besar dalam wear ketika polietilen di cross-link melalui pemaparannya dengan radiasi yang lebih tinggi dari 50 Mrad. Lebih lagi akhir-akhir ini, uji-uji menggunakan simulator panggul telah mengkonfirmasikan bahwa satu penurunan jelas dalam wear rate dengan dosis radiasi serendahnya 5 hingga 10 Mrad (gb.10). Berdasarkan atas hasil-hasil ini, banyak perusahaan telah memperkenalkan banyak versi UHMPWE dengan peningkatan cross-link yang berbeda dalam pemakaian resin, cara di mana resin dibentuk ke dalam peralatan, dan dengan berbagai kondisi radiasi dan pascaradiasi.
Meski cross-link mengurangi wear rate, namun ia dapat memengaruhi fracture & fatigue properties, jadi dalam proses pembuatan finalnya, satu keseimbangan muncul antara wear rendah dan berkurangnya sifat-sifat penting lainnya. Peningkatan perhatian telah terjadi karena berkurangnya toughness dan berkurangnya ketahanan terhadap propagasi fatigue crack, peningkatan komponen polietilen ter-cross-link mungkin rentan terhadap timbulnya gross fraktur dan bentuk-bentuk lain dari wear terkait-fatigue, termasuk pitting dan delaminasi. Berbagai situasi ini dapat timbul kapanpun stres-stres tinggi diperkirakan akan terjadi, seperti halnya dalam insert-insert polietilen yang tipis, dalam insersinya dengan berbagai konsentrasi stres terkait dengan mekanisme locking, atau selama impingiment antara femoral neck dan rim acetabular pada ganti sendi panggul.
Ketahanan terhadap wear terkait-fatigue secara khusus adalah penting dalam ganti sendi lutut dan arthroplasti sendi yang nonconforming, pada mana kebutuhan akan pengurangan conformity sebagai bagian kebutuhan akan fungsi dan kinematik sendi yang appropriate mengawali stres-stres permukaan dan bawah-permukaan yang tinggi, demikian juga pada daerah-daerah kontak bergerak. Meskipun sifat-sifat toughness dan fatigue yang berkurang dapat memberi kecenderungan menjadikan semakin buruknya penampilan UHMPE yang dengan peningkatan cross-link dalam kondisi-kondisi seperti ini, hal itu belumlah terverifikasi melalui uji wear invitro. Pemburukan dalam penampilan ini mungkin sebagai satu hasil dari treatmen-treatment termal pasca-cross-link yang dikembangkan untuk menekan radikal bebas. Berbagai treatment ini termasuk memanaskan polietilen ke temperatur mendekati atau bahkan melebihi titik leburnya; proses stabilisasi disertai oleh satu penurunan dalam modulus elastisitas. Modulus elastisitas yang lebih rendah dikaitkan dengan daerah kontak yang lebih besar dan stres-stres kontak yang lebih kecil dapat memengaruhi ketahanan polietilen dengan peningkatan cross-link terhadap fatigue wear, despite penyerta penurunan dalam sifat-sifat mekanik lainnya.
Dalam arthroplasi sendi, keuntungan klinis dari UHMWPE dengan peningkatan cross-link tetap membutuhkan pembuktian klinis. Hanya melalui studi klinis berjangka panjanglah dapat menunjukkan apakah UHMWPE dengan peningkatan cross-link dapat menyediakan keuntungan bagi pasien penggunanya.
3. Biodegradable Polymers
Biodegradable polymer dapat disintesis untuk berdegradasi secara kimia dan fisik melalui satu cara-cara yang terkontrol untuk setiap waktu. Polimer-polimer yang seperti itu adalah digunakan dalam aplikasi-aplikasi orthopedi untuk menggantikan biomaterial-biomaterial lainnya yang lebih bersifat permanen melalui penyediaannya akan pendukung utama segera, seperti benang jahit, screw, anchor, dan pins, yang kemudian secara perlahan menghilang sebagaimana polimer diserap dan jaringan kemudian menyembuh. Penyerapan memungkinkan jaringan dapat kembali kepada peranan mekanikal normalnya karena kapabilitas load-sharing dari polimer menurun dengan ia diserap. Penyerapan juga menghilangkan kebutuhan akan satu prosedur pembedahan kedua untuk melepas peralatan tersebut. Polimer-polimer yang dapat terserapkan tersebut juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai pembawa obat, melepaskan obat ketika polimer mengalami degradasinya. Biodegradable scaffold untuk tissue engineering saat ini sedang dalam penelitian dan pengembangan. Aplikasinya yang terakhir ini merupakan satu daunting one. Scaffold ini haruslah dapat menyediakan satu lingkungan biologis yang patut bagi sel-sel yang akan dibawanya menuju ke lokasi defek. Ia juga harus dapat menyediakan satu lingkungan mekanis yang patut sehingga sel-sel didorong untuk membentuk matriks ekstraseluler dengan sifat-sifat biomekanik yang tepat, sementara dalam waktu yang bersamaan degradasinya harus pada satu rate yang adekwat bagi jaringan untuk menggantikan scaffold tanpa menimbulkan pengaruh buruk terhadap sel-sel atau jaringan.
Termasuk ke dalam biodegradable polymers adalah berbagai variasi dari asam polilaktat, asam poliglikolat, polidioksanon, dan polikaprolakton. Sifat-sifat dari polimer-polimer yang dapat terserapkan ini dapat berrentang lebar. Sebagai contoh, nilai-nilai modulus elastik dapat berrentang antara 0.1 hingga 30 Mpa dan nilai-nilai ultimate strength dari 3 hingga 290 Mpa, bergantung dari tipe polimer, penambahan kopolimer, berat molekul, teknik fabrikasinya, dan penambahan material-material penguat seperti serat-serat. Perubahan sifat-sifat akan diikuti oleh perbedaan-perbedaan yang jelas dalam rate degradasinya dan aktifitas biologisnya.
Asam laktat, sebagai contoh, dapat dibuat dari monomer-monomer baik D(poly-D- lactic acid, PDLA) ataupun L(poly-L-lactic acid) dari asam laktat atau sebagai kombinasi terbuat dari kedua monomer tersebut. Poly-L-lactic acid telah lama dipertimbangkan sebagai satu pilihan yan diharapkan bagi satu polimer yang dapat terserapkan secara biologis oleh karena produk degradasinya adalah asam laktat yang merupakan bahan alami. Bagaimanapun, bentuk dari asam laktat (D atau L) dan tingginya konsentrasi asam laktat dilepaskan ke daerah sekitar peralatan dapat menimbulkan permasalahan biokompatibilitas. Meningkatnya berat molekul dalam poly-D- atau L-lactic acid dapat mengubah/memvariasikan biodegradation rate; sebagai contoh, dengan berat molekul sebesar 5200, polimer kehilangan 50% massanya dalam waktu sekitar 8 minggu, pada mana berat molekul sebesar 89000, polimer yang sama memerlukan 45 minggu untuk kehilangan 21% massanya. Buruknya, sifat-sifat mekanik seringkali menurun lebih cepat dibandingkan kehilangan massanya, satu faktor yang membatasi penggunaan material-material ini untuk aplikasi-aplikasi di mana kebutuhan-kebutuhan akan beban adalah rendah.
Kelas lain dari material biodegradable yang mendapat perhatian dalam orthopedi adalah hidrogel. Hidrogel merupakan satu kelompok polimer yang lunak, porous-permiable yang bersifat nontoksik, noniritan, nonmutagenik, nonalergenik, dan biokompatibel. Mereka menyerap air (sehingga memiliki konten air yang tinggi). Mereka memiliki koefisien friksi yang rendah dan sifat-sifat mekanikal bergantung-waktunya yang dapat divariasikan melalui pengubahan komposisi dan struktur materialnya. Hidrogel telah dipertimbangkan penggunaannya dalam satu rentangan luas aplikasi-aplikasi biomedik dan kefarmasian; aplikasi orthopedi termasuk tissue engineering untuk tulang rawan dan bagi pembawaan obat.
Polietilen merupakan polimer yang paling sederhana, seluruhnya terdiri dari unit-unit monomer etilen. Jumlah unit-unit etilen dalam satu rantai polimer menunjukkan berat molekulnya. Sebagai contoh, setiap monomer etilen memiliki satu berat molekul sebesar 28. Satu polimer yang terbuat dari 1000 unit etilen akan memiliki berat molekul sebesar 28000. Bagaimanapun, selama polimerisasi etilen, tidak semua rantai akan berakhir dengan jumlah unit yang sama; sehingga, tidak semua rantai akan memiliki berat molekul yang sama, yang menjadikannya ke dalam satu distribusi berat molekul. Baik rentangan distribusi dan besarnya berat molekul dapat dengan jelas memengaruhi kekakuan, kekuatan, toughness, dan sifat-sifat wear satu polimer sebagaimana halnya polietilen.
Kopolimer merupakan polimer yang terdiri dari lebih dari satu tipe monomer. Sebagai contoh, polimetilmetakrilat, yang sering disebut ebagai semen tulang atau PMMA, dapat mengandung kopolimer-kopolimer metil metakrilat dan polistirin atau metil metakrilat dan asam metakrilat. Di dalam kopolimer-kopolimer, distribusi monomer-monomer yang berbeda secara potensial dapat memengaruhi sifat-sifat polimer, bergantung dari apakah mereka secara acak terdistribusikan (AABABBBABAAABB...) atau berurutan secara berganti (ABABAB...) atau dalam blok-blok (AAABBBAAABBBAAA...). Lebih lanjut, cara yang mana masing-masing monomer dikaitkan kepada keseluruhan struktur polimer dapat memberikan rangkaian struktural yang berbeda. Pada polimer-polimer linier, monomer-monomer dikaitkan ujung dengan ujung. Pada polimer-polimer yang bercabang, rantai-rantai samping (cabang-cabang) monomer dikaitkan kepada rantai utama, dan panjang dari masing-masing cabang, jumlah cabang, dan distribusi cabang akan memengaruhi sifat-sifat polimer. Pada polimer-polimer cross-linked, rantai-rantainya terikat secara kovalen satu dengan yang lain pada berbagai lokasi sepanjang rentangannya. Kemungkinan-kemungkinan struktural lainnya dapat terjadi di dalam polimer. Sebagai contoh, tiga kemungkinan muncul untuk kelompok CH3 dalam setiap segmen monomer dari polipropilen, yaitu: semua segmen dapat berada pada sisi yang sama dari backbone-nya (isostatik), pada sisi selang-seling (sindiotaktik), atau bertempat secara acak (ataktik). Isomerisme, secara khusus, dapat menjadi penting dalam penentuan aktifitas biologis dan sifat-sifat fisik polimer.
Temperatur juga dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer. Pada temperatur di bawah temperatur transisi gelas (Tg), satu polimer akan nampak bagai gelas di alam dan adalah secara umumnya kaku, kuat, dan brittle. Di atas Tg, polimer adalah bagai kulit dan tougher dan kurang kaku. Tg dari UHMWPE adalah mendekati -40o; jadi, untuk aplikasi orthopedi, UHMWPE berada dalam tampilan bagai kulit. Sebaliknya, Tg bagi PMMA semen tulang adalah lebih besar dari 60o; jadi, dalam aplikasi orthopedi, aplikasinya adalah dalam tampilan bagai gelas.
Segmen-segmen dari rantai-rantai polimer dapat berangkai dengan sendirinya dalam satu rangakian kristalin yang terstruktur, mirip dengan bidang-bidang atomik dalam alloy metal. Secara maya, semua polimer adalah garis-semikristal dalam mana hanya beberapa area dari struktur adalah terangkai, di bagian lainnya rantainya berorientasi secara acak dalam satu cara seperti amorph (gb.8). Derajat kristalinitas dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer bergantung pada ukuran, orientasi, dan distribusi area-area kristalin.
Penggunaan Polimer dalam Peralatan Orthopedi
· Penggunaan Polimer dalam Arthroplasti Sendi
1. Semen Tulang PMMA
Semen tulang PMMA telah merupakan polimer pilihan sebagai satu grouting agent untuk menahan komponen-komponen implan ke tulang sejak saat diperkenalkannya oleh Charnley dalam tahun 1970-an. PMMA yang digunakan dalam orthopedi tersedia dalam dua bagian, yaitu: satu cairan dalam satu ampul gelas ukur dan satu bubuk dalam satu kantongan. Sebagian besar cairan tersebut adalah monomer metilmetakrilat, namun juga berisi hidrokuinon dan N,N-dimetil-p-toluidin. Hidrokuinon menghambat polimerisasi, memastikan bahwa cairan tidak terpolimerisasi secara prematur akibat panas atau cahaya; N,N-dimetil-p-toluidin bekerja untuk memercepat polimerisasi dan me-offset efek hidrokuinon saat cairan dan bubuknya dicampur, dan reaksi telah mulai. Proses mulai ketika cairan monomer dituangkan kemudian kontak dengan satu inisiator, dibenzoil peroksida, yang dicampurkan ke dalam bubuk. Sebagai tambahan terhadap inisiator, bubuk dikomposisikan utamanya merupakan PMMA terpolimerisasi atau satu campuran PMMA dengan satu kopolimer dari baik PMMA dan polistirin ataupun PMMA dan asam metakrilat, bergantung pada tingkat dan pembuat semen. Kopolimer berperan meningkatkan toughness. Material radiopak, apakah barium sulfat (BaSO4) ataupun zirkonia (ZrO2) juga dicampurkan ke seluruh bubuk guna memungkinkan semen dapat dipertunjukkan melalui radiograf. Berat molekul rata-rata dari satu campuran semen tulang yang tipikal setelah curing adalah 242000, meski rentangan berat molekuler campuran akhir dan bentuk set-nya adalah besar.
Ketika proses polimerisasi dimulai, ikatan ganda karbon-karbon awal mula dalam metilmetakrilat dipecahkan, dan ikatan tunggal karbon-karbon yang baru kemudian dibentuk dalam rantai polimer. Panas yang dimunculkan selama proses ini adalah mendekati 130 kal/gr monomer metilmetakrilat. Suhu yang meningkat, bagaimanapun, menunjukkan jumlah dan ketebalan gumpalan semen dan perpindahan panas ke struktur-struktur sekitar. Temperatur semen tulang selama polimerisasi in vivo adalah serendah 40oC, di bawah 56oC yang menyebabkan denaturasi protein dan suhu 47 oC dilaporkan dapat menimbulkan nekrosis tulang. Keberhasilan klinis jangka panjang dari implan semen tulang arthroplasti dan aplikasi pengisi tulang seperti vertebroplasti secara kuat menunjukkan bahwa nekrosis termal tidaklah merupakan faktor penting yang memengaruhi tampilan secara keseluruhan.
Antibiotika dapat ditambahkan ke semen tulang yang bertujuan sebagai profilaksis atau pengobatan infeksi. Pelepasan antibiotika dari semen menunjukkan bagaimana teknik preparasi, proses kimiawi, dan area permukaan dari semen. Sebagai contoh, di antara semen-semen yang diperdagangkan, pelepasan gentamisin dari semen Simplex (Stryker Orthopaedics, Mahway, NJ) atau semen CMW (DePuy Orthopaedics, Warsaw, IN) adalah secara bermakna kurang dibandingkan yang dari Palacos (Zimmer, Warsaw, IN). Sifat-sifat semen tulang dapat berubah membahayakan melalui penambahan antibiotika selama proses pencampurannya, di mana hal ini menjadikan satu perhatian klinis yang penting ketika antibiotika dicampurkan ke dalam semen saat pembedahan.
Penampilan semen sebagai satu grout untuk fiksasi komponen-komponen arthroplasti sendi telah diperkuat melalui pengembangan protokol-protokol dalam penanganan semen, preparasi tulang, dan semen delivery (teknik penuangan semen ke dalam tulang). Sebagai contoh, pencampur vakum atau formulasi-formulasi berviskositas rendah dari semen yang kemudian dituangkan ke dalam tulang di bawah tekanan menggunakan satu senapan semen secara bermakna mengurangi porositas semen dibandingkan dengan semen yang dicampur dengan tangan. Mengurangi porositas menghasilkan lebih banyak semen dalam mantel dan meningkatkan kekuatan strukturalnya, meski sifat-sifat semennya sendiri tetap tidak berubah. Meski sulit untuk dibuktikan secara klinis, berkurangnya porositas haruslah mengurangi kesempatan munculnya fraktur mantel semen yang nantinya berlanjut menjadi terlepasnya implan. Sifat-sifat mekanikal khas dari semen tulang adalah termasuk: compressive ultimate strength sebesar 85 hingga 110 Mpa, tensile strength sebesar 25 hingga 45 Mpa, fatigue strength sebesar 10 hingga 15 Mpa, dan dengan modulus elastisitas sebesar 1 hingga 4 Gpa.
2. Ultrahigh Molecular Weight Polyethylene
Panggul pertama yang menggunakan UHMWPE sebagai satu permukaan penerima beban diimplantasikan dalam tahun-tahun 1960-an. Keluarga UHMWPE tetap merupakan material pilihan sebagai permukaan penerima beban dalam arthroplasti sendi total. Berbagai perbedaan di antara berbagai tipe polietilen merupakan satu hasil dari perbedaan dalam berat molekul dan besar dan tipe percabangannya. UHMWPE, sebagaimana namanya digunakan, memiliki satu berat molekul yang tinggi (secara khas melebihi satu juta), yang membuatnya secara bermakna dengan kekuatan dan strength yang lebih tinggi dan dengan karakteristik abrasive wear yang lebih baik dibandingkan dengan polietilen densitas-tinggi (dengan berat molekul dalam kisaran 500000).
Tiga metode digunakan untuk membuat komponen-komponen orthopedi UHMWPE. Dalam ram extrusion, resin UHMWPE di ekstrusikan melalui satu circular die di bawah panas dan tekanan untuk membentuk satu cylindrical bar yang, sebaliknya, dibentuk menjadi bentukan akhir. Dalam compression molding, resin di molded (lagi dengan panas dan tekanan) ke dalam satu large sheet, yang dipotong-potong menjadi bagian-bagian lebih kecil yang digunakan dalam pembuatan komponen-komponen akhir. Akhirnya, dalam bentuk rata-rata atau direct compression molding, resin secara langsung di molded menjadi bagian terakhir. Dalam proses molding langsung, additional machining biasanya dibutuhkan untuk me-create bentuk-bentuk lebih detil seperti locking mechanisms atau backside profile dari insert-insert acetabular dan tibial; permukaan artikuler tidak di machine.
Metode terbanyak yang digunakan untuk menyeterilisasi komponen-komponen UHMWPE selama ini adalah memakai pemaparannya dengan sterilisasi radiasi gamma. Untuk beberapa waktu lamanya, meskipun telah diketahui bahwa terjadi oksidasi UHMWPE setelah sterilisasi gamma, tindakan sterilisasi tersebut tidaklah membuatnya menjadi satu perhatian besar hingga kemudian ada perkiraan terdapatnya hubungan antara debris polietilen wear dan osteolisis dalam tahun 1980-an. Oksidasi pascaradiasi meningkatkan modulus elastisitas, menurunkan duktilitas, dan meningkatkan fracture toughness UHMWPE. Besarnya oksidasi ditentukan oleh dosis radiasi, lingkungan di mana komponen diradiasi, dan ditambah dengan shelf aging.
Oksidasi pascaradiasi diawali oleh radiasi gamma yang digunakan selama sterilisasi. Sinar gamma dapat memecah baik ikatan karbon-hidrogen mapun ikatan karbon-karbon, membentuk banyak radikal bebas (atom-atom dengan elektronnya yang tidak berpasangan) yang kemudian dapat bereaksi untuk ber-recombine (kembali gabung), untuk menyebabkan pemotongan rantai, atau untuk membentuk cross-links. Rekombinasi secara sederhana adalah membentuk ulang ikatan yang telah terputus dan tidak menimbulkan perubahan kimiawi berarti. Pada pemotongan rantai, satu fragmen dibuang dari rantai polimer asalnya. Pemotongan rantai didorong oleh adanya oksigen, yang siap bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan satu berat molekul yang lebih rendah (rantai yang lebih pendek) dan peningkatan densitas (oleh karena rantai-rantai pendek berdekatan secara lebih kuat satu dengan lainnya). Pada cross-linking, radikal-radikal yang berasal dari rantai-rantai polimer yang berbeda berreaksi untuk membentuk ikatan-ikatan kimia (cross-link) antar rantai. Satu cross-linked polymer dapat lebih tahan terhadap abrasi dibanding dengan prekursor non cross-link-nya. Bagaimanapun, level yang tinggi dari bentuk cross-link dapat menyebabkan material menjadi rapuh.
Efek maksimal dari oksidasi pascaradiasi timbul di bawah batas permukaan dari komponen UHMWPE terradiasi. Pada daerah ini, densitasnya adalah sangat tinggi, sebesar 0.007 hingga 0.02 g/mL, lebih tinggi dibandingkan dengan dalam bulk-nya, dan sifat-sifat materialnya adalah sangat buruk, yang pada pemotongan, bagian material yang rapuh dan teroksidasi pada daerah bawah-permukaan akan fraktur dan membentuk satu garis putih (gb.9). Buruknya lagi, oksidasi pada daerah subsurface bekerja bersama-sama dengan daerah di mana stres-stres kontak dapat sangat tinggi dalam peralatan orthopedi seperti pada komponen-komponen tibial sendi lutut yang secara tipikal memiliki permukaan-permukaan artikuler nonconforming. Sebagai hasilnya, satu propensity untuk kerusakan permukaan berjenis wear dalam bentuk pitting dan delamination yang kemudian dapat mengubah fungsi implan dan menyumbang timbulnya osteolisis.
Degradasi pascaradiasi dapat dihindarkan melalui pengubahan metode sterilisasi. Sebagai contoh, beberapa pabrikan produsen telah mengubahnya ke arah metode-metode sterilisasi nonradiasi seperti memaparkan peralatan UHMWPE dengan oksida etilen atau gas plasma. Berbagai metode nonradiasi seperti ini menyeteril permukaan tanpa membentuk radikal bebas yang mengawali timbulnya degradasi oksidatif. Metode-metode nonradiasi tidaklah, bagaimanapun, menimbulkan cross-linking, yang telah diketahui mengurangi wear abrasi dan adesif. Banyak di antara pabrikan lainnya tetap melanjutkan memakai radiasi gamma, namun mengarahkan sterilisasinya dalam satu lingkungan bebas oksigen untuk mengurangi degradasi radikal bebas dan memaksimalkan cross-linking. Berbagai studi klinis akhir-akhir ini pada pasien-pasien dengan ganti sendi panggul total telah menunjukkan satu pengurangan bermakna dalam wear dengan sterilisasi radiasi dalam perbandingannya dengan oksida etilen dan gas plasma.
Penuaan pascaradiasi berlanjut setelah sterilisasi oleh karena keberadaan radikal bebas. Bagi sterilisasi konvensional dalam udara, paparannya dengan lingkungan mengandung oksigen menghasilkan keberlanjutan degradasi sifat-sifat material oleh karena radikal bebas berreaksi dengan oksigen. Degradasi dalam sifat-sifat telah diketahui berhubungan dengan gagal klinis sekunder terhadap wear polietilen berlebih pada pasien-pasien yang dengan ganti sendi lutut total, di mana hasil-hasil ini telah didukung oleh berbagai observasi pada komponen-komponen ganti sendi total yang diambil dari pasien-pasien dan yang melalui studi-studi menggunakan stimulator wear secara invitro dan studi mekanik. Radikal-radikal tersebut, bagaimanapun, dapat ditekan pembentukannya melalui treatment thermal dari polietilen terradiasi, sehingga kelanjutan shelf aging tidak lagi akan terjadi.
Keuntungan dari cross-linking dalam memperbaiki ketahanan komponen-komponen sendi total UHMWPE terhadap wear adhesif dan abrasif telah diketahui sejak pertengahan tahun 1970-an, namun cross-linking telah memberikan tingkat penerimaan klinis yang luas di seluruh dunia hanya dalam beberapa tahun terakhir ini. Penggunaan klinis UHMWPE ter-cross-link tinggi terjadi dalam tahun 1971 dengan implantasi komponen-komponen acetabuler polietilen yang telah diradiasi dengan gamma radiasi sebesar 100 Mrad, yang didasarkan atas hasil-hasil dari reciprocating ball-on-flat laboratory wear tests yang menunjukkan satu penurunan sejumlah besar dalam wear ketika polietilen di cross-link melalui pemaparannya dengan radiasi yang lebih tinggi dari 50 Mrad. Lebih lagi akhir-akhir ini, uji-uji menggunakan simulator panggul telah mengkonfirmasikan bahwa satu penurunan jelas dalam wear rate dengan dosis radiasi serendahnya 5 hingga 10 Mrad (gb.10). Berdasarkan atas hasil-hasil ini, banyak perusahaan telah memperkenalkan banyak versi UHMPWE dengan peningkatan cross-link yang berbeda dalam pemakaian resin, cara di mana resin dibentuk ke dalam peralatan, dan dengan berbagai kondisi radiasi dan pascaradiasi.
Meski cross-link mengurangi wear rate, namun ia dapat memengaruhi fracture & fatigue properties, jadi dalam proses pembuatan finalnya, satu keseimbangan muncul antara wear rendah dan berkurangnya sifat-sifat penting lainnya. Peningkatan perhatian telah terjadi karena berkurangnya toughness dan berkurangnya ketahanan terhadap propagasi fatigue crack, peningkatan komponen polietilen ter-cross-link mungkin rentan terhadap timbulnya gross fraktur dan bentuk-bentuk lain dari wear terkait-fatigue, termasuk pitting dan delaminasi. Berbagai situasi ini dapat timbul kapanpun stres-stres tinggi diperkirakan akan terjadi, seperti halnya dalam insert-insert polietilen yang tipis, dalam insersinya dengan berbagai konsentrasi stres terkait dengan mekanisme locking, atau selama impingiment antara femoral neck dan rim acetabular pada ganti sendi panggul.
Ketahanan terhadap wear terkait-fatigue secara khusus adalah penting dalam ganti sendi lutut dan arthroplasti sendi yang nonconforming, pada mana kebutuhan akan pengurangan conformity sebagai bagian kebutuhan akan fungsi dan kinematik sendi yang appropriate mengawali stres-stres permukaan dan bawah-permukaan yang tinggi, demikian juga pada daerah-daerah kontak bergerak. Meskipun sifat-sifat toughness dan fatigue yang berkurang dapat memberi kecenderungan menjadikan semakin buruknya penampilan UHMPE yang dengan peningkatan cross-link dalam kondisi-kondisi seperti ini, hal itu belumlah terverifikasi melalui uji wear invitro. Pemburukan dalam penampilan ini mungkin sebagai satu hasil dari treatmen-treatment termal pasca-cross-link yang dikembangkan untuk menekan radikal bebas. Berbagai treatment ini termasuk memanaskan polietilen ke temperatur mendekati atau bahkan melebihi titik leburnya; proses stabilisasi disertai oleh satu penurunan dalam modulus elastisitas. Modulus elastisitas yang lebih rendah dikaitkan dengan daerah kontak yang lebih besar dan stres-stres kontak yang lebih kecil dapat memengaruhi ketahanan polietilen dengan peningkatan cross-link terhadap fatigue wear, despite penyerta penurunan dalam sifat-sifat mekanik lainnya.
Dalam arthroplasi sendi, keuntungan klinis dari UHMWPE dengan peningkatan cross-link tetap membutuhkan pembuktian klinis. Hanya melalui studi klinis berjangka panjanglah dapat menunjukkan apakah UHMWPE dengan peningkatan cross-link dapat menyediakan keuntungan bagi pasien penggunanya.
3. Biodegradable Polymers
Biodegradable polymer dapat disintesis untuk berdegradasi secara kimia dan fisik melalui satu cara-cara yang terkontrol untuk setiap waktu. Polimer-polimer yang seperti itu adalah digunakan dalam aplikasi-aplikasi orthopedi untuk menggantikan biomaterial-biomaterial lainnya yang lebih bersifat permanen melalui penyediaannya akan pendukung utama segera, seperti benang jahit, screw, anchor, dan pins, yang kemudian secara perlahan menghilang sebagaimana polimer diserap dan jaringan kemudian menyembuh. Penyerapan memungkinkan jaringan dapat kembali kepada peranan mekanikal normalnya karena kapabilitas load-sharing dari polimer menurun dengan ia diserap. Penyerapan juga menghilangkan kebutuhan akan satu prosedur pembedahan kedua untuk melepas peralatan tersebut. Polimer-polimer yang dapat terserapkan tersebut juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai pembawa obat, melepaskan obat ketika polimer mengalami degradasinya. Biodegradable scaffold untuk tissue engineering saat ini sedang dalam penelitian dan pengembangan. Aplikasinya yang terakhir ini merupakan satu daunting one. Scaffold ini haruslah dapat menyediakan satu lingkungan biologis yang patut bagi sel-sel yang akan dibawanya menuju ke lokasi defek. Ia juga harus dapat menyediakan satu lingkungan mekanis yang patut sehingga sel-sel didorong untuk membentuk matriks ekstraseluler dengan sifat-sifat biomekanik yang tepat, sementara dalam waktu yang bersamaan degradasinya harus pada satu rate yang adekwat bagi jaringan untuk menggantikan scaffold tanpa menimbulkan pengaruh buruk terhadap sel-sel atau jaringan.
Termasuk ke dalam biodegradable polymers adalah berbagai variasi dari asam polilaktat, asam poliglikolat, polidioksanon, dan polikaprolakton. Sifat-sifat dari polimer-polimer yang dapat terserapkan ini dapat berrentang lebar. Sebagai contoh, nilai-nilai modulus elastik dapat berrentang antara 0.1 hingga 30 Mpa dan nilai-nilai ultimate strength dari 3 hingga 290 Mpa, bergantung dari tipe polimer, penambahan kopolimer, berat molekul, teknik fabrikasinya, dan penambahan material-material penguat seperti serat-serat. Perubahan sifat-sifat akan diikuti oleh perbedaan-perbedaan yang jelas dalam rate degradasinya dan aktifitas biologisnya.
Asam laktat, sebagai contoh, dapat dibuat dari monomer-monomer baik D(poly-D- lactic acid, PDLA) ataupun L(poly-L-lactic acid) dari asam laktat atau sebagai kombinasi terbuat dari kedua monomer tersebut. Poly-L-lactic acid telah lama dipertimbangkan sebagai satu pilihan yan diharapkan bagi satu polimer yang dapat terserapkan secara biologis oleh karena produk degradasinya adalah asam laktat yang merupakan bahan alami. Bagaimanapun, bentuk dari asam laktat (D atau L) dan tingginya konsentrasi asam laktat dilepaskan ke daerah sekitar peralatan dapat menimbulkan permasalahan biokompatibilitas. Meningkatnya berat molekul dalam poly-D- atau L-lactic acid dapat mengubah/memvariasikan biodegradation rate; sebagai contoh, dengan berat molekul sebesar 5200, polimer kehilangan 50% massanya dalam waktu sekitar 8 minggu, pada mana berat molekul sebesar 89000, polimer yang sama memerlukan 45 minggu untuk kehilangan 21% massanya. Buruknya, sifat-sifat mekanik seringkali menurun lebih cepat dibandingkan kehilangan massanya, satu faktor yang membatasi penggunaan material-material ini untuk aplikasi-aplikasi di mana kebutuhan-kebutuhan akan beban adalah rendah.
Kelas lain dari material biodegradable yang mendapat perhatian dalam orthopedi adalah hidrogel. Hidrogel merupakan satu kelompok polimer yang lunak, porous-permiable yang bersifat nontoksik, noniritan, nonmutagenik, nonalergenik, dan biokompatibel. Mereka menyerap air (sehingga memiliki konten air yang tinggi). Mereka memiliki koefisien friksi yang rendah dan sifat-sifat mekanikal bergantung-waktunya yang dapat divariasikan melalui pengubahan komposisi dan struktur materialnya. Hidrogel telah dipertimbangkan penggunaannya dalam satu rentangan luas aplikasi-aplikasi biomedik dan kefarmasian; aplikasi orthopedi termasuk tissue engineering untuk tulang rawan dan bagi pembawaan obat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar