Kamis, 16 September 2010

Metaloproteinase dan Pengaturan Remodelling Jaringan

Abstrak

Metaloproteinase matriks (MMPs) terungkap karena perannya dalam metamorfosis khewan amfibi, di mana hingga kini mereka telah menyita lebih banyak perhatian lagi karena perannya dalam penyakit. Meski telah melalui pengamatan teliti in vitro, dalam kultur sel dan dalam banyak model binatang, berbagai peranan fisiologis normal dari berbagai protease ekstrasel ini masih sulit untuk difahami. Banyak studi terkini pada tikus kecil dan lalat menunjuk ke pada peran-peran MMPs sebagai mediator perubahan dan pengadaptasian fisik dalam jaringan, apakah teregulasi mengikuti perkembangan (developmentally), terinduksi lingkungan ataukah terkait penyakit.

Pendahuluan

Temuan anggota dari famili metaloproteinase matrix (MMP), kolagenase, yang diidentifikasikan pada 1962 oleh Gross dan Lapiere, mendapatkan bahwa kecebong selama masa metamorfosisnya mengandung enzim yang dapat mendegradasi kolagen fibriler (1, 2). Selanjutnya, suatu kolagenase interstisiil, kolagenase-1 atau MMP1, ditemukan pada penyakit kulit dan sinovium (3). In vitro, MMP1 menginisiasi pendegradasian kolagen-kolagen fibriler aslinya, yang merupakan komponen sangat penting dari matriks ekstrasel tulang belakang, dengan cara memutus ikatan peptid antara Gly775-Ile776 atau Gly775-Lys776 dari bentuk asli molekul-molekul kolagen tipe I, II atau III (3, 4). Penelitian lebih lanjut mengawali bagi pengungkapan sebuah famili dari berbagai proteinase yang terkait secara struktural (23 pada manusia, 24 pada tikus kecil), yang saat ini disebut sebagai famili MMP.
Ketertarikan terhadap MMP semakin meningkat dalam akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an setelah banyak observasi mendapatkan bahwa MMP diregulasi ke hulu dalam berjenis penyakit manusia meliputi arthritis rheumatoid dan kanker. Pentingnya, level-level tinggi MMPs seringkali terkait dengan prognosis buruk bagi pasien-pasien manusia (5). Bagaimanapun, data klinis terkini mengindikasikan bahwa hubungan antara MMPs dan penyakit tidaklah sederhana; sebagai contoh, meningkatnya aktifitas MMP dapat menguatkan progresi tumor atau dapat menghambatnya (6). Hubungan kompleks antara pengekspresian MMP dan kanker telah meningkatkan ketertarikan terhadap pengetahuan dasar dan klinik dalam memahami fungsi MMP in vivo, namun juga perhatian difokuskan pada MMPs dan patologi, dan perhatian yang agak kurang difokuskan pada peran normal enzim-enzim ini. Sebenarnya kita tidaklah memiliki 23 MMPs dalam tubuh hanya untuk mendorong pertumbuhan tumor. Sebuah pertanyaan yang masih belum terjawab adalah, apakah sebenarnya fungsi normal famili gen MMP dalam proses perkembangan? Tinjauan ini memokuskan pada apa yang telah kita pelajari sekitar fungsi-fungsi normal MMPs in vitro dari analisis genetik.

MMPs in vivo: analisis dari mutan-mutan MMP

Analisis dari penghentian genetik (genetic knockouts) MMPs menawarkan banyak kesempatan untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi esensiil dari suatu MMP dan untuk memvalidasi berbagai substrat kandidat dengan cara mencari produk-produk pecahan (cleavage products) dalam khewan-khewan kontrol dan protein-protein takterpecahkan dalam khewan-khewan mutan. Sedikitnya 14 jenis tikus kecil mutan yang telah dihasilkan. Pengkarakterisasian awal telah menjelaskan dengan takterduga fenotip-fenotip yang hampir tak kentara, dengan keseluruhan MMP-knokcout lines tetap bertahan hidup hingga lahir (Tabel 1). Penjelasan yang mungkin bagi “seperti takterpakainya” (the seeming dispensability) MMPs sepanjang masa perkembangan embryonik adalah meliputi: kebergantungan enzimatik (enzymatic redundancy), kompensasi dan perkembangan adaptif enzimatik, meski adalah memungkinkan bahwa MMPs tidaklah penting hingga setelah masa perkembangan embryonik. MMPs memiliki banyak substrat yang bertumpang-tindih in vitro (5), yang mengindikasikan kebergantungan genetik (genetic redundancy) in vivo. Memang, kebergantungan (redundancy) seperti itu saat ini ditunjukkan dengan generasi terkini dari MMP double mutants (7, 8). Pengompensasian juga diperlihatkan dalam famili MMP (9, 10). Dalam bagian tulisan berikut ini, akan didiskusikan berbagai fenotip tikus kecil mutan yang mengandalkan pada berbagai teknik pendekatan genetik. Para peneliti dapat juga saat ini mengambil keuntungan dari sistim model genetik yang lebih sederhana, seperti misalnya Drosophila melanogaster, pada mana memungkinkannya untuk memutasikan keseluruhan gen MMP.

Proteolisis MMP

MMPs merupakan anggota dari kelompok metzincin dari protease, yang dinamai demikian setelah ion zeng dan residu Met yang terkonservasi terletak pada lokasi aktif (active site) (11, 12). Seluruh usaha terkini telah menyiptakan sebuah nomenklatur peptidase terunifikasi (13) pada mana MMPs meliputi subfamili M10A, famili M10 dan MA clan of metallopeptidases. MMPs mamalia berbagi sebuah struktur domain terkonservasi (gambar 1) yang terdiri dari sebuah domain katalitik dan sebuah pro-domain otoinhibitor. Pro-domain terdiri dari sebuah residu Cys terkonservasi yang mengkoordinasi lokasi aktif zeng untuk menghambat katalisis. Ketika pro-domain distabilisasi atau dibuang, lokasi aktif menjadi tersedia bagi penerimaan substrat-substrat pemecahan. Kebanyakan anggota famili-MMP juga mengandung sebuah domain hemopeksin, terikat pada C termini mereka melalui suatu gantungan fleksibel. Domain hemopeksin mengkode a four-bladed β-propeller structure yang memediasi berbagai interaksi protein dengan protein . Domain ini juga menyumbang bagi ketepatan pengenalan substrat, pengaktifasian enzim, pelokalisasian, penginternalisasian dan pendegradasian protease (14). Struktur domain-domain katalitik dan hemopeksin dari beberapa MMPs, termasuk MMP1, MMP2, MMP3 dan MMP4 (juga dikenal sebagai MMP tipe 1 membran [MT1-MMP]), telah dapat diuraikan (13, 15). MMP2 dan MMP9 juga memiliki pengulangan fibronektin tipe II, yang memediasi pengikatan dengan kolagen, diinsersikan ke dalam domain katalitik. Kebanyakan MMPs merupakan protein tersekresikan; bagaimanapun, mereka adalah enam buah MT-MMPs: MMP14, MMP15, MMP16 dan MMP 24 memiliki domain transmembran dan ekor sitoplasmik pendek; MMP17 dan MMP25 memiliki linkage glikosilfosfatidilinositol (GPI). Juga, MMP23 merupakan suatu protein transmembran tipe II. Aktifitas MMPs dikontrol pada banyak level dan pengaturan aktifitas MMP masih tetap merupakan satu topik penelitian yang intens (BOX 1)

Fungsi dari Proteolisis MMP

Riwayatnya, MMPs disangka berfungsi utama sebagai enzim yang mendegradasi komponen-komponen structural ECM. Bagaimanapun, proteolisis MMP dapat menyiptakan ruang bagi sel-sel untuk bermigrasi, dapat memroduksi fragmen-fragmen pemecahan substrat spesifik dengan aktifitas biologis yang bebas, dapat mengatur arsitektur jaringan melalui berbagai efek pada ECM dan intercellular junction, dan dapat mengaktifasi, mendeaktifasi atau memodifikasi aktifitas molekul-molekul pensinyalan, baik secara langsung maupun tidak langsung (16) (Gambar 2). Oleh karena sebuah sel adalah memiliki reseptor (sebagai misal, integrin) bagi komponen ECM struktural, MMPs dapat juga memengaruhi fungsi sel melalui pengaturan protein-protein ECM lewat mana sel-sel berinteraksi (17). Dalam banyak kasus, substrat ECM hasil pemecahan MMP membangkitkan fragmen-fragmen yang memiliki banyak aktifitas biologis berbeda dari prekursor-prekursor mereka. Sebagai contoh, pemecahan laminin-5 atau kolagen IV menghasilkan adanya paparan lokasi kriptik yang mendorong migrasi (18, 19). Pendegradasian kolagen tipe I yang dimediasi oleh MMP1 adalah perlu bagi migrasi sel epitel dan penyembuhan luka dalam model-model kultur (20). Pemecahan protein-protein ECM oleh MMPs dapat juga melepaskan faktor-faktor pertumbuhan yang terikat ECM, termasuk insulin growth factors dan fibroblast growth factors (21, 22). Berbagai mekanisme aksi alternatif telah juga terobservasi, meliputi kompleks-kompleks MMP intermolekuler fungsional: MMP14 berikatan dengan tissue inhibitor of metalloproteinase-2 (TIMP2), yang berikatan dengan Pro-MMP2, sehingga memosisikannya bagi pengaktifasian oleh sebuah molekul kedua MMP14 (23). Lebih lanjut, MMP11 manusia memiliki sebuah alternatif splice isoform yang fungsinya sebagai satu proteinase intraseluler dan memasuki nukleus (24).
Substrat MMP meliputi peptide growth factors, tyrosine kinase receptors, cell-adhesion molecules, sitokin dan khemokin, demikian juga MMPs lainnya dan berbagai protease yang tak terkait (BOX 2). MMPs dan berbagai famili proteinase terkait, ADAMs (a disintegrin and metalloproteases) dan ADAM-TSs (ADAMs dengan thrombo spondin repeats) adalah penting dalam penyimbahan (shedding) protein membrane-plasma-bound. ADAMs dan ADAM-TSs berpartisipasi dalam penyimbahan berbagai faktor pertumbuhan yang disintesis berupa bentuk-bentuk prekursor cell-membrane-bound, meliputi heparin-binding epidermal growth factor (HB-EGF), neuregulin, amfiregulin dan transforming growth factor- α (TGFα) (25-28). Pemecahan berbagai protein membran lainnya, seperti misalnya E-kadherin dan CD44, menghasilkan pelepasan fragmen-fragmen spesifik dan aktif secara biologis dari domain ekstrasel mereka, dan meningkatnya tingkah laku invasif (29, 30). Molekul-molekul cell-surface-adhesion, seperti misalnya sindekan-1 juga disimbahi oleh MMPs membran yang dapat larut (31, 32). MMP9 dan MMP12 menyumbang bagi penyimbahan proteolitik dari lipopolisakharid (LPS) reseptor CD14, dan karenanya memengaruhi daya tahan inang bawaan (33). TGFβ merupakan substrat MMP penting lainnya, yang mana pengaktifasiannya seringkali mengubah migrasi sel; sebagai contoh, MMP9 membatasi migrasi epitel kornea lewat pengaktifasian TGFβ (34). Baik MMP4 maupun MMP9 dapat melepaskan TGFβ dari sebuah kompleks ekstrasel tak aktif, yang mengandung TGFβ, TGFβ latency-associated proteine (yang merupakan pro-domain TGFβ), dan latent TGFβ-binding proteine (35).
Sebuah tantangan yang saat ini sedang berlangsung adalah mengaitkan pemahaman kita tentang substrat MMP yang telah teridentifikasi in vitro atau dalam kultur sel dengan substrat yang dipecah oleh MMPs in vivo. Keterbatasan dari teknik pendekatan saat ini adalah bahwa MMPs sering kali diekspres sebagai domain katalitik tersendiri (isolated) tanpa domain hemopeksin pengenal-substrat mereka. Semua domain katalitik ini telah terbukti berkemampuan memecah ratusan jenis substrat in vitro, termasuk hampir keseluruhan komponen ECM.

MMPs dalam Modelling dan Remodelling tulang

Tulang merupakan sebuah lokasi penting bagi remodelling jaringan yang terjadi selama proses perkembangan, homeostasis dan perbaikan. Tulang berkembang atas dasar satu dari tiga buah proses berbeda: osifikasi intramembran, osifikasi endokhondral (Gambar 3A) atau osifikasi pseudo-metamorfik. Klavikula dan beberapa tulang kepala berkembang melalui osifikasi intramembran, pada mana prekursor-prekursor mesenkhim berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas. Tulang apendikuler dan aksial, termasuk tulang panjang, berkembang melalui osifikasi endokhondral, di mana sebuah template kartilago dibentuk mula-mula dan kemudian diserap dan digantikan oleh tulang bermineralisasi. Sel-sel kartilago, atau khondrosit, berdiferensiasi dan digantikan pada plat pertumbuhan, di mana mereka mengikuti sebuah stereotyped progression dari proliferasi, diferensiasi, hipertrofi, penginvasian angiogenik dan apoptosis. Pada osifikasi pseudo-metamorfik, sebuah template kartilago berfungsi sebagasi sebuah temporary mould untuk membentuk deposisi tulang. Bahkan ketika tulang telah terbentuk, mereka terus menerus di-remodel sepanjang kehidupan.

Kehilangan MMP9 adalah dikaitkan dengan defek-defek plat pertumbuhan
Fenotip perkembangan tubuh yang pertama dilaporkan dalam sebuah percobaan menggunakan tikus kecil yang dikondisikan MMP-knockout adalah sebuah defek dalam osifikasi endokhondral tulang panjang (36). Dilesi/penghilangan Mmp9 menghasilkan penginvasian zona khondrosit hipertrofik dalam plat pertumbuhan (36) akibat dari gagalnya apoptosis (Gambar 3b). Sebuah substrat MMP9 yang relevan nampaknya adalah galektin-3, suatu lektin dengan aktifitas anti-apoptotic yang dapat disekresikan dan dilokalisasikan ke ECM. MMP9 memecah dan menginaktifasi galektin-3. Memang, tikus-tikus kecil mutan-galektin-3 mempertunjukkan berbagai defek plat pertumbuhan yang berlawanan dari berbagai defek yang diperlihatkan pada tikus-tikus kecil defisien-Mmp9, dengan premature apoptosis sel-sel khondrosit hipertrofi (37). Galektin-3 yang tak terurai adalah juga berlimpah secara spesifik dalam plat pertumbuhan pada mutan-mutan Mmp9. Galektin-3 tak terurai, yang ditambahkan dari luar ke pada wild type bone explants, menyebabkan suatu pengekspansian plat pertumbuhan yang adalah sama halnya pada fenotip mutan-mutan Mmp9, di mana galektin-3 yang terurai tidak memiliki efek (38).
MMP9 juga diekspresikan kuat selama penyembuhan tulang setelah fraktur, dan fraktur-fraktur tulang pada tikus-tikus kecil mutan-Mmp9 sembuh lebih lambat dibandingkan kontrol. Exogenous vascular endothelial growth factor (VEGF) menyelamatkan defek perbaikan jaringan, yang mengindikasikan bahwa MMP9 processing of VEGF dapat merupakan tingkat laju penghambatan (rate limiting) dalam perbaikan tulang (39). Menariknya, khewan-khewan Mmp9-null menyembuh dari fraktur-fraktur yang distabilisasi dengan cara osifikasi endokhondral dari pada lewat osifikasi intramembran seperti halnya dalam wild type (39), mengindikasikan bahwa sebuah mekanisme berbeda digunakan untuk menyembuhkan fraktur dalam ketidakhadiran MMP9.

MMP13 berfungsi dalam Pembentukan dan Remodelling tulang
Mutan-mutan Mmp13 memerlihatkan suatu pengekspansian terhadap zona khondrosit hipertrofi dan sebuah perlambatan dalam apoptosis, mengindikasikan bahwa MMP13 adalah diperlukan bagi pentransisian dari bentuk kartilago ke bentuk tulang pada plat pertumbuhan tulang-tulang panjang (7, 40) (Gambar 3b). MMP13 memecah kolagen tipe II dan aggrekan in vivo, dan produk pecahannya dapat dikenali dalam zona tight yang berada tepat di distal zona osifikasi dan angiogenesis. Defek utama dalam mutan-mutan Mmp13 adalah adanya kegagalan sel-sel khondrosit me-remodel ECM yang kaya dengan kolagen tipe II dan aggrekan. Pemecahan kolagen tidak terjadi pada ketidakhadiran MMP13, pada mana baik MMP13 maupun MMP9 memecah aggrekan. Produk pecahan aggrekan tidak ada dalam mutan ganda Mmp13Mmp9 (7). Adalah perlu diperhatikan bahwa tidak terdapat konsekuensi fenotipik dari penggantian aggrekan endogen dengan aggrekan yang tahan terhadap pemecahan MMP, ini mengindikasikan bahwa berbagai mekanisme lain hadir untuk membuang aggrekan pada proses cartilage-bone transition (41). Fungsi kedua MMP13 dalam perkembangan tulang panjang terjadi selama masa osifikasi. ECM kartilago menjadi scaffold bagi mineralisasi, membentuk spikula atau trabekula tulang. Mutan-mutan Mmp13 memerlihatkan spikula-spikula tulang berbentuk tak beraturan, ini menunjukkan bahwa MMP13 adalah diperlukan bagi modelling awal mereka (7).
MMP13 juga berfungsi dalam proses remodelling berkelanjutan dari spikula; mutan-mutan Mmp13 memiliki peningkatan tak normal dalam massa tulang trabekuler yang tetap bertahan hingga masa dewasa. Mutan-mutan Mmp13 kondisional dalam tulang atau kartilago memerlihatkan bahwa pengaturan apoptosis khondrosit hipertrofi oleh MMP13 dan fungsi modelling spikula awal bermediasikan MMP13 adalah terletak dalam sel-sel khondrosit. Fungsi remodelling bermediasikan MMP13 yang mengatur massa tulang adalah terletak dalam sel-sel osteoblas. Maka dari itu, MMP13 adalah berfungsi dalam pembentukan tulang, baik pada plat pertumbuhan maupun pada spikula, dan dalam remodelling tulang.

Defisiensi MMP14 menimbulkan lethalitas
MMP14 memiliki beraneka peran dalam perkembangan skelet. Mmp14 knockouts adalah satu-satunya tikus kecil mutan-MMP yang lethal; tikus-tikus ini adalah normal saat lahirnya namun mengembangkan ketidaknormalan berganda dan mati pada usia 3 – 12 minggu (42, 43). Mutan-mutan Mmp14 dengan jelas menunjukkan defek dalam remodelling jaringan ikat. Hilangnya enzim pendegradasi-ECM dapat diperkirakan akan menghasilkan deposisi tulang meningkat; secara paradoks, alih-alih, mutan-mutan Mmp14 memerlihatkan efek sekunder dari meningkatnya penyerapan tulang dan pusat osifikasi sekunder defektif (42, 43). Sel-sel osteogenik dari tikus-tikus kecil mutan-Mmp14 tidak dapat mendegradasikan kolagen dan tidak membentuk tulang ketika ditransplantasikan secara subkutan ke dalam inangan tikus-tikus kecil yang defisiensi imun (42). Bila diambil bersamaan, fenotip tikus-tikus kecil mutan-Mmp14 dengan kuat menyokong relevansi fisiologis data in vitro, yang memerlihatkan bahwa kolagen tipe I, II dan III merupakan substrat-substrat bagi MMP14 (44).
Beberapa modelling tulang awal adalah juga bergantung pada MMP14. Bentuk pseudo-metamorfik dari proses perkembangan tulang terungkap begitu setelah ditemukannya aberrant residual cartilagenous tissues dalam mutan-mutan Mmp14 (45). Dalam wild-type mice, beberapa tulang kepala dan diafisis dari tulang-tulang panjang dibentuk oleh osteoblas yang meletakkan tulang termineralisasi dalam aposisinya dekat dengan kartilago yang telah ada sebelumnya dan berfungsi sebagai sebuah mould yang belakangan mengalami apoptosis. Tulang-tulang ini berkembang melalui cara penggantian sebuah jaringan juvenile dengan sebuah jaringan dewasa, sebuah proses yang sebanding dengan metaformosis. Dalam ketiadaan MMP14, template kartilago ini tetap tidak mengalami perubahan.
Tikus-tikus kecil Mmp2-Mmp14-null mati saat lahir (8). Mutan-mutan ganda ini menyerupai mutan-mutan Mmp14 tunggal yang jauh lebih dahulu ada, mengindikasikan bahwa fungsi MMP2 dan MMP14 saling tergantung satu sama lain. Adalah jelas bahwa MMP14 mengaktifasi MMP2, oleh karena aktifitas MMP2 dikurangi, bukannya ditiadakan, dalam tikus-tikus kecil MMP14-null. (43, 46). Bagaimanapun, aktifator-aktifator lainnya juga tampil di situ, kemungkinannya meliputi MMP15 dan MMP16. Akhirnya, MMP14 memiliki peranan yang tak bergantung MMP2 dalam remodelling tulang dan jaringan ikat dan selama angiogenesis (8, 43, 46).

Mutasi MMP pada Manusia menimbulkan Defek dalam Proses Perkembangan Tulang

Terdapat tiga jenis kondisi penyakit skelet manusia yang dikaitkan dengan mutasi-mutasi MMP loss-of-function. Ketiganya merupakan sebuah sindrom osteolitik yang jarang, yang disebabkan oleh mutasi-mutasi MMP2 (47), the Missouri variant of spondyloepimetaphyseal dysplasia (SEMD), yang disebabkan oleh point mutations dalam MMP13 (48), dan the tooth enamel defect amelogenesis imperfecta, yang disebabkan oleh mutasi-mutasi splice-acceptor dalam MMP20 (49).
Meskipun tikus-tikus kecil yang kokondisikan Mmp2-knockout memiliki hanya semacam defek skelet tak kentara (50), mutan-mutan MMP2 manusia memilki semacam sindrom osteolitik (vanishing bone), yang meliputi destruksi dan penyerapan tulang progresif, juga dwarfism dan arthritis (47). Defek-defek dari sindrom ini adalah sama dengan pada fenotip tikus-tikus kecil mutan-Mmp14. Sebagaimana halnya dengan tikus-tikus kecil Mmp14, observasi paradoksnya adalah bahwa sebuah mutasi loss-of-function dalam sebuah protease penghancuran-ECM menyebabkan, dari pada penghambatan, pendegradasian tulang. Fenotip ini berhubungan dengan sejumlah berlebihan sel-sel osteoklas, yang mungkin mengompensasi bagi kegagalan primer dari pendegradasian ECM tipe yang lainnya.
Kesamaan antara penyakit manusia yang disebabkan oleh mutasi MMP2 dan tikus-tikus kecil dengan kondisi Mmp14-knockout adalah khususnya menarik dalam menerangkan interaksi biokhemis antara dua jenis protease ini. Membran-bound MMP14 mengaktifasi MMP2 tersekresi melalui pemecahan pro-domain-nya (51, 52). Memang, MMP2 aktif adalah secara bermakna menurun dalam Mmp14-null mice, yang dengan kuat mengindikasikan bahwa MMP2 merupakan suatu substrat in vivo dari MMP14 (43). Karenanya, adalah jelas bahwa MMPs memiliki banyak peran penting dalam perkembangan tulang.

MMPs dalam Remodelling Pembuluh Darah

Analisis dari suatu rentangan lebar mutan-mutan MMP memerlihatkan bahwa perkembangan vaskuler embryonik adalah berlangsung secara normal, sekalipun demikian, defek-defek adalah terobservasi baik dalam remodelling dan angiogenesis vaskuler pascanatal normal maupun patologis (Tabel 1). Data ini menunjukkan secara tak langsung bahwa MMPs mungkin memiliki sebuah peran spesifik dalam proses penyempurnaan (refinement) pascanatal, remodelling dan neoangiogenesis, namun tidak dalam konstruksi asli jejaring vaskuler embryonik.
Tikus-tikus kecil mutan-Mmp9 memerlihatkan defek dalam angiogenesis pada plat pertumbuhan tulang panjang (36). Hal yang sama, tikus-tikus kecil mutan-Mmp14 memerlihatkan rendahnya penginvasian vaskuler yang mencukupi pada pusat-pusat osifikasi sekunder, meskipun level-level VEGF dan reseptornya VEGFR2 (juga dikenal dengan FLK1) adalah normal (43). Kurangnya pertumbuhan vaskuler direkapitulasikan dalam sebuah assay angiogenesis kornea yang terinduksi secara eksperimental (43), yang menginduksi pertumbuhan pembuluh darah baru dalam tikus-tikus kecil kontrol. Pertumbuhan pembuluh darah tidak terobservasi dalam mutan-mutan Mmp14 (43), sedangkan hal ini terreduksi namun tidak dihilangkan dalam khewan-khewan mutan-Mmp2 (55). Dalam sebuah model injuri terinduksi-laser dari degenerasi retina, neovaskularisasi adalah berkurang dalam mutan-mutan tunggal Mmp2 dan Mmp9 dan dengan kuat berkurang pada mutan ganda Mmp2 Mmp9, mengindikasikan bahwa kedua MMPs ini berfungsi saling bergantung (56). Mutan-mutan ganda Mmp2 Mmp14 juga memiliki defek-defek perkembangan vaskuler, termasuk kapiler-kapiler dengan lumen yang sangat kecil. Semua pembuluh darah defektif adalah mencukupi untuk mendukung proses perkembangan dan pertumbuhan embryonik, namun tidak bagi keperluan daya tahan hidup pascanatal.
Bagaimana MMPs berkontribusi ke pada remodelling vaskuler? Mekanisme yang mungkin adalah meliputi proteolisis kolagen tipe I, pemodifikasian pensinyalan platelet-derived growth factor (PDGF), pengaturan sel-sel perivaskuler dan pemrosesan VEGF. Pembuluh-pembuluh darah yang menginvasi dalam jaringan pascanatal menghadapi ECM yang kaya akan kolagen tipe I, jenis protein yang tidak begitu kuat terekspres dalam embryo. Ketika eksplan-eksplan aorta kontrol direndam ke dalam matiks-matriks kolagen tiga dimensi (57), mereka menyebarkan pembuluh-pembuluh baru dan sel-sel endotel menginvasi matriks kolagen dalam sebuah cara-cara yang bergantung faktor pertumbuhan. Secara menyolok, eksplan-eksplan Mmp14-null tidak menyebarkan (sprout) neovaskuler atau menginvasi matriks kolagen, pada mana eksplan-eksplan dari tikus-tikus kecil Mmp2- dan Mmp9-null tidak dapat dibedakan dari eksplan-eksplan kontrol. Bagaimanapun, ketika eksplan-eksplan Mmp14-null direndam dalam sebuah matriks fibrin (yang sama seperti ECM provisional pada sebuah lokasi luka) mereka membentuk kapiler-kapiler, mengunjukkan adanya spesifisitas matriks. Jadi, MMP14 berkontribusi bagi perkembangan vaskuler pascanatal dengan cara memecah kolagen tipe I; ketidakhadiran relatif dari kolagen tipe I dalam embryo mungkin sebagiannya menjelaskan rendahnya defek-defek vaskuler embryonik.
MMP9 dan MMP14 memiliki efek lainnya pada vasculature: sel-sel perivaskuler (atau otot polos) yang membungkus sel-sel endothel pembuluh darah menghilang atau kepadatan mereka secara bermakna menurun dalam pembuluh normal dan selama neoangiogenesis tumor (57-59). Defek ini adalah terbukti secara khusus dalam arteriol-arteriol yang lebih kecil dari otak, dan banyak dari sel-sel perivaskuler sisanya memiliki morfologi takteratur. Fenotip ini adalah sama dengan pada tikus-tikus kecil yang membawa allele PDGF-B lemah. Pensinyalan yang mengatur ke hilir PDGF dihentikan dalam tikus-tikus kecil Mmp14-null, dan PDGF receptor-β (PDGFRβ) ber-co-immunoprecipitates dengan MMP14, mengunjukkan bahwa mereka membentuk sebuah kompleks fisik (60). Semua data ini mengidikasikan sebuah fungsi baru dan langsung dari MMP14 dalam pensinyalan PDGF.

MMPs dan Pensinyalan VEGF

Jenis pemrosesan MMP dari VEGF (MMP processing of VEGF) mungkin memiliki semacam peran penting dalam angiogenesis fisiologis dan angiogenesis tumor. VEGF disimpan di luar sel: setelah sekresinya, VEGF berikatan dengan ECM, dari mana ia harus dilepaskan untuk menginisiasi angiogenesis (61). Bentuk insulinoma kecil yang terutama mengisi dalam model sel-sel Langerhans pankreas tikus RIP1-Tag (rat insulin promoter 1-T antigen), namun hanya 1 -2 % dari padanya berkembang menjadi adenoma dan karsinoma angiogenik (62). Meskipun terdapat pengekspresian berkelanjutan dari VEGF dan reseptornya, VEGFR2, ketersediaan VEGF adalah terbatas dan tidak dapat berikatan ke reseptornya dalam tumor-tumor pra-angiogenik. MMP9 memobilisasi VEGF dan menginisiasi angiogenesis. Pentingnya, ketika mutasi-mutasi Mmp9 disilangkan ke dalam RIP1-Tag background, hanya sedikit tumor yang menjadi bersifat angiogenik, menyokong peran dari MMP9 dalam memobilisasi VEGF (63).
MMPs dapat juga memecah VEGF, memisahkan domain pengikatan-matriks dari domain pengikatan-reseptor. VEGF bentuk takterpecah adalah diperkaya pada sedikitnya sejenis jaringan pascanatal mutan-MMP9, yaitu zona hipertrofik khondrosit (38), yang mengindikasikan bahwa VEGF merupakan sebuah efektor ke hilir yang penting, dan mungkin merupakan sebuah substrat, dari MMP9. Truncated VEGF memiliki banyak efek berbeda pada pembuluh darah tumor dibandingkan yang dikerjakan oleh VEGF bentuk takterpecah; truncated VEGF meningkatkan diameter pembuluh , pada mana VEGF yang tak dapat pecah meningkatkan penyebaran pembuluh (54). Tikus-tikus kecil Mmp9-null mempertunjukkan neovaskulatur pascaembryonik defektif, menyarankan bahwa dalam tikus-tikus kecil liar, pembuluh darah pascanatalnya berrespon secara berbeda terhadap VEGF bentuk terpecah maupun terhadap VEGF bentuk takterpecah. Kemungkinan dari fungsi penginisasian penyebaran pembuluh dari bentuk VEGF tak terpecah adalah merupakan satu-satunya fungsi VEGFyang diperlukan dalam embryo, bagaimanapun, fungsi VEGF ini tidak dipengaruhi dalam embryo-embryo mutan-Mmp9.

MMPs dalam Proses Inflamasi dan Perlukaan

Peranan MMPs tidaklah terbatas pada proses-proses perkembangan, dan banyak eksperimen pada tikus-tikus mutan sedang mulai memerlihatkan bahwa MMPs adalah dibutuhkan guna memertahankan homeostasis dalam berrespon terhadap berbagai tantangan lingkungan, seperti misalnya perlukaan dan infeksi. Di sini secara ringkas didiskusikan berbagai temuannya yang paling penting.

MMP7 adalah Terlibat dalam Imunitas Bawaan dan Penyembuhan Luka
MMP7 (atau matrilisin) tidak memiliki peran daam proses perkembangan dan tidak diekspres pada level-level tinggi dalam perkembangan embryonik. Dalam jaringan dewasa yang sehat, MMP7 diekspres hanya dalam epitel-epitel mukosa dan ia diregulasi ke hulu dan teraktifasi secara proteolitik dalam responnya terhadap paparan bakteri dalam epitel (82). Konsisten dengan pola pengekspresian ini, tikus-tikus kecil mutan-Mmp7 adalah lebih mudah terinfeksi dengan bacteria intestinal. Kepekaan ini sebagiannya adalah disebabkan oleh ketidakmampuan mutan-mutan Mmp7 untuk mengaktifkan secara proteolitik peptid antibiotik endogen, pro-cryptdin. In vivo, prekursor, namun bukan bentuk yang dewasa, dari cryptdin ditemukan dalam contoh-contoh epitel intestinal dari tikus-tikus kecil mutan-Mmp7 (83). Berbagai eksperimen ini dengan kuat memapankan sebuah peran MMP7 dalam imunitas bawaan.
MMP7 adalah juga diperlukan bagi penyembuhan luka. Sel-sel epitel pada tepi-tepi luka eksplan-eksplan trachea bermigrasi menuju kearah satu sama lainnya dan bersatu. MMP7 nampaknya memediasi migrasi epitel yang terinduksi-luka dengan cara memecah E-cadherin (84). MMP7 colocalizes dengan E-cadherin dan memecahkan domain ekstraselnya dalam epitel luka, yang menghasilkan semacam kelonggaran perlekatan sel ke sel. Dalam tikus-tikus kecil mutan-Mmp7 yang luka, sel-sel epitel tidak bermigrasi dan pemecahan E-cadherin tidak terjadi (85). MMP3 juga berfungsi dalam penyembuhan luka epidermal, sebagaimana halnya luka-luka kulit tikus-tikus kecil mutan-Mmp3 menyembuh lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang dalam kelompok kontrol, akibat dari defisit dalam actin purse-string formation (86).

Fungsi-fungsi Pro-inflamasi dan Anti-inflamasi MMP
Baik cedera maupun infeksi akan menginduksi inflamasi, sebuah respon fisiologis lain terhadap tantangan lingkungan yang memerlukan MMPs. Epitelium paru mengontrol perekrutan sel-sel inflamasi menuju alveoli, melalui pemroduksian khemoatraktan, setelah cedera, infeksi atau paparan alergen atau bahan kimia. Cedera menginduksi lekosit untuk bermigrasi melewati epithelium ke dalam ruang udara alveolar dalam responnya terhadap gradien khemoatraktan. Transmembrane heparin sulphate proteoglycan syndecan-1 me-squester banyak khemokin. Pembentukan gradien khemoatraktan membutuhkan penyimbahan (shedding) syndecan-1 ectodomain yang bermediasikan MMP. Pelepasan khemokin lanjutannya menghasilkan migrasi lekosit ke dalam ruang-ruang udara dan lalu memerbaiki epitel. Dalam ketidakhadiran MMP7, netrofil tetap tak bergerak di luar epitel pada paru yang cedera, dan kerusakan paru bermediasikan inflamasi lanjutannya dihentikan (32). Migrasi netrofil adalah defektif pada mutan-Mmp7 akibat ketidakhadiran atraktan netrofil CXC-motif ligand-1 (CXCL1; juga dikenal sebagai keratinocyte-derived chemokine [KC]; atau GROα pada manusia) dalam cairan lumen-lumen alveolar. Sebagai simpulannya, cedera akan mendorong pengekspresian MMP7, MMP7 memecah syndecan-1 dan penyimbahan syndecan-1 melepaskan CXCL1, yang merekrut netrofil.
MMPs dapat menjadi pro-inflamasi maupun anti-inflamasi. MMPs memfasilitasi perekrutan sel inflamasi (87, 88) dan membersihkan sel-sel inflamasi (89-91) dengan cara memecah mediator inflamasi, menghasilkan ke dalam sebuah respon inflamasi yang terregulasi dengan ketat (92). Beberapa khemokin, termasuk C-C motif ligand-7 (CCL7) dan CXCL12 (92), merupakan substrat bagi MMP2. MMP9 memecah dan mengaktifasi CXCL6 dan CXCL8 (juga dikenal dengan interleukin-8 [IL8]), sedangkan ia menginaktifasi CXCL1 dan CXCL4 (93, 94). Dalam model-model asthma, eosinofil-eosinofil dari tikus-tikus kecil defisien-Mmp2 atau -Mmp9 gagal bermigrasi ke dalam saluran nafas dan berakumulasi dalam interstitium, sehingga memredisposisi khewan percobaan kekeadaan asfiksi (95, 96). MMP2 dan MMP9 berpartisipasi dalam sebuah regulatory loop yang mengimbangi proses inflamasi alergika. Pengakumulasian eosinofil interstitiil dapat dijelaskan melalui disrupsi gradien-gradien khemokin transepitelial, yang memengaruhi CCL7 (juga dikenal sebagai MCP3 atau MARC), CCL11 (juga dikenal sebagai eotaxin) dan CCL17 (juga dikenal sebagai TARC). MMP2 dan MMP9 juga memroses S100A8 dan S100A9, dua macam protein khemoatraktan yang spesifik-netrofil dan spesifik-makrofag yang dijumpai dalam cairan bronkhoalveolar dari tikus-tikus asmatik (97). Kedua MMPs ini memapankan gradien khemotaktik yang dibutuhkan bagi pembersihan sel-sel inflamasi paru dan pencegahan dari asfiksi lethal. Dalam sebuah model tikus kecil berpenyakit autoimmune skin blistering, bullous pemphigoid, tikus-tikus MMP-9 null mengurangkan perekrutan netrofil dan gagal untuk mengembangkan epidermal blistering. Defek ini disebabkan oleh kurangnya penginaktifasian dari α1-proteinase inhibitor oleh MMP9, yang tidak mengijinkan elastase netrofil untuk berfungsi (98).
Truncation of macrophage-derived CCL7 oleh MMP2 dan MMP14 mengakibatkan pembentukan peptid-peptid yang dapat berikatan dengan reseptor khemokin CC dan berfungsi sebagai antagonis-antagonis (99-101). Terbatasnya pemrosesan proteolitik terminal (terminal proteolytic processing) dari CXCL8 dan dari CXC khemokin LIX (the mouse equivalent dari CXCL5 dan CXCL6) oleh MMP9 dan MMP8, berturutan, menimbulkan pembangkitan khemoatraktan yang adalah lebih poten dibandingkan molekul-molekul full-length-nya (102, 103). Karenanya, khewan-khewan Mmp8-null (104) adalah terlindungi dari hepatitis lethal yang terinduksi tumour necrosis factor-α (TNFα) oleh karena terganggunya pelepasan LIX dan kerusakan influx lekosit ke dalam liver (103). Sebuah khemoatraktan netrofil tripeptid N-acetyl Pro-Gly-Pro, derived dari pemecahan ECM, berbagi homologi rangkaian dan struktur dengan sebuah domain penting pada khemokin-α dan menyebabkan khemotaksis lewat CXCR2 (105).

MMPs dalam Model-model Penyakit Inflamasi Manusia
Kebanyakan pathologi pada manusia memiliki sebuah komponen inflamasi, sebagaimana halnya pada model-model tikus. MMP yang sama dapat memiliki peran-peran berbeda dalam kondisi-kondisi berbeda. Sebagai contoh, MMP9 menyumbang bagi inflamasi dalam model-model tikus dengan stroke, serangan jantung, penyakit dari Alzheimer, beberapa aspek dari asma dan kondisi-kondisi inflamasi paru, aneurisma aorta dan encefalomyelitis otoimun (9, 106-110), bagaimanapun, ia berfungsi sebagai sebuah agen antiinflamasi dalam model-model penyakit-penyakit inflamasi kulit dan ginjal (89, 112, 112). Data saat ini mengindikasikan bahwa MMP12 menyumbang bagi emfisema (113, 114), sedangkan MMP3 dan MMP9 menyumbang bagi kondisi-kondisi inflamasi kulit (89, 115). Sebaliknya, MMP8 melindungi dari respon-respon inflamasi kulit (104) dan MMP2 melindungi dari inflamasi otak dan medula spinalis (116). Secara kolektif, berbagai observasi ini mengindikasikan bahwa MMPs berfungsi secara bebas dalam mengatur inflamasi, hal mana secara potensiil memberi kebermaknaan medik yang besar. Memang, progresi tumor juga memicu inflamasi, dan bahwa dalam observasi klinis didapatkan MMPs diregulasi ke hulu pada kanker, hal ini kemungkinan merefleksikan peran MMPs dalam pemicuan dan pengontrolan inflamasi.

Simpulan dan Arah Pemikiran ke Depan

Famili MMP dari proteinase-proteinase ekstrasel terdapat dalam kebanyakan organisme multisel, termasuk tanaman dan binatang (13). Fungsi MMP dapat menjadi sangat mudah dianalisis pada D. Melanogaster, yang hanya memiliki dua buah gen MMP. Mutan-mutan lalat ini mengunjukkan bahwa MMPs adalah dapat menjadi tidak terpakai baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama bagi perkembangan embryonik lalat, namun menjadi sangat penting bagi pertumbuhan jaringan dan remodelling jaringan-ECM pada larva dan selama perkembangan masa larva. Pada mamalia, sebanyak 24 gen MMP nampaknya berbagi fungsi saling bergantung. Analisis dari tikus-tikus kecil mutan-MMP tunggal (Tabel 1) telah megidentifikasi fenotip-fenotip developmental dalam perkembangan payudara, skelet dan sirkulasi pascanatal, tiga di antara lokasi menonjol dari remodelling jaringan dan ECM pascanatal. Sebuah aspek mengejutkan dari fenotip-fenotip ini adalah bahwa MMPs adalah tidak dibutuhkan dalam membangun pembuluh-pembuluh darah atau tulang pada embryo, namun diperlukan bagi perkembangan pascanatal dan remodelling jaringan mereka. Pemeriksaan dari mutan-mutan tikus juga memerlihatkan sebuah fungsi penting MMPs dalam peregulasian respon jaringan terhadap berbagai tantangan lingkungan, seperti misalnya perlukaan, infeksi dan inflamasi. Analisis genetik dari manusia dan sistim model mendebatkan sebuah peran penting MMPs sebagai regulator aktif perkembangan jaringan pasca-natal, remodelling jaringan dan perbaikan jaringan sebagai responnya terhadap cedera, infeksi atau penyakit.
Berbagai usaha saat ini untuk menghilangkan MMPs tikus yang tersisa dan analisis berkelanjutan dari mutan-mutan yang ada akan memunculkan bagaimana MMPs disebarkan dalam hal perkembangan dan penyakit. Berbagai studi lebih lanjut dengan compound knockouts dapat menghasilkan fenotip-fenotip lethal, sehingga memunculkan peran-peran esensiil dalam proses perkembangan. Mengomplementasikan analisis dari mutan-mutan tikus compound (compound mouse mutants) akan menjadi eksperimen-eksperimen yang menggunakan banyak manipulasi farmakologis baik individu maupun klas-klas MMPs, juga berbagai analisis dalam sistim-sistim model yang dapat tertelusuri secara genetik. Berbagai tantangan biokimia adalah meliputi pemvisualisasian aktifitas MMP dalam sel-sel dan jaringan hidup, perkembangan dari substrat-substrat yang tak dapat terpecahkan dan penentuan dari degradome MMP komplit in vitro (117). Sebuah pertanyaan penting adalah, seberapa besarkah peran MMPs dalam remodelling jaringan versus sebuah peran dalam peregulasian akses ke molekul-molekul pensinyalan. Tantangan lainnya adalah, menentukan kepentingan relatif dari proteolisis ekstrasel secara umum, dan proteolisis bermediasikan-MMPs secara khusus, sebagai sebuah mekanisme pengaturan pasca-translasional dalam proses perkembangan dan penyakit. Stadium-stadium yang mana dalam masa perkembangan normal, proses-proses seluler yang mana dan jalur-jalur pensinyalan yang mana yang dipengaruhi dengan kuat oleh MMPs? Sebuah kunci untuk menjawab semua pertanyaan ini akan meningkatkan pemahaman kita tentang substrat-substrat in vivo relevan bagi MMPs spesifik. Tantangannya adalah, mengaitkan pemahaman in vitro kita tentang fungsi-fungsi potensiil MMPs dengan sebuah pemahaman in vivo tentang bagaimana fungsi MMPs dalam sebuah proses seluler yang ada. Menggabungkan teknik pendekatan biokimia dan genetik MMPs dengan substrat-substrat mutan harus menjadi mungkin untuk membuat kemajuan bagi pemecahan permasalahan penting ini.
Secara konseptual, satu di antara banyak kemajuan utama dalam biologi MMPs telah terrealisasikan yaitu, bahwa proteolisis ekstraseluler bukanlah hanya merupakan sebuah mekanisme penghancuran struktur atau informasi. Malahan, studi-studi yang berbeda-beda mengunjukkan bahwa MMPs dapat melepaskan faktor-faktor pertumbuhan dari ECM dan permukaan sel, mengaktifasikan protein-protein laten dan membangkitkan molekul-molekul bioaktif melalui proteolisis (BOX 2). Bersama kita memandang bahwa proteolisis ekstraseluler adalah sebagai sebuah bentuk lain dari modifikasi pasca-translasional. Dari perspektif ini, proteolisis dapat berfungsi untuk menghancurkan sebuah protein, namun ia dapat secara seimbang menyediakan sebuah mekanisme untuk memberikan sel akses bersyarat ke sebuah molekul pensinyalan khusus. Secara bermakna ditunjukkan bahwa, produk-produk pemecahan oleh MMP dapat berfungsi secara lokal (sebagai contoh, pengaktifasian khemokin). Meskipun bahwa banyak fenotip MMP telah terobservasi dalam remodelling jaringan yang tidak memerlukan MMPs bagi pembentukan awal mereka, adalah terdorong untuk berspekulasi bahwa MMPs mungkin berfungsi secara spesifik sebagai pengatur motilitas sel pasca-embryonik dan arsitektur jaringan.

Selasa, 14 September 2010

Anatomi Sendi Lutut

Sendi terdiri dari 3 kompartemen berbeda yang sedikit terpisah ssl. Di depan, kompartemen PF, patella berartikulasi dengan sulkus femoral hingga sekitar 90D, setelah itu faset lateral dan medial berartikulasi secara terpisah dengan masing-masing kondilus femurnya. Dalam fleksi yang ekstrem, kontak PF passes dari fasies medial onto odd facet.

Patella memiliki 7 fasies. Kedua fasies medial dan fasies lateral terbagi secara vertikal menjadi tiga bagian yang sama, sementara fasies ke tujuh atau odd facet berada di sepanjang paling tepi medial. Fasies medial lebih kecil dan sedikit cembung, dan fasies lateral yang merupakan 2/3 bagian adalah konveks secara sagital dan konkav secara koroner. Patella tidak secara sempurna fit/pas dengan permukaan femurnya. Sulkus femoral terdiri dari medial dan lateral lip, yang mana lateral lebih lebar dan lebih tinggi dan keduanya memiliki konveks sagital. Sulkus femoral terpisah dari kedua kondilus oleh satu ridge yang tak jelas dan lebih menonjol jelas di lateral. Contact patch antara femur dan patella bervariasi sesuai posisi saat patella bergeser di permukaan femur. Daerah kontak tidak pernah melebihi 1/3 total permukaan patella, di mana kontak terbesar terjadi saat 45 D saat mana menunjukkan patch berupa ellipse meliputi central medial dan lateral facet. Saat ekstensi penuh, fasies medial bagian bawah dan fasies lateral terletak pada sulkus femoral bagian atas. Saat 90D, daerah kontak bergeser ke fasies lateral dan medial bagian atas dan bila fleksi berlanjut daerah kontak terpisah menjadi daerah lateral dan medial.

Kedua kondilus femur asimetris berdasarkan bentuk dan dimensinya, dengan kondilus medial yang lebih besar memiliki kurvatura yang lebih simetris. Kondilus lateral dilihat dari samping memiliki kurvatura yang menajam ke posterior. Kondilus femur dilihat dari permukaan artikulasinya dengan tibia menunjukkan bahwa kondilus lateral sedikit lebih pendek dari medial. Axis panjang dari kondilus lateral sedikit lebih panjang dari kondilus medial dan terletak dalam bidang yang lebih sagital, sementara kondilus medial berada rata-rata pada posisi menyudut sekitar 22D dan terbuka ke posterior. Lebar kondilus lateral sedikit lebih besar pada pusat intercondyler notch.

Permukaan femoral dan tibial tidaklah conform benar. Plateau tibia medial yang lebih besar adalah mendekati datar, sedangkan plateau lateral konkav. Keduanya berinklinasi posterior mendekati 10D terhadap shaft tibia.

Porsi tengah tibia antara kedua plateau dipenuhi oleh sebuah elevasi yang disebut spina tibia. Di depannya terdapat satu cekungan yang disebut fosa interkondiloid anterior, yang mana dari anterior ke posterior melekat tanduk anterior meniscus medial, ACL, dan tanduk anterior meniscus lateral. Di belakang daerah ini terdapat dua buah elevasi, yaitu tuberkulum medial dan lateral. Keduanya dipisahkan oleh sulkus intertuberkel. Kedua ligamen dan meniscus tidak melekat pada tuberkel, yang mana tuberkel menonjol ke dalam sela interkondiler sehingga berperan sebagai side-to-side stabilizer. Bersama-sama, kedua meniscus & spina tibia meningkatkan impression cupping. Dalam fosa interkondiler posterior di belakang kedua tuberkel melekat pertama meniscus medial kemudian meniscus lateral dan di belakang mereka di tepi posterior antara kedua kondilus tibia, melekat PCL.

Meniskus merupakan lamela kresentik yang berfungsi memperdalam permukaan fosa artikularis kaput tibia untuk menerima kedua kondilus femur. Setiap meniscus menutupi sedikitnya 2/3 bagian perifer masing-masing permukaan artikuler tibia. Batas perifer masing-masing meniscus tebal, konveks, dan melekat dengan kapsul sendi, sedangkan sisi dalamya tipis, bebas tidak melekat. Permukaan proximal meniscus adalah konkav dan kontak dengan kondilus femur, sedang permukaan distal flat dan terletak pada kaput tibia.

Bentuk meniskus medial mendekati semicircular dengan panjang sekitar 3.5cm. Potongan melintang berbentuk triangular dengan bagian posterior yang lebih lebar dari anterior. Ia melekat erat pada fosa interkondiler posterior tibia (gb.1.2). Perlekatan anteriornya lebih bervariasi; biasanya melekat secara firmly pada fosa interkondiler anterior, namun perlekatan ini dapat berupa flimsy masih dalam batas-batas normal. Terdapat juga satu fibrous band dengan ketebalan bervariasi yang menghubungkan kedua tanduk anterior lateral dan medial meniscus (ligamen transversum). Di perifer, medial meniscus melekat pada kapsul sendi baik tibia maupun femur. Perlekatannya ke tibia disebut coronary ligament. Pada titik tengah, ia melekat lebih kuat ke femur dan tiba melalui satu kondensasinya dalam kapsul sendi yang dikenal dengan ligamen medial profundus dari MCL.

Coronary ligament melekat ke tepi tibia beberapa milimeter di distal dari permukaan sendi, yang memberi satu synovial recess. Ke posteromedial, meniscus menerima satu bagian insersi semimembranosus melalui kapsul sendi.

Bentuk meniscus lateral adalah mendekati sirkuler dan menutup bagian yang lebih besar permukaan sendi dibanding meniscus medial. Tanduk anteriornya melekat pada interkondiler fosa, di sisi lateral dan posterior ACL. Tanduk posterior melekat pada fosa interkondiler di sisi anterior terhadap ujung posterior meniscus medial. Perlekatan posterior terdiri dari fibrous band yang menghubungkan lengkungan posterior meniscus lateral ke kondilus medial femur dalam fosa interkondiler, embracing PCL. Ini dikenal sebagai ligamen dari Humphry & Wrisberg (gb.1.3). Ke posterolateral, meniscus lateral di grooved oleh tendon popliteus, di mana beberapa seratnya bersinsersi ke tepi perifer dan superior meniscus lateral.

Ligamen patela merupakan bagian sentral dari tendo komunis quadriceps femoris. Ia merupakan ligamentous band yang kuat, flat, dengan panjang sekitar 6cm melekat ke proximal pada apex patela dan pada caking kasar di permukaan posterior patela, dan di distal melekat pada tuberositas tibia; serat-serat superficial berlanjut di depan patella dengan tendo quadriceps femoris. Bagian medial dan lateral tendon quadriceps lewat ke bawah pada kedua sisi patela kemudian berinsersi pada kedua sisi tuberositas tibia. Porsi ini menyatu dengan kapsul sendi membentuk retinakulum patela medial dan lateral. Permukaan posterior ligament patela terpisahkan dari membran sinovial oleh satu pad of fat infrapatela yang besar, dan terpisah dari tibia oleh satu bursa.

LIGAMEN LUTUT

Kapsul artikularis merupakan satu membran fibrus dengan ketebalan bervariasi mengandung daerah-daerah menebal yang dapat disebut sebagai satu ligamen. Di depan, kapsul digantikan oleh ligamen patela. Di posterior, kapsul terdiri dari serat-serat vertikal yang berawal dari kedua kondilus dan dari sisi-sisi fosa interkondiler femur. Ini diaugmentasikan oleh serat-serat yang berasal dari tendon semimembranosus, membentuk ligamen popliteal oblikuus, satu band yang lebar, flat melekat di proximal pada tepi fosa interkondiler dan permukaan posterior femur dekat dengan tepi-tepi artikuler kondilus femur, dan di distal melekat pada tepi posterior kaput tibia. Serat-serat ini berjalan utamanya ke arah bawah dan medial, dan fasikulanya dipisahkan oleh apertura untuk lewatnya pembuluh darah dan syaraf. Ligamen popliteal oblikuus membentuk sebagian dasar fosa poplitea dan arteri poplitea terletak di atasnya.

Di sisi medial lutut, struktur penunjang terdiri dari 3 lapis (gb.1.4). Lapis 1 adalah yang paling superficial tepat di bawah kulit. Lapis ini merupakan fasia profundus, dan bidangnya ditentukan oleh fasia yang menerima m. sartorius. Sartorius berinsersi pada jaringan serat-serat fasia ini dan tidak memiliki satu tendon insersi tertentu sebagaimana m. gracilis dan semitendinosus di bawahnya. Menuju lebih ke posterior, lapis 1 merupakan lembaran (sheet) di mana kedua kaput gastroknemius dan semua struktur fosa poplitea terletak. Lapis ini berfungsi sebagai penyokong bagi otot dan struktur neurovascular dalam daerah poplitea. Lapis 1 selalu dapat dipisahkan dari bagian-bagian paralel dan oblik ligamen medial superficial di bawahnya, dan bila satu incisi vertikal dibuat di posterior serat paralel dari ligamen, maka bagian anterior lapis 1 dapat di refleksikan ke depan sehingga menampakkan keseluruhan ligamen medial superficial. Lebih ke depan lagi, lapis 1 menyatu dengan bagian anterior lapis 2 dan retinakulum patela medial yang berasal dari vastus medialis. Di belakang terdapat satu lapis jaringan lemak yang terletak antara lapis 1 dan struktur-struktur lebih dalam. Tendon gracilis dan semitendinosus terletak di daerah ini. Ke anterior dan distal, lapis 1 menyatu dengan periosteum tibia.

Lapis 2 merupakan bidang (plane) dari ligamen superficial medial (gb.1.5). Ligamen medial superficial terdiri dari bagian paralel dan oblik. Serat-serat anterior atau paralel dimulai dari epikondilus medial femur dan terdiri dari serat-serat besar dan berorientasi vertikal berlanjut ke distal ke satu insersi pada permukaan medial tibia sekitar 4.6 cm inferior permukaan artikular tibia tepat di posterior insersi pes anserinus. Serat-serat oblik posterior berasal dari epikondilus femur dan menyatu dengan lapis 3 di bawahnya (kapsul), dan melekat tepat di inferior permukaan artikuler posterior tibia dan meniscus medial. Serat ini diperkuat oleh kontribusi dari selubung tendon semimembranosus.

Ke anterior, lapis 2 terbelah secara vertikal. Bagian depan belahan berlanjut ke arah cranial menuju vastus medialis dan menyatu dengan bidang lapis 1 membentuk serat-serat retinakulum parapatela. Bagian posterior belahan, berlanjut ke cranial menuju kondilus femur dari mana serat-serat transvers berjalan ke arah depan dalam bidang lapis 2 menuju patela membentuk ligamen patelofemoral. Karena ligamen patelofemoral merupakan kelanjutan dari lapis2, maka letaknya lebih dalam dari bidang lapis 1.

Lapis 3 merupakan kapsul sendi (gb. 1.6) dapat dipisahkan dari lapis 2 kecuali pada tepi patela; ke depan, kapsul sangatlah tipis. Di balik ligamen medial superficial, lapis 3 menjadi lebih tebal dan membentuk satu band serat pendek berorientasi ke vertikal yang dikenal dengan nama ligamen medial profundus. Ligamen profundus meluas dari femur menuju bagian tengah dari tepi perifer meniscus dan tibia. Di anterior, ligamen profundus jelas dapat dipisahkan dari ligamen superficial dengan adanya bursa yang interposes, namun di posterior, lapisan ini menyatu ketika bagian meniscal-femoral ligamen profundus cenderung menyatu dengan ligamen superficial di atasnya dekat dengan perlekatan kranialnya. Bagian menisco-tibial nya memang terpisah dari ligamen superficial. Lebih ke posterior, lapis 3 menyatu dengan lapis 2 membentuk conjoin kapsul posteromedial yang menyelimuti kondilus medial femur.

Jadi, ketiga lapisan paling mudah dapat dipisah-pisahkan dalam daerah ligamen medial superficial. Ke posterior, lapis dalam dan tengah menyatu dan lapis luar menjadi fasia profunda. Ke depan, lapis luar dan tengah menyatu dengan retinakulum diatasnya yang merupakan ekspansi quadriceps. Lapis dalam meskipun tetap terpisah, menjadi sangat tipis. Lapis tengah membelah anterior ligamen medial superficial, hingga bagian cranial tetap sebagai satu lapis terpisah membentuk ligamen patelofemoral.

Struktur penyokong di sisi lateral dapat juga dijelaskan sebagai terdiri dari tiga lapis. Yang paling superficial adalah retinakulum lateral, lapis tengah membentuk LCL, ligamen fabelofibular dan ligamen arkuatum, dan lapis dalam adalah kapsul lateral.

Retinakulum lateral (gb.1.7). Dimulai pada tepi lateral patela, perluasan fibrous dari vastus lateralis adalah berorientasi longitudinal sepanjang tepi lateral patela berjalan ke distal untuk menjadi bagian tendo patela. Yang berinterdigitasi dengan serat-serat ini adalah retinakulum oblikuus superficial yang berorigo pada iliotibial band. Sebagian terbesar dari serat-serat ini menyatu dengan bagian anterior tendo patela. Di posterior terletak fasia lata dan iliotibial band, berlanjut ke distal sepanjang sisi lateral lutut dan berinsersi pada tuberkel dari Gerdy di tibia. Beberapa dari serat tersebut melewati tuberkel Gerdy menuju tuberositas tibia. Ke proximal, fascia lata menempel ke septum intramuscular lateral, di mana ia melekat pada femur. Di posterior, fascia lata menyatu dengan fascia biceps. Terdapat satu bagian lebih dalam yang terpisah dari lapis ini berjalan lebih atau kurang transversal dari fascia lata ke lateral patela dan jke arah caudal bargeman lebih oblik untuk menghubungkan patela dengan tibia bagian atas. Di cranial, satu band serat-serat ditemukan berjalan dari septum intramuscular lateral dan epikondilus lateral ke lateral patela (ligamen epikondilopatela).

LCL berorigo pada epikondilus lateral femur anterior dari origo gastroknemius, membentuk struktur cordlike yang berjalan di balik retinakulum lateral untuk berinseri pada kaput fibula, menyatu dengan tendo insersi biceps femoris. Ligamen fabelofibular adalah satu kondensasi dari serat-serat yang berjalan antara ligamen arkuatum dan ligamen lateral, yang berjalan dari kaput lateral gastrocnomius ke styloid fibula. Pada kebanyakan lutut dapat ditemukan adanya ligamen fabelofibular dan arkuatum, namun pada kasus dengan fabela besar, mungkin tidak terdapat ligamen arkuatum, dan bila fabela tidak ada juga tidak ditemukan ligamen fabellofibula.


Knee Motion dan Fungsi Ligamen Pendukung

Kontrol dikerjakan oleh: (1) bony architecture, dan (2) ligamentous attachments.

Pada saat sendi ekstensi maximal, ligamen krusiatum dan kolateral keduanya tegang dan sisi depan kedua meniscus terjepit ketat di antara kondilus tibia dan femur. Saat fleksi dimulai, proses unlock terjadi, di mana tibia berrotasi-medial terhadap femur akibat kontraksi m. popliteus. Permukaan artikuler kondilus medial femur lebih besar dari pada lateral; saat arah gerakan sebaliknya, pertama, kompartemen lateral mencapai satu posisi dari ekstensi penuh sesaat sebelum kompartemen medial ekstensi penuh. Ekstensi terminal tercapai dan lutut di lock oleh gerakan rotasi eksternal tibia hingga kompartemen medial mencapai batas akhir ekstensinya.

Ketika lutut difleksikan, saat 30D pertama, femur mengalami rollback terhadap tibia yang lebih banyak terjadi di sisi lateral dari pada medial. Setelah 30D kondilus femur memutar pada satu titik di kondilus tibia. Meniscus juga mengikuti gerakan ke belakang sebagaimana femur (lateral lebih banyak dari pada medial).

Tibia berrotasi terhadap femur lebih banyak ke arah lateral dari pada medial, dan sebagai pusat rotasi adalah melalui kondilus medial femur. Beberapa bagian dari ligament medial superficial tegang selama fleksi, sedangkan ligament kolateral lateral tegang hanya saat ekstensi dan relaksasi segera setelah fleksi, sehingga memungkinkan ekskursi kondilus tibia lateral menjadi lebih besar.

Ligamen kolateral medial superficial merupakan penyetabil terpenting sisi medial. Serat paralelnya bergerak ke arah posterior saat lutut difleksikan. Perlekatannya pada kondilus femur sedemikian rupa sehingga saat ekstensi serat posterior tegang dan serat anterior relaks dan bergeser ke bagian dalam di balik bagian posterior ligamen. Saat fleksi, serat anterior bergerak ke arah proximal dan menegang dan siap mengalami peningkatan ketegangan saat lutut fleksi. Aksi ini dimungkinkan akibat bentuk oval dari origo femoral yang mengalami perubahan orientasi saat fleksi di mana bagian perlekatan serat paling anterior dielevasikan. Saat sisi anterior menjadi tegang, serat posterior slack (ketika fleksi) dan tetap relaks sepanjang fleksi. Serat oblik posterior relaks saat ekstensi dan letaknya sedikit di balik serat paralel. Saat fleksi serat ini bergerak ke luar, ini karena perlekatannya pada kapsul sendi dan bagian perifer meniscus medial, mereka me check sliding meniscus ke belakang yang terjadi saat fleksi.

Pada keadaan serat paralel MCL intak, maka hanya menimbulkan terbukanya sendi sekitar 1mm waktu stress valgus. Lutut sedikit lebih tight saat ekstensi penuh; medial opening terbesar dicapai saat fleksi 45D. Serat panjang ligament medial superfisial juga mengontrol rotasi (pemotongan kapsul, medial ligamen profundus, dan serat oblik ligamen superfisial hanya menimbulkan sedikit atau tidak sama sekali penambahan rotasi). Pemotongan serat panjang, tidak hanya meningkatkan besarnya medial opening saat stress valgus, juga meningkatkan rotasi eksternal yang bermakna.

Saat ekstensi, serat iliotibial band merupakan bagian terpenting dalam stabilitas lateral, karena serat ini melekat ke proximal pada femur (serat ini lebih merupakan true ligament karena kontraksi TFL dan gluteus maximus tidak sampai ditransmisikan ke tibia). Ketika lutut difleksikan, iliotibial tract bergerak ke posterior dan sedikit relaks; pada posisi ini, tendon biceps femoris menjadi penyetabil penting.

Ligamen lateral juga tegang saat ekstensi, namun relaks sepanjang fleksi. Demikian juga ligament arkuatum. Sehingga saat fleksi lebih banyak rotasi dimungkinkan di sisi lateral dibanding medial. Rotasi ini dimungkinkan oleh perlekatan meniscus lateral dan keadaan relaksasi ligamen penunjang saat fleksi. Demikian pula terjadinya rolling femur pada tibia yang lebih besar di sisi lateral, pada mana tidak demikian halnya terjadi di sisi medial. Perlekatan tendo popliteus pada meniscus lateral akan menarik meniscus ke posterior dan mencegahnya entrapped saat lutut difleksikan.

ACL terdiri dari dua bagian yaitu anteromedial band dan bagian posterolateral yang lebih kuat dan tebal. Saat ekstensi, ligamen terlihat sebagai flat band dengan bagian posterolateral yang tegang. Hampir segera setelah fleksi dimulai, anteromedial band yang lebih kecil menjadi tight dan bagian besar ligamen relaks. Dalam fleksi, anteromedial band lah sebagai primary restraint melawan anterior displacement tibia.

PCL terdiri dari dua bagian tak terpisahkan. Bagian anterior membentuk bagian terbesar dan bagian posterior yang lebih kecil barjalan oblik ke posterior tibia. Saat ekstensi bagian yang lebih besar relaks dan hanya bagian posterior yang tight. Dalam fleksi, bagian terbesar ligamen tight dan bagian kecil loose.

ACL merupakan satu check ligament melawan hiperekstensi dan rotasi eksternal. Sedangkan PCL merupakan satu check ligament melawan instabilitas posterior saat lutut fleksi, namun tidak untuk hiperekstensi (pada keadaan ACL intak).

Tight nya ACL saat ekstensi memfiksasi kondilus lateral femur di anterior; sehingga gerakan berlanjut menjadi hiperekstensi hanya dimungkinkan terjadi bila secara simultan juga terjadi gerakan rotasi internal femur, yaitu suatu gerakan supinasi sendi. Ini disebut sebagai compulsory final rotation yang disebabkan oleh menegangnya anterior band.

Rotasi sendi mengambil tempat pada satu aksis yang melalui pusat kondilus femur medial, dimulai dari tighter anchorage (pemegang kuat) kondilus ini yaitu oleh ligamen medial superficial. Bila ligamen ini ruptur, maka aksis bergeser ke lateral.

Oleh karena pergeseran aksis rotasi yang ke medial, rotasi eksterna tibia akan merelaksasi ACL melalui gerakan kondilus femur lateral ke depan, dan saat yang sama meregangkan PCL. Gerakan rotasi interna menimbulkan kebalikannya, yaitu menegangkan ACL dan merelaksasikan PCL.

Satu fibrous band menghubungkan PCL dengan tepi posterior meniscus lateral (ligamen tibiomeniskal dari Kaplan). Band ini berfungsi menahan gerakan sliding ke depan meniscus lateral saat rotasi interna.

Rotasi tibia terhadap femur terjadi di sepanjang ROM. ACL merupakan check ligament melawan rotasi eksterna saat fleksi namun tidak secara bermakna membatasi rotasi interna. Dalam ekstensi, ACL merupakan check ligament melawan rotasi eksterna dan sedikit melawan rotasi interna. Sehingga fungsi yang jelas dari ligamen krusiatum dalam gerakan rotasi tidak diketahui.

Rabu, 08 September 2010

Biologi Molekuler Remodeling Tulang

Abstrak

Remodeling tulang merupakan satu proses aktif dan dinamik yang mengandalkan pada keseimbangan yang benar antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan deposisi tulang oleh osteoblas. Lebih jauh, dua buah fungsi ini haruslah secara ketat berdampingan tidak saja secara kuantitatif namun juga dalam waktu dan ruang. Ketika keberdampingan hilang, massa tulang yang benar dapat menjadi terganggu, mengawali ke pada banyak jenis patologi skelet. Memang tentu saja hilangnya tulang dan osteoporosis merupakan hasil dari satu meningkatnya fungsi osteoklas dan/atau satu penurunan aktifitas osteoblas. Sebaliknya, berbagai patologi lainnya adalah dihubungkan dengan kegagalan osteoklas menyerap tulang, seperti misalnya osteopetrosis, merupakan satu gangguan genetik jarang yang ditandai oleh satu peningkatan massa tulang dan juga dikaitkan dengan satu gangguan fungsi-fungsi sumsum tulang. Berawal dari berbagai asumsi ini, adalah perlu untuk lebih dalam memahami berbagai mekanisme molekuler yang mengatur berbagai fungsi sel tulang. Memang, berbagai studi akhir-akhir ini membuktikan suatu kompleks saling memengaruhi di antara sistim imun dengan sistim skelet, yang berbagi banyak molekul pengatur termasuk sitokin, reseptor dan faktor-faktor transkripsi. Semua data ini memungkinkan untuk lebih dalam lagi memahami berbagai mekanisme yang mendasari pengaturan massa tulang dan dapat membuka jalur-jalur besar baru dalam mengidentifikasi molekul-molekul target bagi terapi-terapi alternatif untuk lebih berefikasi melawan penyakit-penyakit tulang.

Kata-kata kunci: osteoklas, osteoblas, remodeling tulang, osteoimunologi

Proses Remodeling Tulang

Tulang merupakan satu jaringan dinamik, menjadi subjek dari satu pembaharuan kontinyu sepanjang hidup setiap individu melalui proses remodelling tulang (1, 2). Proses fisiologi ini adalah perlu:

· - untuk memungkinkannya penggantian tulang primer, tulang infantil, dengan tulang sekunder yang secara mekanik lebih kompeten;

· - untuk membuang tulang iskemik atau yang mengalami fraktur mikro;

· - untuk menjamin suatu homeostasis kalsium yang benar.

Remodeling tulang mengandalkan fungsi yang benar dari dua jenis sel utama jaringan tulang: osteoklas, sel-sel berinti banyak yang menghancurkan matriks tulang, dan osteoblas, yang memiliki fungsi-fungsi osteogenik. Sel-sel osteosit, tipe sel penting lainnya yang berasal dari osteoblas, adalah juga terlibat dalam proses remodeling sebagaimana mereka memiliki satu fungsi mekano-sensor (3).

Satu keseimbangan yang benar antara penyerapan tulang dengan fungsi-fungsi osteogenik adalah wajib guna memertahankan suatu massa tulang yang konstan (1, 2).

Sebagaimana yang digambarkan dalam Gambar 1, remodeling tulang diselesaikan karena adanya fase-fase berikut:

Gambar 1
Representasi skematik proses remodeling tulang. Remodeling tulang diawali ketika beraneka input mengomandani aktifasi lining cells, yang meningkatkan pengekspresian permukaan dari RANKL. RANKL berinteraksi dengan reseptornya RANK (receptor activator of nuclear κB) dus memicu diferensiasi osteoklas (fase aktifasi). Sel-sel osteoklas menyerap tulang (fase resorpsi) dus memungkinkannya pelepasan faktor-faktor yang biasanya tersimpan dalam matriks tulang (BMPs, TGFβ, FGFs) yang merekrut sel-sel osteoblas pada daerah yang direabsorpsi. Sekalinya direkrut, sel-sel osteoblas memroduksi matriks tulang baru, dan mendorong mineralisasinya (fase pembentukan), dus menyelesaikan proses remodeling tulang (Pre-OCLs = pre-osteoclasts; OCL = osteoclast; OBLs = osteoblasts).


Fase Aktifasi

Masukan-masukan berbeda, seperti misalnya semacam fraktur mikro, adanya semacam perubahan dalam pembebanan mekanik yang terasakan oleh sel-sel osteosit atau beberapa faktor yang dilepaskan dalam lingkungan mikro tulang, termasuk insulin growth factor-I(IGF-I), tumor necrosis factor- α (TNF- α), hormon paratiroid (PTH) dan interleukin-6 (IL-6), mengaktifasi the lining cells yang merupakan sel-sel osteblas yang tenang. Sebagai konsekuensinya, lining cells, meningkatkan pengekspresian RANKL (receptor activator of nuclear κB ligand) pada permukaan selnya, yang pada gilirannya berinteraksi dengan reseptornya yaitu RANK (receptor activator of nuclear κB), yang diekspres oleh sel-sel pra-osteoklas. Interaksi RANKL/RANK memicu fusi sel-sel pra-osteoklas dan diferensiasinya mengarah ke sel-sel osteoklas berinti banyak.

Fase Resorpsi

Sekali berdiferensiasi, sel-sel osteoklas berpolarisasi, menempel ke permukaan tulang dan mulai menyerap (dissolve) tulang. Fungsi ini membutuhkan dua langkah: i) asidifikasi matriks tulang untuk dissolve komponen anorganik, dan ii) melepaskan enzim-enzim lizosom seperti misalnya kathepsin K, dan MMP9, keduanya bertugas untuk pendegradasian komponen organik tulang. Sekali mereka menyelesaikan fungsinya, sel-sel osteoklas menjalani apoptosis. Hal ini merupakan konsekuensi fisiologis yang diperlukan guna mencegah suatu penyerapan tulang berlebih.

Fase Membalik (reverse)

Sel-sel yang membalik proses (the reverse cells), yang perannya belum sepenuhnya jelas, menjalankan fase ini. Memang sesungguhnyalah bahwa mereka dikenal sebagai sel-sel mirip makrofag (macrophage-like cells) yang kemungkinan fungsinya adalah membuang produksi debris selama degradasi matriks.

Fase Formasi

Penyerapan matriks tulang mengawali lepasnya banyak faktor pertumbuhan herein tersimpan, meliputi bone morphogenetic proteins (BMPs), fibroblast growth factors (FGFs) dan transforming growth factor β (TGF β), yang kemungkinan bertanggung jawab untuk perekrutan sel-sel osteoblas dalam daerah yang di-reabsorb. Sekali direkrut, sel-sel osteoblas menghasilkan matriks tulang baru, yang awalnya tidak terkalsifikasi (osteoid) dan kemudian mereka mendorong mineralisasinya, sehingga menyempurnakan proses remodeling. Ketidakseimbangan antara fase-fase penyerapan dengan fase pembentukan mencerminkan suatu remodeling tulang yang tidak benar, yang pada gilirannya memengaruhi massa tulang, alhasil mengawali ke pada kondisi patologis.

Para Pemain dalam Remodeling Tulang

Guna memahami lebih mendalam berbagai penyebab dari suatu perubahan remodelling tulang, adalah perlu mengetahui berbagai mekanisme mendasari biologi dan fungsi sel-sel tulang. Sebagaimana yang telah dijelaskan, dua sel-sel tulang utama secara aktif mengurusi remodeling tulang, yaitu sel osteoblas dan osteoklas, dan sebuah tinjauan tentang pengaturan dan fungsi mereka akan dilakukan berikut ini.

Pengaturan dan Fungsi Sel-sel Osteoblas

Osteoblastogenesis

Sel-sel osteoblas muncul dari sel-sel tunas mesenkim (MSCs), yang berkemampuan ganda (multipoten) yang dalam mengikuti satu program spesifik dari pengekspresian gen dapat memunculkan sel-sel spesifik jaringan berbeda termasuk osteoblas, khondrosit, fibroblast, myosit dan adiposit (4, 5).

Langkah awal osteoblastogenesis adalah komitmen MSCs menuju satu osteo/khondro-progenitor (Gambar 2). Sebagaimana dijelaskan lebih rinci nantinya, jalur Wingless-int (Wnt) dan BMPs memainkan satu peran kunci dalam kejadian-kejadian awal ini. Memang, sebuah laporan terkini (6) memerlihatkan bahwa Wnt10b tidak hanya menggeser komitmen menuju satu osteo/khondro progenitor, namun juga menghambat komitmen praadiposit (Gambar 2). Hal ini disebabkan oleh penekanan faktor-faktor transkripsi adipogenik CCCAT enhancer binding protein α (C/EBPα) dan peroxisome proliferator-activated receptor γ (PPARγ) sejalan dengan suatu penginduksian faktor-faktor pentranskripsian Runt-related transcription factor 2 (Runx2), distal-less homeobox 5 (Dlx5), dan Osterix (Osx), yang disebut belakangan mengatur ke hilir Runx2 (7). Sebaliknya, level-level tinggi pensinyalan Wnt dengan keberadaan Runx2 mendorong osteoblastogenesis dengan mengorbankan diferensiasi khondrosit (8). Pra-osteoblas yang berkomitmen dapat diidentifikasi saat mereka mengekspres Alkaline Phosphatase (ALP), satu di antara penanda fenotip osteoblas yang paling awal. Sebagaimana pra-osteoblas berkurang dalam berproliferasi, suatu kejadian pensinyalan kunci berikutnya terjadi guna mengembangkan sel-sel osteoblas terdiferensiasi yang berbentuk kuboid besar. Osteoblas aktif adalah sangat kaya dengan ALP dan menyekresi protein matriks tulang seperti kolagen I dan banyak protein non-kolagen meliputi osteokalsin, osteopontin, osteonektin dan bone sialoprotein II (BSPII). Biasanya, ALP dan type 1 parathyroid receptor (PTH1R) merupakan penanda awal progenitor osteoblas yang meningkat saat osteoblas mendewasa dan mendeposit matriks, namun menurun kembali saat osteoblas menjadi osteosit, sedangkan osteokalsin merupakan penanda belakangan yang terregulasi ke hulu hanya pada sel-sel osteoblas dewasa pasca proliferatif terkait dengan osteoid termineralisasi (9).

Gambar 2
Gambar skematik proses osteoblastogenesis. Sel-sel osteoblas (OBL) muncul dari sel-sel stem mesenkhim (MSC) yang di bawah rangsangan tepat berketetapan mengarah kesuatu osteo/chondro-progenitor (osteo/chondro-prog.), diikuti oleh sel osteoprogenitor (osteo-prog.), pre-osteoblast (pre-OBL) yang mengekspresikan fosfatase alkali (ALP) dan osteoblas dewasa aktif yang menyekresikan protein-protein matriks tulang.

a) Pengaturan Osteoblas

Satu osteoblastogenesis yang benar mengandalkan pada pengaktifasian dari sebuah jaringan kompleks jalur-jalur yang bila berubah dapat menyebabkan banyak jenis patologi skelet. Paragraf berikut akan memusatkan pada beberapa dari mekanisme utama pengaturan osteoblas.

Runt-realted transcription factor 2 (Runx2)

Faktor pentranskripsian ini memainkan sebuah peran kunci dalam perkembangan skelet sebagaimana ia adalah sebuah gen induk (master gene) bagi diferensiasi osteoblas, mengarahkan langkah awal komitmen mesenkhim menuju ke fenotip pra-osteoblas (10-12). Memang, pada Runx2 null mice rendahnya diferensiasi osteoblas menghasilkan ketidakhadiran pembentukan tulang, dan khondrosit dari templates kartilago gagal menjalani hipertrofi, sementara pengekspresian berlebih dari satu bentuk negatif-dominan Runx2 dalam osteoblas menghambat pembentukan tulang (13). Menariknya, pengekspresian berlebih Runx2 juga mengawali ke pada osteopenia, sehingga mengindikasikan bahwa fakor ini pada level-level yang tidak tepat dapat menghambat proses pendewasaan osteoblas (14). Pada manusia, haploinsufisiensi dari Runx2 menyebabkan displasia kleidokranial (CCD), suatu penyakit dominan-otosom dengan berbagai ketidaknormalan dalam tulang yang terbentuk melalui osifikasi intramembran (15, 16).

Di antara molekul-molekul yang mampu untuk meregulasi Runx2, BMPs, TGF β, PTH dan FGFs mendorong aktifasinya, sementara faktor pentranskripsian Twist merupakan regulator negatif (17).

Osterix (Osx)

Faktor ini merupakan downstream dari Runx2, dan seperti halnya yang disebut belakangan, ia diperlukan bagi pembentukan tulang (18). Guna menyelesaikan fungsi ini, Osx membutuhkan berinteraksi dengan NFAT2 teraktifasi (19).

Pensinyalan Wnt/ β-catenin

Banyak laporan akhir-akhir ini membuktikan satu peranan sangat penting dari jalur ini dalam biologi tulang (20, 21). Memang, ketertarikan kuat pada wilayah pensinyalan Wnt pada tulang datang setelah penemuan bahwa loss and gain-of-function mutations pada the low-density lipoprotein receptor-related protein 5 (LRP5), suatu putative Wnt co-receptor, mengawali ke pada osteoporosis-pseudoglioma syndrome (22) dan ke pada massa tulang tinggi (HBM) (23, 24) berturut-turut pada manusia. LRP5 merupakan sebuah reseptor transmembran, yang berinteraksi dengan the frizzled receptor. Berikatannya Wnt dengan kompleks reseptor frizzled dan LRP5/6 memicu satu sinyal yang meliputkan the protein Disheveled (Dvl), Axin dan Frat-1, sehingga menghambat aktifitas dari glycogen synthase kinase 3 β (GSK3β) (25). Penghambatan ini mencegah fosforilasi β-catenin. Memang, β-catenin yang terhipofosforilasi adalah lebih stabil, sehingga berakumulasi dalam sitoplasma. Atas pencapaiannya pada satu level konsentrasi tertentu, β-catenin bertranslokasi ke nukleus di mana ia berinteraksi dengan keluarga Tcf/Lef dari faktor-faktor pentranskripsian untuk meregulasi pengekspresian gen-gen target Wnt. Sebaliknya, pada ketidakhadiran Wnt, GSK3 β memfosforilasi β-catenin, sehingga menargetkan protein ini untuk ubikuitinasi proteasom (26, 27).

Pensinyalan Wnt disubjekkan bagi satu pengaturan halus (a fine tune regulation) oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut adalah anggota-anggota dari secreted frizzled-related protein (sFRP) dan Wnt inhibitor factor 1 (Wif-1). Semua molekul ini merupakan reseptor frizzled pemancing yang dapat larut yang mencegah interaksi-interaksi di antara Wnt dan frizzled. Kelompok inhibitor kedua meliputi protein-protein dickkoff (Dkk) dan sklerostin (Sost), yang berikatan dengan reseptor-reseptor LRP5/6. Lebih lanjut, interaksi dari kompleks Dkk/LRP dengan kremen menginternalisasikan kompleks ini untuk berdegradasi, sehingga mengurangi ketersediaan reseptor-reseptor Wnt (28).

Bone Morphogenetic Proteins (BMPs)

Terkecuali BMP-1, semua protein ini adalah anggota superfamili TGF-β. Identifikasi ketidaknormalan skelet pada khewan dan pasien dengan berbagai mutasi dalam gen-gen BMP telah memberi penekanan akan peran dari protein-protein ini dalam metabolisme tulang (29-31). Studi-studi in vitro mengunjukkan bahwa, pengobatan dengan BMPs menguatkan pengekspresian ALP, reseptor tipe I parathyroid hormone related peptide (PTHrP), kolagen I dan osteokalsin (32) dan merangsang pembentukan nodul-nodul mirip tulang yang termineralisasi (33).

b) Fungsi Osteoblas

Sebagaimana telah dijelaskan, fungsi utama sel-sel osteoblas adalah menyintesa protein-protein matriks tulang dan untuk melayani proses kalsifikasi. Memang, banyak bukti yang melaporkan sebuah peran penting osteoblas dalam biologi osteoklas melaljui mengekspresikannya dan/atau menyekresikan molekul-molekul kunci yang sebaliknya mengatur osteoklastogenesis dan penyerapan tulang (1). Isu yang disebut belakangan ini akan ditunjukkan rinciannya dalam paragraf berikut.

Pengaturan dan Fungsi Osteoklas

Osteoklastogenesis

Osteoklas, sel-sel yang devoted untuk menyerap matriks tulang, muncul dari garis turunan monosit/makrofag (34). Mereka merupakan sel-sel berinti ganda (dari berinti empat hingga sampai dua puluh) dibentuk melalui penyatuan prekursor-prekursor sel berinti tunggal (mononuclear) (35). Bermula dari totipotent haematopoietic stem cells, faktor pentranskripsian PU.1, sejalan dengan macrophag colony stimulating factor (M-CSF) mengarahkan komitmen dari sejenis progenitor yang biasa bagi makrofag dan osteoklas. Secara khusus, M-CSF menstimulasi proliferasi prekursor-prekursor osteoklas dan meregulasi ke hulu pengekspresian RANK, sementara PU.1 secara positif mengatur pentranskripsian c-Fms, merupakan reseptor M-CSF (36). Dengan kepenampakan reseptor-reseptor c-Fms dan RANK, prekursor-prekursor menjadi mejalankan sepenuhnya mengarah ke pada garis turunan osteoklas. Jalur RANKL adalah wajib bagi diferensiasi dan fungsi osteoklas, meskipun ia bukanlah satu-satunya pemain bagi suatu osteoklastogenesis yang benar, sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini.

a) Pengaturan Osteoklas

Jalur RANKL

RANKL merupakan suatu protein membran tipe II anggota dari superfamili TNF, sementara reseptornya, RANK, adalah suatu protein membran tipe I. Faktor-faktor dan hormon-hormon osteotrofik seperti 1,25-dihidroksivitamin D3 (1,25[OH]2D3), PTH, prostaglandin E2 (PGE2) dan IL-11 meregulasi ke hulu pengekspresian RANKL pada permukaan membran osteoblas/sel-sel stroma. RANKL berinteraksi dengan reseptor RANK nya, berlokasi pada permukaan pra-osteoklas, yang sebaliknya mengaktifasi pensinyalan melalui perekrutan molekul-molekul adaptor anggota dari famili TNF-receptor associated factor (TRAF) (Gambar 3A). Memang, ekor sitoplasmik RANK mengandung tiga lokasi pengikatan untuk TRAF6 (37-39). Interaksi ini adalah wajib bagi diferensiasi osteoklas, sebagaimana tikus kecil dengan kondisi knock out TRAF6 mengembangkan osteopetrosis (40, 41). Pengikatan TRAF6 dengan RANK menginduksi trimerisasi TRAF6, mengawali ke pada pengaktifan dari faktor pentranskripsian nuclear factor kappaB (NF-κB) dan mitogen-activated kinases (MAPKs) (42) (Gambar 3A). NF-κB meliputi sekeluarga dari faktor-faktor pentranskripsian dimerik, yang berada dalam sitoplasma pada kondisi takterstimulasi. Bagaimanapun, mereka memasuki nukleus atas penstimulasian sel oleh berbagai faktor, meliputi RANKL (43, 44) dan mengatur pentranskripsian banyak gen. Di antara mereka, telah diunjukkan bahwa NF-kB meregulasi ke hulu pengekspresian molekul kunci lain dari diferensiasi osteoklas, yaitu the nuclear factor of activated T cells, faktor pentranskripsian sitoplasmik 1 (NFATc1) (45, 46). Penginduksian awal ini memerlukan interaksi NF-kB dengan NFATc2, yang direkrut ke promoter NFATc1 secara terbebas dari penstimulasian RANKL (47) (Gambar 3A).

Gambar 3
Skematisasi jalur RANKL/RANK. (A) RANKL diekspres pada permukaan membran sel osteoblas (OBL) berinteraksi dengan RANK, diekspres oleh pre-osteoklas (OCL). Interaksi ini merekrut TRAF6 yang mengaktifasi NFκB dan c-Fos, yang disebut belakangan berdimerisasi dengan c-Jun dan membentuk kompleks AP-1. Kedua faktor transkripsi bekerjasama untuk memicu pentranskripsian NFATc1, yang sebaliknya mendorong otoamplifikasinya. (B) NFATc1, AP-1, PU.1 dan MITF bekerjasama untuk menginduksi pentranskripsian gen-gen osteoklas.


Langkah penting lain bagi diferensiasi osteoklas adalah rekrutmen dari faktor pentranskripsian AP-1 kompleks, yang berkomposisi c-Fos, c-Jun dan protein-protein ATF. Istimewanya, c-Fos adalah secara spesifik diinduksi oleh RANK dan sangat penting bagi osteoklastogenesis, sebagaimana tikus kecil yang dikondisikan knock out c-Fos mengembangkan osteopetrosis akibat dari kurangnya sel-sel osteoklas (48). Pengaktifasian AP-1 sejalan dengan sebuah sinyal kalsium selanjutnya menginduksi pentranskripsian NFATc1, sehingga memungkinkan pengamplifikasiannya sendiri (autoamplification) berlangsung (47). Bersama-sama dengan AP-1, PU.1, NF-κB dan MITF, NFATc1 meregulasi pentranskripsian banyak gen-gen target yang terlibat dalam diferensiasi dan fungsi osteoklas. Di antara mereka, kathepsin K, reseptor kalsitonin, tartrate resistant acid phosphates (TRAcP) (49, 50), β3 integrin dan osteoclast-associated receptor (OSCAR) (51) (Gambar 3B)

Pengaturan Osteoklas oleh Osteoblas

Regulator utama osteoklastogenesis adalah osteoblas. Memang, pensinyalan RANKL/RANK mengandalkan pada interaksi sel – sel di antara osteoblas dan prekursor osteoklas. Molekul kunci yang lain yang disekresikan oleh osteoblas yang mencampuri jalur RANKL adalah osteoprotegerin (OPG), suatu reseptor pemancing bagi RANKL (52), yang memiliki peran osteoprotektif. Memang, OPG adalah protein tersekresikan yang memiliki struktur sama dengan RANK sehingga ia berikatan dengan RANKL yang menghindarkannya berinteraksi dengan RANK, dengan sebuah konsekuensi terjadinya penghambatan osteoklastogenesis (Gambar 3A).

Osteoblas memicu osteoklastogenesis juga melalui pengekspresian M-CSF pada permukaan membrannya, yang berinteraksi dengan reseptornya, c-Fms, yang terdapat pada prekursor osteoklas sehingga merangsang proliferasi prekursor itu sendiri dan diferensiasi osteoklas (Gambar 3A).

Pengaturan Osteoklas Melalui Sistim Imun

Banyak bukti mengindikasikan suatu hubungan yang erat di antara sistim imun dengan tulang, mengawali ke pada suatu wilayah interdisiplin baru, disebut osteoimunologi, yang berfokus pada penyelidikan berbagai mekanisme molekuler yang ditimbulkan dari kedua jenis jaringan ini (53-55). Berbagai temuan ini juga menunjuk bahwa jalur RANKL adalah perlu namun tidak cukup untuk memicu diferensiasi osteoklas. Sebagaimana dijelaskan dalam Gambar 4, sel-sel osteoblas dapat meregulasi diferensiasi osteoklas melalui penginteraksiannya dengan immunoglobulin (Ig)-like receptors, seperti misalnya osteoclast-associated receptor (OSCAR), yang ligand-nya masih belum teridentifikasi jelas. Reseptor-reseptor ini dikaitkan dengan immunoreceptor tyrosine-based activation motif (ITAM)-melabuhkan molekul-molekul adaptor DAP12 dan Fc-receptor common γ-sub-unit (FcRg). Peran dari molekul-molekul yang disebut belakangan dalam pengaturan osteoklas telah diperjelas melalui adanya bukti bahwa tikus-tikus kecil berkeadaan defisiensi DAP12 dan FcRg adalah memiliki suatu fenotip osteotropik (56, 57). Fosforilasi rangkaian ITAM dalam DAP12 atau FcRg, yang terjadi setelah pengaktifasian RANK, memungkinkan perekrutan splenocyte tyrosine kinases (SYK) dan konsekuensi pengaktifan fosfolipase Cg (PLCg), yang pada gilirannya memicu pensinyalan kalsium. Pensinyalan kalsium mendorong osteoklastogenesis melalui pengaktifan CAMKIV (calcium/calmodulin-dependent protein kinase type IV), yang menyetujui terjadinya pengaktifasian c-Fos, dan kalsineurin, yang keduanya bersama-sama meningkatkan kemampuan pengamplifikasian sendiri (autoamplification) NFATc1 (53).

Gambar 4
Skematisasi saling pengaruh imunologik di antara sel-sel osteoklas dan osteoblas. Osteoblas (OBL) berinteraksi dengan immunoglobulin-like receptor (Ig-like receptor) yang diekspres pada permukaan pre-osteoklas (OCL), dus memperbolehkan fosforilasi Dap12 atau Fcrg dan berlanjut dengan aktifasi pensinyalan kalsium, yang mempotensiasi otoamplifikasi dari NFATc1.


Sitokin Inflamasi dan Osteoklastogenesis

Banyak temuan telah mengunjukkan adanya keterlibatan beberapa sitokin inflamasi yang diproduksi oleh makrofag, seperti interleukin (IL)1, TNFa dan IL-6, dalam diferensiasi dan fungsi osteoklas (58, 44) sehingga lebih mendukung lagi hubungan kuat di antara sistim tulang dan imun.

TNFa berkemampuan untuk secara langsung merangsang osteoklastogenesis dalam keberadaan M-CSF (59, 60) melalui perangsangan pengaktifan NFκB utamanya melalui TRAF2. Lebih lanjut, sejalan dengan TGFb ia menginduksi in vitro osteoklastogenesis bahkan dalam ketiadaan RANK atau TRAF6 (61).

IL-1 tidak mampu sendirian untuk menginduksi diferensiasi osteoklas, namun bersinerginya ia dengan RANKL dapat menginduksi osteoklastogenesis dan penyerapan tulang, kemungkinan melalui perangsangan TRAF6. Lebih lanjut, ia secara tak langsung mendorong osteoklastogenesis melalui penyekresian PGE2 dan RANKL oleh osteoblas (44).

Interferon-b (IFN-b) merupakan sitokin penting yang lainnya dalam respon imun yang secara negatif memengaruhi osteoklastogenesis. Memang, pensinyalan RANKL menginduksi IFN-b yang sebaliknya bekerja sebagai pengatur umpan balik negatif melalui penghambatan pengekspresian cFos (62).

b) Fungsi Osteoklas

Sekali berdiferensiasi, sel-sel osteoklas berinti banyak membutuhkan perlekatannya ke matirks tulang dan berpolarisasi dalam rangka menyerap tulang. Sesungguhnya, terdapat dua domain utama yang dapat diidentifikasi pada membran plasma osteoklas: domain basolateral dan domain apikal, yang juga berbeda berdasarkan atas fungsi mereka masing-masing. Pada domain apikal, adalah memungkinkan untuk mengidentifikasi lebih lanjut sebuah membran yang berfungsi khusus, yaitu ruffled border, ditandai oleh banyak lipatan membran yang mewakili organ penyerapan (51).

Satu dari kejadian paling awal aktifitas osteoklas adalah untuk mendegradasi komponen anorganik matriks tulang, yaitu garam-garam alkalin dari hidroksiapatit mineral tulang. Hal ini dapat diperoleh melalui pelepasan propon-propon ke dalam daerah yang akan diserap, disebut sebagai lakuna penyerapan (63, 64). Lebih lanjut, fungsi ini juga membutuhkan penutupan matriks tulang di bawahnya, yang diperoleh melalui suatu penyusunan kembali sitoskelet dan pembentukan berikutnya dari dari cincin aktin. Ini merupakan suatu struktur melingkar yang mengelilingi membran ruffled dan mengisolasi lingkungan mikro resorptif yang terasamkan terhadap ruang ekstrasel. Ia dibentuk oleh banyak struktur dinamik dan mirip bintik (dot-like) yang disebut podosom, yang setiap dari mereka mengandung satu inti aktin dikelilingi oleh αvβ3 integrin dan protein-protein sitoskelet terkait seperti misalnya vinkulin, α-actinin dan talin (65, 66).

Sebagaimana telah diceritakan, langkah pertama penyerapan tulang adalah pelepasan proton-proton di dalam ruang-ruang antara osteoklas dan permukaan tulang melalui suatu pompa proton elektrogenik yang disebut vacuolar type ATPase (67, 68), yang hadir di dalam vesikel-vesikel intrasel juga di dalam ruffled border (67-69). Hal ini merupakan langkah sangat penting, sebagaimana diunjukkan oleh fakta bahwa mutasi-mutasi dalam subunit a3 dari vacuolar ATPase menyebabkan osteopetrosis pada manusia (70, 71).

Produksi proton dijamin oleh aktifitas karbonik anhidrase II (CA II) (72) yang mengkatalisis penghidrasian CO2 sehingga membentuk asam karbonat (H2CO3). H2CO3 pada gilirannya berdisosiasi menjadi proton (H+) dan ion karbonat (HCO3-). H+ kemudian disekresikan dalam lakuna penyerapan , sementara HCO3- didorong ke luar melalui suatu electroneutral chloride/bicarbonate exchanger dalam membran basolateral (73). Lebih lanjut, ion klorida (Cl-) yang memasuki sel dalam pertukaran HCO3- diangkut ke dalam lingkungan mikro resorptif melalui suatu kanal klorida (chloride channel) (74), sehingga membangkitkan HCl (75). Kepentingan fungsional kanal-kanal klorida ini dikonfirmasikan oleh bukti bahwa hilangnya isoform CIC-7 kanal klorida mengawali ke pada osteopetrosis pada manusia dan tikus kecil (76).

Peleburan kristal-kristal mineral memungkinkan pencernaan dari komponen organik matriks tulang yang dilaksanakan oleh metaloproteinase matriks (MMPs) dan kathepsin-kathepsim lisosom. Di antara yang belakangan disebut, kathepsin K memiliki satu peran sangat penting, sebagaimana penghilangannya pada tikus kecil mengawali ke pada osteopetrosis (77, 78), sementara mutasi-mutasi dalam gen kathepsin K mengawali ke pada piknodisostosis (79, 80). Sepanjang pengamatan pada MMPs, sel-sel osteoklas utamanya memroduksi isoform MMP-9 dan sejumlah yang lebih kecil MMP-14 (81, 82).

Penyakit yang terkait dengan Deregulasi Osteoklas

Keseimbangan yang benar antara deposisi dan resorpsi merupakan hal sangat penting bagi memertahankan massa tulang dengan tepat. Lebih lanjut, sebuah jejaring kompleks jalur-jalur yang mengurusi pengaturan aktifitas osteoklas dan osteoblas, sebagaimana diunjukkan dalam paragraph di atas. Di antara berbagai patologi tulang, akan dijelaskan secara singkat dua buah penyakit yang saling berlawanan, keduanya akibat dari satu ketidaknormalan fungsi osteoklas. Kedua penyakit juga mencerminkan kompleksitas berbagai mekanisme yang terlibat dalam pengaturan massa tulang.

Arthritis Rheumatoid

Telah dikenal dengan baik bahwa patologi ini adalah diakibatkan oleh suatu inflamasi dari membran sinovial dengan suatu proses pengerusakan tulang sebagai kelanjutannya yang dimediasikan oleh osteoklas (83). Bagaimanapun, berbagai mekanisme molekuler yang menginduksi ketidaknormalan aktifitas osteoklas baru-baru ini saja terklarifikasikan (53). Sel-sel dalam sinovium meliputi makrofag, fibroblas, sel-sel dendritik, sel-sel plasma dan yang paling penting, infiltrasi sel-sel T CD4, yang merupakan satu pengesahan dari patogenesis arthritis (84, 85). Banyak laporan akhir-akhir ini menunjukkan bahwa di antara sel-sel yang disebut belakangan satu subset spesifik, sel-sel T penolong yang memroduksi interleukin-17 (IL-17) (sel-sel TH17) memiliki sebuah peran sangat penting dalam pengaktifasian osteoklas (55). Sel-sel ini tidaklah memroduksi IFNγ, yang memiliki suatu aktifitas anti osteoklastogenesis, namun mereka menyekresi sejumlah besar IL-17 yang merangsang pengekspresian RANKL oleh sel-sel fibroblas sinovial. IL-17 juga bekerja pada makrofag melalui penstimulasian sekresi berbagai sitokin inflamasi mereka meliputi TNF, IL-1 dan IL-6, yang pada gilirannya memicu osteoklastogenesis dan penyerapan tulang secara langsung atau tak langsung melalui penstimulasian pengekspresian RANKL. Akhirnya, sel-sel TH17 pada hakekatnya mengekspres RANKL (55, 86).

Osteopetrosis

Osteopetrosis merupakan satu penyakit genetik jarang yang ditandai oleh suatu peningkatan massa tulang akibat dari satu ketidakmampuan sel-sel osteoklas menyerap tulang (87). Atas dasar cara pentransmisian dan dari berbagai manifestasi klinik, ia dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk dengan suatu tingkat keparahan yang berrentang lebar: infantile malignant autosomal recessive osteopetrosis (ARO), intermediete autosomal recessive osteopetrosis (IRO), dan autosomal dominant osteopetrosis (ADO). Dalam kebanyakan bentuknya yang parah, akibat kegagalan osteoklas maka tidak dibiarkannya terjadi perbesaran kavitas-kavitas tulang, sehingga menggagalkan perkembangan sumsum tulang, mengawali ke pada kegagalan hematologis. Penutupan foramina tulang menyebabkan kompresi syaraf kranial, tubuh pendek, berbagai malformasi dan tulang mudah patah. Bentuk ini fatal pada bayi dalam kandungan, dan diobati dengan transplantasi sel tunas hematopoietik, dengan angka laju keberhasilan <50%>

Mutasi-mutasi loss-of-function dari berbagai jenis gen yang terlibat dalam fungsi osteoklas adalah bertanggung jawab untuk timbulnya penyakit ini. Di antara mereka, gen TCIRG1, mengkode bagi subunit a3 dari H+ATPase dan menjadi penyebab bagi & >50% kasus (70, 71), gen-gen CLC7 (76, 88) dan OSTM1, yang memiliki fungsi terkait dekat dan menyebabkan bagi sedikitnya 10% kasus (89-91). Gen-gen berikutnya berimplikasi dalam bentuk-bentuk jarang dengan tingkat keparahan beragam dan diasosiasikan dengan sindrom-sindrom lain dan, akhir-akhir ini, gen RANKL ditemukan menjadi termutasi dalam satu subset pasien-pasien yang dengan osteoklas rendah (92). Autosomal recessive osteopetrosis mungkin juga memiliki tingkat keparahan intermediet, dengan sejumlah kecil kasus akibat dari mutasi-mutasi loss-of-function dari gen-gen CAII (93) atau PLEKHM1 (94). Mutasi-mutasi negatif dominan dari gen CLC7 menyebabkan yang disebut penyakit dari Albers-Schönberg (95), mewakili bentuk yang paling sering dan heterogen dari osteopetrosis, berrentang dari tak bergejala hingga intermediet/parah, sehingga ini menyarankan adanya penetransi pengaruh determinan genetik/lingkungan tambahan (96).