Jumat, 27 November 2009

Respon terhadap Debris Implan dan Kehilangan Tulang akibat Reaksi Inflamasi

FAKTOR-FAKTOR PENGUAT RESORPSI TULANG PERIPROSTHETIK

Meskipun implan dipercaya secara biologi adalah inert, jaringan ikat sekitar atau dalam vicinity dari implan adalah di-impact oleh foreign body. Pembangkitan dari debris wear timbul segera dan selamanya setelah insersi implan. Penyebab dari akumulasi partikel ini bervariasi mulai dari gerakan mikro hingga korosi dan berbagai reaksi oksidatif. Secara umum, respon awal adalah satu respon antiinflamasi terlokalisir yang ditandai oleh pembentukan jaringan fibrus yang membungkus implan. Seringkali terbentuk cairan sinovial dan satu lapisan membran sinovial tebal, dan muncul satu jaringan granulomatous. Berbagai studi imunohistokimia dari jaringan ini menunjukkan sejumlah besar makrofag, fibroblas, dan limfosit. Bagaimanapun, aseptic loosening ditandai oleh buruknya vaskularisasi jaringan ikat yang didominasi oleh fibroblas dan makrofag. Selanjutnya, sekresi dari faktor-faktor proinflamasi, gelatinase, dan protease menyumbang ke osteolisis periprosthetik dan kegagalan implan sendi (gambar 1).

Debris wear dibentuk pada artikulasi sendi normal, modular interfaces, dan nonartikuler interfaces. Meskipun satu rentangan luas partikel-partikel telah diidentifikasi, kebanyakan partikel adalah berdiameter kurang dari 5 um dan berbentuk takberaturan. Banyak studi berbeda telah menyarankan bahwa respon seluler terhadap partikel-partikel dapat bervariasi tergantung ukuran, bentuk, kompisisi, kelistrikan (charged), dan jumlah partikel. Lebih lanjut, telah di-propose bahwa fagosistosis partikel berperan sebagai satu komponen penting dari respon seluler terhadap implan; sehingga, ukuran partikel-partikel ini adalah bermakna. Dalam hal ini, beberapa laporan telah memerkirakan bahwa partikel-partikel berdiameter antara 0.2 hingga 10 um difagosit oleh makrofag. Berbagai studi in vitro dengan kultur makrofag telah secara jelas mengindikasikan bahwa PMMA yang lebih kecil (<20 um) dan partikel polietilen menimbulkan satu respon sitokin inflamasi yang secara bermakna lebih besar, yang mana telah dibuktikan oleh meningkatnya pelepasan tumor necrotizing factor (TNF), interleukin (IL)-1, IL-6, PGE2, matrix metalloproteinase, dan faktor-faktor lainnya. Walaupun fagositosis partikel telah ditekankan sebagai satu komponen penting dari respon biologis ini, berbagai studi terkini mengindikasikan bahwa interaksi partikel-permukaan sel langsung adalah adekuat untuk mengaktifasi jalur-jalur pensinyalan osteoklastogenik dalam makrofag manusia.

Angka pada mana partikel-partikel berakumulasi adalah juga dipertimbangkan sebagai satu faktor penting untuk timbulnya osteolisis. Osteolisis ditemukan pada beberapa studi berbeda yang berkaitan dengan meningkatnya angka wear. Secara spesifik, area dengan peningkatan lisis ditemukan dengan kandungan konsentrasi partikel-partikel dengan konsentrasi lebih besar (dari bentuk dan ukuran yang sama) bila dibandingkan regio-regio nonosteolitik dari implan-implan yang mengalami loosening pada saat revisi dikerjakan. Observasi ini kemudian didukung oleh berbagai temuan dari berbagai studi in vitro pada mana induksi dari aktifitas transkripsional dan pelepasan sitokin adalah bergantung dosis partikel (particle dose-dependent). Efek konsentrasi partikel pada berbagai tipe sel adalah juga dilaporkan. Pada monosit manusia utama, pelepasan sitokin, PGE2, dan heksoaminidase bergantung pada ukuran, konsentrasi, dan area permukaan partikel-partikel. Studi lainnya menggunakan macrophage cell line melaporkan apoptosis begantung dosis dari se-sel ketika diterapi dengan partikel-partikel keramik dan polietilen. Berbagai efek toksik dilaporkan dalam beberapa studi menggunakan sel-sel lain seperti misalnya fibroblas sinovial dan khondrosit yang diterapi dengan peningkatan dosis kobalt dan vanadium. Jelasnya, pembebanan dengan partikel-partikel debris dan komposisi partikel adalah merupakan faktor-faktor penting dalam proses osteolitik. Jadi, berbagai penyelidikan dan pemakaian klinis bearing surface alternatif adalah kritikal untuk mengidentifikasikan material-material bearing yang optimal yang akan meminimalisir pembangkitan partikel sepanjang waktu. Keramik, polietilen ber-cross-linked tinggi dan artikulasi-artikulasi metal-on-metal telah menjanjikan dengan berkurangnya secara jelas produksi partikel-partikel wear.

Faktor-faktor biologi dan mekanik telah menyarankan dalam stadium-stadium awal dan lanjut dari perkembangan osteolisis setelah arthroplasti sendi. Berbagai reaksi inflamasi berkembang pada stadium-stadium awal sebagai bagian dari proses penyembuhan, termasuk meningkatnya sirkulasi primer dan meningkatnya level cairan mengarah ke jaringan yang terkena. Tambahannya, mekanisme pertahanan tubuh, termasuk pengumpulan masif makrofag dan limfosit, adalah berkumpul menjadi satu ke lokasi cedera. Mungkin aspek paling rumit dari reaksi ini adalah sekresi dari satu variasi sitokin dan berbagai faktor olehnya dan oleh sel-sel lainnya, mengawali satu efek berlawanan sepanjang waktu. Berbagai respon seluler dan inflamasi terkait tidaklah terbatas kepada proses penyembuhan awal, tetapi nampaknya terjadi selama proses berlanjut dan stadium lanjut osteolisis periprostetik.

Beberapa kofaktor telah menjelaskan kepada pemicuan propagasi inflamasi dan berakhir pada kejadian-kejadian osteolitik. Satu komponen major adalah berkaitan dengan fiksasi implan yang buruk dan ditambah dengan adanya gerakan (motion). Dalam hal ini, bukti ample mengindikasikan bahwa implan-implan yang loosening adalah dikaitkan dengan gerakan berlebih dan strain-strain fisik, yang mana menghasilkan pada percepatan pelepasan debris partikel. Hal ini dibuktikan oleh berjalannya secara progresif resorpsi tulang sekitar screw-screw yang longgar yang terkait dengan debris wear. Berbagai temuan compelling dalam beberapa tahun terakhir mengindikasikan bahwa pelepasan dan debris seperti itu mengawali respon-respon inflamasi yang pada puncaknya menghasilkan kehilangan tulang. Bukti yang mengimplikasikan debris partikel sebagai satu komponen major osteolisis adalah diambilkan dari berbagai studi dengan model-model binatang yang dipaparkan dengan debris partikel, studi-studi dengan makrofag dan osteoklas secara in vitro dan in vivo, dan mengevaluasi osteolisis dan berbagai kofaktor memakai prostesis sendi total yang berhasil maupun yang gagal secara klinis. Sejumlah debris partikel sekitar implan biasanya menyediakan satu hubungan yang fair dengan derajat dari aseptic loosening. Bagaimanapun, banyak partikel telah teridentifikasikan dalam jaringan-jaringan yang jauh juga. Berbagai faktor yang menunjang kepada distribusi partikel seperti itu termasuk (namun tidaklah terbatas pada) jumlah dan ukuran partikel, aliran cairan tubuh, disain implan, dan celah sendi.

BIOLOGI DARI KASKADE OSTEOLITIK

Respon seluler, meskipun utamanya dilaksanakan oleh fagosit dan makrofag, menyangkut sel-sel dengan tipe berbeda seperti osteoklas, fibroblas, dan osteoblas/sel-sel stroma (gambar 2). Ini dibuktikan oleh luasnya ragam dari produk-produk tersekresikan oleh berbagai sel, termasuk berbagai sitokin, faktor-faktor pertumbuhan, metaloproteinase, prostanoid, enzim-enzim lisosom, dan yang lainnya. Mekanisme yang mendasari induksi partikel dari berbagai respon seluler dan osteolisis sedang dalam penyelidikan. Dipercaya bahwa pengetahuan akan partikel adalah didasari dari fagositosis partikel-partikel kecil oleh makrofag dan oleh interaksi permukaan sel yang tak teridentifikasi. Interaksi yang belakangan ini mungkin termasuk induksi fisik nonspesifik dari protein-protein transmembranal atas pengenalan molekul-molekul permukaan sel oleh partikel-partikel atau berbagai protein/faktor yang menempel ke permukaannya. Baik studi-studi pada binatang maupun manusia menyarankan bahwa endotoksin, satu protein bakterial, menjadi terkonsentrasikan pada permukaan partikel-partikel dan menginduksi berbagai reaksi inflamasi pada sel-sel imun. Bagaimanapun, hal sebenarnya dan satu pengertian yang paripurna dari pemacuan sel-sel oleh partikel-partikel masih belum diketahui. Hal ini adalah unanimously diterima bahwa, sel-sel imun inang, yang berperan inti dalam reaksi inflamasi, mengetahui partikel-partikel dan secara signifikan melepaskan sejumlah besar sitokin-sitokin dan faktor-faktor proinflamasi. Ini termasuk TNF-a, IL-1a dan -1b, IL-6, receptor activator of nuclear factor-kappaB ligand (RANKL), dan PGE2. Berbagai studi dengan model binatang dan dengan berbagai kultur sel in vitro telah menunjukkan bahwa TNF memainkan satu peran penting sebagai satu mediator dari osteoklastogenik terinduksi partikel (particle-induced osteoclastogenic) dan kejadian-kejadian osteolitik. Dalam hal ini, partikel-partikel PMMA gagal untuk mendorong osteolisis agresif pada TNF-a-receptor null binatang atau dalam keberadaan agen-agen TNF-a-neutralizing, seperti misalnya berbagai TNF-a-binding protein yang larut. Demikian pula seperti halnya khewan yang kurang akan RANK atau RANKL menahan timbulnya osteolisis yang diinduksi oleh partikel. Hal ini bukanlah di luar perkiraan mengingat bahwa anggota-anggota dari keluarga TNF-a, khususnya RANKL adalah merupakan prasyarat bagi pembentukan osteoklas. Rincian molekuler TNF-a dan RANKL sebagai mediator esensiil osteolisis terinduksi-partikel akan dijelaskan di dalam tulisan berikutnya.

Tambahan downstream signaling oleh wear particles, tidaklah mengejutkan, bertumpangtindih antara TNF-a dan RANKL. Dalam hal ini, aktifasi kinase dan rekrutmen molekul-molekul esensiil bagi difrensiasi dan aktifasi osteoklas telah terdokumentasikan. Tercatat bahwa, jalur terinduksi-partikel mengawali aktifasi kinase dan faktor-faktor transkripsi esensiil bagi osteoklastogenesis. Di antara hal ini adalah aktifasi dari tyrosine kinase c-src, nitrogen-activated protein kinases, dan kaskade nuclear factor kappaB (NF-kB). Meskipun aktifasi dari jalur-jalur ini dapat merupakan sekunder dari berbagai kejadian lain, blokade selektif dari jalur-jalur downstream ini mengurangi efek-efek tertransmisikan-partikel (gambar 3).

Respon Biologis terhadap Implan Orthopedi

Arthroplasti sendi total bagi stadium akhir penyakit sendi degeneratif merupakan intervensi bedah yang sangat efektif. Sayangnya, wear debris, utamanya yang terbangkitkan dari permukaan artikuler sendi prostetik, merupakan faktor mayor yang membatasi keberlangsungan-fungsi (survivorship) dari implan-implan sendi. Wear debris menghasilkan subtle progression dari destruksi tulang sekitar implan yang secara tipikalnya tanpa menunjukkan gejala-gejala dan tanda-tanda klinis hingga stadium akhir kegagalannya. Meskipun dasar dari destruksi jaringan adalah diterima sebagai hasil dari respon biologis terhadap debris implan, namun respon ini sendiri merupakan hasil dari banyak faktor, termasuk berbagai komponen fisik dan biologis. Tulisan ini memusatkan perhatian pada pembentukan respon biologis. Biologi akut dan kronik dari fiksasi implan dan berbagai efek dari debris implan baik secara lokal maupun sistemik di-review. Penekanan diberikan pada respon inang, berbagai proses inflamasi, dan berbagai mediator dari respon. Berbagai pendekatan teraputik yang mengarah pada aspek-aspek tertentu dari berbagai respon biologis dan inflamasi yang menyertai bedah rekonstruktif adalah juga disimpulkan.

FIKSASI IMPLAN DAN OSTEOINTEGRASI

Berbagai aspek inisial atau awal dari fikasi implan adalah penting dalam rangka mewujudkan satu interface dengan tulang inang yang tahan lama yang nantinya akan bertahan terhadap berbagai keperluan fisik dan biologis selama periode waktu yang panjang. Sejak bedah arthoplasti sendi digunakan untuk penanganan bagi pasien usia muda, di mana aktifitas adalah tinggi, berbagai keperluan di atas menuntut bagi peningkatan untuk pengembangan fiksasi implan dan lama-daya-guna (longevity)-nya. Jelasnya, biologi lokal pada interface implan-tulang adalah sangat penting dalam mengoptimalkan stabilitas implan dan durabilitas fiksasi. Dua moda mayor dari fiksasi implan dalam bedah arthroplasti adalah termasuk fiksasi semen, pada mana polimetilmetakrilat (PMMA) bekerja sebagai satu adesif antara prostesis dan tulang, dan fiksasi tanpa semen, pada mana bony ingrowth dan/atau ongrowth menyediakan perlekatan biologis ke tulang skelet. Terdapat banyak faktor tersangkut di dalam hal integritas dan lama-daya-guna dari fiksasi dengan semen dan tanpa semen, termasuk kualitas tulang inang, teknik bedah, alignment implan, karakteristik implan, isu-isu sekitar wear implan, remodeling adaptif sekitar prostesis, dan biologi lokal dikaitkan dengan interface implan-tulang. Fiksasi implan primer dicapai pada saat implan diinsersikan, dan fiksasi sekunder adalah sebagai hasil dari repair dan remodeling tulang sama seperti pada penyembuhan fraktur. Menyangkut fiksasi implan, terdapat tiga fase penyembuhan yang telah diketahui, termasuk di sini adalah: satu fase inisial dari injuri atau destruksi, satu fase repair yang ditandai oleh osteointegrasi, dan satu fase stabilisasi pada interface implan-tulang. Fase final dari stabilisasi adalah dinamik dalam hal bahwa interface ini sebagai subjek terhadap berbagai perubahan dari transfer beban dan berbagai konsekuensi biologis lokal dari debris partikel implan dalam jangka periode waktu yang panjang.

Pada level lokal, persiapan tulang bagi implantasi prostetik dan aplikasi semen menghasilkan satu seri kejadian-kejadian biologis yang menandakan adanya fase akut atau injuri pada interface tulang-semen. Sebagai tambahan kepada injuri mekanik dan vaskuler awal (inisial) dari implantasi prostetik dan sementasi, insult termal dan kimia dari polimerisasi PMMA dapat juga menyumbang bagi nekrosis jaringan inisial. Jadi, biologi dari fiksasi implan dengan semen saat awal adalah ditandai oleh satu fase injuri sebagai hasil dari persiapan tempat kedudukan (bed) implan dan aplikasi dari semen. Berbagai aspek mekanik, vaskuler, termal, dan kimia dari fase injuri ini mengawali terjadinya nekrosis jaringan lokal pada interface semen-tulang. Pada fase repair, satu membran fibrus terbentuk pada interface, vaskularisasi kembali muncul, dan regenerasi jaringan, termasuk osteointegrasi, berjalan. Setelah pematangan dari osteointegrasi inisial pada interface semen-tulang, kualitas dan integritas dari iterface ini dimodulasi oleh berbagai faktor, trmasuk karateristik pasien dan tulang inang, disain komponen, teknik semen, dan debris wear implan.

Pada fiksasi jangka lama, lingkungan mekanik dari tulang periprostetik setelah implantasi komponen akan berubah dan dapat menghasilkan adaptasi tulang sekunder. Respon biologis tulang sekitar terhadap prostesis ini disebut remodeling adaptif. Remodeling tulang sekitar implan-implan bersemen yang terfiksasi baik telah dijelaskan melalui studi pengambilan implan kembali lewat otopsi. Berbagai temuan tersebut ditandai oleh aposisi langsung tulang inang ke semen dan jarang terjadi penyelaan jaringan fibrus. Selapis tulang tebal atau korteks baru terbentuk sekitar selubung semen dan melekat ke tulang kortikal sekitar melalui struts trabekuler. Terdapat bukti tambahan adanya osteoporis dan penipisan korteks femur di sekitarnya. Kecuali osteointegrasi dari selubung semen, proses debonding stem femur dan fraktur selubung semen juga terbukti. Berbagai temuan ini menyarankan bahwa kegagalan mekanik pada interface semen-implan merupakan satu faktor penting pada proses-proses aseptic loosening lanjut dari implan-implan femoral. Remodeling tulang periprostetik mayor ini berkombinasi dengan kegagalan mekanik pada interface implan-semen adalah secara klinis relevan dan membuat tulang periprostetik lebih rentan terhadap kegagalan mekanik lanjut dan osteolisis yang terpicu debris implan.

Sebagai tambahan terhadap remodeling tulang adaptif di sekitar protesis bersemen, timbulnya implan wear dan debris partikel mengasumsikan satu peran mayor dalam patofisiologi aseptic loosening. Hal ini telah dibuktikan dalam beberapa studi dengan komponen-komponen asetabuler bersemen yang menunjukkan dengan jelas aseptic loosening lanjut sebagai satu resorpsi tulang tiga-dimensi yang progresif pada interface semen-tulang. Resorpsi tulang progresif ini dikaitkan dengan debris partikel dan satu respon inflamasi makrofag yang menghasilkan resorpsi tulang tersebut. Resorpsi ini dapat mengganggu stabilitas mekanik implan. Jadi, fiksasi jangka-lama implan-implan bersemen dapat terganggu oleh satu kombinasi dari berbagai mekanisme, termasuk remodeling tulang adaptif, kegagalan mekanik interface implan-semen, dan resorpsi tulang progresif yang terinduksi debris implan pada interface semen-tulang.

Meskipun fiksasi implan bersemen tetap merupakan satu pilihan yang sangat efektif untuk penggantian sendi panggul dan lutut, disain bersemen tertentu telah menghasilkan satu aseptic implant loosening sepanjang waktu. Dalam tahun 1980-an, berbagai disain tanpa semen diperkenalkan dalam rangka satu usaha bagi pengembangan durabilitas (tingkat ketahanan) dan longevity (lama pakai) dari fiksasi arthroplasti sendi total. Implan-implan tanpa semen didisain untuk mencapai fiksasi melalui osseous ingrowth dan/atau ongrowth ke dalam prostesis. Secara teoritis, tipe dari fiksasi biologis yang ini haruslah melebihi apa yang telah dicapaikan oleh implan-implan bersemen melalui penunjukkan akan satu interface yang hidup, fungsional antara implan dan tulang. Kualitas dari fiksasi biologis dengan satu implan tak bersemen adalah bergantung dari berbagai faktor termasuk teknik bedah, disain implan, stabilitas implan inisial, kualitas tulang, dan berbagai faktor terkait-pasien. Respon-respon biologis inisial atau awal sekitar implan adalah sangat penting dalam mewujudkan bony ingrowth dan stabilitas implan untuk fiksasi jangka lama.

Sebagaimana dengan implan-implan bersemen, fase awal dari fiksasi tak bersemen adalah ditandai oleh injuri dan repair inisial. Setelah injuri inisial, interface implan-tulang akan mengalami pembentukan tulang intramembran dan di bawah kondisi-kondisi yang menguntungkan akan menghasilkan osteointegrasi dari implan. Komposisi material implan, ukuran lobang-lobang permukaan ingrowth (atau karakteristik permukaan), stabilitas implan inisial, dan aposisi tulang semuanya adalah merupakan faktor penting dalam mengoptimalisasi osteointegrasi, Sebagai tambahannya, usaha-usaha yang lebih terkini telah memusatkan pada penguatan fiksasi tak bersemen dengan aplikasi menggunakan faktor-faktor bioaktif osteoinduktif, matriks-matriks inorganik osteokonduktif, dan penggunaan biomaterial.

Berbagai permukaan ingrowth dan material telah digunakan bagi fiksasi tak bersemen. Implan-i titanium mplan yang paling sering digunakan termasuk kobalt-khromium dan sintered beads titanium, fiber metal titanium, plasma spray titanium dan diffusion-bonded titanium. Secara umum, berbagai permukaan implan ini telah menyediakan osseous ingrowth atau ongrowth dan dapat menyediakan fiksasi biologis dan fungsi klinis yang baik pada follow-up berjangka menengah hingga panjang.

FAKTOR-FAKTOR PENGUAT OSTEOINTEGRASI IMPLAN

Ukuran lobang pada permukaan tulang ingrowth merupakan satu faktor penting dalam mengoptimalisasi potensial (kemampuan) osteointegrasi dari satu implan. Berbagai studi menunjukkan bahwa satu ukuran lobang sebesar 100 – 500 um akan menghasilkan bony ingrowth yang konsisten dan satu peningkatan kekuatan fiksasi secara relatif cepat. Permukaan bony ingrowth berlobang kecil tdak memungkinkan bagi kalsifikasi jaringan yang uniform, sedangkan yang berlobang besar menghasilkan area-area satu membran fibrous persisten yang lebih banyak. Gerakan mikro berlebih pada interface implan-tulang berdampak negatif pada osteointegrasi. Literatur menyarankan bahwa gerakan mikro sebesar 150um atau lebih sepertinya akan menghasilkan satu pertumbuhan jaringan fibrous dengan fiksasi biologis suboptimal.

Aposisi implan ke tulang inang merupakan satu penentu penting dari osteointegrasi. Berbagai studi binatang yang menentukan kekuatan fiksasi dan pertumbuhan tulang menggunakan implan-implan tak-berselubung dan yang berselubung hidroksiapatit menunjukkan bahwa kekuatan perlekatan interface dan pertumbuhan tulang adalah secara positif berkaitan dengan menurunnya ukuran sela (gap) inisial (<1.0mm). Pada manusia, kapasitas biologi bagi pengisian sela dengan ingrowth mungkin tidaklah begitu besar. Dalam satu studi, pasien yang menjalani arthroplasti total sendi lutut bilateral bertahap (staged) menerima implan porous cylindrical yang dipasangkan pada lutut kontralateral pada saat pertama dilakukan penggantian. Implan yang digunakan dapat berupa kontrol titanium ataupun berselubung hidroksiapatit. Selama waktu pentahapan, penggantian kontralateral, implan kemudian diambil dan selanjutnya dianalisis pada satu rerata waktu 7 minggu. Meski berjangka pendek, Eksperimen-eksperimen ini menyarankan bahwa implan berselubung porous (porous coated) dan porous dengan selubung hidroksiapatit ditempatkan pada distal femur seringkali gagal dalam mengisi gap sebesar 50 – 500um dengan bone ingrowth. Gap-gap ini seringkali tertumbuhi dengan satu jaringan ikat fibrus. Jadi, pada manusia, pertumbuhan jaringan tulang mengisi gap lebih besar dari 50um mungkin tidak reliabel.

Kecuali pertumbuhan yang konsisten dan fungsi klinis yang baik dari komponen-komponen tanpa semen kontemporer, terdapat satu kebutuhan akan mengembangkan implan yang memiliki kemampuan osteointegrasi yang lebih cepat dan ekstensif. Jadi, biomaterial-biomaterial yang baru dan berbagai perubahan dari biomaterial-biomaterial terkini dalam hal karakteristik penguatan fiksasi implan sedang terus menerus diidentifikasi. Disain implan yang lebih baik akan menghasilkan ingrowth yag lebih cepat dan ekstensif dan harus mampu menciptakan barier yang lebih berkembang terhadap migrasi debris partikel. Hal ini akan memperlambat proses dari osteolisis partikel sekunder dan aseptic loosening.

Porous tantalum, suatu biomaterial ber-porous tinggi dengan sifat-sifat fisik, mekanik, dan pertumbuhan jaringan yang unik, adalah satu biomaterial yang relatif baru berkomposisi satu vitreous carbon skeleton berdensitas rendah dengan satu array dodekahedron berulang dari interconnected pores oleh smaller opening. Secara komersial tantalum murni adalah terdeposit pada carbon skeleton untuk menciptakan satu konstruksi metal porous. Porous tantalum merupakan 75 – 80% porous by volume, dan rata-rata porositas dua-dimensi adalah 430um. Diketahui material ini memiliki satu tekstur mikro yang adalah bersifat konduktif bagi pembentukan tulang, satu modulus elastisitas yang rendah yang konsisten dengan transfer beban ke tulang yang telah terkembangkan, dan dengan koefisien friksi yang lebih tinggi untuk memperbaiki stabilitas implan inisial. Keuntungan teoritis dari porous tantalum adalah memiliki satu interface implan-tulang yang telah berkembang yang menurunkan ruang sendi efektif, meningkatkan resistensi terhadap pertumbuhan osteolisis partikel, dan memperbaiki transfer beban ke tulang sekitar.

Implan-implan corundum-blasted merupakan kelompok lain dari komponen-komponen tanpa semen yang telah mendapatkan perthatian lebih selama sepuluh tahun terakhir. Implan-implan titanium ini memiliki satu permukaan bertekstur mikro yang diciptakan melalui peledakan dengan partikel-partikel kecil yang sama seperti korundum. Bagi implan-implan pengganti sendi panggul total, kekasaran (roughness) permukaan biasanya adalah dalam rentangan 3 – 5 um. Permukaan-permukaan titanium yang dikasarkan ini merangsang pembentukan tulang dan secara langsung mengaktifasi ekspresi osteoblas dari prostaglandin E2 (PGE2) dan transforming growth factor (TGF)-B1. Yang paling penting, permukaan titanium kasar meningkatkan difrensiasi osteoblas sebagaimana dibuktikan oleh meningkatnya produksi alkali fosfatase dan osteokalsin. Sebagai tambahan dari osteointegrasi melalui bone ongrowth langsung, implan femoral dibuat dengan satu disain double wedge taper yang memenuhi stabilitas implan inisial.

Sebagaimana halnya dengan biomaterial-biomaterial yang secara potensial memiliki berbagai keuntungan terus dikembangkan dan diteliti, berbagai permukaan bioaktif dan faktor-faktor bioaktif juga sedang dikembangkan guna memacu dan meningkatkan osteointegrasi implan-implan orthopedi. Mungkin teknik augmentasi permukaan yang paling ektensif diteliti adalah pemberian selubung hidroksiapatit dari implan. Penanganan implan dengan satu penyelubungan osteokonduktif dari hidroksiapatit telah menunjukkan efikasi pada percobaan-percobaan yang sama baiknya dengan studi-studi klinis jangka menengah. Berbagai model binatang telah menunjukkan terperbaikinya kapasitas ingrowth dari implan-implan dengan permukaan terselubung hidroksiapatit ketika dibandingkan dengan yang tanpa selubung. Secara klinis, femoral stems tak bersemen yang terselubung hidroksiapatit telah dapat menyediakan ingrowth yang konsisten dan fungsi yang baik dalam studi-studi follow-up berjangka menengah.

Sebagai tambahan terhadap perbaikan karakteristik osteokonduktif dari implan-implan, meningkatkan kapasitas pembentukan tulang dari lingkungan mikro implan-tulang merupakan strategi lainnya yang sedang dikembangkan guna memperbaiki osseointegrasi. Secara teoritis, meningkatkan jumlah sel-sel osteoprogenitor akan meningkatkan bone ingrowth pada interface ini. Dalam banyak model eksperimental, implan-implan terselubungi sel menunjukkan ingrowth yang lebih cepat dan lebih ekstensif ke dalam saluran-saluran implan ketika dibandingkan dengan implan-implan yang tak berselubung. Jadi, augmentasi seluler dari permukaan implan-implan guna meningkatkan aktifitas biologi merupakan satu bioteknologi alternatif yang masih memerlukan penyelidikan lanjutan.

Sebagaimana ketersediaan dari protein-protein rekombinan menjadi lebih mendapat tempat, faktor-faktor osteokonduktif akan digunakan untuk menguatkan osteointegrasi implan-tulang. Dalam hal ini, berbagai studi menunjukkan bahwa, TGF-B1 dan bone morphogenetic protein (BMPs) mempertunjukkan aktifitas osteoinduktif pada interface implan. Secara spesifik, human rekombinan BMP-2 telah menunjukkan kemampuan menguatkan ostrointegrasi implan-implan titanium terselubung porous ektopik pada model-model tikus dan kelinci, Jadi, fakor-faktor biologis dapat dengan sukses diaplikasikan pada permukaan implan guna menguatkan osteointegrasi dan fiksasi dalam model-model eksperimental. Aplikasi klinis dari berbagai teknologi ini sepertinya akan diselidiki sepanjang dekade berikut ini.

KEHILANGAN TULANG ADAPTIF DAN BERBAGAI TERAPI POTENSIAL

Kehilangan tulang adaptif dirujuk sebagai perubahan-perubahan dalam massa dan geometri tulang sebagai respon terhadap berbagai perubahan dalam gaya-gaya mekanik dan lingkungan. Body disuse sebagai hasil dari kehilangan tulang atau massa tulang meningkat setelah mengikuti latihan adalah salah satu contohnya.

Selama pertumbuhan dan perkembangan, skelet mengoptimalisasi arsitekturnya melalui subtle adaptaton terhadap beban-beban mekanik. Mekanisme untuk adaptasi tersebut menyangkut proses multistep dari mechanotransduction seluler termasuk mechanocoupling (merupakan konversi dari gaya-gaya mekanik menjadi sinyal-sinyal mekanik lokal seperti halnya shear stresses yang menginisiasi satu respon oleh sel-sel tulang), biochemical coupling (merupakan transduksi satu sinyal mekanik ke satu respon-respon biokhemis termasuk jalur-jalur dalam membran sel dan sitoskeleton), pensinyalan sel-ke-sel dari sel-sel sensor (kemungkinan adalah osteosit dan bone lining cells) ke sel-sel efektor (osteoblas atau osteoklas) menggunakan molekul-molekul pensinyalan seperti halnya prostaglandin dan oksida nitrat, dan respon efektor (pembentukan atau penyerapan tulang agar terjadi perubahan-perubahan arsitektural yang sesuai).

Berbagai perubahan struktural dapat diperkirakan dengan berdasarkan pada tiga hukum mendasar: (1) Adaptasi tulang diarahkan oleh beban-beban dinamik dari pada statik, (2) perpanjangan durasi pembebanan memiliki satu efek pengurangan pada adaptasi tulang lebih lanjut, (3) sel-sel tulang berakomodasi ke satu lingkungan pembebanan mekanik yang membuat mereka kurang responsif terhadap sinyal-sinyal pembebanan rutin atau customary.

Latihan membantu mempertahankan massa tulang dan melawan osteoporosis, namun hubungan antara gaya mekanik dan pembentukan tulang adalah kompleks. Dalam hal ini, latihan berperiode pendek, dengan 4 hingga 8 jam istirahat di antaranya, menyediakan satu stimulus osteogenik yang lebih efektif dibandingkan satu sesi latihan sustained tunggal. Beberapa studi menyimpulkan bahwa stimulus mekanik berkekuatan rendah dan berfrekuensi tinggi adalah anabolik sebagaimana ditunjukkan pada tulang trabekuler pada anak-anak dan oleh pencegahan. Bagaimanapun, berbagai studi juga menyarankan bahwa pembebanan tulang terkoordinasi berulang dikaitkan dengan aktifitas habitualis mungkin memiliki efek yang sedikit pada preservasi massa tulang dan bahkan mungkin mengurangi potensial osteogenik dari stimulus osteogenik tinggi lainnya.

Implan-implan yang dipasangkan ke dalam tulang seringkali mengubah sifat-sifat mekanik tulang dan secara ultimate mengubah beban ke tulang inang. Perubahan-perubahan ini disebut sebagai stress shielding dan dipercaya berkontribusi kepada net bone loss. Tingkat parah dari stress shielding adalah ditentukan oleh kekakuan (stiffness) relatif implan dan tulang inang. Geometri dan sifat-sifat material dari implan dan tulang inang adalah faktor-faktor yang menentukan derajat dari stress shielding. Implan-implan alloy kobalt-khromium memiliki satu modulus elastisitas yang lebih tinggi dan menyebabkan stress shielding yang lebih dibandingkan dengan implan-implan alloy titanium dengan bentuk yang sama. Tambahannya, letak relatif implan di dalam tulang inang dan diameter implan relatif terhadap tulang inang berperan crucial sebagai satu penentu bagi tingkat parah stress shielding. Implan-implan yang terletak ke sentral dan dengan diameter kecil menimbulkan stress shielding yang lebih rendah.

Nampaknya bahwa remodeling tulang adaptif atau loss tidaklah dipengaruhi oleh tipe dari selubungan porous. Kenyataannya, implan-implan dengan selubungan di proksimal tidak menampakkan perlindungan melawan kehilangan tulang ketika dibandingkan dengan implan-implan dengan selubungan penuh; terlebih lagi, implan-implan tak berselubung menyebabkan kehilangan tulang proksimal sepanjang waktu sebagaimana halnya pada implan-implan berselubung. Hal ini dapat diuraikan, sedemikian, bahwa satu metode efektif dalam perlindungan melawan kehilangan tulang jangka lama setelah arthroplasti total panggul memerlukan pengurangan stress shielding melalui pengurangan kekakuan implan. Sebaliknya, pembebanan dan metode-metode osteogenik dapat diaplikasikan untuk meningkatkan kekakuan struktural tulang inang dan dengan demikian memperbaiki kompatibilitas biologiknya dengan implan.

Tulang adalah jaringan hidup yang melakukan perubahan-perubahan dan itu menunjukkan adanya berbagai proses seluler yang mencatatkan berbagai perubahan-perubahan tersebut. Hal ini harus difahami bahwa berbagai respon tulang adaptif terhadap stres-stres mekanikal dan yang lainnya adalah diatur oleh respon-respon seluler. Sel-sel dari network osteosit/osteoblas (mesenkimal) dan osteoklas (hematopoeitik) adalah terbaik diposisikan untuk menghormati strain mekanik. Berbagai respon terkait strain memacu banyak perubahan mayor dalam fungsi dan nasib dari sel-sel ini, yang mana bervariasi sebagai satu hasil dari pembentukan tulang, penyerapan tulang, dan satu angka pengurangan apoptosis. Jadi, perhatian harus diberikan kepada pengaturan mekanistik dari sel-sel ini di bawah proses-proses adaptif-tulang. Alternatifnya, penghambatan terhadap kehilangan dan remodeling tulang dapat dicapai melalui inhibisi dari osteoklas. Selain bifosfonat, telah tersedia kini satu generasi baru inhibitor osteoklas, seperti osteoprotegerin (OPG), receptor activator of nuclear factor-kappaB (RANK)-Fc, etanercept, dan inhibitor selektif dari tirosin kinase. Agen-agen ini telah menunjukkan keefektifannya pada model binatang, dan beberapa di antaranya menjanjikan menghentikan kehilangan tulang pada manusia.

Rabu, 25 November 2009

Material Keramik sebagai Biomaterial dalam Orthopedi

Material keramik adalah padat, campuran inorganik yang terdiri dari elemen-elemen metalik dan nonmetalik terikat bersama melalui ikatan ionik atau kovalen. Berbagai keramik adalah termasuk campuran-campuran seperti silika (SiO2) dan alumina (Al2O3). Bila diproses secara tepat sehingga memiliki kemurnian tinggi, mereka menunjukkan biokompatibilitas yang sempurna (satu fungsi dari insolubilitas dan inertness kimia) dan ketahanan wear yang tingi (keras, licin, permukaan hidrofilik). Material-material keramik adalah sangat kaku dan brittle, namun sangat kuat di bawah beban kompresi. Dalam orthopedi, keramik merupakan material yang baik bagi dua aplikasi yang sangat berbeda. Pertama, termasuk penggunaannya dalam komponen-komponen arthroplasti sendi total sebagai keramik penuh, seperti alumina dan zirkonia, dengan ke-inert-an dan ketahanan wear yang lebih superior dibandingkan alloy-alloy metalik. Kedua, termasuk pemakaian keramik, seperti kalsium fosfat dan bioglass (SiO2-Na2O-CaO-P2O5), sebagai pengganti graft tulang dan sebagai selubungan osteokonduktif untuk implan-implan metalik, memungkinkan permukaan-permukaan di mana tulang akan berikatan dengan peralatan tersebut. Keberhasilan dan keterbatasan keramik pada aplikasi-aplikasi tersebut dapat dipahami melalui pertimbangan akan ikatan-ikatan, struktur, dan sifat-sifat mereka.

· Ikatan ionik (elektrovalen) dan kovalen

Keramik secara tipikal merupakan array tiga dimensi ion-ion metal bermuatan positif dan ion-ion nonmetal bermuatan negatif, yang seringkali adalah oksigen. Ion-ion bermuatan positif dibentuk dari elemen-elemen yang secara mudah melepas elektron-elektron terluarnya, dan ion-ion bermuatan negatif dibentuk dari elemen-elemen yang telah siap menerima elektron pada dinding atom terluarnya. Ion-ion bermuatan positif yang berada pada sekelilingnya dengan sebanyak-banyaknya ion bermuatan negatif yang mungkin, demikian pula sebaliknya, menghasilkan satu closely packed arrangement dari nukleus yang terikat secara kuat untuk menimbulkan keadaan dengan total muatan adalah nol. Lokalisasi dari pertukaran ion antara nuklei ini membuat kebanyakan keramik sangat baik sebagai insulator listrik dan termal.

Material-material keramik lainnya terikat satu dengan lainnya bersama melalui ikatan kovalen. Ikatan kovalen terbentuk melalui mutual sharing elektron-elektron antara atom-atom sekitar sehingga elektron-elektron yang bertukaran melengkapi dinding valensi luar dari masing-masing atom. Baik material-material dengan ikatan secara ionik maupun secara kovalen merupakan insulator yang baik. Potensi ikatan yang kuat dari ikatan-ikatan kovalen dapat dipahami melalui pengetahuan akan berlian, yang merupakan satu material berkomposisi hanya atom-atom karbon yang berikatan secara kovalen.

· Struktur mikro keramik

Kebanyakan keramik memiliki struktur mikro poligranuler yang sama seperti alloy metalik. Sifat-sifat keramik tercatat luas karena karakteristik mikrostrukturnya, termasuk ukuran grain, porositas, dan tipe dan distribusi fase-fase dalam masing-masing grain. Sebagaimana halnya dengan alloy metalik, struktur mikro keramik dapat diubah secara bermakna melalui teknik-teknik pemrosesan thermal.

Satu teknik tersering fabrikasi material keramik adalah mencampur partikel-partikel halus dari material dengan air dan satu pengikat organik dan menekan mereka ke dalam satu mold untuk membentuk sesuai yang diinginkan. Selanjutnya dikeringkan melalui pemanasan untuk menguapkan airnya dan membakar habis bahan pengikatnya. Bagian ini kemudian di-fired atau sintered pada satu temperatur yang lebih tinggi. Proses ini menjadikannya densifikasi sebagaimana partikel-partikel masuk ke dalam kontak dekat yang terarahkan oleh mekanisme-mekanisme seperti difusi, evaporasi, dan kondensasi yang mengurangi energi permukaan total dalam bagian itu. Sebagaimana halnya dengan casting alloy metalik, mikro struktur yang terjadi (sehingga juga sifat-sifatnya) dari bagian keramik akan bergantung pada kontrol dari variabel-variabel kunci dalam pemrosesannya. Sebagai contoh, strength adalah berbanding terbalik secara proporsional baik dalam hal ukuran grain maupun porositas. Ukuran grain dapat dikontrol melalui ukuran awal partikel-partikel yang akan digunakan membentuk bagian, di mana semakin kecil ukurannya maka semakin kecil ukuran grain yang didapat. Bagimanapun, ukuran grain akan meningkat selama pemrosesan berlangsung, di mana porositas akan dikurangi, sehingga sintering time adalah sangat penting.

· Penggunaan keramik dalam arthroplasti sendi

Ceramic-on-polyethylene bearing secara komersial telah tersedia untuk beberapa waktu sebagai alternatif untuk metal-on-polyethylene konvensional. Ceramic-ceramic bearing saat ini hanyalah mengantongi ijin untuk distribusi komersialnya di Amerika. Kedua tipe bearing tersebut diperkenalkan bagi maksud penanggulangan masalah wear polietilen oleh karena mereka memiliki beberapa keuntungan mekanik lainnya bagi arthroplasti sendi. Keramik memiliki tingkat kekerasan tinggi dan modulus elastisitas tinggi, yang memungkinkan mereka untuk diperlicin menjadi hasil akhir yang sangat halus dan menjadi tahan pengasaran sementara saat digunakan sebagai satu permukaan bearing. Mereka memiliki wettability yang baik, yang memungkinkan pembentukan lapisan lubrikasi antara pasangan keramik untuk mengurangi bentuk-bentuk adesif dari wear.

1. Alumina

Oksida aluminium (Al2O3) memiliki ketahanan abrasi yang tinggi dan bila diperlicin dengan baik ia akan memiliki permukaan dengan satu koefisien friksi yang sangat rendah berhadapan baik dengan UHMWPE maupun dengan sesamanya. Pengalaman jangka panjang dengan alumina-on-polyethylene bearing bagi pengganti sendi panggul menunjukkan pengurangan wear rate dibanding dengan apa yang secara tipikal terjadi dengan penggunaan metal-on-polyethylene bearing, juga demikian bila dikaitkan dengan penurunan dalam kejadian osteolisis, yang kesemuanya tersebut kemudian menyarankan kepada kita bahwa tipe-tipe bearing ini adalah memang menguntungkan dalam hal memperbaiki tampilan klinis. Penggunaan alumina-on-polyethylene bearing dalam ganti sendi lutut adalah terbatas, dan hanya hasil-hasil pemantauan berjangka menengah yang tersedia. Hasil-hasilnya adalah memuaskan namun ketiadaan pembandingan langsungnya dengan permukan metal-on-polyethylene bearing konvensional dari desain yang sama dan kurangnya hasil-hasil penelitian berjangka lamanya, membuat sulit untuk ditentukan keuntungan-keuntungan klinisnya.

Di awal-awalnya, pengalaman klinis menunjukkan fraktur kaput femur alumina merupakan satu komplikasi yang bermakna, dengan satu angka insiden lebih dari 5% dalam beberapa seri yang dilaporkan. Beberapa perbaikan dan standarisasi dalam pemrosesan alumina, termasuk penghalusan ukuran grain, hot isostatic pressing dari material setelah sintering untuk lebih meningkatkan densitasnya, dan perbaikan manufacturing taper connection telah mengawali menuju satu perbaikan dramatik dalam penampilannya. Ukuran grain, semisal, secara tipikal melewati 4μm pada 1970-an dengan densitas sekitar 4 g/mm3; ukuran grain saat ini dipertahankan pada sekitar 0.5μm dengan densitas sekitar 6g/mm3. Sebagai hasil dari berbagai perbaikan tersebut membuat sebesar 45% meningkatnya kekuatan. Meski alumina dipertimbangkan sebagai memiliki biokompatibel tinggi, adanya osteolisis periprostetik sekunder terhadap debris alumina mendorong perhatian ke arah bahwa partikel-partikel kecil yang dimakan oleh sel dapat memicu satu reaksi biologis yang tidak menguntungkan tanpa perlu mempertimbangkan naturalitas kimia mereka.

Ceramic-on-ceramic bearing telah digunakan secara luas dalam arthroplasti sendi panggul di Eropa. Umumnya, secara klinis sendi alumina-on-alumina menunjukkan wear rate yang sangat rendah. Bagaimanapun, hasil-hasil adalah bergantung disain, dan bahkan bearing-bearing ini dapat menunjukkan wear yang besar bila diinkoorporasikan ke dalam satu disain yang inferior. Laporan-laporan terkini juga menunjukkan ketahanan wear yang memuaskan pada pasien-pasien muda, dengan bukti-bukti tanpa adanya wear dan osteolisis terukur dalam lebih 10 tahun diikuti. Lebih lanjut, fraktur kaput tidak pernah dijumpai pada kelompok pasien dengan aktifitas tinggi ini, yang lebih menguatkan keyakinan akan sifat-sifat mekanik yang telah mengalami perbaikan dari material keramik alumina.

2. Zirconia

Penggunaan zirkonia sebagai satu permukaan bearing yang berhadapan dengan polietilen tidak terbukti sukses secara klinis sebagaimana pemakaian alumina. Pembandingan langsung antara alumina-, zirkonia-, dan metal-on-conventional polyethylene bearing pada pasien-pasien dengan penggantian sendi panggul total menunjukkan wear rate tertinggi pada kelompok zirkonia, yang konsisten dengan satu peningkatan konten monoklinik pada permukaan dari kaput-kaput zirkonia yang diambil dari pasien-pasien dalam seri yang sama. Propensitas untuk zirkonia bertransformasi dari satu bentuk kristalin tetragonal, yang stabil dalam temperatur yang ditingkatkan, ke bentuk monokliniknya yang kurang tough merupakan satu ketidakberuntungan material ini yang membuat FDA Amerika memeringati akan pemakaian resterilisasi otoklaf bagi kaput-kaput zirkonia. Menurunnya toughness membuat material lebih mudah menjadi kasar dan meningkatnya wear. Masalah-masalah dengan berbagai proses pembuatannya yang menyebabkan tingginya insiden fraktur mendorong akhir-akhir ini penarikan kembali sembilan batches kaput-kaput zirkonia dari peredarannya oleh pabik pembuatnya secara volunter.

3. Keramik sebagai pengganti tulang

Aplikasi kedua bagi material keramik adalah dalam lingkup penggantian tulang. Keramik dan material-material glass tertentu telah diketahui memiliki sifat-sifat osteokunduktif di alam, seperti bahwa osteoblas membentuk tulang ketika fase mineral berkontak langsung dengan permukaan keramik. Ikatan kimia atau fisik yang terbentuk antara keramik dan tulang belum deketahui pasti, namun hasilnya adalah cukupnya kekuatan interfascial dari aplikasi itu sebagaimana pada penggunaan selubungan keramik pada implan yang telah digunakan dalam rangka mendorong perbaikan fiksasi implan ke tulang.

Kebanyakan aplikasi biokeramik adalah ditujukan pada serangkaian proses resorpsi atau pelepasan biokeramik melalui substitusinya dengan tulang yang remodel. Fase mineral dari tulang adalah hidroksiapatit, yang tiada lain adalah kalsium fosfat (Ca10[PO4]6[OH]2). Stabilitas dari keramik kalsium fosfat adalah bergantung pada temperatur dan lingkungan dan dapat dipengaruhi oleh substitusi (sebagai contoh, karbonat untuk fosfat). Selubungan hidroksiapatit untuk fiksasi implan-implan load-bearing telah merupakan pemakaian klinis untuk lebih dari satu dekade. Bagaimanapun, komposisi yang benar dari selubungan ini dapat sangat bervariasi oleh karena perbedaan dari proses-proses pembuatan dan berubah in vivo dengan berjalannya waktu. Studi-studi dari selubungan pada implan-implan yang diambil dari pasien menunjukkan bahwa meskipun selubungannya seringkali bersifat osteokonduktif, berikatannya dengan tulang adalah tidak uniform, dan selubungannya sendiri mungkin tidak, sejatinya, berupa hidroksiapatit, namun satu campuran dari fase-fase, termasuk kalsium oksid, trikalsium fosfat, dan kalsium fosfat amorf. Selubungan telah menunjukkan bahwa ia akan larut dan fraktur dari substrat implan dan dapat di dilepaskan oleh satu proses remodeling osteoklastik.

Semen hidroksiapatit (secara sendiri-sendiri atau berkombinasi dengan semen tulang PMMA) telah juga dikembangkan. Semen yang dapat diinjeksikan dan memadat secara isotermal menjadi satu apatit yang sama seperti dalam tulang dan memiliki kekuatan yang sebanding dengan tulang kanselus telah diujicobakan pada binatang percobaan dan telah digunakan secara klinis, khususnya dalam aplikasi maksilofasial. Semen menunjukkan bahwa ia mempertahankan kekuatannya sebagaimana ia di-remodel, membuatnya terpilih untuk digunakan sebagai material sulih tulang. Semen hidroksiapatit telah menunjukkan sebagai seefektf sulihan otogenik dalam menangani defek-defek tulang.

Glas bioaktif adalah didasarkan secara tipikal pada berbagai kombinasi dari SiO2, CaO, N2O, dan P2O5. Secara partial material ini terlarutkan in vivo, membentuk satu hidrogel permukaan yang kaya dengan ion-ion kalsium, dan fosfat. Kristalisasi mengawali pembentukan apatit dan, berarti satu ikatan dengan tulang. Sifat brittle dan stabilitas inheren dari material ini telah membatasi pemakaiannya bagi aplikasi-aplikasi nonstruktural seperti untuk coatings (selubungan) dan fillers (pengisi).

Polimer sebagai Biomaterial dalam Orthopedi

Polimer merupakan molekul-molekul besar terbuat dari kombinasi dari molekul-molekul kecil. Molekul-molekul kecil ini disebut unit-unit “mer” dari kata bahasa Yunani “meros” yang artinya bagian. Di sini akan dibicarakan hanya monomer organik, terutama berbagai molekul dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Tabel 3 menunjukkan daftar polimer yang sering digunakan dalam berbagai aplikasi orthopedi.


Definisi dan Sifat-sifat Polime
r

Sifat-sifat satu polimer ditandai oleh struktur kimianya (monomer-monomer yang digunakan untuk membuat polimer), berat molekulnya (jumlah monomer dalam polimer), struktur fisiknya (cara dalam mana monomer dilekatkan satu dengan yang lain), isomerisme (orientasi atom yang berbeda-beda dalam beberapa polimer), dan kristalinitas (paketan rantai-rantai polimer ke dalam ordered atomic arrays).

Polietilen merupakan polimer yang paling sederhana, seluruhnya terdiri dari unit-unit monomer etilen. Jumlah unit-unit etilen dalam satu rantai polimer menunjukkan berat molekulnya. Sebagai contoh, setiap monomer etilen memiliki satu berat molekul sebesar 28. Satu polimer yang terbuat dari 1000 unit etilen akan memiliki berat molekul sebesar 28000. Bagaimanapun, selama polimerisasi etilen, tidak semua rantai akan berakhir dengan jumlah unit yang sama; sehingga, tidak semua rantai akan memiliki berat molekul yang sama, yang menjadikannya ke dalam satu distribusi berat molekul. Baik rentangan distribusi dan besarnya berat molekul dapat dengan jelas memengaruhi kekakuan, kekuatan, toughness, dan sifat-sifat wear satu polimer sebagaimana halnya polietilen.

Kopolimer merupakan polimer yang terdiri dari lebih dari satu tipe monomer. Sebagai contoh, polimetilmetakrilat, yang sering disebut ebagai semen tulang atau PMMA, dapat mengandung kopolimer-kopolimer metil metakrilat dan polistirin atau metil metakrilat dan asam metakrilat. Di dalam kopolimer-kopolimer, distribusi monomer-monomer yang berbeda secara potensial dapat memengaruhi sifat-sifat polimer, bergantung dari apakah mereka secara acak terdistribusikan (AABABBBABAAABB...) atau berurutan secara berganti (ABABAB...) atau dalam blok-blok (AAABBBAAABBBAAA...). Lebih lanjut, cara yang mana masing-masing monomer dikaitkan kepada keseluruhan struktur polimer dapat memberikan rangkaian struktural yang berbeda. Pada polimer-polimer linier, monomer-monomer dikaitkan ujung dengan ujung. Pada polimer-polimer yang bercabang, rantai-rantai samping (cabang-cabang) monomer dikaitkan kepada rantai utama, dan panjang dari masing-masing cabang, jumlah cabang, dan distribusi cabang akan memengaruhi sifat-sifat polimer. Pada polimer-polimer cross-linked, rantai-rantainya terikat secara kovalen satu dengan yang lain pada berbagai lokasi sepanjang rentangannya. Kemungkinan-kemungkinan struktural lainnya dapat terjadi di dalam polimer. Sebagai contoh, tiga kemungkinan muncul untuk kelompok CH3 dalam setiap segmen monomer dari polipropilen, yaitu: semua segmen dapat berada pada sisi yang sama dari backbone-nya (isostatik), pada sisi selang-seling (sindiotaktik), atau bertempat secara acak (ataktik). Isomerisme, secara khusus, dapat menjadi penting dalam penentuan aktifitas biologis dan sifat-sifat fisik polimer.

Temperatur juga dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer. Pada temperatur di bawah temperatur transisi gelas (Tg), satu polimer akan nampak bagai gelas di alam dan adalah secara umumnya kaku, kuat, dan brittle. Di atas Tg, polimer adalah bagai kulit dan tougher dan kurang kaku. Tg dari UHMWPE adalah mendekati -40o; jadi, untuk aplikasi orthopedi, UHMWPE berada dalam tampilan bagai kulit. Sebaliknya, Tg bagi PMMA semen tulang adalah lebih besar dari 60o; jadi, dalam aplikasi orthopedi, aplikasinya adalah dalam tampilan bagai gelas.

Segmen-segmen dari rantai-rantai polimer dapat berangkai dengan sendirinya dalam satu rangakian kristalin yang terstruktur, mirip dengan bidang-bidang atomik dalam alloy metal. Secara maya, semua polimer adalah garis-semikristal dalam mana hanya beberapa area dari struktur adalah terangkai, di bagian lainnya rantainya berorientasi secara acak dalam satu cara seperti amorph (gb.8). Derajat kristalinitas dapat berpengaruh besar terhadap sifat-sifat polimer bergantung pada ukuran, orientasi, dan distribusi area-area kristalin.

Penggunaan Polimer dalam Peralatan Orthopedi

· Penggunaan Polimer dalam Arthroplasti Sendi

1. Semen Tulang PMMA

Semen tulang PMMA telah merupakan polimer pilihan sebagai satu grouting agent untuk menahan komponen-komponen implan ke tulang sejak saat diperkenalkannya oleh Charnley dalam tahun 1970-an. PMMA yang digunakan dalam orthopedi tersedia dalam dua bagian, yaitu: satu cairan dalam satu ampul gelas ukur dan satu bubuk dalam satu kantongan. Sebagian besar cairan tersebut adalah monomer metilmetakrilat, namun juga berisi hidrokuinon dan N,N-dimetil-p-toluidin. Hidrokuinon menghambat polimerisasi, memastikan bahwa cairan tidak terpolimerisasi secara prematur akibat panas atau cahaya; N,N-dimetil-p-toluidin bekerja untuk memercepat polimerisasi dan me-offset efek hidrokuinon saat cairan dan bubuknya dicampur, dan reaksi telah mulai. Proses mulai ketika cairan monomer dituangkan kemudian kontak dengan satu inisiator, dibenzoil peroksida, yang dicampurkan ke dalam bubuk. Sebagai tambahan terhadap inisiator, bubuk dikomposisikan utamanya merupakan PMMA terpolimerisasi atau satu campuran PMMA dengan satu kopolimer dari baik PMMA dan polistirin ataupun PMMA dan asam metakrilat, bergantung pada tingkat dan pembuat semen. Kopolimer berperan meningkatkan toughness. Material radiopak, apakah barium sulfat (BaSO4) ataupun zirkonia (ZrO2) juga dicampurkan ke seluruh bubuk guna memungkinkan semen dapat dipertunjukkan melalui radiograf. Berat molekul rata-rata dari satu campuran semen tulang yang tipikal setelah curing adalah 242000, meski rentangan berat molekuler campuran akhir dan bentuk set-nya adalah besar.

Ketika proses polimerisasi dimulai, ikatan ganda karbon-karbon awal mula dalam metilmetakrilat dipecahkan, dan ikatan tunggal karbon-karbon yang baru kemudian dibentuk dalam rantai polimer. Panas yang dimunculkan selama proses ini adalah mendekati 130 kal/gr monomer metilmetakrilat. Suhu yang meningkat, bagaimanapun, menunjukkan jumlah dan ketebalan gumpalan semen dan perpindahan panas ke struktur-struktur sekitar. Temperatur semen tulang selama polimerisasi in vivo adalah serendah 40oC, di bawah 56oC yang menyebabkan denaturasi protein dan suhu 47 oC dilaporkan dapat menimbulkan nekrosis tulang. Keberhasilan klinis jangka panjang dari implan semen tulang arthroplasti dan aplikasi pengisi tulang seperti vertebroplasti secara kuat menunjukkan bahwa nekrosis termal tidaklah merupakan faktor penting yang memengaruhi tampilan secara keseluruhan.

Antibiotika dapat ditambahkan ke semen tulang yang bertujuan sebagai profilaksis atau pengobatan infeksi. Pelepasan antibiotika dari semen menunjukkan bagaimana teknik preparasi, proses kimiawi, dan area permukaan dari semen. Sebagai contoh, di antara semen-semen yang diperdagangkan, pelepasan gentamisin dari semen Simplex (Stryker Orthopaedics, Mahway, NJ) atau semen CMW (DePuy Orthopaedics, Warsaw, IN) adalah secara bermakna kurang dibandingkan yang dari Palacos (Zimmer, Warsaw, IN). Sifat-sifat semen tulang dapat berubah membahayakan melalui penambahan antibiotika selama proses pencampurannya, di mana hal ini menjadikan satu perhatian klinis yang penting ketika antibiotika dicampurkan ke dalam semen saat pembedahan.

Penampilan semen sebagai satu grout untuk fiksasi komponen-komponen arthroplasti sendi telah diperkuat melalui pengembangan protokol-protokol dalam penanganan semen, preparasi tulang, dan semen delivery (teknik penuangan semen ke dalam tulang). Sebagai contoh, pencampur vakum atau formulasi-formulasi berviskositas rendah dari semen yang kemudian dituangkan ke dalam tulang di bawah tekanan menggunakan satu senapan semen secara bermakna mengurangi porositas semen dibandingkan dengan semen yang dicampur dengan tangan. Mengurangi porositas menghasilkan lebih banyak semen dalam mantel dan meningkatkan kekuatan strukturalnya, meski sifat-sifat semennya sendiri tetap tidak berubah. Meski sulit untuk dibuktikan secara klinis, berkurangnya porositas haruslah mengurangi kesempatan munculnya fraktur mantel semen yang nantinya berlanjut menjadi terlepasnya implan. Sifat-sifat mekanikal khas dari semen tulang adalah termasuk: compressive ultimate strength sebesar 85 hingga 110 Mpa, tensile strength sebesar 25 hingga 45 Mpa, fatigue strength sebesar 10 hingga 15 Mpa, dan dengan modulus elastisitas sebesar 1 hingga 4 Gpa.

2. Ultrahigh Molecular Weight Polyethylene

Panggul pertama yang menggunakan UHMWPE sebagai satu permukaan penerima beban diimplantasikan dalam tahun-tahun 1960-an. Keluarga UHMWPE tetap merupakan material pilihan sebagai permukaan penerima beban dalam arthroplasti sendi total. Berbagai perbedaan di antara berbagai tipe polietilen merupakan satu hasil dari perbedaan dalam berat molekul dan besar dan tipe percabangannya. UHMWPE, sebagaimana namanya digunakan, memiliki satu berat molekul yang tinggi (secara khas melebihi satu juta), yang membuatnya secara bermakna dengan kekuatan dan strength yang lebih tinggi dan dengan karakteristik abrasive wear yang lebih baik dibandingkan dengan polietilen densitas-tinggi (dengan berat molekul dalam kisaran 500000).

Tiga metode digunakan untuk membuat komponen-komponen orthopedi UHMWPE. Dalam ram extrusion, resin UHMWPE di ekstrusikan melalui satu circular die di bawah panas dan tekanan untuk membentuk satu cylindrical bar yang, sebaliknya, dibentuk menjadi bentukan akhir. Dalam compression molding, resin di molded (lagi dengan panas dan tekanan) ke dalam satu large sheet, yang dipotong-potong menjadi bagian-bagian lebih kecil yang digunakan dalam pembuatan komponen-komponen akhir. Akhirnya, dalam bentuk rata-rata atau direct compression molding, resin secara langsung di molded menjadi bagian terakhir. Dalam proses molding langsung, additional machining biasanya dibutuhkan untuk me-create bentuk-bentuk lebih detil seperti locking mechanisms atau backside profile dari insert-insert acetabular dan tibial; permukaan artikuler tidak di machine.

Metode terbanyak yang digunakan untuk menyeterilisasi komponen-komponen UHMWPE selama ini adalah memakai pemaparannya dengan sterilisasi radiasi gamma. Untuk beberapa waktu lamanya, meskipun telah diketahui bahwa terjadi oksidasi UHMWPE setelah sterilisasi gamma, tindakan sterilisasi tersebut tidaklah membuatnya menjadi satu perhatian besar hingga kemudian ada perkiraan terdapatnya hubungan antara debris polietilen wear dan osteolisis dalam tahun 1980-an. Oksidasi pascaradiasi meningkatkan modulus elastisitas, menurunkan duktilitas, dan meningkatkan fracture toughness UHMWPE. Besarnya oksidasi ditentukan oleh dosis radiasi, lingkungan di mana komponen diradiasi, dan ditambah dengan shelf aging.

Oksidasi pascaradiasi diawali oleh radiasi gamma yang digunakan selama sterilisasi. Sinar gamma dapat memecah baik ikatan karbon-hidrogen mapun ikatan karbon-karbon, membentuk banyak radikal bebas (atom-atom dengan elektronnya yang tidak berpasangan) yang kemudian dapat bereaksi untuk ber-recombine (kembali gabung), untuk menyebabkan pemotongan rantai, atau untuk membentuk cross-links. Rekombinasi secara sederhana adalah membentuk ulang ikatan yang telah terputus dan tidak menimbulkan perubahan kimiawi berarti. Pada pemotongan rantai, satu fragmen dibuang dari rantai polimer asalnya. Pemotongan rantai didorong oleh adanya oksigen, yang siap bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan satu berat molekul yang lebih rendah (rantai yang lebih pendek) dan peningkatan densitas (oleh karena rantai-rantai pendek berdekatan secara lebih kuat satu dengan lainnya). Pada cross-linking, radikal-radikal yang berasal dari rantai-rantai polimer yang berbeda berreaksi untuk membentuk ikatan-ikatan kimia (cross-link) antar rantai. Satu cross-linked polymer dapat lebih tahan terhadap abrasi dibanding dengan prekursor non cross-link-nya. Bagaimanapun, level yang tinggi dari bentuk cross-link dapat menyebabkan material menjadi rapuh.

Efek maksimal dari oksidasi pascaradiasi timbul di bawah batas permukaan dari komponen UHMWPE terradiasi. Pada daerah ini, densitasnya adalah sangat tinggi, sebesar 0.007 hingga 0.02 g/mL, lebih tinggi dibandingkan dengan dalam bulk-nya, dan sifat-sifat materialnya adalah sangat buruk, yang pada pemotongan, bagian material yang rapuh dan teroksidasi pada daerah bawah-permukaan akan fraktur dan membentuk satu garis putih (gb.9). Buruknya lagi, oksidasi pada daerah subsurface bekerja bersama-sama dengan daerah di mana stres-stres kontak dapat sangat tinggi dalam peralatan orthopedi seperti pada komponen-komponen tibial sendi lutut yang secara tipikal memiliki permukaan-permukaan artikuler nonconforming. Sebagai hasilnya, satu propensity untuk kerusakan permukaan berjenis wear dalam bentuk pitting dan delamination yang kemudian dapat mengubah fungsi implan dan menyumbang timbulnya osteolisis.

Degradasi pascaradiasi dapat dihindarkan melalui pengubahan metode sterilisasi. Sebagai contoh, beberapa pabrikan produsen telah mengubahnya ke arah metode-metode sterilisasi nonradiasi seperti memaparkan peralatan UHMWPE dengan oksida etilen atau gas plasma. Berbagai metode nonradiasi seperti ini menyeteril permukaan tanpa membentuk radikal bebas yang mengawali timbulnya degradasi oksidatif. Metode-metode nonradiasi tidaklah, bagaimanapun, menimbulkan cross-linking, yang telah diketahui mengurangi wear abrasi dan adesif. Banyak di antara pabrikan lainnya tetap melanjutkan memakai radiasi gamma, namun mengarahkan sterilisasinya dalam satu lingkungan bebas oksigen untuk mengurangi degradasi radikal bebas dan memaksimalkan cross-linking. Berbagai studi klinis akhir-akhir ini pada pasien-pasien dengan ganti sendi panggul total telah menunjukkan satu pengurangan bermakna dalam wear dengan sterilisasi radiasi dalam perbandingannya dengan oksida etilen dan gas plasma.

Penuaan pascaradiasi berlanjut setelah sterilisasi oleh karena keberadaan radikal bebas. Bagi sterilisasi konvensional dalam udara, paparannya dengan lingkungan mengandung oksigen menghasilkan keberlanjutan degradasi sifat-sifat material oleh karena radikal bebas berreaksi dengan oksigen. Degradasi dalam sifat-sifat telah diketahui berhubungan dengan gagal klinis sekunder terhadap wear polietilen berlebih pada pasien-pasien yang dengan ganti sendi lutut total, di mana hasil-hasil ini telah didukung oleh berbagai observasi pada komponen-komponen ganti sendi total yang diambil dari pasien-pasien dan yang melalui studi-studi menggunakan stimulator wear secara invitro dan studi mekanik. Radikal-radikal tersebut, bagaimanapun, dapat ditekan pembentukannya melalui treatment thermal dari polietilen terradiasi, sehingga kelanjutan shelf aging tidak lagi akan terjadi.

Keuntungan dari cross-linking dalam memperbaiki ketahanan komponen-komponen sendi total UHMWPE terhadap wear adhesif dan abrasif telah diketahui sejak pertengahan tahun 1970-an, namun cross-linking telah memberikan tingkat penerimaan klinis yang luas di seluruh dunia hanya dalam beberapa tahun terakhir ini. Penggunaan klinis UHMWPE ter-cross-link tinggi terjadi dalam tahun 1971 dengan implantasi komponen-komponen acetabuler polietilen yang telah diradiasi dengan gamma radiasi sebesar 100 Mrad, yang didasarkan atas hasil-hasil dari reciprocating ball-on-flat laboratory wear tests yang menunjukkan satu penurunan sejumlah besar dalam wear ketika polietilen di cross-link melalui pemaparannya dengan radiasi yang lebih tinggi dari 50 Mrad. Lebih lagi akhir-akhir ini, uji-uji menggunakan simulator panggul telah mengkonfirmasikan bahwa satu penurunan jelas dalam wear rate dengan dosis radiasi serendahnya 5 hingga 10 Mrad (gb.10). Berdasarkan atas hasil-hasil ini, banyak perusahaan telah memperkenalkan banyak versi UHMPWE dengan peningkatan cross-link yang berbeda dalam pemakaian resin, cara di mana resin dibentuk ke dalam peralatan, dan dengan berbagai kondisi radiasi dan pascaradiasi.

Meski cross-link mengurangi wear rate, namun ia dapat memengaruhi fracture & fatigue properties, jadi dalam proses pembuatan finalnya, satu keseimbangan muncul antara wear rendah dan berkurangnya sifat-sifat penting lainnya. Peningkatan perhatian telah terjadi karena berkurangnya toughness dan berkurangnya ketahanan terhadap propagasi fatigue crack, peningkatan komponen polietilen ter-cross-link mungkin rentan terhadap timbulnya gross fraktur dan bentuk-bentuk lain dari wear terkait-fatigue, termasuk pitting dan delaminasi. Berbagai situasi ini dapat timbul kapanpun stres-stres tinggi diperkirakan akan terjadi, seperti halnya dalam insert-insert polietilen yang tipis, dalam insersinya dengan berbagai konsentrasi stres terkait dengan mekanisme locking, atau selama impingiment antara femoral neck dan rim acetabular pada ganti sendi panggul.

Ketahanan terhadap wear terkait-fatigue secara khusus adalah penting dalam ganti sendi lutut dan arthroplasti sendi yang nonconforming, pada mana kebutuhan akan pengurangan conformity sebagai bagian kebutuhan akan fungsi dan kinematik sendi yang appropriate mengawali stres-stres permukaan dan bawah-permukaan yang tinggi, demikian juga pada daerah-daerah kontak bergerak. Meskipun sifat-sifat toughness dan fatigue yang berkurang dapat memberi kecenderungan menjadikan semakin buruknya penampilan UHMPE yang dengan peningkatan cross-link dalam kondisi-kondisi seperti ini, hal itu belumlah terverifikasi melalui uji wear invitro. Pemburukan dalam penampilan ini mungkin sebagai satu hasil dari treatmen-treatment termal pasca-cross-link yang dikembangkan untuk menekan radikal bebas. Berbagai treatment ini termasuk memanaskan polietilen ke temperatur mendekati atau bahkan melebihi titik leburnya; proses stabilisasi disertai oleh satu penurunan dalam modulus elastisitas. Modulus elastisitas yang lebih rendah dikaitkan dengan daerah kontak yang lebih besar dan stres-stres kontak yang lebih kecil dapat memengaruhi ketahanan polietilen dengan peningkatan cross-link terhadap fatigue wear, despite penyerta penurunan dalam sifat-sifat mekanik lainnya.

Dalam arthroplasi sendi, keuntungan klinis dari UHMWPE dengan peningkatan cross-link tetap membutuhkan pembuktian klinis. Hanya melalui studi klinis berjangka panjanglah dapat menunjukkan apakah UHMWPE dengan peningkatan cross-link dapat menyediakan keuntungan bagi pasien penggunanya.

3. Biodegradable Polymers

Biodegradable polymer dapat disintesis untuk berdegradasi secara kimia dan fisik melalui satu cara-cara yang terkontrol untuk setiap waktu. Polimer-polimer yang seperti itu adalah digunakan dalam aplikasi-aplikasi orthopedi untuk menggantikan biomaterial-biomaterial lainnya yang lebih bersifat permanen melalui penyediaannya akan pendukung utama segera, seperti benang jahit, screw, anchor, dan pins, yang kemudian secara perlahan menghilang sebagaimana polimer diserap dan jaringan kemudian menyembuh. Penyerapan memungkinkan jaringan dapat kembali kepada peranan mekanikal normalnya karena kapabilitas load-sharing dari polimer menurun dengan ia diserap. Penyerapan juga menghilangkan kebutuhan akan satu prosedur pembedahan kedua untuk melepas peralatan tersebut. Polimer-polimer yang dapat terserapkan tersebut juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai pembawa obat, melepaskan obat ketika polimer mengalami degradasinya. Biodegradable scaffold untuk tissue engineering saat ini sedang dalam penelitian dan pengembangan. Aplikasinya yang terakhir ini merupakan satu daunting one. Scaffold ini haruslah dapat menyediakan satu lingkungan biologis yang patut bagi sel-sel yang akan dibawanya menuju ke lokasi defek. Ia juga harus dapat menyediakan satu lingkungan mekanis yang patut sehingga sel-sel didorong untuk membentuk matriks ekstraseluler dengan sifat-sifat biomekanik yang tepat, sementara dalam waktu yang bersamaan degradasinya harus pada satu rate yang adekwat bagi jaringan untuk menggantikan scaffold tanpa menimbulkan pengaruh buruk terhadap sel-sel atau jaringan.

Termasuk ke dalam biodegradable polymers adalah berbagai variasi dari asam polilaktat, asam poliglikolat, polidioksanon, dan polikaprolakton. Sifat-sifat dari polimer-polimer yang dapat terserapkan ini dapat berrentang lebar. Sebagai contoh, nilai-nilai modulus elastik dapat berrentang antara 0.1 hingga 30 Mpa dan nilai-nilai ultimate strength dari 3 hingga 290 Mpa, bergantung dari tipe polimer, penambahan kopolimer, berat molekul, teknik fabrikasinya, dan penambahan material-material penguat seperti serat-serat. Perubahan sifat-sifat akan diikuti oleh perbedaan-perbedaan yang jelas dalam rate degradasinya dan aktifitas biologisnya.

Asam laktat, sebagai contoh, dapat dibuat dari monomer-monomer baik D(poly-D- lactic acid, PDLA) ataupun L(poly-L-lactic acid) dari asam laktat atau sebagai kombinasi terbuat dari kedua monomer tersebut. Poly-L-lactic acid telah lama dipertimbangkan sebagai satu pilihan yan diharapkan bagi satu polimer yang dapat terserapkan secara biologis oleh karena produk degradasinya adalah asam laktat yang merupakan bahan alami. Bagaimanapun, bentuk dari asam laktat (D atau L) dan tingginya konsentrasi asam laktat dilepaskan ke daerah sekitar peralatan dapat menimbulkan permasalahan biokompatibilitas. Meningkatnya berat molekul dalam poly-D- atau L-lactic acid dapat mengubah/memvariasikan biodegradation rate; sebagai contoh, dengan berat molekul sebesar 5200, polimer kehilangan 50% massanya dalam waktu sekitar 8 minggu, pada mana berat molekul sebesar 89000, polimer yang sama memerlukan 45 minggu untuk kehilangan 21% massanya. Buruknya, sifat-sifat mekanik seringkali menurun lebih cepat dibandingkan kehilangan massanya, satu faktor yang membatasi penggunaan material-material ini untuk aplikasi-aplikasi di mana kebutuhan-kebutuhan akan beban adalah rendah.

Kelas lain dari material biodegradable yang mendapat perhatian dalam orthopedi adalah hidrogel. Hidrogel merupakan satu kelompok polimer yang lunak, porous-permiable yang bersifat nontoksik, noniritan, nonmutagenik, nonalergenik, dan biokompatibel. Mereka menyerap air (sehingga memiliki konten air yang tinggi). Mereka memiliki koefisien friksi yang rendah dan sifat-sifat mekanikal bergantung-waktunya yang dapat divariasikan melalui pengubahan komposisi dan struktur materialnya. Hidrogel telah dipertimbangkan penggunaannya dalam satu rentangan luas aplikasi-aplikasi biomedik dan kefarmasian; aplikasi orthopedi termasuk tissue engineering untuk tulang rawan dan bagi pembawaan obat.

Material Metalik sebagai Biomaterial dalam Orthopedi

Alloys merupakan metal yang dikomposisikan dari campuran (mixtures) atau cairan (solutions) elemen-elemen metalik dan nonmetalik yang ditambahkan untuk kebutuhan-kebutuhan workability, kekuatan, ductility, modulus elastisitas, ketahanan terhadap korosi, dan biokompatibilitas yang diperlukan bagi penggunaan-penggunaan penahanan beban yang spesifik. Alloy metalik memiliki satu rentangan fitur-fitur yang membuat mereka menarik untuk digunakan sebagai implan-implan penahan beban struktural; sebagai konsekuensinya, mereka secara luas digunakan dalam bedah orthopedi. Alloy metal dapat diciptakan melalui satu variasi teknik yang nantinya bermuara pada fleksibilitas dalam hal-hal sifat mekaniknya maupun dalam hal bentuknya.

Ikatan metalik

Misalkan ada satu leburan metal yang didinginkan untuk membentuk satu material padat. Ketika suhu menurun, banyak kristal-kristal kecil bernukleasi, yang masing-masingnya tumbuh melalui penambahan atom-atom. Dalam masing-masing kristal, atom-atom secara teratur berjarak satu dengan yang lainnya dan ter-packing bersama dalam konfigurasi spesifik, bergantung dari kondisi-kondisi termodinamik dan campuran atom-atom dari elemen-elemen berbeda yang berada dalam cairan leburan (gb.2). Atom-atom berikatan bersama-sama, berbagi elektron-elektron terluarnya; mobilitas elektron-elektron antar atom ini memberikan panas dan konduktifitas metal yang sempurna. Atom-atom yang terpaket lebih kuat akan memberikan kekuatan ikatan metal yang lebih tinggi. Ikatan-ikatan metalik yang kuat seperti itu menyebabkan meningkatnya kekuatan dan titik lebur metal tersebut.

Struktur mikro

Ketika pendinginan leburan metal dilanjutkan, maka lebih banyak lagi atom-atom yang menempel pada situs-situs nukleasi (gb.3, A & B), dan masing-masing kristal ukurannya bertumbuh. Lengan-lengan kristal yang lebih luar mulai membuat kontak dengan sesama tetangganya, sehingga ketika solidifikasi menjadi penuh, metal padat yang terjadi merupakan satu array dari bentukan tidak beraturan kristal-kristal yang disebut grain-grain (gb.3, D). Seringkali, impurities yang tidak dapat tepat bersesuaian ke dalam konfigurasi kristalin akan tetap berada dalam cairan, yang selanjutnya berakhir dalam ruang-ruang sekitar grain. Struktur mikro dapat ditunjukkan melalui pemolesan/pelicinan satu permukaan metal yang datar, etching permukaan menggunakan satu agen korosif ringan untuk dapat menunjukkan ruang-ruang antar grain, dan mengevaluasi permukaannya melalui visualisasi menggunakan miroskop (gb.4).

Angka kecepatan pada mana satu leburan metal mendingin akan mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk. Penurunan suhu yang lambat merangsang pembentukan relatif sedikit nukleus-nukleus yang dispersed di sekitar mana kristal akan terbentuk, yang kemudian menghasilkan kristal berukuran besar-besar. Pendinginan cepat memungkinkan bagi pembentukan sejumlah besar atom-atom nukleasi sehingga akan didapat sejumlah besar grain-grain kecil atau kristal yang tebentuk.

Sifat-sifat mekanis juga dioptimalkan melalui pembentukan ukuran grain yang uniform dan melalui penghindaran pembentukan void atau impurities dan bergantung pada konfigurasi atomik (gb.2), geometri dan ukuran grain-grain (gb.3), dan isi dari ruang antar grain. Sebagai contoh, deformasi plastik dalam metal terjadi melalui bergesernya barisan-barisan atom melewati satu dengan lainnya dan difasilitasi oleh adanya defek atomik yang disebut dislokasi. Dislokasi bergerak melalui grain, yang akhirnya mencapai ruang antar grain. Oleh karena grain tetangganya memiliki orientasi bidang-bidang atom yang berbeda, dislokasi sementara akan berhenti. Semakin kecil ukuran grain, lebih cepat kecepatan dislokasi dihentikan. Jadi, ukuran grain yang lebih kecil memberi kekuatan yang lebih besar kepada alloy.

Ukuran grain, dan tentunya sifat-sfat mekanik dapat dikontrol selama masa penciptaan. Jadi, langkah-langkah yang digunakan untuk memroduksi satu implan orthopedi dapat dimanipulasi agar mendapatkan sifat-sifat yang diharapkan.

Proses pembuatan alloy metalik

Implan metalurgi secara khas diciptakan melalui proses-proses: casting, forging, atau extrusion, diikuti oleh treatment termal pascaproses seperti kerja mekanikal dan annealing. Casting merupakan satu proses selama mana leburan metal ditaburkan ke dalam satu cetakan (gb.5, A) yang memungkinkan panas dapat dengan cepat ditransfer menjauh dari leburan metal, memfasilitasi pendinginan cepat dan memungkinkan terbentuknya sejumlah besar situs-situs nukleasi dan satu hubungan struktur-struktur grain halus. Kontrol kualitas dapat merupakan satu isu debat selama masa proses casting. Bila solidifikasi berjalan lambat sekali, grain-grain memiliki cukup waktu untuk tumbuh, dan elemen yang meng-alloy cenderung menguatkan material terdistribusikan lewat grain-grain yang dapat bersegregasi ke ruang-ruang antar grain; kedua faktor tersebut jelas sekali akan mengurangi kekuatan metal dan bahkan dapat menurunkan resistensi terhadap korosi. Bila proses solidifikasi berjalan terlalu cepat, gas-gas yang terlepas selama masa proses ini dapat terkurung dalam struktur mikro, yang membentuk void-void yang dapat berperan sebagai penimbul stres, yang kemudian mengurangi fatigue strength.

Forging merupakan satu proses pada mana setengah bagian dari satu die dilekatkan pada satu hammer (palu), dan setengah bagian lainnya dilekatkan pada satu anvil, dan metal yang akan dibentuk dipanaskan dan ditempatkan pada ruang kerja antara kedua bagian tersebut di atas (gb.5, B). Ketika hammer dijatuhkan, ia akan mem-force metal agar tepat bersesuaian dengan bentuk die. Proses-proses forging konvensional sering membutuhkan dua atau tiga pengoperasian forging secara sendiri-sendiri untuk mencapai bentuk akhir yang diharapkan. Extrusion merupakan satu proses pada mana metal dipanaskan dan di-force melalui satu die untuk mendapatkan satu bagian yang unform dalam potongan tegak (gb.5, C). Proses ini adalah sangat baik bagi penciptaan objek silindris seperti wire, pins, dan potongan tegak sirkuler dari mana rod dan screw selanjutnya dapat dibuat.

Kontrol kualitas selama proses penciptaan itu sendiri dapat sulit dilaksanakan. Berbagai defek dalam cast, struktur kristalin yang tidak uniform dalam material forged, dan adanya stres-stres sisa yang besar-besar dalam extrusi adalah sering terjadi. Treatment termal pasca proses (cold dan hot working, annealing, dan hot isostatic pressing) adalah berbagai cara untuk mengurangi permasalahan tersebut. Stainless steel, sebagai contoh, sering diperkuat dengan memeras material antara penggilingan untuk mengurangi ukuran potongan tegaknya atau melewatkan material melalui satu seri die-die untuk mencapai hasil yang sama tersebut. Kedua metode dilaksanakan pada suhu yang benar-benar di bawah titik lebur steel (yang kemudian disebut cold work). Ketika stainless steel dikerjakan melalui cara ini, struktur mikro materialnya diubah dan ukuran grain-nya dikurangi. Sebagai hasil dari proses pengerasan strain ini, maka kekerasan dan kekuatan permukaannya ditingkatkan (gb.6). Hot working, di lain pihak, menyangkut deformasi plastic dari satu metal pada suhu dan strain rate yang cukup tinggi sehingga rekristalisasi terjadi secara simultan dengan deformasi. Sebagai hasilnya, akan didapat satu ukuran grain yang lebih regular, lebih kecil, dan dibuangnya setiap stres-stres sisa dalam material. Treatment seperti itu (baik hot ataupun cold working) terhadap cast alloy seringkali digunakan untuk menutup void antar kristal, mendistribusikan kembali elemen-elemen alloy, dan memperbaiki sifat-sifat mekanikalnya.

Selama proses annealing, sebuah komponen dipanaskan ke satu suhu di bawah titik leburnya, dipertahankan pada suhu tersebut untuk satu waktu yang tetap, kemudian didinginkan pada satu rate yang ditentukan. Ukuran grain akhir dapat diseleksi melalui pemilahan temperatur annealing secara hati-hati, dan cooling rate-nya. Lebih lanjut, annealing dapat mendorong difusi elemen-elemen alloy ke seluruh struktur mikro, menghasilkan distribusi yang lebih homogen dari alloy.

Hot isostatic pressing merupakan satu prosedur treatment panas selama mana panas (hingga ke satu suhu tepat sebelum titik lebur alloy) dan tekanan (pada sedikitnya 1000 atm.) diaplikasikan pada satu lingkungan hampa oksigen untuk mengonsolidasikan masing-masing bagian. Proses ini seringkali digunakan setelah casting untuk mengonsolidasikan void-void. Proses ini menghasilkan aliran plastis dari alloy, menyebabkan menutupnya void (kolaps) dan lobang-lobang dalam material.

Penggunaan metal dalam peralatan orthopedik

Hampir seluruh material metalik yang digunakan dalam peralatan orthopedi adalah alloy, baik steel (suatu alloy berbahan dasar besi), berbahan dasar titanium, atau berbahan dasar kobalt (gb.7). Elemen-elemen meng-alloy yang digunakan, nama generic alloy, dan sebagian besar aplikasi orthopedi khas mereka disimpulkan dalam tabel 1. Sedangkan sifat-sifat mekanikal mereka disimpulkan dalam table 2.

· Stainless steel

Stainless steel digunakan terbanyak sebagai peralatan implan temporer, seperti plat-plat fraktur, screw, dan nail panggul, meski stainless steel juga digunakan dalam beberapa komponen-komponen femoral Charnley-style untuk ganti sendi panggul. Sebagaimana baja lainnya, stainless steel kebanyakan satu alloy besi-karbon. Elemen-elemen lain yang meng-alloy untuk stainless steel termasuk molibdenum, kromium, dan sejumlah sedikit mangan dan silikon (gb.7). Sifat-sifat dari stainless steel medik adalah bahwa ia menyediakan satu keseimbangan antara kekuatan yang tinggi, duktilitas yang baik, dan tampilan fatigue yang baik (table 2). Duktilitas alloy ini adalah penting dalam berbagai aplikasi seperti halnya screw tulang di mana satu yield point yang pasti memungkinkan ahli bedah dapat merasakan onset deformasi plastiknya, sehingga kejadian gagal screw akibat berlebihnya torque dapat dihindarkan.

Penambahan karbon memungkinkan pembentukan karbid metalik di dalam struktur mikro. Karbid adalah lebih keras dibandingkan dengan material sekitarnya, dan satu distribusi karbid yang uniform menyediakan kekuatan bagi steel. Penambahan elemen-elemen meng-alloy lainnya, seperti molibdenum, akan menyetabilisasi karbid. Bila konsentrasi karbon terlalu tinggi, karbid bersegregasi pada ruang antar grain, yang secara bermakna melemahkan steel melaui terpaparnya steel akan fraktur terkait korosi. Guna meyakinkan penggunaan stainless steel dalam bidang kedokteran adalah tahan korosi, maka kandungan karbid dipertahankan rendah (0.03 – 0.08%).

Khromium adalah sebagai penyedia kualitas ke-baja-an dari stainles steel. Ia membentuk ikatan yang kuat dengan oksida (Cr2O2) pada permukaan yang berfungsi menahan korosi melalui pembentukan satu lapisan pasif antara lingkungan dan steel di bawahnya. Khromium juga menyetabilisasi fase body-centered cubic dari stainless steel (gb.2), yang mana adalah lebih malleable dibandingkan fase face-centered cubic-nya. Melalui hal ini, akan mendorong pembentukan stainless steel menuju geometri akhirnya yang dimaksud.

Nikel ditambahkan dengan maksud melawan kecenderungan khromium untuk menimbulkan pertumbuhan grain. Kecenderungan nikel merangsang grafitisasi karbid (yang mengurangi kekuatan dan kekerasannya) adalah, sebaliknya, beradu dengan kekuatan kecenderungan pembentukan karbid oleh kromium. Penambahan kedua material tersebut meningkatkan kekuatan dan ketahanan terhadap korosi. Berbagai screw stainless steel bebas nikel yang baru akhir-akhir ini telah dikembangkan, terutama sekali dibuat untuk melawan isu tentang sensitifitas terhadap nikel.

Oleh karena molibdenum membantu pembentukan karbid yang dapat mengeraskan steel dan membuatnya sulit untuk dibentuk, kandungan molibdenum dipertahankan konsentrasi minimum (2.5 – 3.5%). Molibdenum meningkatkan ketahanan korosi dan memperbaiki kekuatan terhadap benturan. Penambahan sejumlah sedikit vanadium membantu menahan pertumbuhan grain. Sebagaimana halnya molibdenum, vanadium memiliki satu kecenderungan yang kuat untuk membentuk menjadi karbid dan nitrid yang sangat baik berdispersi di dalam struktur mikro.

Stainless steel adalah suseptibel terhadap korosi jenis galvanic dan crevice, meskipun ketahanan korosi dapat diperbaiki melalui peningkatan konsentrasi khromium, molibdenum, dan nitrogen. Untuk meyakinkan pembentukan lapisan oksida, peralatan stainless steel dipasifasi melalui imersinya dalam satu cairan asam nitrat kuat; satu lapisan kobalt, khromium, dan oksida nikel dibentuk pada permukaan satu implan.

Stainless steel dapat di-cast, di-forge, atau di-extrude; bagaimanapun, pendinginan dari steel dengan temperatur ambient harus dikontrol untuk meyakinkan bahwa pendinginan perlahan tidak menyebabkan presipitasi karbid. Aplikasi treatment pascaproses yang terutama adalah cold working. Strain stainless steel menguat dengan sangat cepat dan, dengan demikian, tidak dapat di cold work tanpa treatment intermediet.

· Alloys kobalt

Tiga elemen dasar alloy kobalt adalah kobalt, khromium, dan molibdenum (table 1). Khromium ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan dan ketahanan korosi, khususnya ketahanan terhadap korosi crevice. Sebagaimana dengan stainless steel, khromium membentuk satu film perlekatan oksida yang kuat yang berfungsi sebagai satu lapis pasif membentengi material utama di bawahnya dari lingkungan sekitarnya. Penggunaan klinis jangka panjang telah terbukti bahwa alloy ini memiliki biokompatibilitas exceptional dalam bentuk bulk. Molibdenum ditambahkan untuk menghasilkan struktur grain halus dengan kekuatan tinggi setelah casting atau forging.

Alloy kobalt standar mengandung sejumlah karbon secara bermakna, dengan demikian, sejumlah besar karbid keras, yang mengakibatkan proses forging alloy menjadi sulit. Alloy kobalt adalah juga secara khusus suseptibel terhadap pengerasan strain, yang mana hal ini membuat pengolahan alloy ini menjadi sulit. Teknik fabrikasi utama untuk alloy ini, dengan demikian, adalah casting dengan penekanan pada pencapaian ukuran grain yang kecil serta pendistribusian karbid yang merata. Ukuran grain yang besar yang tidak dapat diterima akan mengawali tidak baiknya fatigue strength dan timbulnya gagal klinis (gb.4). Pemrosesan isostatik panas adalah secara khusus baik untuk memperbaiki sifat-sfat mekanikal dari komponen-komponen cast cobalt alloy.

Sejumlah bermakna nikel dapat ditambahkan ke alloy kobalt untuk membentuk satu alloy yang baik untuk forging. Nikel akan menyetabilisasi suhu tinggi, bentuk face-centered cubic dari alloy, menurunkan ketahanan terhadap deformasi dan memacu proses forging. Strain dari alloy kobalt yang di-forge akan mengeras selama proses forging, yang akan mendorong rekristalisasi; jadi mereka haruslah dipanaskan berulangkali untuk menurunkan kebutuhan akan tenaga bagi forging-forging berikutnya.

Treatment termal pascaproses dari alloy kobalt yang telah di-forge adalah termasuk cold working dan annealing. Cold working menyediakan energi tambahan bagi transformasi dari beberapa fase face-centered cubic ke dalam satu fase heksagonal yang emerges sebagai platelet-platelet halus ke keseluruhan struktur mikro. Satu ukuran grain yang sangat halus (grain-grain face-centered cubic adalah kurang dari 0.1μm dalam semua dimensi) berkombinasi dengan platelet-platelet yang ber-dispers ke dalam deformasi plastik, akan menguatkan material. Tungsten ditambahkan untuk memperbaiki pembentukan dan fabrikasinya melalui cold working. Tambahannya, material dapat di-treat secara termal untuk membentuk satu distribusi kobalt molibdenum (Co3Mo) sangat halus yang merata (uniform) yang merupakan presipitat bagi penguatan material lebih lanjut. Hasil akhir alloy yang didapat merupakan salah satu biomaterial implant orthopedik yang terkuat (table 2). Fatigue strength yang lebih baik dan dengan tensile strength yang ultima dari alloy yang di-forge membuatnya cocok untuk keperluan-keperluan bagi penahanan pembebanan yang besar yang dibutuhkan sepanjang usia pemakainya. Sebagaimana dengan alloy lainnya, bagimanapun, meningkatnya kekuatan adalah berteman dengan menurunnya duktilitas.

· Alloy titanium

Dalam beberapa hal, titanium murni memiliki karakteristik perlekatan dengan jaringan dan tulang yang unik yang dapat di-attribute-kan dengan satu lapisan pasif adherent dari titanium oksid (TiO2) yang menyediakan ketahanan korosi yang secara bermakna melebihi kemampuan stainless steel dan alloy kobalt. Korosi yang uniform, bahkan dalam cairan salin, adalah sangat terbatas, dan ketahanan terhadap korosi-korosi jenis pitting, intergranuler, dan crevice adalah sangat baik. Titanium tak ter-alloy adalah secara tipikal digunakan untuk peralatan fiksasi fraktur di mana pembebanan yang besar tidaklah akan diperkirakan (fraktur maksilofasial, falang, dan pergelangan tangan). Bagaimanapun, titanium murni adalah kurang duktil dibanding stainless steel, dan satu peningkatan insiden patahnya screw titanium selama pengimplantasian dan pengambilannya telah dihubungkan dengan lebih rendahnya duktilitas ini. Pemberian tanda bahaya secara taktil saat screw titanium dieratkan secara berlebihan adalah lebih kecil dibandingkan yang diberikan oleh screw stainless steel.

Kekurangan utama dari titanium tak ter-alloy adalah rendahnya kekuatan regangnya sehingga, untuk mendapatkan kekuatan regang yang lebih tinggi, maka harus dalam bentuk ter-alloy-kan. Alloy-nya yang tersering digunakan dalam aplikasi orthopedik adalah alloy titanium-aluminium-vanadium. Melalui pengembangannya oleh industri luar angkasa, alloy ini memiliki satu rasio kekuatan terhadap berat bernilai tinggi. Elemen-elemen utama yang meng-alloy, aluminium dan vanadium, secara berurutan dibatasi hingga 3.5 - 5% dan 3.5 – 4.5%, sehingga alloy-nya sering disebut Ti-6Al-4V atau secara sederhananya Ti-6-4. Titanium memiliki kemampuan mempasifikasi diri, membentuk oksidnya sendiri yang memiliki tingkat ketahanan korosi dan terhadap gangguan kimiawi yang tinggi. Oksigen, bagaimanapun, langsung bercampur di dalam titanium dan menyebabkannya menjadi rapuh; sehingga konsentrasi oksigen dipertahankan sangat rendah untuk meningkatkan kekuatan dan duktilitasnya. Struktur mikro Ti-6Al-4V adalah satu struktur fine-grained two-phase, terdiri dari satu hexagonal closed-packed phase yang distabilisasi oleh aluminium dan satu body-centered cubic phase yang distabilisasi oleh vanadium. Manipulasi dari kedua kristalografi tersebut melalui tindakan penambahan alloy dan thermal-mechanical processing treatment mampu menyediakan satu rentangan sifat-sifat yang lebar (wide range properties).

Forging merupakan satu metoda yang sering untuk memroduksi komponen-komponen wrought alloy titanium. Alloy titanium dapat di-strain-hard melalui cold working, meningkatkan kekuatan regang dan yield strength dan sedikit mengurangi duktilitas. Alloy titanium adalah secara khusus cocok untuk casting dan, tidak seperti casting bagi metals lainnya, mungkin juga memiliki ketahanan terhadap fracture tensile, kekuatan, dan creep-rupture strength yang sama atau hampir sama dengan wrought metal pembandingnya tersebut. Meskipun fatigue strength-nya lebih rendah bagi cast alloy titanium, ia dapat diperkuat melalui heat treatment seperti high isostatic pressing.

Alloy titanium secara kasar memiliki satu modulus elastisitas sebesar setengah dari yang dimiliki stainless steel dan alloy kobalt (table 2). Jadi, kekakuan struktural dari satu peralatan, yang mana adalah proporsional dengan modulus elastisitas sumber material dari mana ia dibuat, dapat dikurangi tanpa melakukan pengubahan bentuknya. Sebagai contoh, kekakuan aksial, bending, dan torsional satu plat tulang yang dibuat dari bahan alloy titanium akanlah setengah dari satu plat tulang yang bentuk dan berukuran sama yang terbuat dari stainless steel atau alloy kobalt. Jadi, severity of stress shielding (tingkat keberbahayaan menerima stres geser) ketika plat secara kaku di lekatkan pada tulang (hingga tulang dan plat membagi beban) akanlah menjadi kurang bagi plat alloy titanium. Pertimbangan inilah yang menentukan akan penggunaan alloy titanium pada fraktur dan peralatan fiksasi spinal, termasuk plat, nails, dan screws.

Alloy Ti-6Al-4V adalah notch sensitive; sudut-sudut yang tajam, lobang-lobang, notches, dan berbagai konsentrasi stress lainnya akan menurunkan usia fatigue peralatannya secara bermakna. Memasang satu porous coating pada satu komponen arthroplasti sendi agar memungkinkan adanya fiksasi melalui adanya pertumbuhan tulang ke dalamnya akan menimbulkan efek bahaya yang sama. Berbagai observasi klinis telah menunjukkan adanya goresan dan wear bermakna pada kaput femur dari peralatan total hip yang terbuat dari alloy titanium, khususnya di mana ada bukti-bukti dari third body wear yang disebabkan oleh debris akan terperangkap (entrapped) antara kedua permukaan artikuler. Di samping bukti-bukti klinis jangka panjang dari biokompatibilitas alloy titanium yang sangat baik, perhatian tetap masih ada terhadap bahwa lepasnya elemen-elemen sitotoksik seperti vanadium sebagai bagia dari proses wear dapat menyebabkan berbagai masalah sistemik. Sebagai respon terhadap perhatian akan hal ini, alloy titanium lainnya yang mana vanadium digantikan dengan elemen-elemen yang lebih inert seperti niobium telah diperkenalkan ke pasar-pasar orthopedi

· Tantalum

Sebagaimana halnya titanium, tantalum memiliki satu biokompatibilitas tinggi, demikian juga ketahanan korosinya, juga merupakan material osteokonduktif. Akhir-akhir ini, bentuk-bentuk porous-nya yang didepositkan pada pyrolytic carbon back-bone telah dipromosikan sebagai struktur yang lebih superior bagi pertumbuhan tulang ke dalamnya. Berbagai aplikasi orthopedi yang mungkin adalah termasuk coating bagi berbagai komponen arthroplasti sendi (acetabular cups dan tibial trays) dan spinal cages. Penelitian eksperimental pada model-model binatang dan berbagai percobaan acak pada manusia menyarankan bahwa bahan ini mungkin menjadi satu material yang berguna bagi tujuan-tujuan fiksasi ke tulang.