Selasa, 14 Juni 2011

Osteoimunologi: Interaksi Tulang dengan Sistim Imun

Abstrak
Tulang dan sistim imum keduanya merupakan jaringan kompleks yang secara berurutan mengatur respon tulang dan tubuh terhadap patogen penginvasi. Saat ini telah menjadi jelas bahwa kedua sistim organ ini sering berinteraksi dalam fungsi mereka. Hal ini diperlihatkan dengan jelas dalam perkembangan sel-sel imun dalam sumsum tulang dan dalam hal fungsi sel-sel tulang pada kesehatan dan penyakit. Oleh karena kedua disiplin ini berkembang secara terpisah, para penyelidik dimasing-masingnya tidak selalu menghargai kebermaknaan bahwa sistim lainnya telah melakukan fungsinya pada jaringan yang mereka pelajari. Tinjauan ini dimaksudkan untuk menyediakan sebuah ikhtisar umum dari berbagai cara sel-sel tulang dan imun berinteraksi sehingga dapat mengembangkan sebuah pengertian yang lebih baik dalam hal peranan masing-masingnya yang bekerja dalam perkembangan dan fungsi satu sama lainnya. Diharapkan bahwa suatu apresiasi dari berbagai interaksi dari kedua sistim organ ini akan mengawali kearah teraputik yang lebih baik bagi berbagai penyakit yang mengenai salah satu dari sistim atau keduanya.


I. Pendahuluan
Tulang merupakan organ kompleks dengan fungsi multipel. Ia menyediakan integritas struktural bagi tubuh, merupakan lokasi hematopoiesis, dan merupakan tempat penyimpanan kalsium dan fosfor (1). Juga, sistim imun adalah kompleks dan menyediakan organisme dengan perlindungan dari patogen yang menginvasi (2). Berbagai mekanisme yang bertumpang tindih dan berinteraksi terlibat untuk mengatur kedua sistim ini. Interaksi di antara sel tulang dengan sel imun saat ini telah dapat dijelaskan dengan baik. Telah menjadi nyata bahwa untuk menerangkan fenotip dari berbagai model in vivo dengan metabolisme tulang abnormal, seseorang tidak lagi memandang masing-masing sistim secara sendiri-sendiri. Malah, agar memahami fungsi mereka, mereka harus diperhatikan sebagai sebuah sistim terintegrasi tunggal. Berbagai contoh akhir-akhir ini tentang interaksi sel tulang dengan sel imun yang teridentifikasi adalah termasuk berbagai temuan berikut: 1) bahwa sel-sel yang terkait dengan osteoblas, sel yang membentuk tulang, merupakan pengatur penting dari niche sel tunas hematopoietik (HSC) dari mana seluruh sel darah dan sel imun berasal; dan 2) bahwa osteoklas, yang merupakan sel menyerap tulang, memperlihatkan berbagi sebuah asal muasal umum dengan sel prekursor myeloid yang juga memunculkan makrofag dan sel dendritik myeloid. Ia juga telah memperlihatkan in vitro bahwa sel yang secara relatif berada jauh sepanjang diferensiasi mereka menuju sel dendritik pemresentasi-antigen memelihara kemampuan untuk membentuk osteoklas penyerap-tulang dewasa (3). Akhirnya, lebih dari 30 tahun terakhir, telah menjadi termapankan bahwa mediator yang dapat larut multipel dari fungsi sel imun termasuk sitokin, khemokin, dan faktor pertumbuhan adalah juga mengatur aktifitas osteoblas dan osteoklas (4). Kemungkinan bahwa sel imun dan sitokin adalah bertanggung jawab secara penting bagi berbagai perubahan dalam bone turnover dan dalam massa tulang yang terjadi dalam osteoporosis pascamenopaus dan berbagai kondisi inflamasi seperti misalnya arthritis rheumatoid, penyakit periodontal, atau penyakit usus inflamasi. Pengaturan tulang oleh sel hematopoietik dan sel imun melayani berbagai fungsi yang bervariasi. Kemungkinan bahwa sel hematopoietik yang sedang berkembang mengatur bone turnover dan mempertahankan kavitas sumsum melalui interaksinya dengan osteoblas dan osteoklas selama pertumbuhan dan perkembangan tulang normal (5). Sebaliknya, selama kondisi inflamasi baik sitokin yang diproduksi secara lokal maupun yang bersirkulasi, yang merupakan produk dari sel imun teraktifasi, memerantarai peningkatan bone turnover dan patologi tulang dalam berbagai penyakit seperti misalnya arthritis rheumatoid dan penyakit usus inflamasi. Kita hanyalah baru dalam tahap memulai memahami lebarnya berbagai interaksi sel tulang dengan sel imun, dan tinjauan ini tidaklah lengkap. Namun, dengan memperhatikan berbagai interaksi dari kedua sistim, diharapkan bahwa penelitian di masa depan ke dalam wilayah ini akan berkembang dalam konteks sinergi di antara mereka sehingga berbagai mekanisme yang mendasari fungsi sel tulang dan sel imun baik dalam keadaan sehat maupun sakit dapat difahami lebih baik.

II. Asal muasal Sel Tulang
A. Osteoklas
Osteoklas merupakan sel raksasa multiinti yang dibentuk dari fusi sel-sel prekursor mononuklear. Osteoklas dewasa adalah unik dalam kapasitasnya yang secara efisien menyerap tulang dan mengandung sevarietas struktur sel spesifik yang mefasilitasi proses ini (1). Asal muasal sel prekursor osteoklas telah dipelajari dengan baik. Hasil studi awalnya mengunjukkan bahwa osteoklas berbagi banyak karakteristik dengan makrofag (6). Walaupun osteoklas dan makrofag memperlihatkan mengekspres beberapa antigen umum (7), terdapat juga perbedaan jelas dalam pengekspresian antigen permukaan yang membedakan kedua tipe sel ini (8, 9). Sel mononuklear, yang dapat berdiferensiasi menjadi osteoclast-like cells (OCL) dalam satu variasi sistim benihan in vitro, tersajikan dalam sumsum tulang dan dalam darah perifer (10, 11).
Ketersediaan berbagai antibodi multipel yang mengenal molekul permukaan sel, yang terekspres pada sel hematopoietik (12-15), telah memungkinkan pengidentifikasian populasi sel sumsum tulang dalam darah perifer dan dalam lien yang dapat membentuk OCL in vitro. Berbagai studi dari berbagai lab telah mengidentifikasi banyak populasi kandidat dengan kemampuan untuk membentuk OCL dalam kokultur dengan sel stromal, ketika dibenihkan sendiri-sendiri dalam medium cair atau ketika dibenihkan dalam metilselulosa. Dalam percobaan yang dilakukan sebelum pengidentifikasian receptor activator of nuclear factor (NF)-Κb ligand (RANKL), yang merupakan sitokin penting yang mengatur pembentukan osteoklas (16), para penyelidik bergantung pada kokultur dari berjenis-jenis fraksi sel (umumnya dari sumsum tulang) dengan sel-sel stromal atau osteoblastik (17). Dalam semua uji tersebut, sel-sel dirangsang untuk menginduksi osteoklastogenesis melalui pemberian dengan sebuah perangsang resorpsi seperti 1,25 OH2 vitamin D3 atau PTH. Menariknya, semua uji ini memerlukan interaksi sel – sel di antara sel osteoblastik dengan osteoklastik oleh karena OCL tidak terbentuk dalam kultur ini bila kedua tipe sel dipisah oleh sebuah membran (18). Berbagai studi awal ini sebagian besarnya berfokus pada sel-sel garis turunan myeloid. Mereka mengunjukkan bahwa sel-sel binatang pengerat mengekspresikan banyak penanda makrofag dewasa, yang diisolasikan dari sumsum tulang atau lien, memunculkan OCL ketika mereka di-kokultur dengan sel-sel stromal sumsum tulang (BMSC) (19). Muguruma dan Lee (20) mengidentifikasi sebuah populasi progenitor osteoklas dalam sumsum tulang murine yang negatif bagi penanda dewasa limfosit B (CD45R/B220), granulosit (Gr-1), makrofag (CD11b/Mac-1), dan sel-sel erithroid (Ter-119). Populasi ini tidak mengekspres Sca-1, yang merupakan sebuah penanda yang dijumpai pada HSC namun positif untuk penanda progenitor CD117/c-kit (20). Sel-sel ini dapat progres menuju sel-sel mononuklear yang mengekspres tartrate-resistent acid phosphatase ketika mereka dibenihkan dalam media semisolid dan progres menuju OCL ketika mereka dibenihkan dengan 1,25 OH2 vitamin D3-treated-ST2 stromal cells. Namun, sel-sel dalam fraksi ini dipertimbangkan multipoten karena mereka juga mampu berdiferensiasi menjadi granulosit, makrofag, dan sel erithroid. Menariknya, ketika populasi rendah c-kit dipisahkan, ia juga dapat membangkitkan osteoklas, namun dalam tampilannya yang lebih terbatas. Tsurukai dkk (9) mengisolasi sel dari coculture dari sel-sel hematopoietik sumsum tulang murine dan sel-sel osteoblastik dengan cara melewatkannya melalui sebuah Sephadex column dan mendapatkan bahwa populasi yang diperkaya untuk prekursor osteoklas mengekspres penanda monositik namun tidak penanda dari limfosit B atau T. Menggunakan sebuah uji coculture dengan sel-sel ST2, Hayashi dkk (21) menjumpai bahwa prekursor osteoklas berada dalam fraksi c-kit-positif (+) dan pengekspresian c-fms, reseptor macrophage colony-stimulating factor (MCSF), menghambat efisiensi sel-sel c-kit-positif membentuk OCL dalam kultur.
Arai dkk (22) menggunakan kedua kokultur dengan ST2 stromal cells maupun perangsangan langsung dengan RANKL dan M-CSF, juga antibodi melawan c-fms dan penanda monositik CD11b/Mac-1, untuk mengunjukkan bahwa populasi sel sumsum tulang murine mengekspres membentuk OCL dalam kultur. Para peneliti ini menyimpulkan bahwa satu populasi sel sumsum tulang murine dengan fenotip c-kit+, c-fms+ CD11blo mengandung sebuah populasi sel progenitor multipoten yang melahirkan osteoklas dengan frekuensi tinggi. Populasi ini tidaklah mengekspres RANK (reseptor untuk RANKL) ketika ia diisolasi dari sumsum tulang namun kemudian mengekspresnya ketika ia dibenihkan dengan M-CSF. Menariknya, prekursor ini tidaklah sepenuhnya terbatasi untuk osteoklastogenesis karena dalam benihan metilselulosa mereka membangkitkan makrofag dan sel-sel mononuclear tartrate-resistant acid phosphatase-positive. Mikroglia, merupakan sel fagositik khusus dalam sistim saraf pusat, juga lahir dari satu sel prekursor yang dapat melahirkan osteoklas (23). Telah kita dapatkan bahwa sel-sel prekursor osteoklas dalam sumsum tulang murine adalah negatif untuk CD3 dan CD45R, negatif atau rendah untuk CD11b, dan positif untuk pengekspresian c-fms (24). Pengekspresian c-kit melanjutkan memisahkan populasi sel sumsum tulang murine ini menjadi dua buah populasi: 1) sel-sel yang dengan cepat membentuk OCL in vitro ketika dikultur dengan M-CSF dan RANKL (c-kit high class); dan 2) sel-sel yang membentuk OCL lebih lambat in vitro (sel-sel c-kit low to negative). Pengekspresian CD11b dalam populasi prekursor osteoklas ini terjadi secara transien selama kultur in vitro. Pada saat awalnya, dijumpai populasi yang paling efisien membentuk osteoklas ada dalam tingkatan negatif hingga rendah untuk antigen ini. Namun, kultur dengan M-CSF dan RANKL menginduksi sel-sel prekursor osteoklas mononuklear untuk secara transien mengekspres level tinggi CD11b. Pengekspresian antigen ini menjadi hilang pada sel-sel yang telah multinukleus (24).
Hubungan osteoklas dengan sel dendritik, sel yang menyajikan antigen ke limfosit sebagai bagian dari respon imun adaptif (25), saat ini juga telah termapankan. Baik sel-sel manusia maupun murine, yang mengekspresikan penanda dini garis turunan sel dendritik myeloid, dapat berdiferensiasi menjadi osteoklas in vitro (23, 26, 27). Tambahannya, kelihatannya sel dendritik, yang secara relatif lambat dalam perkembangan garis turunannya, mempertahankan kemampuannya membentuk osteoklas in vitro. Alnaeeli dkk (3) memperlihatkan bahwa sel-sel sumsum tulang murine, yang diberikan in vitro dengan sitokin sehingga mereka dapat menyajikan antigen ke limfosit T, membentuk OCL dalam benihan ketika mereka diterapi dengan M-CSF dan RANKL. Namun, Speziani dkk (28) mendapatkan bahwa bukan sel dendritik myeloid dewasa in vitro bukan juga sel dendritik plasmasitoid yang terbangkitkan in vitro untuk membentuk OCL dalam benihan.
Kemampuan dari satu sel progenitor untuk berdiferensiasi menjadi makrofag, osteoklas, dan sel dendritik myeloid telah diajukan untuk beberapa waktu lalu (26, 27). Namun, hanya akhir-akhir inilah telah diunjukkan bahwa satu sel sumsum tulang murine myeloid dapat diisolasikan menjadi banyak klon sel tunggal dan mempertahankan kapasitasnya untuk berdiferensiasi menjadi makrofag dan sel dendritik (29). Kita saat ini memiliki bukti yang baik bahwa makrofag/prekursor sel dendritik myeloid ini (29) dapat juga berdiferensiasi menjadi sebuah OCL in vitro. Karenanya, nampaknya bahwa satu sel prekursor umum muncul untuk makrofag, sel dendritik myeloid, dan osteoklas. Komitmen dari makrofag/sel dendritik myeloid/prekursor osteoklas untuk garis turunan osteoklas terjadi dengan cepat secara relatif (dalam 24 jam) setelah pengobatan sel-sel ini dengan RANKL (30).
Ekspresi antigen spesifik-myeloid CD11b telah digunakan oleh sejumlah penyelidik untuk mengidentifikasi sel prekursor osteoklas yang bersirkulasi (31-34). Banyaknya sel-sel ini dalam sirkulasi diatur oleh kondisi inflamasi organisme dan khususnya oleh TNFα. Yang paling terkini, Yao dkk (34) mengunjukkan bahwa pengekspresian CD11b dan Gr-1 dapat digunakan untuk mengidentifikasi populasi prekursor osteoklas yang bersirkulasi ini. Pada manusia, ekspresi CD14 dan kurangnya ekspresi CD16 telah digunakan untuk mengidentifikasi sel-sel preskursor osteoklas dalam darah perifer (35, 36). Tambahannya untuk CD14, prekursor osteoklas dalam darah perifer manusia juga mengekspres receptor activator of NF-κB (RANK) (37). Migrasi dan adhesi monosit manusia yang positif-CD14 menuju lokasi inflamasi dari sirkulasi darah perifer mungkin diperantarai melalui pengaktifasian sel-sel endotel mikrovaskuler oleh sitokin proinflamasi (38).
Satu aspek menarik dari osteoklastogenesis adalah bahwa sel-sel dengan satu fenotip permukaan sel yang adalah sama dengan yang ada pada sel-sel prekursor osteoklas dalam sumsum tulang dapat diidentifikasi dalam lien. Namun, osteoklastogenesis tidaklah terjadi dalam lien di bawah kondisi yang telah diketahui. Sebuah penjelasan yang mungkin bagi paradoks ini adalah bahwa populasi sel yang dijumpai dalam lien, walaupun memiliki satu fenotip yang sama dengan sel-sel yang dijumpai dalam sumsum tulang, kehilangan banyak elemen penting yang mencegah mereka membentuk osteoklas dalam jaringan lien. Namun, hipotesis ini kelihatannya mustahil karena banyak penyelidik telah memapankan potensi osteoklastogenik in vitro dari splenosit. Kemungkinan yang lainnya adalah bahwa lingkungan mikro dalam lien tidak memungkinkan produksi osteoklas baik oleh karena kurangnya molekul pensinyalan penting ataupun karena ia menghasilkan sinyal-sinyal penghambatan. Miyamoto dkk (39) mengusulkan bahwa untuk menyempurnakan osteoklastogenesis, maka suatu kondisi yang adherent, yang ditentukan dengan ekspresi molekul-molekul spesifik, adalah diperlukan. Hal ini akan memastikan interaksi yang benar di antara progenitor osteoklas dengan sel-sel pendukung yang mengekspres the correspondent ligands. Sel-sel garis turunan osteoblas dalam sumsum tulang mungkin menghasilkan sinyal-sinyal ini, pada mana lien atau jaringan bukan tulang lainnya tidaklah demikian.
Hipotesis yang belakangan didukung oleh temuan akhir-akhir ini bahwa diferensiasi dan aktifasi osteoklas memerlukan sebuah kombinasi baru dari molekul-molekul kostimulasi, yang bekerja bersama-sama dengan M-CSF dan RANKL untuk menyempurnakan osteoklastogenesis (40). Molekul-molekul ini melibatkan berbagai protein yang mengandung sebuah immunoreceptor tyrosine-based activation motif (ITAM) domain. Mereka dijumpai dalam molekul-molekul adapter seperti DAP12 dan Fc receptor γ (FcRγ). Pencarian bagi reseptor-reseptor terkait dengan semua adapter ITAM ini dalam sel-sel myeloid telah mengidentifikasi sedikitnya dua kandidat yang berasosiasi dengan FcRγ (osteoclast-associated receptor [OSCAR] dan paired Ig-like receptor A [PIR-A]) dan dua kandidat yang berasosiasi dengan DAP12 (reseptor pemicu diekspres oleh myeloid cells-2 [TREM] dan the signal regulatory protein β1 [SIRP]) (41). Ligands bagi semua resptor ini saat ini belum diketahui.
Fusi sel-sel prekursor osteoklas menjadi sel-sel osteoklas penyerap yang dewasa merupakan sebuah proses yang teratur (42). Belakangan, ekspresi CD200 dan CD200R pada osteoklas ditemukan untuk mempengaruhi proses fusi ini karena jumlah osteoklas menurun dan massa tulang meningkat pada tikus-tikus kecil yang difisien CD200 (43). Tikus kecil defisien CD200 juga memiliki sejumlah normal sel-sel prekursor osteoklas tapi dengan laju osteoklastogenesis menurun in vitro.
Walaupun asal muasal myeloid dari osteoklas telah termapankan dengan baik, telah diusulkan bahwa sel-sel garis turunan limfoid-B dapat juga melahirkan progenitor osteoklas. Beberapa kelompok telah menyarankan keberadaan dari progenitor bipotensiil untuk limfosit B dan makrofag dalam sumsum tulang, yang memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas (44-46). Telah dijumpai bahwa tikus-tikus dengan paired box (Pax) 5-/-, yang memiliki suatu penyetopan perkembangan limfosit B pada stadium sel pro-B, memiliki sejumlah meningkat osteoklas dalam tulang mereka dan dengan massa tulang menurun (47). Namun, populasi sel prekursor osteoklas pada tikus Pax5 -/- adalah berasal-muasal myeloid. Dalam penyelidikan sebelumnya (48), ditemukan bahwa OCL terbentuk dalam benihan sel-sel sumsum tulang murine yang mengekspres penanda limfosit B CD45R. Semua studi ini menyandarkan pada populasi-populasi sel sumsum tulang murine yang positif-CD45R yang dipisahkan oleh teknik penyortiran sel teraktifasi-fluoresen hingga ke tingkat kemurnian 98-99%. Namun, pada penyelidikan yang lebih terkini (24), dijumpai bahwa pemurnian populasi sumsum tulang murine yang positif-CD45R dengan sebuah ronde kedua penyortiran sel teraktifasi-fluoresen hingga kemurnian lebih dari 99.9% secara esensiil menghilangkan kemampuan populasi CD45R yang dimurnikan untuk membentuk OCL in vitro. Karenanya, kelihatannya bahwa OCL, yang terbentuk dalam kultur-kultur sel-sel positif-CD45R, memerlukan kehadiran suatu kontaminasi populasi non-CD45R-expressing cells untuk membentuk OCL. Diyakini bahwa tidak ada studi lain lagi tentang potensiil osteoklastik dari sel-sel sumsum tulang murine yang mengkspres CD45R yang memurnikan populasi mereka hingga ke tingkat yang telah dilakukan ini. Namun, diperkirakan bahwa melakukan ronde tambahan dalam tindakan pemurnian populasi positif-CD45R lainnya, yang telah diusulkan untuk berisikan prekursor osteoklas, sepertinya akan juga mengunjukkan mereka untuk terkontaminasi dengan sejumlah kecil prekursor osteoklas yang tidak mengekspres CD45R. Dipercaya bahwa sel-sel kontaminan ini adalah penting bagi pembentukan OCL dalam semua benihan ini dan mungkin mewakili sel-sel prekursor osteoklas dengan kapasitas proliferatif yang tinggi.
Pada manusia, akhir-akhir ini terunjukkan bahwa nukleus-nukleus dari sel-sel myeloma, yang merupakan sel-sel maligna berasal-muasal limfosit B, dapat diidentifikasi dalam osteoklas. Diusulkan lebih lanjut bahwa hal ini dapat merupakan sebuah mekanisme bagi meningkatnya aktifitas osteoklastik yang nampak pada kondisi ini (49). Namun, tidak terunjukkan bahwa sel-sel garis turunan limfosit B yang tidak maligna berintegrasi menjadi osteoklas in vivo pada manusia.

B. Osteoblas
Osteoblas berasal dari sel progenitor mesenkhimal yang adalah multipoten dan juga dapat berdiferensiasi menjadi sel stromal sumsum dan adiposit (50). Sinyal yang mengatur keputusan sel-sel progenitor mesenkhimal untuk membentuk osteoblas belum sepenuhnya diketahui. Namun, sejumlah sinyal parakrin penting dan faktor-faktor transkripsi otonom telah diidentifikasi. Semua itu termasuk the transcription factors Runx2 dan osterix, yang apabila tidak hadir akan mencegah pembentukan osteoblas, dan keluarga the bone morphogenetic protein (BMP) (51-53), yang menginisiasi sinyal untuk diferensiasi osteoblas. Yang paling terkini, telah ditemukan bahwa jalur pensinyalan Wnt terlibat dalam keputusan sel-sel progenitor mesenkhimal untuk apakah akan menjadi suatu adiposit ataukah suatu osteoblas (54-58). Sebagaimana matriks mengkalsifikasi di bawah pengaruh enzim-enzim penghasil osteoblas, alkali fosfatase yang spesifik tulang, seporsi osteoblas terkurung dalam matriks yang mengkalsifikasi dan tetap berada dalam tulang sebagai sel unik yang disebut osteosit. Sel-sel ini dipercaya berfungsi merasakan gaya mekanik yang bekerja pada tulang dan untuk mengirim sinyal, yang mengatur bone turnover, menuju sel-sel pada permukaan tulang. Osteosit saling berhubungan satu sama lainnya dan dengan sel-sel yang berada pada permukaan tulang melalui perpanjangan sitoplasmanya, yang disebut dengan prosesus dendritik. Semuanya tinggal dalam saluran-saluran dalam tulang yang termineralisasi, yang disebut kanalikuli (59, 60). Ketertarikan yang paling terkini telah terbangkitkan oleh temuan bahwa protein yang relatif spesifik-osteosit, sklerostin, merupakan sebuah pengatur jalur pensinyalan Wnt dalam sel-sel garis turunan osteoblas (61).

III. Peran Osteoblas dalam Hematopoiesis
Pada mamalia selama gestasi stadum awal, hematopoiesis berlangsung dalam yolk sac dan kemudian dalam liver fetus. Selanjutnya, ia bermigrasi menuju sumsum tulang di mana, terkecuali bila terganggu, ia tetap akan tinggal di sana hingga akhir hidupnya. Beberapa penyelidik telah mendokumentasikan kedekatan dan/atau keterkaitan sel-sel hematopoietik dengan sel-sel matriks tulang dan/atau sel-sel tulang. Semua studi ini memperlihatkan bahwa HSC multipotensiil dalam sumsum tulang berlokasi bersebelahan dengan permukaan endosteal tulang. Mereka juga mengunjukkan bahwa sel-sel yang paling dekat dengan permukaan tulang adalah lebih proliferatif dibandingkan dengan yang berada lebih jauh dari endosteum (62-67). Gambaran mikrograf elektron dari Deldar dkk (68) mendapatkan bahwa granulosit dan sel-sel retikuler berada baik dalam jukstaposisi yang dekat ataupun dalam posisi kontak dengan sel-sel barisan-tulang (bone-lining cells) endosteal. Terdapat suatu frekuensi relatif tinggi dari sel-sel pra-B dan sel-sel terminal deoxynucleotidyl transferase-positive (TdT+) dekat dengan permukaan tulang endosteal, dan frekuensi ini menurun pada sel-sel yang lebih dekat ke pusat kavum sumsum tulang (69). Diferensiasi HSC telah juga terunjukkan terjadi pada daerah yang sangat dekat dengan osteoblas endosteal (70). Cheng dkk (71) mengamati, ketika mengisolasi BMSC (sebuah sumber progenitor osteoblas) dari sumsum tulang, kompleks tersebut muncul, yang berkomposisikan BMSC dan megakaryosit (MK). Hasil ini menyatakan secara tak langsung bahwa terdapat suatu asosiasi fisik di antara sel mesenkhimal dengan hematopoietik. Telah juga ditemukan bahwa long-term HSC melekat pada sel-sel mirip osteoblas berbentuk spindel pada permukaan tulang, yang mengekspres N-kadherin namun bukan CD45 (72). Namun hasil ini kontroversiil karena penyelidik lainnya tidak menemukan HSC yang mengekspres N-kadherin (73). Para penyelidik ini juga mengunjukkan bahwa mayoritas HSC berasosiasi dengan pembuluh-pembuluh sinusoid dalam sumsum tulang dan hanya sejumlah sedikit HSC berada dekat dengan sel-sel endosteal (73). Penyelidik lainnya mendapatkan bahwa interaksi khemokin CXCL12 pada sel-sel penyokong dengan reseptornya CXCR4 pada HSC adalah penting bagi mempertahankan HSC dalam sumsum tulang (74). Ekspresi CXCL12 pada sel-sel penyokong ditemukan baik pada sel-sel dalam vaskuler maupun pada endosteum (75). Interaksi sel-sel penyokong dan sel-sel hematopoietik mengawali ke pada konsep heamopoietic niche, yang merupakan sebuah struktur khusus yang menyokong HSC dan memfasilitasi replikasi dan diferensiasi mereka (Gambar 1).


Gambar 1
Skema bagi interaksi osteoblas dengan hematopoiesis. HSCs tinggal dalam sumsum tulang dekat-dekat dengan sel-sel garis turunan osteoblas maupun sinusoid-sinusoid. Keduanya kemungkinannya menghasilkan sinyal yang mengontrol replikasi dan diferensiasi HSC. HSC dapat tetap dormant ataupun berreplikasi untuk pembaharuan diri ataupun berdiferensiasi menjadi sel-sel progenitor multipoten (MPP). MPP dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel common lymphoid progenitor (CLP), yang memiliki kapasitas untuk berdiferensiasi menjadi prekursor limfosit-T, limfosit-B atau sel-sel natural killer (NK); atau MPP dapat menjadi sel-sel common myeloid precursor (CMP), yang merupakan sel-sel prekursor bagi keseluruhan garis turunan hematopoietik lainnya. CMP dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel granulocyte-macrophage progenitor (GMP) atau megakaryocyte-erythroid progenitor (MKEP). Sebaliknya, MKEP dapat berdiferensiasi menjadi erithrosit atau megakaryosit. GMP dapat berdiferensiasi menjadi monosit atau granulosit. Monosit sumsum tulang merupakan prekursor bagi sel dendritik myeloid, makrofag, dan osteoklas. Osteoblas berasal dari sebuah mesenchymal precursor cell (MSC) yang adalah multipoten dan dapat juga berdiferensiasi menjadi khondrosit dan adiposit. Seperti sistim hematopoietik, diferensiasi MSC menuju garis turunan osteoblas melibatkan intermediet multipel termasuk prekursor mesenkhim, preosteoblas, dan osteoblas (penghasil matriks) dewasa. Akhirnya, beberapa osteoblas dewasa muncul untuk berdiferensiasi lebih lanjut menjadi osteosit, yang mana ia terperangkap dalam matriks termineralisasi dari tulang (578).


Adalah jelas bahwa walau bahkan digunakannya metoda paling hebat untuk mendapatkan sumsum tulang dari tulang panjang tikus percobaan, banyak sel masih melekat dengan permukaan endosteal. Di dalam literatur hematopoietik, sel-sel ini seringkali dirujukkan sebagai osteoblas. Walaupun populasi ini secara pradominan berisikan sel-sel dari garis turunan osteoblas, adherent cells dari asal hematopoietik, seperti osteoklas dan makrofag, juga ada. Adalah juga mungkin bahwa sel-sel barisan-tulang (bone lining cells) menyokong HSC dalam niche. Sel-sel barisan-tulang merupakan anggota garis turunan osteoblas dan diperkirakan merupakan sel-sel dewasa yang berbeda dari osteosit. Baik sel-sel barisan-tulang maupun osteosit dipercaya sebagai lebih dewasa dibandingkan osteoblas penghasil matriks. Akhir-akhir ini telah diunjukkan bahwa osteoklas penting bagi pelepasan progenitor hematopoietik dari the niche (76). Tikus kecil percobaan yang diinjeksikan dengan lipopolisakharid (LPS) meningkatkan jumlah osteoklas pada endosteum dan meningkatkan jumlah sel-sel pembentuk-koloni hematopoietik dalam darah tepi mereka, sebagai hasil dari kuatnya mobilisasi HSC dari sumsum tulang (76). Tikus kecil percobaan yang diberikan RANKL juga memiliki peningkatan jumlah osteoklas pada permukaan tulang mereka dan meningkatnya level progenitor pembentukan-koloni yang bersirkulasi termasuk sel-sel progenitor Lin-Sca-1+c-kit+ (76). Sebaliknya, tikus yang diberikan kalsitonin, suatu penghambat pembentukan osteoklas, atau tikus dengan osteoklas defektif, memiliki sejumlah progenitor bersirkulasi yang kurang (76).
Sel-sel garis turunan osteoblas utama, yang termapankan dari manusia dan/atau tikus, memperlihatkan menyintesis granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF), granulocyte M-CSF (GM-CSF), M-CSF, IL-1, IL-6, limfotoksin, TGFβ, TNF-α, leukemia inhibitory factor (LIF), dan stem cell factor (SCF) atau c-kit ligand (77-89). Pentingnya, semua sitokin ini telah terunjukkan memainkan sebuah peran dalam hematopoiesis (90, 91) dan banyak di antaranya juga terlibat dalam perkembangan osteoklas.
Satu dari temuan definitif tentang peranan sel-sel dari garis turunan osteoblas dalam hematopoiesis adalah pengunjukkan bahwa ketika progenitor hematopoietik CD34+ dibenihkan pada selapis tunggal sel-sel dari garis turunan osteoblas selama 2 minggu, terdapat peningkatan sebesar 8-kali lipat jumlah sel hematopoietik (89). Setelah itu kemudian diunjukkan bahwa sel-sel garis turunan osteoblas manusia secara pokoknya menghasilkan membrane-bound G- CSF dan bahwa osteoblast lineage cell-bound G-CSF adalah bertanggung jawab untuk sedikitnya 55% dari peningkatan jumlah sel hematopoietik (89). Penilaian terhadap morfologi progenitor hematopoietik, yang dibenihkan dengan sel-sel dari garis turunan osteoblas, memperlihatkan bahwa sel-sel dari garis turunan osteoblas adalah berkemampuan menyokong ketahanan hidup sel-sel hematopoietik imatur seperti misalnya the long-term culture-initiating cells (92). Tambahannya, sel-sel garis turunan osteoblas berkemampuan untuk menyokong ketahanan hidup dan, untuk sebagian kecil, proliferasi dari progenitor myeloid dini (89). Menariknya, kokultur dari sel-sel sumsum tulang CD34+ dengan sel-sel garis turunan osteoblas tidak mengubah sekresi G-CSF, GM-CSF, atau TGFβ-1 oleh sel-sel dari garis turunan osteoblas (93). Namun, kokultur dari sel-sel sumsum tulang CD34+ dengan sel-sel dari garis turunan osteoblas secara minimal meningkatkan sekresi LIF dan dengan kuat meningkatkan produksi IL-6 sel garis turunan osteoblas (93). Meski mekanisme pastinya yang bertanggung jawab bagi meningkatnya IL-6 yang disintesis sel garis turunan osteoblas masih perlu ditentukan, hal ini kelihatannya diatur oleh faktor (faktor-faktor) tidak diketahui, yang disekresikan oleh sel-sel CD34+. Dua kandidat yang diperkirakan, IL-1β dan TNFα, ternyata tidaklah bertanggung jawab (93). Tikus percobaan transgenik dengan sebuah reseptor PTH/PTHrP aktif pokok, yang pengekspresiannya dibatasi hanya ke sel-sel garis turunan osteoblas, memiliki peningkatan trabekula dan osteoblas trabekuler (94). Sumsum tulang dari tikus-tikus transgenik ini memiliki peningkatan jumlah Lin-Sca-1+cKit+HSC dibandingkan kontrol (94). Peningkatan HSC ini adalah disebabkan oleh meningkatnya kemampuan sel-sel stromal dalam menyokong pertumbuhan dan diferensiasi HSC. Penginjeksian tikus-tikus tipe-liar di alam dengan PTH juga menghasilkan peningkatan HSC ini (94). Semua data ini mendukung ide bahwa sel-sel dari garis turunan osteblas merupakan pengatur penting niche heamtopoietik sumsum tulang.
Belakangan, pengertian mendalam bermakna telah bangkit mengenai mekanisme molekuler pengaturan interaksi sel garis turunan osteoblas – sel hematopoietik (72, 94, 95). Long term HSC terlihat berada dekat sekitar sel-sel garis turunan osteoblas, dan jumlah mereka meningkat sedikitnya 2-3 kali lipat pada tikus percobaan dengan dilesi bone morphogenetic protein receptor 1A. Secara bermakna, tikus-tikus defisien bone morphogenetic protein receptor 1A juga memiliki peningkatan sebesar yang sama dalam jumlah sel garis turunan osteoblas (72). Hal yang sama, terunjukkan bahwa ekspansi populasi sel garis turunan osteoblas dalam tulang oleh perangsangan reseptor PTH/PTHrP meningkatkan jumlah HSC dalam sumsum tulang (94). Efek ini kelihatannya diperantarai oleh pensinyalan Jagged-1-Notch-1 oleh karena level Jagged-1 meningkat pada tikus dengan aktifasi osteoblas-target dari reseptor PTH/PTHrP. Tambahannya, peningkatan dalam jumlah HSC dalam kultur sel-sel dari tikus transgenik dengan aktifasi sel-sel garis turunan osteoblas target dari reseptor PTH/PTHrP dibatalkan oleh inhibitor pensinyalan Notch. Telah juga diperlihatkan bahwa PTH secara langsung merangsang produksi Jagged-1 oleh sel-sel garis turunan osteoblas (96). Dalam sebuah eksperimen converse, didapatkan bahwa destruksi bertarget sel-sel garis turunan osteoblas pada tikus mengawali ke pada suatu penurunan dalam HSC dalam sumsum tulang (95). Interaksi HSC dan sel-sel garis turunan osteoblas nampaknya diperantarai oleh interaksi dari Tie2 pada HSC dengan angiopoietin-1 pada sel-sel garis turunan osteoblas. Sistim pensinyalan ini kelihatannya untuk menghambat pembelahan sel dalam HSC, sementara mempertahankan kapasitas mereka bagi pembaharuan diri (97, 98).
Aneksin II juga nampak terlibat dalam interaksi sel garis turunan osteoblas dengan HSC (99). Osteoblas mengekspres protein ini, yang nampaknya untuk memerantarai adhesi HSC, dan jumlah HSC dalam sumsum dari tikus percobaan defisien aneksin secara bermakna menurun. Produksi IL-10 oleh osteoblas telah juga memperlihatkan belakangan ini mendorong pembaharuan diri HSC dalam sumsum tulang (100).
Erythropoietin-producing hepatocyte kionases (Ephs) merupakan reseptor kecil protein kinase yang berfungsi mengatur sevarietas sistim seluler termasuk sel imun dan tulang (101-102). Famili Eph memiliki 15 anggota dan dibagi menjadi sub-kelompok EphA dan Eph B. Ligands Eph disebut efrin. Baik Eph maupun efrin merupakan molekul permukaan sel, dan keduanya memerantarai berbagai respon seluler. Dalam tulang, efrinB dan reseptor EphB mengontrol pemolaan skelet pada organisme yang sedang berkembang (103). Tikus-tikus percobaan yang berkekurangan efrinB1 memiliki defek dalam perkembangan kosta, sendi, dan jari-jari (104). Saat ini diketahui bahwa osteoklas mengekspres Efrin B2, di mana osteoblas mengekspres reseptor EphB, khususnya EphB4 (105). Zhao dkk (105) mengunjukkan bahwa aktifasi EfrinB2 dalam osteoklas oleh EphB4 pada osteoblas memiliki efek dua arah, yang menghasilkan penghambatan osteoklatogenesis dan meningkatnya diferensiasi osteoblas. Penghambatan osteoklastogenesis oleh pensinyalan EfrinB2 diperantarai oleh meningkatnya Fos dan NFATc1, pada mana meningkatkan diferensiasi osteoblas memerlukan inaktifasi RhoA.

IV. Peran Osteoblas dalam Transplantasi Sel Sumsum Tulang
Sel-sel dari garis turunan osteoblas memfasilitasi transplantasi sumsum tulang. Secara khusus, telah diperlihatkan bahwa transplantasi dari tulang donor (berisikan BMSC dan/atau sel-sel garis turunan osteoblas) atau sel-sel garis turunan osteoblas yang diisolasikan dari tulang panjang tikus, bersama-samsa dengan HSC atau sel-sel sumsum tulang, mendorong hematopoietic engraftment (106-108). Memang, kombinasi ini memungkinkan untuk berhasilnya transplantasi di mana HSC atau sel sumsum tulang sendiri-sendiri akanlah gagal (106, 107). Sebagaimana contoh yang lain, sebuah model tikus kecil transgenik distudikan. Tikus ini mengekspres gen herpes virus thymidine kinase di bawah kontrol promoter kolagen α1 tipe I tikus besar. Tikus transgenic (the transgene) conferred pengekspresian bergaris turunan-khusus dari timidin kinase dalam sel-sel garis turunan osteoblas yang sedang berkembang dan yang dewasa dan memungkinkan bagi pengablasian kondisional sel-sel ini setelah pemberian terapi tikus transgenik dengan ganciclovir (GCV) (95). Setelah pengobatan GCV, tikus-tikus kecil ini mengalami perubahan yang jelas dalam pembentukan tulang mengawali ke pada suatu kehilangan tulang progresif, Pentingnya, khewan yang diberikan terapi tersebut juga kehilangan progenitor limfoid, erithroid, dan myeloid dalam sumsum tulangnya, diikuti oleh menurunya jumlah HSC. Setelah penghentian pemberian GCV, osteoblas nampak kembali dalam tulang, dan hematopoiesis meduler dimapankan ulang. Karena PTH mampu mengatur jumlah HSC in vivo, PTH memiliki potensi teraputik untuk menguatkan transplatasi sumsum tulang. Pemakaian farmakologis dari PTH meningkatkan jumlah HSC yang dimobilisasi ke dalam darah perifer, melindungi sel-sel tunas dari paparan berulang dengan khemoterapi sitotoksik, dan memperbanyak sel tunas dalam resepien transplan (36, 109).

V. B Diferensiasi Limfosit
Limfopoiesis B merupakan suatu proses yang sangat teratur yang dimulai dari sel progenitor dalam liver fetus berkembang dalam sumsum tulang dan kemudian menjadi sel B dewasa di dalam organ limfoid sekunder. Sel B dewasa pada akhirnya berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menyekresi Ig setelah aktifasi (110). Perkembangan sel B terorganisasi sekitaran perakitan dari satu reseptor sel B fungsional melalui sebuah proses pengaturan ulang gen yang disebut rekombinasi V(D)J (111). Jalur perkembangan sel B sumsum tulang dapat dibagi menjadi beberapa stadium berbeda, berdasarkan pada status rekombinasi gen immunoglobulin dan ekspresi dari antigen permukaan (112-114). Progenitor sel B komit yang tertandai paling awal (pre-pro-B) mengekspres penanda permukaan sel CD45R dan AAr.1 dan memiliki lokus rantai berat (IgH)nya dalam konfigurasi germ-line (tidak teratur ulang) (42, 115). Diferensiasi selanjutnya membangkitkan sel pro-B yang melabuhkan gen-gen IgH D dan J dan mengekspres rantai pengganti (surrogate) λ5 dan VpreB dan adapter pensinyalan Igβ dan Igα (116, 117). Setelah sel dewasa, pengaturan ulang terjadi yang diawali pada segmen gen V dan gen rantai IgH dan kemudian pada gen rantai ringan Ig, satu proses yang mengkulminasi dalam satu reseptor antigen permukaan fungsional (111, 118). Diseksi molekuler jalur diferensiasi sel B telah dengan sangat besar difasilitasikan oleh pengidentifikasian faktor-faktor transkripsi, yang adalah penting untuk proses ini. Semua ini termasuk PU.1, Ikarous, E2A, Ebf-1, dan Pax5, yang diperlukan bagi transisi perkembangan selama limfopoiesis B. Hilangnya faktor-faktor spesifik ini me-precludes sel dari berlanjutnya maturasi dan menghasilkan dalam satu penyetopan perkembangan sel pada stadium terakhir diferensiasi sebelum berhenti.
Tiga faktor transkripsi (PU.1, Ebf-1, dan Pax5), yang bekerja awal dalam diferensiasi sel B, secara mengejutkan juga memiliki efek yang sangat besar pada perkembangan sel tulang. Karena semua protein ini berfungsi dalam close temporal sequence selama perkembangan sel B, adalah diperkirakan bahwa hilangnya fungsi mereka akan menyebabkan fenotip tulang yang sama. Namun, dengan pengecualian of being runted and lacking B cells, dilesi dari faktor-faktor transkripsi ini pada tikus kecil percobaan menjadikan khewan-khewan ini dengan fenotip tulang yang sangat berbeda (strikingly different bone phenotype).

A. PU.1
PU.1, anggota dari faktor transkripsi domain ETS, mengatur proliferasi dan diferensiasi sel B dan progenitor garis turunan makrofag (119, 120). Komitmen progenitor dini menjadi garis turunan sel B bergantung pada level/aktifitas rendah PU.1 dalam sel. Sebaliknya, komitmen garis turunan makrofag (osteoklas) bergantung pada level/aktifitas tinggi PU.1 (121). Tikus kecil defisien PU.1 (-/-) tidak memiliki sel B dan gagal dalam mengembangkan baik osteoklas ataupun makrofag (120). Pengamatan ini merupakan yang pertama yang secara definitif memperlihatkan bahwa osteoklas merupakan anggota dari garis turunan makrofag. PU.1 mengatur nasib garis turunan dari semua progenitor ini dengan cara secara langsung mengontrol ekspresi gen reseptor IL-7 dan gen c-fms (122, 123).

B. Early B cell factor (Ebf)
Ebf-1 merupakan anggota pembentuk sebuah keluarga multigen kecil dari protein helix-loop-helix yang secara evolusioner mempertahankan dan telah memiliki peran tertentukan di dalam diferensiasi dan fungsi seluler. Faktor ini di-klon baik dari Saccharomyces cerevisiae dalam percobaan bertujuan mengidentifikasi the olfactory-restricted olfactory marker protein-1 promoter (124) maupun lewat pemurnian biokhemis dari sebuah faktor yang berinteraksi dengan B lymphocyte restricted mb-1 promoter (125). Ia diberi nama Olf-1, atau early B cell factor (Ebf), yang sebaliknya mengawali ke pada disainnya saat ini sebagai O/E-1. Tikus kecil sedikitnya mengekspres tiga anggota tambahan dari keluarga ini, Ebf-2 (mMot1/O/E-3), Ebf-3 (O/E-2), dan Ebf-4 (126-128). Isolasi Ebf homolog Collier dari Drosophila mengunjukkan eksistensi dari sebuah keluarga baru dari protein Collier/Olf/EBF yang secara evolusioner terpertahankan. Ebf-1, -2, -3, dan -4 tikus mengikat DNA sebagai homo- atau heterodimer (129). Ekspresi gen Ebf1 dibutuhkan bagi spesifikasi nasib sel B, di mana Pax5, yang diatur oleh Ebf1, diperlukan bagi diferensiasi sel-sel garis turunan limfosit B (130, 131). Tikus kecil yang defisien baik dalam salah satu dari semua faktor transkripsi ini akan memiliki henti diferensiasi sel B pada stadium sangat awal dari limfopoiesis B (Hardy A dan B) (130).
Protein Ebf terlibat baik dalam perkembangan sistim saraf embryonik maupun dewasa. Ekspresi Ebf-1 dan -3 nampak dalam sel Purkinje dan serebelum, dan keempat protein Ebf diekspres pada level tinggi dalam epitelium olfaktori (132). Menariknya, OAZ merupakan sebuah Ebf-interacting proteins yang terlibat dalam pensinyalan BMP (110). OAZ berinteraksi dengan Smad1 di mana Smads dan protein O/E berkompetisi dengan OAZ. Dus, kemungkinannya adalah bahwa protein Ebf mengatur pensinyalan BMP. Pendukung tambahan untuk ide ini datang dari pengamatan bahwa Ebf-1 mempotensiasi aktifasi gen khusus-sel B mb-1 (CD79a) oleh Pax5 (133). Pentingnya, Runx1 dan Ebf-1 bersinergi untuk mengaktifasi mb-1. Hal ini mungkin penting karena Runx1, sebuah runt homology domain transcription factor, yang diperlukan bagi hematopoiesis selama perkembangan embryonik, diekspres dalam cartilagineous anlagen dalam embryo, khondrosit pada daerah resting zone, dan garis sutura kalvaria (134). Runx1 berlanjut diekspres dalam semua jaringan ini pada tikus kecil dewasa, namun tidak pada kartilago dewasa atau tulang yang termineralisasi. Data awal menunjukkan mengkonfirmasi laporan aslinya bahwa tikus kecil yang defisien Ebf-1 (-/-) bertumbuh dengan lambat (retarded) (130). Ini kemungkinan besar disebabkan oleh fenotip skeletal, yang muncul sebagai hasil dari peran sel yang bersifat otonom dari Ebf-1 pada osteoblas. Ebf-1, seperti halnya semua gen Ebf yang dikenal, sangat diekpsres dalam adiposit (130, 135). Analisis garis sel praadiposit, 3T3 L1, mengindikasikan bahwa semua gen ini diekspres dengan kuat dalam sel-sel undifferentiated dan ekspresi mereka meningkat dengan diferensiasi (135). Ekspresi berlebih Ebf-1 menguatkan diferensiasi adiposit terminal dalam garis sel praadiposit dan menginduksi adipogenesis dalam sel multipoten. Fakta bahwa gen-gen Ebf diekspres di sepanjang diferensiasi adiposit memunculkan kemungkinan bahwa mereka adalah regulator kunci dari jalur ini. Namun, mekanisme pasti bagaimana cara Ebf-1 menstimulasi adipogenesis in vitro maupun in vivo masih tetap harus dijelaskan. mRNA Ebf1 diekspres dalam osteoblas pada semua stadium diferensiasi dan juga dalam adiposit (136). Tibia dan femur tikus kecil Ebf1-/- memiliki suatu peningkatan yang kuat dalam semua parameter pembentukan tulang yang diperiksa, termasuk jumlah osteoblas, volume osteoid, dan laju pembentukan tulang (136). Osteokalsin serum, sebuah penanda pembentukan tulang, secara bermakna meningkat dalam tikus kecil mutan. Jumlah osteoklas dalam tulang adalah normal dalam tikus kecil Ebf1-/- (usia 4 minggu) akan tetapi meningkat dalam tikus kecil Ebf1-/- yang lebih tua (usia 12 minggu). Ini berkorelasi kuat dengan perkembangan osteoklas in vitro dari sel-sel sumsum tulang. Sebagai tambahannya terhadap meningkatnya osteoblastogenesis, tikus kecil Ebf1-/- memiliki peningkatan dramatik dalam jumlah adiposit dalam sumsum tulang. Adipositas meningkat juga terlihat secara histologis dalam liver namun tidak dalam lien tikus-tikus ini (136). Dus, tikus kecil Ebf-/- muncul sebagai sebuah model baru lipodistrofi. EBF1 merupakan sebuah contoh jarang dari satu faktor transkripsi yang mengatur baik garis turunan osteoblas maupun adiposit dengan cara yang sama.
Adalah mungkin bahwa hilangnya sel B dapat mengambil peran dalam berbagai perubahan dalam tulang seperti terlihat pada mutan-mutan ini. Namun, ini kelihatannya tidak mungkin karena tikus kecil defisien RAG-1 atau defisien rantai berat-μMT, yang juga berkekurangan kebanyakan sel B, tidak memiliki suatu fenotip tulang yang sama (47). Dilaporkan belakangan ini tikus kecil defisien sel B (defisien rantai berat μMT) adalah osteopenik akibat dari meningkatnya penyerapan tulang yang disebabkan oleh suatu penurunan osteoprotegerin (OPG) yang tersekresikan sel B (137). Sebaliknya, tikus kecil Ebf1-/- , yang tidak semuanya tapi populasi sel pro-B yang paling awal, memiliki peningkatan massa tulang dan peningkatan osteoklas.

C. Pax5
Pax5 merupakan anggota dari keluarga multigen yang mengkode faktor transkripsi Pax. Motif yang sangat terkonservasi ini aslinya diidentifikasi dalam Drosohilla (138). Saat ini, boks sembilan pasang berisikan gen (Pax1 –Pax5) telah diisolasikan pada mamalia (131, 139). Tiga kondisi defisien –gen Pax telah distudikan, dan seluruhnya menunjukkan mutasi perkembangan. Gen Pax1 bermutasi dalam bentuk berbeda dari undulated, yang memiliki perubahan skeletal dalam tulang belakang (140). Belum diketahui apakah setiap dari tikus-tikus kecil mutan ini mengekspres sebuah fenotip tulang berubah. Penyakit pada manusia telah juga dikaitkan dengan mutasi dari gen Pax. Pax3 bermutasi pada sindrom dari Waardenburgh, yang menyebabkan ketulian, dan Pax6 berubah pada aniridia dan anomali dari Peter (141, 142). Keseluruhan dari mutasi ini menyarankan kepentingan dari protein Pax dalam spesialisasi, proliferasi, dan migrasi dari sel-sel progenitor.
Gen Pax5 menyandi buat transkripsi factor b-cell specific activation protein (BSAP) (143). Selama embryogenesis, Pax5 secara transien diekspres dalam mesencefalon dan medula spinalis dalam sebuah pola yang berbeda dari gen-gen Pax lainnya (143). Belakangan dalam perkembangan, ekspresi berpindah ke liver fetus di mana dia berkorelasi dengan onset limfopoiesis B. Di dalam sistim hematopoietik, BASP diekspres secara eksklusif dalam sel-sel garis turunan limfosit B, berrentang dari sel pro-B hingga sel B dewasa, namun ia tidak dijumpai daslam sel plasma yang telah terdiferensiasi terminal (143, 144). Testis merupakan satu-satunya jaringan dalam tikus kecil dewasa yang mengekspres BASP.
Hilangnya Pax5 menimbulkan suatu penurunan masif yang tak terantisipasi tulang trabekuler baik tulang tibia maupun femur dari tikus kecil usia 15 hari (47). Volum tulang (tibia) berkurang sebesar 67%, dan volum osteoid berkurang sebesar 55%. Meningkatnya penyerapan tulang yang teramati mungkin terhitung, sedikitnya sebagian, sebesar lebih dari 100% meningkat dalam jumlah osteoklas pada tulang defisien (-/-)-Pax5. Seluruh data ini mengunjukkan sebuah peningkatan yang jelas dalam jumlah osteoklas pada tikus Pax5-/- dan menyarankan bahwa mereka adalah fungsional. Jumlah osteoblas dalam tikus mutan adalah menurun, meski tidak secara bermakna. Hasil ini secara tak langsung menyatakan bahwa osteopenia pada tikus Pax5-/- diakibatkan, sebagian besarnya, oleh meningkatnya osteoklas. Namun, kita tidak dapat rule out kemungkinan bahwa sebuah kelambatan dalam perkembangan osteoblas menyumbang bagi fenotip tulang. Faktanya, sebuah kelambatan dalam perkembangan osteoblas mungkin bertanggung jawab, sedikitnya sebagian, bagi kekerdilan tikus-tikus ini. Dengan demikian, diusulkan bahwa hilangnya Pax5 menyebabkan sebuah fenotip tulang melalui penderegulasian gen-gen tertentu yang menguatkan osteoklastogenesis dan perlambatan pembentukan.

VI. Peran Megakaryosit dalam Bone Turnover
Sama halnya dengan perannya dalam hematopoiesis, sel-sel dari garis turunan osteoblas menyokong megakaryopoiesis. Berbagai studi oleh Ahmed dkk (145) mengunjukkan bahwa pembenihan sel-sel CD34+ pada sel-sel garis turunan osteoblas menyebabkan ekspansi dari CD34+ dan CD34+CD41+ sel (MK dini). Ketika berjenis kombinasi sitokin ditambahkan ke benihan, hal ini menentukan bahwa SCF, IL-3, IL-11, dan thrombopoietin (TPO) adalah paling efektif dalam meningkatkan jumlah sel CD34+CD41+ dan CD41+ (MK lanjut). Hal yang sama, hal ini menentukan bahwa BMSC berkemampuan untuk menyokong diferensiasi MK dan pembentukan platelet (71). Dalam percobaan lainnya, memperlihatkan bahwa kultur MK manusia pada BMSC, yang mengekspres SCF, menghasilkan adhesi MK ke BMSC dan proliferasi MK lewat interaksi SCF-c-kit (146). Pemisahan MK dari BMSC oleh proliferasi ter-blok membran satu sel tak permiabel, mengindikasikan bahwa interaksi sel-sel seperti itu adalah diperlukan.
MK muncul dari sel hematopoietik pluripoten yang berproses melalui satu seri stadium diferensiasi yang dapat diidentifikiasi yang kulminasinya adalah menghasilkan MK terdiferensiasi akhir (terminally differentiated) dan pelepasan platelet. Seperti halnya dengan difernsiasi sel B, diseksi molekuler dari jalur diferensiasi MK telah dengan kuat terfasilitasi melalui pengidentifikasian faktor-faktor transkripsi yang diperlukan bagi berhasilnya kemajuan sel dari satu stadium ke stadium lainnya. Hilangnya semua faktor spesifik ini menghalangi sel melanjutkan maturasi dan menghasilkan akumulasi sel-sel yang berada pada stadium akhir diferensiasi, sebelum berhenti (arrest). Kehilangan selektif dari dua faktor transkripsi berbeda, GATA-1 dan NF-E2, yang mulanya diperkirakan dibutuhkan secara ekskulsif bagi perkembangan garis turunan erithroid, saat ini telah diperlihatkan berperan penting dalam diferensiasi MK. Tikus kecil GATA-1 knockdown dan defisien NF-E2 mempertunjukkan sebuah fenotip yang ditandai dengan megakaryositosis dan thrombositopenia yang jelas (147, 148).
Keluarga GATA dari zinc-finger transcription factors pada vertebrata tersaji berkomposisikan enam anggota, GATA-1 hingga GATA-6. GATA merupakan sebuah rantai polipeptid tunggal dengan aktifitas pengikatan DNA pada the C-terminal zinc finger (149). GATA-1 hampir semata-mata terbatas untuk sel-sel garis turunan hematopoietik dan merupakan sebuah faktor penting bagi perkembangan sel erithroid. GATA-1 diekspres dalam MK, progenitor hematopoietik multipoten, dan sel mast (150). Dalam tikus kecil defisien GATA-1, jumlah MK meningkat hingga mendekati 10 kali lipat dalam sumsum tulang dan lien tikus dewasa, dan jumlah platelet dalam darah perifer menurun drastis (15% dari normal) (151). Tercatat bahwa MK dari tikus defisien GATA-1 mengekspres level-level rendah dari TGFβ-1, platelet derived growth factor, dan vascular endothelial growth factor dibandingkan dengan pada tikus tipe liar sebagai MK kontrol (152). Level TGFβ-1 meningkat dalam lien dan tulang (termasuk sumsum tulang) dari tikus-tikus defisien GATA-1 namun tidak dalam plasmanya. Khewan-khewan ini menjadi myelofibrosis setelah usia satu tahun (152, 153), yang didahului oleh sebuah fenotip masa tulang tinggi (terdeteksi setelah 3-4 bulan), yang dikaitkan dengan lebih dari 3 kali lipat peningkatan volum tulang dan berbagai penanda pembentukan tulang (154)
NF-E2 adalah sebuah protein inti heterodimer (heterodimeric nuclear protein) terdiri dari dua rantai polipeptid, sebuah subunit yang khusus-hematopoietik 45-kDa dan sebuah subunit p18 yang terekspres luas. Kedua protein ini adalah milik dari keluarga the basic leucine zipper faktor transkripsi (155, 156). Ekspresi p45 terbatas ke prekursor erithroid, MK, sel mast, dan progenitor multipoten. Tikus yang berkekurangan p45 NF-E2 memperlihatkan thrombositopenia parah, sebagai hasil dari henti maturasi MK dan kurangnya platelet dalam darah perifer (148). Jumlah MK meningkat 2 hingga 5 kali lipat dalam sumsum tulang dan lien dari tikus defisien p45NF-E2 dewasa. Tikus-tikus ini menanggapi TPO eksogen dengan sebuah peningkatan jelas dalam proliferasi sel sumsum tulang namun tidak dapat terdeteksinya peningkatan produksi platelet. Meski jumlah MK jelas sekali meningkat dalam tikus-tikus defisien p45NF-E2, level TPOnya adalah normal (148, 157, 158). Menariknya, tikus-tikus ini juga mengembangkan sebuah fenotip massa tulang yang tinggi hingga 5 kali lipat peningkatan dalam volum tulang dan dalam berbagai parameter pembentukan tulang (154, 159)
Fenotip tulang yang sama secara menyolok, bersama-sama dengan jumlah osteoblas dan jumlah MK yang meningkat baik dalam model-model khewan defisien NF-E2 maupun GATA-1, mengawali kita untuk memeriksa interaksi potensiil di antara sel-sel garis turunan osteoblas dan MK. Diperlihatkan bahwa ketika sel-sel garis turunan osteoblas di kokultur dengan MK, proliferasi osteoblas meningkat hingga 3 sampai 6 kali lipat melalui sebuah mekanisme yang memerlukan kontak sel-dengan-sel langsung. (154). Miao dkk (160) juga mengunjukkan bahwa kontak sel-dengan-sel dari BMSC dengan MK menguatkan osteoblastogenesis. Dalam studi lainnya, MK telah juga dilaporkan merangsang diferensiasi osteoblas sebagaiman didefinisikan melalui menguatnya ekspresi prokolagen (161). Dus, MK bekerja merangsang baik proliferasi osteoblas maupun diferensiasi in vitro.
MK mungkin juga memainkan sebuah peran dalam osteoklastogenesis sebagaimana tercatat melalui ekspresi dari OPG dan RANKL dalam MK (161-166). Fakta bahwa MK mengekspres RANKL menyarankan bahwa mereka mungkin menjadi sebuah vektor tambahan bagi induksi osteoklas, khususnya selama berbagai respon inflamasi.
Sebaliknya, pengekspresian OPG oleh MK menyarankan bahwa MK mungkin juga memainkan sebuah peran dalam penghambatan osteoklastogenesis. Data terkini mengunjukkan bahwa, in vitro, MK dan media yang terkondisikan MK (CM) menghambat perkembangan osteoklas hingga 10 kali lipat (98). Terperiksa bahwa CM MK bagi penghambat osteoklastogenesis yang telah dikenal dan dapat diunjukkan melalui ELISA bahwa level-level rendah OPG diperlihatkan (167). Namun, Chagraoui dkk (164) tidak menjumpai OPG dalam CM MK, menyarankan bahwa OPG, bila disekresikan, tidak dapat terdeteksi karena ia berikatan dengan RANKL yang diekspres MK (161, 164, 165). Pentingnya, penambahan anti OPG-antibodi gagal menetralisir kemampuan CM MK untuk menghambat pembentukan osteoklas, menyarankan bahwa OPG yang disekresikan MK tidak bertanggung jawab bagi penghambatan perkembangan osteoklas.
Dikonfirmasikan bahwa, OPG tidak bertanggung jawab bagi penghambatan perkembangan osteoklas termediasi-MK melalui pengujian MK yang diambilkan dari tikus kecil defisien OPG (-/-). Semua percobaan ini mengunjukkan bahwa MK dari tikus OPG-/- dan kontrol menghambat pembentukan osteoklas secara ekivalen. Akhirnya, menggunakan tandem mass spectrophotometry, diunjukkan bahwa terdapat kemunculan sebuiah faktor atau beberapa faktor dalam CM MK yang menghambat perkembangan osteoklas, dan sementara mengidentifikasi dari faktor penghambatan ini tetap harus ditentukan, tidak satupun faktor-faktor utama diketahui menghambat pembentukan osteoklas termasuk OPG, IL-4, IL-10, IL-12, IL-13, IL-18, interferon γ (IFN-γ), TGF-β, GM-CSF, lektin penghambatan osteoklas, kalsitonin, amilin, atau peptida terkait-gen-kalsitonin (167).
Diambil bersama-sama, semua data menyarankan bahwa MK memainkan sebuah peran ganda dalam pengaturan massa tulang. Mereka mensekresi sebuah faktor (faktor-faktor) yang menghambat pembentukan osteoklas sementara secara langsung merangsang proliferasi dan diferensiasi osteoblas. Kedua aksi bermediasikan-MK ini mungkin menyumbang bagi osteosklerosis yang terlihat pada tikus kecil defisien GATA-1 dan defisien NF-E2.

VII. Sitokin dan berbagai Faktor Sel Imun Lokal sebagai Regulator Fungsi Sel Tulang
A. Receptor activator of nuclear factor-κB ligand (RANKL), receptor activator of nuclear factor-κB (RANK), and osteoprotegerin (OPG)
Karakterisasi fungsi RANKL dan reseptornya (RANK dan OPG) (Gambar 2) telah menyumbang secara bermakna terhadap osteoimunologi yang berkembang, khususnya dengan pemeriksaan atas saling pengaruh di antara imunitas aktif dengan keberlangsungan homeostasis tulang (16, 168, 169). Karena terdapat sejumlah tinjauan terkini pada fungsi fisiologis yang lebar dari aksis RANKL-RANK-OPG (169, 170, 171), pembahasan di sini akan difokuskan pada perannya dalam konteks osteoimunologi.


Gambar 2
Aktifasi osteoklastogenesis. Sel prekursor osteoklas berreplikasi dan diinduksi untuk mengekspres RANK ketika distimulasi oleh pengikatan M-CSF ke reseptornya c-fms. Dalam keadaan pada mana osteoklastogenesis distimulasi, osteoblas atau sel-sel penyokong stromal mengekspres secara relatif lebih banyak RANKL dari pada OPG. Ini akan memfasilitasi pengikatan RANKL dengan RANK, yang merupakan sinyal penting bagi diferensiasi osteoklas dewasa dari sel-sel prekursornya. Namun, pembentukan osteoklas dewasa secara bermakna dikuatkan oleh molekul kostimulator pada sel-sel prekursor osteoklas. Adalah penting bahwa protein-protein ITAM yaitu DAP12 dan FcγR pada permukaan sel prekursor osteoklas berinteraksi dengan reseptor Ig-like mereka berturut-turut (TREM-2 dan SIRP-β1 dengan DAP12; OSCAR dan PIR-A dengan FcγR) bagi terjadinya kostimulasi. Tambahannya, dalam keadaan inflamasi dan, mungkin, dalam fisiologi normal, limfosit B dan T juga menghasilkan RANKL, yang dapat mempengaruhi osteoklastogenesis.

Penemuan RANKL, satu anggota superfamili TNF yang memiliki aktifitas poten sebagai sebuah stimulator baik bagi pembentukan osteoklas dari sel prekursor maupun aktifitas penyerapan tulang dalam osteoklas dewasa, mengklarifikasikan pemahaman kita tentang bagaimana sel stromal dan osteoblastik mengatur penyerapan tulang (172, 173). RANKL merupakan sitokin penting yang mengarahkan diferensiasi terminal sel-sel prekursor osteoklas dan merangsang serta mempertahankan aktifitas penyerapan dalam sel-sel dewasa. Pentingnya, aktifitas ini terjadi in vitro dalam ketidakhadiran BMSC (172-174).
In vivo, tikus kecil defisien-RANKL menderita osteopetrosis dan tidak memiliki osteoklas, namun memiliki jumlah monosit/makrofag yang normal (175). Tikus-tikus ini juga memperlihatkan kegagalan erupsi gigi, yang merupakan sebuah defek yang umum yang dikaitkan dengan developmental osteopetrosis, dan diversi hematopoiesis ke lien dan liver karena kavum sumsum tulang fungsional gagal terbentuk dalam ketiadaan osteoklas (175, 176). Sel-sel stromal dan osteoblastik sumsum menghasilkan RANKL, dan pengaturan ekspresi mRNA-nya dalam benihan sel sumsum murine berkorelasi dengan aktifasi osteoklastogenesis (177). Banyak faktor-faktor osteotropik yang telah dikenal dengan baik, termasuk sitokin dan berbagai hormon, saat ini dipercaya mengerahkan aktifitas osteoklastogenik primer mereka dengan cara menginduksi ekspresi RANKL dalam sel-sel garis turunan osteoblas (16, 170). Sebaliknya, penyimbahan RANKL berikatan-membran kelihatannya menjadi sebuah mekanisme bagi penghambatan pembentukan osteoklas bermediasikan-osteoblas melalui pembuangan RANKL dari permukaan osteoblas. Proses ini nampaknya diperantarai oleh pengekspresian metalloproteinase matriks (MMP) 14 (178) karena osteoklas meningkat dalam tikus-tikus defisien enzim ini.
OPG adalah anggota baru superfamili reseptor TNF tersekresikan (TNFRSF-11B) dan merupakan sebuah penghambat poten pembentukan osteoklas yang bekerja sebagai sebuah reseptor pemancingan bagi RANKL (173, 174, 179). Pada awalnya ia diidentifikasi sebagai sebuah faktor yang dapat larut yang berkemampuan penghambatan osteoklastogenesis in vitro (179, 180) dan menginduksi osteopetrosis ketika diekspres berlebih secara transgenik pada tikus kecil (179). Dalam sumsum, ia diproduksi oleh sevarietas sel, termasuk sel stromal, limfosit B, dan sel dendritik (181). Tambahan terhadap RANKL, OPG juga mengikat TNF-like ligand TRAIL (TNF-related apoptosis inducing ligand) (182). Tikus kecil yang berkekurangan OPG memperlihatkan menderita osteoporosis, meningkatnya jumlah osteoklas, dan kalsifikasi arterial (183, 184). Temuan belakangan menggarisbawahi sebuah hubungan genetik potensiil di antara osteoporosis dengan kalsifikasi vaskuler (170). Pengekspresian berlebih OPG dalam tikus transgenik menyebabkan osteopetrosis, menurunnya jumlah osteoklas, dan hematopoiesis ekstrameduler (179).
Reseptor aktif secara biologis bagi RANKL adalah RANK. Seperti OPG, RANK adalah satu anggota superfamili reseptor TNF (TNFRSF-11A). Pertama kali ia diidentifikasi pada sel-sel dendritik (185), namun juga hadir pada sel prekursor osteoklas dan osteoklas dewasa (186). Ekspresi RANK pada level RNA dideteksi dalam sevarietas tipe sel dan jaringan (185). Tikus kecil defisien RANK mengunjukkan phenocopy defek dalam perkembangan osteoklas yang teramati dalam tikus RANKL-knockout, mengonfirmasi spesifisitas eksklusif RANKL bagi RANK yang diekspres-osteoklas (186). Pada manusia, mutasi-mutasi gain-of-function dalam RANK dijumpai berasosiasi dengan familial expansile osteolysis dan expansile skeletal hyperphosphatasia (17-21, 187-191).
Meskipun OCL dapat terbentuk in vitro dalam ketidakhadiran pensinyalan RANK atau TNF receptor-assciated factor (TRAF) 6 ketika dipapari dengan a cocktail sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan (192-194), kebermaknaan dari temuan in vitro ini adalah dipertanyakan karena osteoklas tidak dideteksi dalam khewan-khewan defisien-RANK (186, 195). Lebih mungkin, penambahan sitokin dan faktor pertumbuhan yang terjadi pada lokasi inflamasi atau yang terjadi secara fisiologis selama bone turnover bekerja sebagai kofaktor yang menguatkan atau memodulasi respon osteoklas dan prekursor mereka untuk stimulasi RANKL-RANK (196-198).

B. Sinyal-sinyal berperantaraan RANKL-RANK bagi diferensiasi osteoklas
Berbagai usaha yang ditujukan untuk menjelaskan mekanisme pensinyalan yang terlibat dalam osteklastogenesis bermediasikan-RANKL telah menjadi informatif (16, 170, 199). Transduksi sinyal RANK diperantarai oleh protein adapter yang disebut TRAFs (174, 200-203). Dari enam TRAFS yang dikenal, RANK berinteraksi dengan TRAF1, -2, -3, dan -5 dalam regio distal-membran dari ekor sitoplasmik dan dengan TRAF6 pada sebuah proksimal-membran berbeda Pro-X-Glu-X-X-(aromatic/acid residue) binding motif (200-203). Percobaan genetik memperlihatkan bahwa tikus kecil defisien-TRAF6 memiliki osteopetrosis parah, menyatakan secara tidak langsung bahwa sinyal kunci yang dikirimkan lewat RANK dalam prekursor osteoklas adalah dimediasi oleh molekul adapter TRAF6 (204, 205).
Pensinyalan ke hilir (downstream signaling) TRAF6 dan RANKL dalam osteoklas telah memperlihatkan mengaktifasi phophatidylinositide-3-kinase (PI3K), TAK1, cSrc, JNK1, p44/42 ERK, p38 MAPK, Akt/PKB, dan mTOR, dan selanjutnya sebuah seri faktor transkripsi meliputi NF-κB,c-Fos, Fra-1, dan NFATc1. Aspek pensinyalan RANKL ini telah tertinjau belakangan ini di mana-mana (16, 16, 168-171, 206-208). Sebagai tambahan untuk jalur pensinyalan yang disampaikan di atas, stimulasi RANKL juga memicu produksi reactive oxygen species (ROS) (209). ROS, seperti halnya anion-anion superoksid, radikal hidroksil, dan H2O2, telah diasosiasikan dengan berbagai respon seluler, termasuk penyakit tulang metabolik yang dijumpai pada wanita-wanita osteoporotik tua (210). Laporan terkini menyarankan bahwa ROS bekerja sebagai sebuah key second messenger selama osteoklastogenesis (209), seperti halnya stilmulasi RANKL menginduksi produksi ROS dalam prekursor osteoklas lewat the small GTPase Rac1 dan the ROS-inducing factor nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase 1. Belum jelas bagaimana ROS ber-cross-regulate jalur pensinyalan yang diperlukan bagi diferensiasi osteoklas, namun terdapat satu hipotesis menarik yaitu, bahwa ROS mungkin mempotensiasi aktifasi MAPK melalui inaktifitasi aktifitas protein tirosin fosfatase dalam sebuah cara-cara yang sama dengan mekanisme yang akhir-akhir ini dijelaskan dalam sel B (211).

C. Kostimulasi dalam diferensiasi osteoklas terinduksi-RANKL
Pembentukan dan aktifasi osteoklas merupakan proses yang diatur ketat oleh sel-sel garis turunan osteoblas, yang menyediakan sedikitnya dua faktor esensiil yang telah dikenal bagi osteoklastogenesis, RANKL dan M-CSF (Gambar 2). Tambahannya, sel stromal menghasilkan berbagai faktor osteotropik yang mempengaruhi osteoklastogenesis. Semua faktor ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: kelompok yang mempengaruhi aktifitas osteoblas (misalnya, TNFα, yang menginduksi RANKL pada osteoblas), dan kelompok yang mempengaruhi prekursor osteoklas atau osteoklas per se. Satu seri percobaan memperlihatkan bahwa M-CSF dan RANKL bersama-sama berkeja cukup untuk menginduksi diferensiasi prekursor-prekursor sumsum tulang, sel-sel lien, atau monosit darah untuk menjadi osteoklas dewasa in vitro. Namun, ekspresi M-CSF, RANKL, dan reseptor mereka tidaklah terbatas ke pada sel tulang. Sebagai contoh, M-CSF dan RANKL merupakan sitokin penting bagi aktifitas/viabilitas makrofag dan sel dendritik. Meski pleiotropi ini, osteoklas tidak dijumpai dalam jaringan lunak, menimbulkan pertanyaan kenapa set yang sama dari reseptor pensinyalan mengawali kepada hasil luaran fungsional berbeda dalam lingkungan anatomik berbeda. Satu kemungkinan penjelasannya adalah, keberadaan dari molekul (molekul-molekul) kostimulator hadir hanya dalam tulang. Penjelasan lainnya adalah, terdapat penghambat sangat kuat osteoklastogenesis dalam jaringan lunak yang tidak dijumpai dalam tulang.
Guna menjawab pertanyaan ini, diusulkanlah hipotesis beberapa tahun lalu bahwa terdapat sebuah mekanisme dalam praosteoklas yang analog dengan keperluan kostimulasi bagi aktifasi sel T (212). Karenanya, hipotesis mengusulkan bahwa diferensiasi osteoklas dikontrol tidak hanya oleh dua “faktor esensiil”, M-CSF dan RANKL (analog dengan kompleks histokompatibilitas major/kompleks antigen yang berinteraksi dengan reseptor sel-T[TCR]/CD4 atau [TCR]/CD8), namun juga dikontrol oleh “molekul-molekul kostimulator non-esensiil tapi penting” yang lain (analog dengan protein keluarga B7 berinteraksi dengan CD28) (213). Karena konsentrasi in vivo M-CSF dan RANKL diproduksi oleh osteoblas dalam tanggapannya terhadap hormon-hormon penyerapan-tulang adalah kemungkinannya jauh lebih rendah dibandingkan yang digunakan dalam percobaan in vitro, molekul kostimulator kemungkinannya adalah untuk mempengaruhi diferensiasi fisiologis osteoklas dalam sebuah cara yang analog dengan aktifasi sel T, di mana sinyal dari reseptor kostimulatori CD28 menguatkan sinyal yang diperlukan dari kompleks TCR (212, 213). Tambahannya, seperti halnya dengan sel T, persyaratan bagi sebuah set khusus dari faktor-faktor/reseptor-reseptor kostimulatori bagi osteoklas harus bervariasi tergantung dari lingkungan mikro. Sel-sel yang mengekspres ligands bagi reseptor kostimulatori yang terekspres pada osteoklas juga bervariasi, namun semua yang berinteraksi dengan osteoklas sendiri, seperti misalnya osteoblas, kebanyakan sering menyediakan kostimulasi (analog dengan sel dendritik menyediakan protein keluarga B7 atau protein keluarga TNF seperti 4-1BBL ke sel T) (212). Sinyal hasil dari interaksi faktor kostimulatori dengan reseptor mereka pada prekursor osteoklas menentukan efikasi sinyal dari reseptor osteoklastogenik esensiil, RANK (sama dengan TCR/CD4 atau TCR/CD8 bagi sel T), dan jumlah dari keduanya akan menentukan kualitas diferensiasi dan aktifasi osteoklas. Dalam menyokong hipotesis kostimulasi, telah diidentifikasikan sebuah reseptor permukaan sel yang baru, OSCAR, yang lebih suka terekspres pada osteoklas, dan telah diperlihatkan bahwa dalam tambahannya terhadap pensinyalan RANKL-RANK normal, interaksi OSCAR dengan ligand putatifnya (OSCAR-L) adalah penting bagi diferensiasi osteoklas yang terinduksi-osteoblas (213). Lebih jauh, kelihatan bahwa ekspresi OSCAR-L adalah paling prevalen pada sel osteoblastik (213). Sehingga, pemasangan ligand/reseptor OSCAR dapat dikarakterisasikan sebagai sebuah faktor/reseptor kostimulasi putatif bagi diferensiasi osteoklas yang efisien dan mungkin menyediakan kostimulasi yang spesifik-tulang yang diperlukan bagi diferensiasi osteoklas dalam hubungannya dengan faktor esensiil M-CSF dan RANKL. Kombinasi pensinyalan ini mungkin menyediakan sebuah penjelasan mekanistik dari pertanyaan kenapa osteoklas dijumpai hanya pada permukaan tulang in vivo.
Walaupun sifat dari molekul kostimulatori spesifik-tulang, seperti misalnya OSCAR-L, memerlukan studi lebih lanjut, satu seri percobaan belakangan ini menyokong hipotesis kostimulasi (41, 214). Untuk perkembangan osteoklas in vivo, terlihat bahwa beberapa reseptor permukaan pada prekursor osteoklas, seperti misalnya PIR-A, OSCAR, TREM-2, dan SIRPβ1, berasosiasi dengan molekul berisikan-ITAM, DAP12 dan FcRγ, dan menyediakan kostimulasi yang perlu dan aktifasi pensinyalan Ca2+ (41, 214). Karenanya, sedangkan sebuah defisiensi tunggal baik DAP12 ataupun FcRγ menyebabkan hanya defek osteoklas minor, maka dengan defisiensi ganda menyebabkan osteopetrosis parah (41, 214). Analisis tambahan dari tikus-tikus mutan menyarankan bahwa semua reseptor ini mengaktifasi kalsineurin lewat Syk dan fosfolipase-C (PLC)γ (41, 241, 215). Protein-protein pensinyalan yang lebih banyak telah diidentifikasi dalam limfosit yang menjembatani Syk (atau ZAP-70) dengan PLCγ, dan mengawali ke pada aktifasi Ca2+ (216, 217). Memang, Gab2 dan PLCγ2 telah diperlihatkan belakangan ini menjadi penting bagi pembangkitan osteoklas fungsional (218, 219). Tambahannya, setelah implikasi bahwa kinase-kinase keluarga Tec adalah mungkin dilibatkan dalam pensinyalan berperantaraan-ITAM (220), diperoleh data bahwa sel-sel defisien-tirosin kinase dari Brutun dari tikus imunodefisiensi X-linked memiliki defek-defek dalam proses multinukleasi preosteoklas. Akan tidak mengejutkanlah bila molekul tambahan (anggota keluarga) yang sebelumnya berimplikasi dalam pensinyalan berperantaraan-ITAM dalam imunosit (misalnya, limfosit atau monosit) diidentifikasi sebagai memainkan sebuah peran ekivalen dalam diferensiasi osteoklas.
Namun, adalah penting untuk menunjuk bahwa, osteopetrosis yang teramati dalam tikus dengan defek dalam jalur kostimulasi (misalnya, tikus defisien ganda DAP12/FcRγ) adalah jauh kurang parah dibandingkan dengan dalam tikus-tikus knockout RANKL atau RANK, dan bahwa, sebaliknya dengan tikus-tikus knockout RANKL atau RANK, khewan-khewan ini memperlihatkan jumlah osteoklas bermakna. Hal ini konsisten dengan hipotesis bahwa reseptor kostimulatori untuk diferensiasi osteoklas adalah tidak esensiil dan bahwa kemungkinan munculnya kebergantungan multipel (213).
Dilanjutkannya mobilisasi Ca2+ adalah perlu bagi diferensiasi osteoklas karena aktifasi NFATc1 adalah mutlak diperlukan bagi proses tersebut (221). Keluarga NFAT dari faktor transkripsi awalnya diidentifikasi sebagai sebuah set pengatur dari transkripsi gen dalam sel-sel T teraktifasi (222). Belakangan, ditemukan bahwa pensinyalan RANK menginduksi pengekspresian anggota keluarga NFAT NFATc1 (NFAT2) dan bahwa faktor ini adalah penting bagi perkembangan osteoklas karena sel prekursor defisien-NFATc1 memperlihatkan sebuah kegagaaln mutlak berdiferensiasi menjadi osteoklas (221). Seperti anggota keluarga NFAT lainnya, induksi dan aktifasi NFATc1 bergantung pada fosfatase yang terregulasi-kalsium, kalsineurin, sehingga menjelaskan berbagai efek negatif dari penghambat-penghambat kalsineurin seperti FK506 dan siklosporin pada osteoklastogenesis. Kemampuan NFATc1 meregulasi pengekspresiannya sendiri menunjukkan keberadaan dari sebuah lingkaran umpan balik otonom. Ini mungkin memicu induksi NFATc1 melalui sebuah mkanisme berperantaraan-TRAF6 dan –c-fos yang diinisiasikan oleh stimulasi RANKL/RANK (223). Dus, pensinyalan Ca2+ lewat reseptor kostimulatori pada preosteoklas adalah penting buat amplifikasi aktifitas NFATc1 hingga ke level yang cukup bagi diferensiasi osteoklas.
Menariknya, NFATc1, dalam konjungsinya dengan microphthalmia-associated transcription factor (MITF) dan PU.1, mentransaktifasi pengeskpresian OSCAR selama diferensiasi osteoklas yang terinduksi-RANKL. Ini menyarankan bahwa terdapat sebuah sirkuit umpan balik positif dari RANKL ke NFATc1 lewat reseptor kostimulatori seperti misalnya OSCAR selama diferensiasi osteoklas, yang memastikan sebuah level tinggi aktifitas NFATc1. Data terkini menyarankan bahwa reseptor kostimulatori juga mengaktifasi faktor transkripsi lainnya, cAMP response element-binding protein, lewat CaMKIV, yang bekerjasama dengan NFATc1 untuk mengaktifasi gen-gen yang spesifik-osteoklas (224).
Kunci menuju ke analogi dengan kostimulasi limfosit, RANK, seperti TCR, adalah tetap reseptor yang diperlukan dan yang utama, yang ketidakhadirannya menyebabkan reseptor sekunder bekerja ngawur bagi osteoklastogenesis. Namun, masih tetap belum sepenuhnya difahami kenapa sistim ini terlibat dan apakah terdapat sebuah keadaan dalam perkembangan osteoklas yang meniru anergy (toleransi terinduksi) dalam limfosit.
Kunci menuju ke analogi dengan kostimulasi limfosit, RANK, sperti TCR, adalah tetap merupakan reseptor utama yang diperlukan, di mana ketidakhadirannya menyebabkan reseptor sekunder bekerja ngawur bagi osteoklastogenesis. Namun, masih tetap tidak sepenuhnya difahami kenapa sistim ini terlibat dan apakah terjadi sebuah kondisi dalam pembentukan osteoklas yang meniru anergy (toleransi terinduksi) dalam limfosit.

D. Macrophage colony-stimulating factor
Sebagai tambahan terhadap RANKL, M-CSF adalah penting bagi pembentukan osteoklas normal (Gambar 22). Sitokin ini mulanya diidentifikasi sebagai sebuah pengatur pembentukan makrofag (225); namun, selanjutnya memperlihatkan bahwa seekor tikus mutan spontan (op/op) dengan sebuah fenotip dari ketiadaan osteoklas dan pembentukan makrofag/monosit defektif adalah defisien dalam M-CSF (226-228). Penginjeksian M-CSF ke dalam tikus op/op mengoreksi defek dalam pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang (229), sebagaimana diperlihatkannya pengekspresian protein yang secara spesifik dalam sel osteoblas (230).
Perangsang penyerapan tulang terlihat meningkatkan produksi M-CSF dalam tulang (231-233), dan transkrip multipel M-CSF dihasilkan oleh splicing alternatif (234, 235). Bentuk M-CSF berikatan-membran diatur oleh perangsang-perangsang resorpsi dan memfasilitasi diferensiasi osteoklas dari sel-sel prekursor (232, 236). Ini mungkin bermakna karena dalam benihan sumsum, M-CSF yang dapat larut menghambat pembentukan OCL yang terstimulasi oleh 1,25-dihidroksivitamin D3 (237, 238).
Peran M-CSF mengatur apoptosis osteoklas telah juga diperiksa. Penambahan M-CSF ke benihan osteoklas dewasa memperpanjang ketahanan hidupnya (239, 240). Tanggapan ini mungkin menjadi penting bagi perkembangan fenotip osteopetrotik dalam tikus-tikus op/op karena ekspresi transgenik dalam sel-sel myeloid dari Bcl2, yang memblok apoptosis, sebagiannya membalik defek perkembangan osteoklas dan makrofag dalam khewan-khewan ini (241). Berbagai efek M-CSF pada osteoklas telah dikaitkan dengan aktifasi sebuah kotransportir Na/HCO3 (242). M-CSF juga merupakan perangsang ekspresi RANK yang poten dalam sel prekursor osteoklas (22), dan adalah penting bagi ekspansi ukuran pupulan prekursor osteoklas (24).

E. Faktor-faktor Penyetimulasian Koloni Tambahan
Seperti M-CSF, GM-CSF dan IL-3 mempengaruhi diferensiasi osteoklas (238, 243, 244). Keduanya kelihatan menghambat osteoklastogenesis berperantaraan-RANKL (245, 246). Sebaliknya, kedua faktor ini menguatkan ekspansi sel-sel prekursor osteoklas (249). IL-3 juga menghambat diferensiasi osteoklas, yang mungkin menjadi satu mekanisme untuk bagaimana myeloma multipel mempengaruhi tulang karena keganasan ini dapat menghasilkan IL-3 (250). GM-CSF menurunkan massa tulang pada binatang pengerat ketika diinjeksikan secara sistemik (251, 252), dan tanggapan ini muncul sebagai hasil akibat dari meningkatnya pembentukan osteoklas dan menurunnya fungsi osteoblas. G-CSF juga memobilisasi sel-sel prekursor hematopoietik dari sumsum tulang masuk ke dalam sirkulasi (253) dan meningkatkan jumlah sel-sel prekursor osteoklas bersirkulasi (254), yang mungkin dihubungkan dengan kemampuannya untuk meningkatkan aktifitas resorptif osteoklas. Pada tikus, pengekspresian G-CSF berlebihan menghambat kemampuan osteoblas untuk berrespon terhadap bone morphogenetic protein (255). Tambahannya, tikus-tikus yang mengekspres G-CSF berlebih memiliki peningkatan resorpsi tulang, yang tidak meningkat dengan ovariektomi, sebagaimana terjadi pada tikus-tikus tipe liar (256)

F. Interleukin-1
Terdapat dua produk gen IL-1 terpisah, IL-1α dan IL-1β, yang memiliki aktifitas berbeda (257). IL-1 merupakan stimulator peptida poten dari resorpsi tulang in vitro (258), dan ia juga memiliki berbagai efek poten in vivo (259). Efeknya pada resorpsi di kedua lingkungan tersebut adalah langsung pada osteoklas (260) dan tak langsung melalui kemampuannya merangsang produksi RANKL(261). Tambahannya, baik pembentukan osteoklas terstimulasi-RANKL maupun yang terstimulasi 1,25-dihidroksivitamin D3 in vitro adalah diperantarai, sebagiannya, oleh efek pada IL-1 (197, 262). IL-1 menguatkan aktifitas RANKL untuk merangsang osteoklastogenesis (263) dan juga meningkatkan sintesis prostaglandin dalam tulang (258, 264), yang mungkin diperhitungkan bagi beberapa dari aktifitas resorptifnya karena prostaglandin adalah juga merupakan stimuli resorpsi yang poten (265). Perangsangan langsung osteoklastogenesis oleh IL-1 dalam benihan campur sel stromal dan sel hematopoietik murine adalah bergantung pada ekspresi RANKL dalam sel-sel stromal/osteoblastik, bukan pada TNF (266).
IL-1 diproduksi dalam tulang (267), dan aktifitasnya hadir dalam serum sumsum tulang (268, 269). Sebuah penghambat IL-1, antagonis reseptor IL-1, adalah sebuah analog IL-1 yang mengikat namun tidak mengaktifasi reseptor IL-1 tipe I yang penting secara biologis (270-272).
Terdapat dua reseptor bagi IL-1 yang dikenal: tipe I dan tipe II (273). Semua respon biologis yang dikenal untuk IL-1 terlihat diperantarai secara eksklusif lewat reseptor tipe I (274). Reseptor tipe I IL-1 memerlukan interaksi dengan sebuah protein kedua, protein aksesori reseptor IL-1, untuk membangkitkan sinyal pascareseptor (275-277). Pensinyalan lewat reseptor tipe I meliputi aktifasi dari TRAFs dan NF-κB spesifik (278, 279). Reseptor tipe II IL-1 merupakan reseptor pemancingan yang mencegah aktifasi reseptor tipe I (280). Sebuah laporan terakhir mendapatkan satu penurunan dalam massa tulang tikus yang defisien dalam reseptor IL-1 tipe I bioaktif (281).
Ekspresi dari myeloid differentiation factor 88 (MyD88) namun bukan Toll/IL-1 receptor domain-containing adapter inducing IFN-β (TRIF) adalah perlu bagi IL-1 untuk merangsang produksi RANKL dalam osteoblas dan memperpanjang ketahanan hidup osteoklas (283). Ketahanan hidup osteoklas dengan terapi dengan IL-1 kelihatannya memerlukan PI3K/AKT dan ERK (284).

G. Tumor necrosis factor
Seperti IL-1, TNF mewakili sebuah keluarga dari dua polipeptida yang berhubungan (α dan β) yang merupakan produk dari gen-gen berbeda (285-289). TNFα dan TNFβ memiliki aktifitas biologis yang sama dan keduanya merupakan stimulator penyerapan tulang yang poten (258, 290, 291).
Pemberian TNFα in vivo menunjukkan meningkatkan kalsium serum pada tikus (291) dan merangsang pembentukan osteoklas baru dan penyerapan tulang (292). Seperti IL-1, TNF juga menguatkan pembentukan OCL dalam benihan sumsum tulang (291). Kemampuan TNF merangsang pembentukan osteoklas dalam benihan campur sel stromal/sel prekursor osteoklas adalah bergantung pada produksi IL-1 (293). Tambahannya, osteolisis terinduksi –TNF diketahui bergantung pada produksi M-CSF (294).
TNF diperlihatkan secara langsung merangsang pembentukan osteoklas dalam sebuah sistim benihan in vitro melalui sebuah mekanisme yang tak bergantung RANK karena ia terjadi dalam sel dari tikus defisien-RANK (192, 193, 195). Namun, Kebermaknaan temuan in vitro ini adalah dipertanyakan karena pemberian in vivo TNF ke pada tikus defisien-RANK menyebabkan hanya kadang-kadang saja osteoklas terbentuk (195). Seperti IL-1, TNF berikatan dengan dua buah reseptor permukaan sel, reseptor 1 TNF atau p55 dan reseptor 2 TNF atau p75 (296). Namun, sebaliknya dengan IL-1, kedua reseptor menyalurkan respon-respon biologis. Tikus defisien reseptor 1 dan reseptor 2 TNF telah diproduksi (297-299). Khewan-khewan ini terlihat sehat dan tidak dilaporkan memiliki suatu fenotip tulang abnormal. TNF mungkin juga mengatur ekspresi c-fms dalam sel-sel prekursor osteoklas (34).
TNF juga kelihatannya mengatur berlimpahnya sel-sel prekursor osteoklas dalam sumsum tulang melalui meningkatkan ekspresi c-fms, reseptor untuk M-CSF (300). Ia juga menguatkan mekanisme pensinyalan RANK, yang mengaktifasi osteoklas dan sel prekursor mereka (196), dan ia menguatkan ekspresi molekul kostimulatori PIR-A yang mengawali ke pada aktifasi NFATc1 (301).

H. Anggota superfamili TNF tambahan
Fas ligand (FasL), yang mengikat Fas reseptor pada sel-sel responsif, mengatur apoptosis dan proses seluler lainnya dalam tipe-tipe sel multipel (302). Dalam osteoblas, FasL menghambat diferensiasi melalui sebuah mekanisme bermediasikan-kaspase 8 (308). Dalam osteoklas, penambahan FasL ke dalam benihan sel-sel prekursor osteoklas, yang juga diterapi dengan M-CSF dan RANKL, meningkatkan pembentukan osteoklas. Prekursor osteoklas dan osteoklas dewasa mengekspres Fas dan FasL (304). Ekspresi Fas diregulasi ke hulu oleh pengobatan RANKL dalam garis sel prekursor osteoklas RAW 264.7 dan oleh pengobatan osteoklas dewasa dengan aposptosis terinduksi-Fas (305). Namun, hal sebaliknya dengan efek mereka yang sama pada osteoklastogenesis dalam benihan sel prekursor, terdapat penampakan peranan pengaturan berlawanan dari RANKL dan FasL pada apoptosis osteoklas karena pada konsentrasi yang tinggi, RANKL menghambat kemampuan FasL untuk menginduksi respon ini (306). Efek dari defisiensi FasL pada massa tulang adalah kontroversiil. Satu kelompok peneliti mendapatkan bahwa indeks ini menurun dalam tikus defisien-FasL (305), di mana kelompok lainnya mendapatkannya meningkat (307). Namun, kebermaknaan mempelajari massa tulang dalam tikus-tikus defisien-Fas dan defisien FasL kemungkinan adalah minimal karena model-model ini memiliki sebuah gangguan limfoproliferatif umum, yang mengaktifasi sevarietas luas respon imun yang mempengaruhi tulang dan membuat penginterpretasian hasil-hasil dari studi-studi ini menjadi sulit. Yang paling terkini, memperlihatkan bahwa reseptor estrogen α dalam osteoklas mengatur produksi FasL oleh sel-sel ini, yang, sebaliknya, memerantarai kehilangan tulang yang terinduksi oleh estrogen withdrawal dalam tubuh tikus (308).
TRAI merupakan anggota superfamili-TNF yang memiliki sevarietas luas aktifitas.Pengobatan osteoklas dengan TRAIL menginduksi apoptosis (309), dan efek ini mungkin diperantarai lewat pengaturan ke hulu dari reseptor kematian DR5 (310). Dalam tulang, injeksi TRAIL selama 8 hari dalam tikus usia 4 minggu menginduksi sebuah peningkatan dalam massa tulang. In vitro, efek ini diasosiasikan dengan sebuah peningkatan dalam inhibitor kinase bergantung-siklin, p27 Kip1, lewat efek-efek dari TRAIL pada jalur ubiquitin-proteasom (311). TRAIL mungkin juga sebuah faktor dalam efek-efek myeloma pada osteoblas (312).
CD40 ligand (CD40L) adalah terlibat dalam diferensiasi limfosit T polos menjadi sel-sel efektor T-helper (TH) 1 (313). Pada manusia, defisiensi CD40L menyebabkan sindrom X-liked hyper IgM (XHIM). Tulang dari pasien-pasien XHIM menjadi fraktur spontan dan adalah osteopenik (314). Limfosit T teraktifasi dari pasien XHIM memiliki RANKL normal dan produksi IFN-γ defisien, yang mungkin menyumbang untuk menurunkan massa tulang pada pasien-pasien ini (314). Tambahannya, ekspresi CD40L dalam sel-sel sinovial arthritis rheumatoid menginduksi ekspresi RANKL dalam sel-sel ini dan menguatkan kemampuan mereka untuk merangsang osteoklastogenesis, yang menyarankan bahwa mekanisme ini terlibat dalam berbagai efek arthritis rheumatoid pada tulang (315).

I. Interleukin-6
IL-6, seperti IL-1 dan TNF, memiliki sebuah variasi luas aktifitas yang berhubungan dengan fungsi sel dan dengan replikasi dan diferensiasi dari sejumlah tipe sel (316, 317). Sel-sel osteoblastik (baik binatang pengerat maupun manusia) menghasilkan IL-6 dan reseptor IL-6 (318, 319). Sumber lainnya dari IL-6 dalam lingkungan mikro tulang adalah BMSC, yang dapat menghasilkan IL-6 setelah mereka dirangsang dengan IL-1 dan TNF (320). Reseptor untuk IL-6 berkomposisi dua bagian: sebuah protein pengikatan IL-6 spesifik (reseptor IL-6), yang dapat berupa berikatan-membran atau yang dapat larut, dan sebuah gp 130, sebuah protein aktifator yang umum bagi sejumlah reseptor sitokin (321). Reseptor IL-6 yang dapat larut mengikat IL-6, dan kompleks ini dapat kemudian mengaktifasi sel-sel yang berisikan peptida sinyal gp 130 (321, 322). Penyimbahan reseptor IL-6 dari osteoblas dirangsang oleh IL-6 dan TNFα (323).
Kemampuan IL-6 untuk merangsang penyerapan tulang in vitro adalah bervariasi dan bergantung pada sistim pengukuran yang digunakan (319, 324-326). Terlihat bahwa, sebuah efek major IL-6 adalah untuk mengatur diferensiasi sel progenitor osteoklas menjadi osteoklas dewasa (327, 328). IL-6 juga secara langsung merangsang produksi RANKL dan mRNA OPG dalam tulang (329), dan ia menguatkan produksi prostaglandin (330). Juga terdapat satu publikasi yang menyarankan bahwa IL-6 dapat merangsang osteoklastogenesis in vitro melalui sebuah mekanisme yang bergantung RANKL (331). IL-6 nampak memerantarai beberapa dari keadaan meningkatnya penyerapan dan patologi tulang yang terlihat dalam sindrom klinis penyakit dari Paget (185), hiperkalsemi pada keganasan (332), fibrus displasia (333), giant cell tumor tulang (334), penyakit Gorham-Stout (335). Terdapat data yang bertentangan mengenai peran IL-6 dalam berbagai respon yang berperantaraan-PTH dalam tulang karena beberapa penyelidik mendapatkan berperan penting (336) sedangkan lainnya tidak (337).

J. Anggota keluarga interleukin-6 tambahan
IL-6 adalah satu anggota dari kelompok sitokin yang berbagi protein aktifator gp130 dalam kompleks reseptor mereka (338, 339). Setiap anggota keluarga menggunakan reseptor ligand unik guna membangkitkan pengikatan spesifik. Transduksi sinyal lewat reseptor ini menggunakan jalur JAK/STAT (Janus kinase/signal transduction and activators of transcription) (321).

1. Interleukin-11
IL-11 diproduksi oleh sel tulang dalam tanggapannya terhadap sevarietas stimuli resorptif (340). Ia merangsang pembentukan osteoklas dalam benihan sumsum tulang murine (341) dan penyerapan tulang dalam sevarietas pengukuran in vitro (342, 343). Menariknya, ia tidak memiliki efek pada osteoklas dewasa yang diisolasi. Pada tikus defisien dalam reseptor IL-11spesifik, massa tulang trabekuler adalah meningkat, dan ini nampaknya sebagai hasil dari menurunnya bone turnover, yang diasosiasikan dengan menurunnya pembentukan dan resorpsi osteoklas in vitro (344).

2. Leukemia inhibitory factor
LIF diproduksi oleh sel tulang dalam tanggapannya terhadap sejumlah stimuli resorpsi (86, 345, 346). Efek LIF pada reseorpsi tulang adalah bervariasi. Dalam sejumlah sistim model in vitro, LIF menstimulasi resorpsi melalui sebuah mekanisme bergantung-prostaglandin (347), di mana dalam pengukuran in vitro lainnya, ia memiliki efek penghambatan (348, 349). Dalam benihan kalvaria murine, LIF menstimulasi RANKL dan OPG (329).
Penginjeksian lokal LIF in vivo memperlihatkan peningkatan parameter resorpsi maupun pembentukan, juga ketebalan dari tulang yang diterapi (350). Tikus yang berkekurangan reseptor LIF spesifik dan karenanya, tidak dapat menanggapi LIF, volum tulang berkurang, dan jumlah osteoklas meningkat 6-kali lipat (351)

3. Onkostatin M
Onkostatin M mengunjukkan menstimulasi pembentukan sel multiinti dalam benihan sumsum tulang murine dan manusia (322, 352). Namun, sel-sel ini memperlihatkan sebagai polikaryon makrofag, bukan osteoklas (352). Sebaliknya, onkostatin M memnghambat pembentukan OCL yang distimulasi oleh 1,25-dihidroksivitamin D3 dalam benihan sumsum manusia (352), dan ia menurunkan angka penyerapan tulang dalam benihan tulang panjang fetus tikus (353). In vivo, ekspresi berlebih onkostatin M dalam tikus transgenik menginduksi sebuah fenotip osteopetrosis (354). Karenanya, ini memperlihatkan bahwa onkostatin M merupakan sebuah inhibitor pembentukan osteoklas dan penyerapan tulang (355).
Peranan dari seluruh anggota keluarga IL-6 dalam pembentukan osteoklas harus diperiksa dalam data yang jelas yang memperlihatkan bahwa tikus berkekurangan protein aktifator gp130 memilioki suatu peningkatan jumlah osteoklas dalam tulang mereka dibandingkan dengan khewan normal (356). Karena gp130 merupakan sebuah aktifator dari transduksi sinyal bagi seluruh anggota dari keluarga IL-6, hasil-hasil ini membantah bahwa sedikitnya beberapa dari anggota keluarga IL-6 memiliki suatu efek inhibitor yang secara predominan pada pemkbentukan osteoklas dan resorpsi tulang. Data yang tersedia mengimplikasi onkostatin M (353) dan kemungkinan LIF (348, 349) di dalam peran ini.

K. Interleukin-7
IL-7 merupakan sebuah sitokin yang memiliki berbagai efek berbeda pada sistim hematopoietik dan imunologis (357) dan paling baik efeknya diketahui adalah dari peran nonredundant nya dalam menyokong limfopoiesis B dan T. Banyak studi telah mengunjukkan bahwa IL-7 juga memainkan sebuah peranan dalam pengaturan homeostasis tulang (358, 359). Namun, sifat pastinya bagaimana IL-7 mempengaruhi osteoklas dan osteoblas adalah kontroversiil, karena ia memiliki sevarietas aksi dalam sel-sel target berbeda. Pemberian IL-7 secara sistemik mengatur ke hulu pembentukan osteoklas dalam sel-sel darah perifer manusia dengan cara meningkatkan produksi sitokin osteoklastogenik dalam sel T (360).
Secara bermakna, IL-7 tidak menginduksi resorpsi tulang dan kehilangan tulang dalam tikus-tikus alami (nude mice) defisien sel T in vivo (361). Tambahannya, pengobatan kepada tikus dengan sebuah netralisasi antibodi anti-IL-7 menghambat proliferasi prekursor sel T dini yang terinduksi-ovariektomi di dalam thimus, mengunjukkan bahwa tindakan ovariektomi meregulasi ke hulu perkembangan sel T melalui IL-7. Efek yang disebut terakhir ini mungkin merupakan sebuah mekanisme melalui mana IL-7 meregulasi kehilangan tulang yang terinduksi-ovariektomi (362). Namun, interpretasi hasil-hasil dari berbagai studi pengobatan IL-7 in vivo direcoki oleh efek sekunder IL-7, yang merupakan hasil dari produksi sitokin penyerapan tulang oleh sel T dalam tanggapannya terhadap aktifasi oleh sitokin ini (360, 361)
Berbeda dengan berbagai studi yang dilaporkan sebelumnya (358, 360, 361), didapatkan efek-efek diferensiil IL-7 pada osteoklastogenesis (363). IL-7 menghambat pembentukan osteoklas dalam sel-sel sumsum tulang murine yang dibenihkan selama 5 hari dengan M-CSF dan RANKL (363). Dalam tikus defisien IL-7, jumlah osteoklas jelas sekali meningkat dan massa tulang trabekuler menurun dibandingkan dengan kontrolnya yang tipe-liar (364). Tambahannya, didapatkan bahwa hilangnya tulang trabekuler setelah ovariektomi adalah sama dengan pada tikus tipe-liar dan defisien-IL-7 (364). Anehnya (curiously), level mRNA IL-7 dalam tulang meningkat dengan ovariektomi, dan efek ini mungkin berhubungan dengan berbagai perubahan dalam fungsi osteoblas akibat withdrawal estrogen (359, 365). Penambahan IL-7 ke dalam media benihan kalvaria murine baru lahir menghambat pembentukan tulang, seperti apa yang terjadi pada penginjeksian IL-7 di atas kalvaria tikus in vivo (359). Ketika IL-7 diekspres berlebih secara lokal oleh osteoblas, massa tulang trabekuler meningkat dibandingkan dengan tikus tipe-liar (366). Lebih jauh, ekspresi berlebih IL-7 tertarget dalam tikus defisien IL-7 menghindarkan tikus defisien-IL-7 dari keadaan fenotip tulang osteoporotik (367). Semua studi ini mengindikasikan bahwa aksi-aksi IL-7 pada sel tulang adalah bergantung pada apakah IL-7 terkirim secara sistemik ataukah secara lokal.

L. Interleukin-8 and khemokin lain
Perekrutan dan homing sel-sel myeloid seringkali terjadi di bawah arahan khemokin dan reseptor mereka. Superfamili dari protein yang secara relatif kecil ini menginduksi interaksi melalui reseptor cognate G protein-coupled untuk menginisiasi perekaan ulang sitoskeletal, adhesi, dan migrasi direksional (368, 369). Khemokin dapat dibagi menjadi empat cabang, bergantung pada motif peruangan (spacing) dan perangkaian (sequence) dari residu sistein (C) pertama mereka. Mereka adalah CXC, CC, C, dan CX3C, di mana X adalah setiap asam amino lain (370, 371). Mayoritas interaksi reseptor khemokin terjadi melalui khemokin-khemokin CC dan CXC, yang disebut sebagai khemokin mayor, di mana khemokin-khemokin C dan CX3C disebut sebagai khemokin minor.
Banyak sel menghasilkan khemokin yang mengikat specific G protein-coupled receptors. IL-8, sebuah khemokin CXC, dihasilkan oleh osteoklas (372) dan merangsang osteoklastogenesis dan penyerapan tulang oleh sebuah mekanisme yang dilaporkan adalah terbebas dari jalur RANKL (373-375). IL-8 juga dihasilkan oleh kanker tertentu dan merangsang lesi tulang litik dalam penyakit metastatik (373-375). Efek IL-8 pada tulang mungkin menjadi bagian yang diperantarai oleh pengaturan ke hulu ekspresi nitrit oksid sintase dalam osteoklas (376).
CCL3 (macrophage inflammatory protein-1 α) merupakan sebuah stimulator langsung osteoklastogenesis yang diekspres dalam sel-sel tulang dan sumsum tulang (377-380). Tanggapan ini diusulkan adalah tak bergantung aktifasi RANK (381). CCL3 juga merupakan mediator dari aktifitas osteolitik myeloma multipel (382-384). Aktifasi osteoklastogenesis oleh CCL3 diperantarai oleh reseptor-reseptor CCR1 dan CCR5 (385). Menariknya, CCL3 dan IL-8 merangsang motilitas namun menekan resorpsi pada osteoklas dewasa (386).
CCL9 (macrophage inflammatory peptide γ) dan reseptornya, CCR1, adalah juga merupakan satu interaksi reseptor ligand khemokin penting yang meregulasi osteoklas (387). Injeksi M-CSF untuk menginduksi osteoklastogenesis dan penyerapan tulang dalam tikus-tikus besar osteopetrotik tl/tl, yang berkekurangan M-CSF, menyebabkan sebuah peregulasian-ke hulu yang cepat (dalam dua hari) dari CCR1 juga ligandnya CCL9 dalam tulang-tulang tikus kecil tl/tl dan meningkatnya osteoklastogenesis yang cepat (388). Lebih lanjut, antibodi terhadap CCL9 memperbaiki kemampuan dari penginjeksian M-CSF untuk merangsang osteoklastogenesis dalam model ini.
RANKL terlihat menjadi sebuah penginduksi major CCL9 dan CCR1 dalam osteoklas (389), dan penginduksian CCR1 oleh RANKL adalah bergantung pada ekspresi NFATc1 (390). CCL9 dan khemokin lainnya yang mengikat CCR1 (CCL3, CCL5, dan CCL7) dihasilkan oleh osteoklas, osteoblas, dan prekursor mereka dalam tulang. Tambahannya, ekspresi dari semua khemokin ini dalam osteoblas yang sedang berdiferensiasi adalah diinduksi oleh sitokin proinflamasi (IL-1 dan TNF) (391). Reseptor khemokin tambahan yang dihasilkan pada osteoklas meliputi CCR3, CCR5, dan CX3CR1 (385, 387).
Penghambatan ekspresi CCR1 dengan small interfering RNA atau oleh pengeblokan aktifasi NFATc1 dengan siklosporin A menghambat migrasi sel-sel RAW 264.7 (sebuah model untuk prekursor osteoklas) dan sel-sel sumsum tulang murine dalam ruang-ruang Boyden (390). Lebih lanjut, penghambatan pensinyalan CCR1 dengan sebuah bentuk mutasi dari CCL5, yang mengeblok pengikatan CCR1 dengan ligands nya, mencegah pembentukan OCL pada benihan sumsum tulang murine (390). Tambahannya, netralisasi antibodi dari CCL9 menghambat osteoklastogenesis yang terinduksi-RANKL sebesar 60-70% dalam benihan sumsum tulang murine (389).
CXCL12 (stromal cell derived factor-1) dan reseptornya CXCR4 adalah terlibat dalam sevarietas proses seluler yang meliputi homeostasis sel hematopoietik dan berbagai respon imun (392). Sel-sel prekursor osteoklas mengekspres CXCR4 (393), dan pengekspresan reseptor ini diregulasi ke hilir oleh diferensiasi dari sel-sel ini yang mengarah garis turunan osteoklas (394, 395). Pengobatan terhadap garis sel RAW 264.7 dengan CXCL12 menginduksi pengekspresian MMP9, yang mungkin merupakan mekanisme bagi migrasi sel-sel prekursor mengarah ke tulang (393). Dalam sel-sel prekursor osteoklas manusia, CXCL12 menstimulasi migrasi dan penguatan osteoklastogenesis dalam responnya terhadap RANKL dan M-CSF (393, 394). Pengekspresian CXCL12 diregulasi ke hulu dalam osteoklas ketika mereka berdiferensiasi pada sebuah matriks kalsium fosfat (394). Produksi CXCL12 mungkin juga dilibatkan dalam perekrutan sel-sel prekursor, yang membentuk giant cell tumors of bone (396), dan dalam keadaan meningkatnya osteolisis yang terlihat dalam myeloma multipel (397).
CCL2 (monocyte chemoattractant protein-1) merupakan sebuah khemokin poten bagi monosit dan bagi sevarietas sel-sel imun lainnya. Reseptornya adalah CCR2, yang diekspres pada level-level tinggi pada monosit (398). Dalam tulang dengan suatu lesi inflamasi terinduksi, CCL2 diekspres pada level-level tinggi dalam osteoblas (399). Induksi CCL2 dalam lesi-lesi ini diperantarai oleh sitokin proinflamasi (400). CCL2 juga mungkin terlibat dalam erupsi gigi karena ia diekspres oleh sel-sel folikel gigi (401-403). Di antara faktor-faktor yang menstimulasi CCL2 dalam folikel gigi adalah, PTHrP (404), platelet-derived growth factor BB, dan fibroblast growth factor-2 (405). Namun, CCL2 tidaklah penting bagi erupsi gigi karena terdapat hanya sedikit perubahan dalam pola temporal dari proses ini dalam tikus defisien-CCL2 (406). CCL2 diinduksi oleh RANKL dalam sel-sel prekursor mononuklear (407) dan menguatkan pembentukan OCL dalam sel-sel ini (408). Namun, sel-sel dalam benihan yang diinduksi dengan pengobatan dengan hanya CCL2, sementara reseptor multinuklear dan kalsitonin positif, tidaklah menyerap tulang kecuali mereka juga dipapar dengan RANKL (408). Yang paling terkini, diperlihatkan bahwa pengobatan osteoblas dengan PTH meningkatkan ekspresi CCL2 dan menguatkan fusi preosteoklas (409).

M. Interleukin-10
IL-10 dihasilkan oleh limfosit T dan B teraktifasi (410). Ia adalah penghambat langsung osteoklastogenesis (411, 412) dan osteoblastogenesis (413). Efek ini diasosiasikan dengan meningkatnya fosforilasi tirosin dari sevarietas protein dalam sel-sel prekursor osteoklas (414). Efek langsung IL-10 pada osteoklastogenesis terstimulasi-RANKL diasosiasikan dengan menurunnya expresi NFATc1 dan berkurangnya translokasi dari faktor transkripsi ini ke dalam nukleus (415) juga menekan ekspresi c-Fos dan c-Jun (416). Pemberian IL-10 mungkin memiliki utilitas sebagai sebuah mekanisme untuk mengontrol osteolisis terinduksi-wear (417). Dalam sel-sel folikel geligi, yang berfungsi meregulasi erupsi gigi, pengobatan in vitro dengan IL-10 menghambat produksi RANKL dan menguatkan OPG (418). Karenanya, terlihat juga menjadi sebuah efek tak langsung IL-10 pada osteoklastogenesis yang diperantarai oleh kemampuannya untuk meregulasi produksi RANKL dan OPG.
Pengobatan benihan sel sumsum tulang dengan IL-10 menekan produksi protein osteoblastik dan mencegah onset mineralisasi (413). IL-10 juga menghambat pembentukan OCL dalam benihan sumsum tulang tanpa mempengaruhi pembentukan makrofag atau aktifitas resorptif osteoklas dewasa (419). Efek ini terlihat untuk terlibat dalam produksi protein-protein fosfotirosin baru dalam sel-sel prekursor osteoklas (414). IL-10 juga merangsang suatu nitrit oksid sinthase yang dapat diinduksi baru (376).
4-1BB merupakan suatu molekul kostimulator yang dapat diinduksi yang berinteraksi dengan 4-1BB ligand. Pengobatan sel-sel prekursor osteoklas yang terstimulasi RANKL dengan 4-1BB ligand menguatkan produksi IL-10. Tambahannya, ekpsresi IL-10 adalah lebih besar dalam benihan sel prekursor osteoklas tipe-alami (wild-type) yang terstimulasi-RANKL dari pada dalam benihan tikus-tikus defisien 4-1BB (420). Semua hasil ini mengartikan bahwa beberapa efek IL-10 pada osteoklas mungkin diperantarai melalui interaksi 4-1BB dengan 4-1bb ligand.

N. Interleukin-12
IL-12 adalah sitokin yang dihasilkan oleh myeloid dan tipe sel lainnya. Ia menginduksi diferensiasi TH1 dalam limfosit T dan ekspresi IFN-γ lanjutannya (421). IL-12 memiliki sebuah efek penghambatan pada osteoklastogenesis. Namun, mekanisme melalui mana efek ini terjadi in vitro adalah kontroversiil. Beberapa peneliti mengunjukkan terjadinya efek penghambatan langsung IL-12 pada osteoklastogenesis yang terstimulasi-RANKL dalam prekursor osteoklas primer dan dalam sel-sel RAW 264.7 (422). Efek ini diasosiasikan dengan penghambatan ekspresi NFATc1 dalam sel prekursor osteoklas. Menariknya, efek penghambatan IL-12 pada osteoklastogenesis tidak hadir dalam sel-sel yang di-praobati dengan RANKL (422). Sebaliknya, peneliti lainnya mendapatkan bahwa efek penghambatan IL-12 pada osteoklastogenesis adalah taklangsung. Sebuah kelompok mengunjukkan bahwa efek penghambatan IL-12 diperantarai oleh limfosit T dan tidak terlibat dalam produksi IFN-γ (423). Kelompok kedua membantah hasil ini dan mendapatkan bahwa penghambatan osteoklastogenesis oleh IL-12 dalam sel-sel dari benihan depleted limfosit T dan sel-sel dari tikus alami defisien-limfosit T (424). Peneliti yang disebut belakangan juga mengunjukkan bahwa antibodi terhadap IFN-γ mengeblok beberapa dari efek penghambatan IL-12 pada pembentukan osteoklas yang terstimulasi-RANKL.

O. Interleukin-15
IL-15, seperti IL-7, adalah anggota dari superfamili IL-2 dan berbagi banyak aktifitas dengan IL-2 termasuk kemampuan untuk merangsang limfosit. Telah diperlihatkan ia menguatkan jumlah sel progenitor osteoklas dalam benihan (425). Produksi IL-15 oleh limfosit T telah dikaitkan dengan meningkatnya osteoklastogenesis dan destruksi tulang yang terlihat dalam lesi-lesi tulang arthritis rheumatoid (426).

P. Interleukin-17 dan interleukin-23
IL-17 merupakan satu famili dari sitokin-sitokin yang berhubungan yang unik dan berisikan sedikitnya enam anggota (A-F) (427). IL-17E adalah juga disebut IL-25 (428). Semua sitokin ini merupakan sentral bagi perkembangan respon imun adaptif dan produk-produk dari se-subset limfosit T CD14 dengan satu profil ekspresi sitokin unik yang diberi nama TH17. Hal ini adalah sebaliknya dengan subsets pengekspresian-sitokin limfosit T yang telah lebih mapan, TH1 dan TH2.
IL-17A pada awalnya diidentifikasi sebagai sebuah stimulator osteoklastogenesis dalam benihan campuran sel-sel hematopoietik tikus dan osteoblas (429). Ia merangsang osteoklastogenesis melalui sintesis prostaglandin dan RANKL. Produksi IL-17A dalam arthritis rheumatoid nampak terlibat dalam produksi osteoklas teraktifasi dan pengrusakan tulang dalam sendi-sendi yang terkena (429-431). Efek IL-17 pada osteoklastogenesis dan penyerapan tulang diperkuat oleh TNFα, yang adalah juga diproduksi dalam sendi yang mengalami inflamasi pada pasien arthritis rheumatoid (432). Penghambatan IL-17A dalam sebuah model arthritis terinduksi-antigen, menghambat pengerusakan sendi dan tulang, yang merupakan penampakan khas, dan menurunkan produksi RANKL, IL-1β, dan TNFα di dalam lesi-lesi yang terlibat (433).
IL-23 merupakan sitokin terkait-IL-12 yang berkomposisikan satu subunit p40, yang berbagi dengan IL-12, dan satu subunit p19, yang unik (434). Adalah penting bagi diferensiasi subset TH17 dari limfosit T bersama-sama dengan TGFβ dan IL-6 (435). IL-23 kelihatannya paling penting untuk pengekspansian populasi limfosit T TH17. Ia adalah satu subset limfosit T yang memroduksi RANKL dan memiliki satu potensi osteoklastogenik yang tinggi yang dimediasi oleh produksi IL-17 mereka (436). Dengan menggunakan suatu model pengrusakan tulang inflamasi terinduksi-LPS, Sato dkk (436) menemukan penurunan kehilangan tulang yang jelas pada tikus yang defisien baik dalam IL-17 ataupun IL-23. Karenanya, baik produksi IL-23 maupun IL-17 adalah terlibat dalam kehilangan tulang pada model ini. Peneliti ini juga mengunjukkan ekspresi mRNA IL-23 dalam jaringan sinovial sendi-sendi yang terkena dari pasien dengan arthritis rheumatoid, yang menyarankan bahwa mekanisme yang sama adalah terlibat dalam kehilangan tulang yang terjadi dalam kondisi ini pada manusia.

Q. Interleukin-18
IL-18 adalah sama dengan IL-1 dalam hal strukturnya dan merupakan satu anggota dari superfamili IL-1 (437). IL-18 menyinergikan IL-12 untuk menginduksi produksi IFN-γ (438), dan levelnya adalah meningkat pada lokasi-lokasi inflamasi seperti misalnya arthritis rheumatoid (439). Ia diekspres oleh sel osteoblastik dan menghambat pembentukan osteoklas lewat sevarietas mekanisme. Mekanisme itu meliputi kemampuan menstimulasi GM-CSF (100), yang diproduksi oleh sel T dalam responnya dengan pengobatan IL-18 (440). Ia juga merangsang produksi IFN-γ in vivo dalam tulang (441), dan efek penghambatannya pada osteoklastogenesis dan resorpsi tulang diperkuat oleh cotreatment dengan IL-12 (442). Akhirnya, ia telah menunjukkan meningkatkan produksi OPG (443). Dalam tikus transgenik yang mengekspres berlebih IL-18, osteoklas menurun; walaupun, curiously, demikian juga dengan massa tulang. Semua hasil ini mengindikasikan bahwa mungkin terdapat juga efek IL-18 pada pertumbuhan tulang (441). Menariknya, IL-18 menunjukkan secara tak langsung menstimulasi osteoklastogenesis lewat efeknya pada limfosit T (444). IL-18 juga adalah sebuah mitogen bagi sel osteoblastik in vitro (445).

R. Interferon
IFN-γ adalah sebuah tipe II IFN dengan sevarietas luas aktifitas biologis. In vitro, IFN-γ memiliki aksi inhibitori pada resorpsi tulang (446, 447). Aksi ini kelihatannya bersifat langsung dan diperantarai oleh efeknya pada sel progenitor osteoklas. IFN-γ menghambat kemampuan 1,25 dihidroksivitamin D3, PTH, dan IL-1 untuk menstimulasi pembentukan OCL dalam benihan sumsum tulang manusia (448). IFN-γ juga menghambat pensinyalan RANK melalui percepatan degradasi TRAF6 lewat aktifasi sistim ubikuitin/proteasom (449); namun, ia tidaklah menghambat langsung resorpsi dalam osteoklas dewasa (450). IFN-γ juga dilaporkan memiliki efek stimulatori pada resorpsi melalui kemampuannya untuk merangsang RANKL dan produksi TNFα dalam limfosit T (451). Ia adalah satu penghambat proliferasi osteoblas (445, 452, 453) dan memiliki efek varibel pada diferensiasi osteoblas (452, 454, 455).
Efek IFN-γ pada tulang in vivo adalah variabel karena baik efek penghambatan maupun perangsangan telah dilaporkan. Pada tikus dengan arthritis terinduksi-kolagen, hilangnya reseptor IFN-γ mengawali meningkatnya destruksi tulang (456, 457). Hal yang sama, pada tikus kecil yang diinjeksikan dengan endotoksin bakterial di atas kalvaria mereka, hilangnya reseptor IFN-γ menimbulkan sebuah respon resorptif yang diperkuat (449).
Sebaliknya pada tikus besar, injeksi ip IFN-γ selama 8 hari menginduksi osteopenia (458). Pada pasien yang menderita osteopetrosis, karena mereka memroduksi osteoklas defektif, pemberian IFN-γ merangsang penyerapan tulang dan terlihat secara sebagiannya membalik penyakit. Efek yang disebut belakangan kemungkinannya diakibatkan oleh kemampuan IFN-γ untuk merangsang sintesis superoksid osteoklas (459, 460), pembentukan osteoklas in vivo (461), atau satu respon imun yang umum (462).
IFNs tipe I (IFN-α dan IFN-β) adalah secara tipikalnya dihasilkan dalam respon terhadap penginvasian patogen (463). Tikus kecil defisien reseptor IFN-α/β komponen IFNAR1 memiliki pengurangan dalam massa tulang trabekuler dan peningkatan dalam osteoklas (464). RANKL menginduksi IFN-β dalam osteoklas (464), dan IFN-β, sebaliknya, menghambat osteoklastogenesis terinduksi-RANKL melalui menurunkan ekspresi c-fos (464). IFN-α telah juga memperlihatkan penghambatan resorpsi tulang in vitro meski mekanisme aksinya tidaklah terstudikan baik sebagaimana halnya dengan IFN-γ dan –β (465). In vivo, IFN-α tidak memiliki efek pada bone turnover (466).

S. Sitokin tambahan
IL-4 dan IL-13 adalah anggota dari satu kelompok faktor yang bekerja secara lokal yang disebut “sitokin penghambatan”. Efek IL-4 dan IL-13 kelihatannya terkait dan muncul untuk mempengaruhi baik osteoblas maupun osteoklas. Tikus kecil transgenik yang mengekspres berlebih IL-4 memiliki fenotip osteoporosis (467). Efek ini mungkin sebagai hasil dari baik suatu penghambatan pembentukan dan aktifitas osteoklas (468, 469) maupun suatu penghambatan pembentukan tulang (470). IL-13 dan IL-4 menghambat resorpsi tulang terstimulasi-IL-1 melalui menurunkan produksi prostaglandin dan aktifitas siklooksigenase-2 (471). IL-4 dan IL-13 telah juga mengunjukkan menginduksi migrasi sel (khemotaksis) dalam sel osteoblas (472). IL-4 dan IL-13 mempengaruhi kemampuan osteoblas untuk mengatur pembentukan dan aktifitas osteoklas melalui kemampuan mereka meningkatkan OPG dan menghambat produksi RANKL (473, 474). Aksi penghambatan langsung IL-4 pada pendewasaan sel prekursor osteoklas menjadi osteoklas adalah lebih kuat dibandingkan dengan IL-13 dan melibatkan efeknya pada STAT6, NFκ-B, peroxisome proliferator-activated receptor γ1, pensinyalan MAPK, pensinyalan Ca2+, NFATc1, dan c-Fos (474-479).
Macrophage migration inhibitory factor (MIF) pada awalnya diidentifikasi sebagai sebuah aktifitas dalam medium terkondisi dari limfosit T teraktifasi yang menghambat aktifitas makrofag dalam pemeriksaan-pemeriksaan tabung kapiler (480). Sekali termurnikan dan di-klon (481), ia menjadi tersedia bagi studi-studi fungsional dan memperlihatkan memiliki sevarietas aktifitas. Sebagai tambahan terhadap limfosit T, ia diproduksi oleh sel-sel hipofise dan makrofag yang teraktifasi. Tikus kecil yang mengekspres berlebih MIF secara global dijumpai memiliki osteoporosis jenis high turnover (482). Sebaliknya, tikus kecil defisien-MIF gagal kehilangan tulang atau jumlah osteoblas atau osteoklas meningkat dalam tulang dengan ovariektomi (483). Karenanya, MIF muncul menjadi mediator lain dari efek-efek penarikan estrogen (estrogen withdrawal) dalam tulang. Estrogen meregulasi ke hilir pengekspresian MIF dalam makrofag teraktifasi (484), dan respon yang sama mungkin terjadi dalam tulang atau sumsum tulang guna memerantarai beberapa dari efek dari ovariektomi pada massa tulang. MIF dibuat oleh osteoblas (485), dan produksinya oleh sel-sel ini diregulasi-ke hulu oleh sevarietas faktor-faktor pertumbuhan termasuk TGF, FGF-2, IGF-II, dan fetal calf serum (486). In vitro, MIF meningkatkan ekspresi MMP9 dan MMP13 dalam osteoblas (487) dan menghambat osteoklastogenesis terstimulasi-RANKL (488).

VIII. Pengaturan Osteoblas oleh Sel Imun dan Sitokin
Sevarietas sitokin telah dikenal sebagai mengatur sel-sel osteoblastik. TNFα menghambat diferensiasi osteoblas (489-492). IL-1, TNFα, dan IFN-γ menghambat sintersis kolagen dalam osteoblas (452, 455, 493-495). IL-4 dan IL-13 menekan sintesis prostaglandin dalam tulang dan dilaporkan menjadi khemoatraktan bagi osteoblas (471, 472). IL-4 memperlihatkan bekerja sebagai sebuah perangsang langsung proliferasi dan penghambat diferensiasi dalam sebuah garis turunan sel osteoblastik (496). Hal yang sama, tikus kecil yang mengekspres berlebih IL-4 mempertunjukkan sebuah penurunan dalam pembentukan tulang dan menurunnya osteoblas terdiferensiasi pada permukaan tulang mereka (467). Peran dari sitokin dalam apoptosis osteoblas telah juga distudikan. TNFα adalah secara potensiil bersifat proapoptotik bagi osteoblas (497), yang kemungkinannya lewat penginduksian sistim Fas-FasL (498). Limfosit T teraktifasi juga memroduksi produk-produk yang mengarahkan diferensiasi BMSC manusia menuju suatu fenotip osteoblastik (499). B7-H3 adalah sebuah anggota superfamili Ig yang diekspres pada permukaan sel-sel penyajian-antigen. Belakangan, B7-H3 dijumpai diekspresikan pada osteoblas yang sedang berkembang, dan ekspresinya meningkat selama proses pendewasaan sel itu (500). Lebih lanjut, tikus kecil defisien-B7-H3 memiliki penurunan dalam densitas mineral tulang kortikal dibandingkan dengan kontrol littermate nya (500).

IX. Peran Osteoklas dalam Pengaturan Osteoblas
Sudah umum dipercaya bahwa, sebagai tambahan dari fungsi bonafid nya sebagai mediator resorpsi tulang, osteoklas dapat mempengaruhi diferensiasi dan fungsi osteoblas lewat sebuah proses disebut “coupling” (501-504). Dipostulasikan bahwa, selama proses remodeling tulang dewasa, pembentukan tulang terjadi melalui proses pemasangan (coupling) dalam tanggapannya terhadap resorpsi tulang. Kegagalan dalam pemasangan tersebut disarankan sebagai penyebab ketidakseimbangan remodeling tulang, menghasilkan osteopetrosis atau osteoporosis (502, 503). Dalam menyokong hipotesis pemasangan ini, sevarietas model tikus kecil osteopetrotik dengan pembentukan atau fungsi osteoklas defektif mengunjukkan menurunnya pembentukan tulang. Sebagai contoh, tikus kecil defisien-c-Fos dan RANKL, yang berkekurangan osteoklas, juga memiliki penurunan pembentukan tulang meski tikus-tikus ini tidak diketahui adanya defek intrinsik-osteoblas (175, 213). Sebagai tambahan terhadap tikus-tikus yang berubah secara genetik ini, percobaan klinis juga menyokong konsep pemasangan. Manusia yang diterapi dengan bifosfonat untuk menghambat resorpsi tulang dalam kombinasinya dengan injeksi PTH setiap hari, yang massa tulangnya meningkat, memiliki sebuah pengurangan respon anabolik terhadap PTH dibandingkan dengan pasien yang diberikan PTH setiap hari tanpa bifosfonat (505). Satu interpretasi atas data ini adalah bahwa, rejimen anabolik PTH membutuhkan osteoklas (dan berbagai faktor pemasangan yang diproduksinya) untuk meningkatkan pembentukan tulang. Tidak seluruh tikus osteopetrotik mengunjukkan perubahan dalam proses pembentukan tulang. Sebagai contoh, blokade chloride channel-7 mencegah penyerapan tulang pada tikus-tikus besar yang diovariektomisasi, di mana proses pembentukan tulang dalam model binatang pengerat ini tidak berubah (506). Sebagai tambahannya, tikus kecil yang berkekurangan c-Src juga memperlihatkan osteopetrosis dengan meningkatnya pembentukan tulang (507, 508). Namun, interpretasi model ini adalah lebih menjelimet karena c-Src juga memiliki perananan dalam osteoblas dan ketidakhadirannya menyebabkan meningkatnya diferensiasi osteoblas in vitro (509).
Banyak dari studi korelatif yang menyokong tentang pentingnya pemasangan sebelum ini telah secara ekstensif ditinjauulang (503, 504). Namun, yang kita ketahui adalah tidak terdapat bukti langsung yang menyokong hipotesis bahwa osteoklas per se memicu penguatan pembentukan tulang selama remodeling. Dus, tulisan ini lebih berkeinginan untuk mendiskusikan beberapa isu penting yang membutuhkan untuk diklarifikasi guna memvalidasi pemahaman kita tentang pemasangan. Sebagai contoh, adalah penting untuk mengklarifikasi secara genetik apakah pemasangan adalah memang membutuhkan penyerapan tulang oleh osteoklas dewasa dan, karenanya, pelepasan byproducts dari matriks tulang (502, 503). Meskipun hal ini tak dapat diabaikan secara bersama-sama, adalah memungkinkan bahwa, pemasangan hanyalah memerlukan kehadiran osteoklas dewasa karena produk gen terkode mereka adalah mencukupi untuk melangsungkan misi pemasangan.
Tidak diketahui apakah proses pemasangan memerlukan kontak di antara osteoklas dan osteoblas. Banyak faktor yang dapat larut (mis. IGF-I) terimplikasi dalam proses pemasangan (502, 503), tapi hipotesis ini masih membutuhkan konfirmasi genetik. Sebagaimana disampaikan di atas, sebuah faktor terkait-membran (EphrinB2), yang diproduksi oleh sel-sel garis turunan-osteoklas dari aksi resorptif mereka, telah disarankan sebagai mempengaruhi pembentukan tulang oleh osteoklas (105). Namun, pertanyaan yang masih tersisa adalah, apakah sel-sel garis turunan-osteoklas dewasa yang mengekspres-EphrinB2 merupakan sel yang memerantarai pemasangan pembentukan tulang dengan resorpsi, karena perekrutan sel-sel pembentukan-tulang terjadi setelah resorpsi disempurnakan. Mengingat hal ini, adalah penting untuk pertama-tama menentukan, secara molekuler, status diferensiasi dari osteoklas dan osteoblas yang teridentifikasi secara tentatif dalam proses pemasangan. Sebagai contoh, seseorang mungkin harus mendefiniskan pada status diferensiasi apa sel-sel garis turunan osteoblas yang secara potensiil berinteraksi dengan osteoklas. Apakah mereka merupakan sel-sel yang menghasilkan-matriks tulang ataukah sel-sel mengekspres RANKL? Sebaliknya, perlu untuk menentukan apakah osteoklas yang terlibat dalam proses pemasangan merupakan sel-sel multiinti penyerapan-tulang ataukah sel-sel garis turunan osteoklas yang berkomitmen tapi tidak perlu terdiferensiasi secara penuh. Data terkini memperlihatkan bahwa meningkatnya jumlah osteoklas mononuklear yang termutasi-gen dapat menginduksi meningkatnya pembentukan tulang in vivo (510). Hasil ini menyarankan bahwa bahkan sel-sel garis turunan osteoklas mononuklear dapat secara potensiil berinteraksi dengan sel-sel garis turunan osteoblas untuk mengatur proses pemasangan.
Kesimpulannya, hipotesis proses pemasangan adalah masih memerlukan verifikasi lebih lanjut karena ia begitu pentingnya baik secara fisiologi maupun secara klinis guna mengidentifikasi faktor (faktor-faktor) yang terlibat dalam fenomena ini dan, yang lebih penting, untuk memperlihatkan apakah osteoklas memangnyalah mempengaruhi pembentukan tulang selama proses remodeling tulang.

X. Peran Sistim Imun dalam Penyakit Tulang: Lahirnya Osteoimunologi
Produksi sitokin proinflamatori oleh sel-sel imun dan penginduksian pembentukan dan penyerapan tulang bermnediasikan-RANKL sebagai kelanjutannya telah dikait-kaitkan dengan berbagai penyakit manusia. Mungkin studi yang paling ekstensif dalam hal ini adalah tentang peran sitokin dalam perkembangan lesi osteolitik yang teramati dalam arthritis rheumatoid dan penyakit sendi inflamatori lainnya (Gambar 3).


Gambar 3
Pengaturan osteoklastogenesis dalam inflamasi. Dalam keadaan inflamatori seperti misalnya arthritis inflamatori, produksi lokal sitokin-sitokin proinflamatori (IL-1, IL-6, dan TNF) juga RANKL oleh jaringan terinflamasi seperti misalnya sinovium mengawali untuk perangsangan osteoklastogenesis dan destruksi tulang. Tambahannya, limfosit T TH17 penghasil-IL-17 merangsang produksi lokal RANKL oleh jaringan terinflamasi dan menghasilkan RANKL itu sendiri, yang mana menguatkan destruksi resorptif tulang pada lokasi dekat-dekat dengan inflamasi.

Ekspresi RANKL pada limfosit T diinduksi atas terisinya reseptor sel T dan bergantung pada mobilisasi Ca+2 (208, 511). Percobaan yang dilakukan pada masa-masa awal mengunjukkan bahwa limfosit T teraktifasi, atau bahkan supernatan dari benihan limfosit T teraktifasi, mampu menyokong osteoklastogenesis in vitro (512). Selanjutnya, teramati bahwa tikus kecil berkekurangan CTLA4 (ctla4−/−), pada mana limfosit T adalah secara sistemik teraktifasi, mempertunjukkan sebuah fenotip osteoporotik yang berasosiasi dengan peningkatan jumlah osteoklas. Transfer limfosit T ctla4 −/− ke dalam tikus kecil rag2−/−, yang berkekurangan limfosit, mengawali timbulnya penurunan densitas tulang over time, yang dapat dicegah melalui pemberian terapi OPG. Temuan ini mengindikasikan bahwa sel-sel T teraktifasi dapat memutus homeostasis tulang dengan memodulasi ekspresi RANKL (512), meski tidaklah jelas apakah RANKL berasal-sel T per se adalah bertanggung jawab bagi metabolisme tulang menyimpang dalam model ini. Dalam sebuah studi komplementer, pengekspresian berlebih RANKL transgenik yang dibatasi hanya kepada limfosit T atau T/B adalah cukup secara sebagian untuk mengoreksi fenotip osteopetrotik yang teramati dalam tikus kecil defisien-RANKL (213). Bersama-sama semua data ini secara definitif memperlihatkan kemampuan limfosit untuk mengatur homeostasis tulang in vivo lewat pengekspresian RANKL, dan mengkonfirmasi kesalingpengaruhan bonafid di antara sistim imun adaptif dengan metabolisme tulang.
Pada arthritis manusia, inflamasi sendi sinovial adalah disertai oleh kerusakan tulang dan kartilago. Berbagai model khewan telah termapankan bagi keperluan studi arthritis, dan peran RANKL dalam patogenesis mereka telah diselidiki. Mengobati arthritis terinduksi-ajuvan dalam tikus besar Lewis dengan OPG tidaklah menimbulkan efek nyata pada inflamasi namun ia mencegah kehilangan tulang dan destruksi kartilago (512). Semua eksperimen ini tidak dapat menjelaskan apakah preservasi kartilago merupakan satu keuntungan tak langsung penghambatan erosi tulang ataukah merupakan akibat dari mekanisme yang bebas. Sebuah studi lanjutan mengunjukkan bahwa kehilangan tulang dan destruksi kartilago adalah berlangsung secara bebas dalam sebuah model arthritis yang diinduksi oleh transfer serum dari tikus transgenik K/BxN, di mana aktifitas sel T tidak diperlukan bagi onset penyakit ini (513). Ketika serum K/BxN ditransfer ke dalam tikus kecil defisien-RANKL, inflamasi dan destruksi kartilago adalah sebanding dengan semua resepien kontrol, namun erosi tulang sangatlah berkurang (513). Semua temuan ini menguatkan kembali penekanan bahwa RANKL per se memerantarai induksi destruksi tulang oleh osteoklas dalam model khewan arthritis otoimun. Pemeriksaan konstituen seluler cairan sinovial, yang dikumpulkan dari pasien arthritis manusia, memperlihatkan bahwa semua limfosit T lokal mengekspres RANKL, memapankan relevansi klinis dari koneksi di antara arthritis dengan RANKL yang didapat dari proses secara imunologis (512). Baru-baru ini, telah diunjukkan bahwa RANKL, dalam kombinasinya dengan M-CSF, dapat menginduksi transdiferensiasi sel dendritik tak dewasa menuju garis turunan osteoklas dan bahwa proses ini secara bermakna diperkuat oleh cairan sinovial arthritis rheumatoid, secara potensiil mengindentifikasi mekanisme lain bagi destruksi tulang yang terkait-penyakit (27).
Periodontitis, yang diinduksi oleh infeksi dengan berjenis bakteria subginggiva, merupakan satu penyebab hilangnya gigi dan adalah dikaitkan dengan peningkatan risiko bagi gagal jantung dan stroke (514, 515). Untuk memeriksa etiologi penyakit ini, lekosit darah perifer dari pasien dengan periodontitis juvenil terlokalisir ditransfer ke dalam tikus rag2−/−, yang kemudian secara oral diinokulasikan dengan bakteri Gram-negative Actinobacillus actinomycetemcomitans (515). Periodontitis juvenil terlokalisir direkapitulasi dalam khewan resepien dan disertai oleh akumulasi osteoklas pada soket-soket alveolar (515). Diunjukkan bahwa pengobatan dengan OPG menghambat infiltrasi osteoklas dan kerusakan tulang (515). Stimulasi in vitro limfosit darah perifer memperlihatkan bahwa RANKL diinduksi pada limfosit T CD4+ yang diaktifasikan dengan antigen A. actinomycetemcomitans dan penyakit ini dihentikan ketika sel-sel yang sama secara spesifik dideplesikan dari tikus resepien (515). Studi ini mengunjukkan kepentingan limfosit T CD4+ dalam patogenesis periodontitis, khususnya kaitannya dengan destruksi tulang terkait-penyakit.
Kehilangan tulang telah lama diketahui sebagai satu komplikasi ekstraintestinal dari gangguan pencernaan inflamatori, seperti penyakit dari Crohn dan colitis ulseratif (516). Sebuah studi baru-baru ini mendapatkan pasien dengan penyakit-penyakit ini memiliki peningkatan level serum OPG, yang didapatkan dari lokasi inflamasi, dan secara terbalik berhubungan dengan tingkat parahnya kehilangan tulang (517), di mana studi lainnya mendapatkan bahwa pasien-pasien dengan penyakit dari Crohn memiliki peningkatan level baik OPG maupun RANKL yang dapat larut (518). Pemahaman mekanistik mendalam ke dalam keterkaitan ini disediakan oleh sebuah studi yang mengunjukkan bahwa pengobatan OPG tikus kecil penderita kolitis ulseratif yang terinduksi-defisiensi IL-2 menimbulkan tak hanya menurunnya osteopenia, namun juga mitigasi kolitis akibat dari menurunnya ketahanan hidup sel dendritik kolonik (519).
Sebagai tambahan terhadap arthritis, penyakit periodontal, dan gangguan saluran cerna inflamatori, kehilangan tulang patologis teramati juga pada pasien-pasien yang menderita penyakit otoimun lainnya (dibetes mellitus dan lupus erithematosus), infeksio virus khronik (HIV), penyakit alergi (asthma), dan kanker paru dan payudara metastatik (520-522). Sumbangan yang diberikan faktor osteoimunologi bagi patogenesis sepantasnya memerlukan penyelidikan lebih lanjut dan mungkin menyediakan pilihan teraputik viabel untuk menghilangkan skuele rasa nyeri terkait dengan sevarietas kondisi itu.
Meski otoimunitas adalah, dalam beberapa kasusnya, diasosiasikan dengan kehilangan tulang, tentu saja tidak seluruh respon sel T memiliki sebuah hasil luaran yang merusak seperti itu. Sel T juga menyekresi sitokin, seperti IFN-γ, IL-4, dan TGFβ, yang telah memperlihatkan menghambat efek proosteoklastogenik dari RANKL (520, 521, 523). Khususnya, peranan sitokin TH1, IFN-γ, terlihat menjadi penting dalam pencegahan osteoklastogenesis bermediasi-limfosit T (449). TGFβ ditandai sebagai sebuah sitokin osteotropik maupun sebagai sitokin imunosupresif. Walaupun gudang penyimpanan terbesar dari TGFβ laten adalah dalam tulang, peranannya dalam pembentukan osteoklas adalah kompleks dan tidak cukup difahami (168). TGFβ memodulasi-ke hilir ekspresi RANKL dalam osteoblas, sehingga secara negatif mendampak kemampuannya dalam memerantarai osteoklastogenesis dalam benihan (524). Namun, TGFβ telah juga memperlihatkan mempotensiasi ekspresi RANKL dalam limfosit T teraktifasi (208) dan menguatkan osteoklastogenesis dalam benihan yang ditambahkan dengan RANKL yang dapat larut (524). Studi tambahan akan dibutuhkan untuk menentukan apakah TGFβ mempergunakan mekanisme pengaturan multipel, dan bila ya, tujuan berbeda apakah yang mungkin mereka layani. Bila kebanyakan dari sitokin yang dihasilkan oleh sel T teraktifasi adalah antiosteoklastogenik, pertanyaannya menjadi, bagaimanakah sel T menginduksi kehilangan tulang dengan mengaktifasi osteoklas dalam, sebagai contoh, sendi-sendi inflamatori. Jawabannya baru-baru ini disediakan oleh ditemukannya sel TH17 (Gambar 3), yang menghasilkan IL-17 dan telah memperlihatkan sebagai mediator penting dari banyak penyakit otoimun inflamatori seperti misalnya sklerosis multipel atau arthritis rheumatoid (525). Sel-sel TH17 tidaklah menghasilkan sejumlah besar IFN-γ atau IL-4 yang antiosteoklastogenik, sebaliknya mereka menghasilkan IL-17 (525). Data baru-baru ini memperlihatkan bahwa IL-17 yang dihasilkan oleh sel-sel TH17 dapat menginduksi monosit untuk menjadi osteoklas lewat RANKL. Tambahannya, IL-17 selanjutnya dapat meningkatkan level RANKL dalam sel stromal, sehingga menguatkan osteoklastogenesis secara keseluruhan dalam sendi patogenik (436). Mengingat variasi dari berbagai sitokin berasosiasi-limfosit T dengan fungsi osteotropik, adalah juga menjadi berguna untuk memperjelas korelasi di antara polarisasi sitokinTH1/TH2/TH17 dan setiap keadaan destruksi tulang osteoimunologis.

XI. Peran Sel Imun dalam Kehilangan Tulang Terinduksi-Penarikan (Withdrawal) Estrogen
Penarikan estrogen yang terjadi setelah menopaus adalah dikaitkan dengan suatu peningkatan yang cepat dan berlangsung lama dalam angka pada mana tulang menghilang. Fenomena ini kelihatannya sebagai hasil dari meningkatnya penyerapan tulang yang tidak diimbangi dengan peningkatan ekivalen dalam pembentukan tulang. Produksi sitokin adalah mungkin terlibat, karena dalam tikus kecil yang defisien dalam reseptor bagi IL-1 (526), TNFα (527), dan IL-6 (528), penarikan estrogen yang diinduksi ovariektomi tidak menyebabkan kehilangan tulang. Produksi IL-1 (529), reseptor IL-1 (530), TNFα (531), M-CSF (532), IL-6, dan reseptor IL-6 (533-555) diatur oleh estrogen dalam sel-sel tulang atau sel-sel hematopoietik, yang mungkin menghubungkan sitokin dengan kehilangan tulang terinduksi-penarikan estrogen. Produksi IL-17 telah juga dihubungkan dengan kehilangan tulang yang terjadi dengan defisiensi estrogen (359). Namun, hasil ini adalah kontroversiil karena kehilangan tulang trabekuler setelah ovariektomi ditemukan berkeadaan sama seperti dalam tikus kecil defisien-IL-17 dari tipe-alam/liar (364). Berbagai tanggapan dari sel-sel prekursor osteoklas terhadap RANKL dihambat oleh estrogen, dan efek ini diperantarai, sebagiannya, oleh sebuah pengaturan ke hilir dari aktifasi JNK dalam sel-sel ini (536, 537).
Sel T juga telah diusulkan mempengaruhi kehilangan tulang cepat yang terjadi setelah defisiensi estrogen akut. Tanggapan ini dipostulasikan diperantarai oleh menguatnya produksi TNFα (528, 538). Dalam sebuah seri percobaan yang melibatkan kehilangan tulang terinduksi-ovariektomi (OVX) pada tikus kecil, yakni sebuah model khewan untuk penyakit tulang menopaus, dilaporkan bahwa tikus polos (nude mice), yang berkekurangan limfosit T, tidak kehilangan massa tulang setelah OVX. Hasil ini menyarankan bahwa sel T adalah penting bagi respon ini (528, 538). Namun, hipotesis ini adalah kontroversiil karena percobaan yang sama yang menggunakan tikus besar polos (539) dan tikus kecil defisien RAG-2 atau TCR-α (yang kesemuanya berkekurangan limfosit T fungsional) mengunjukkan bahwa kehilangan tulang trabekuler terinduksi –OVX dalam model ini adalah ekivalen dengan apa yang nampak dalam tikus kecil tipe-liar (540). Hal yang merangsang untuk diungkap adalah, hilangnya tulang kortikal dengan OVX adalah berbeda di antara model defisien-sel T dengan model tipe-liar dan bergantung pada tulang yang diperiksa (540). Hasil ini menyarankan bahwa mungkin terdapat efek kompartmental dan spesifik-tulang dari deplesi sel T pada kehilangan tulang terinduksi-OVX. Percobaan tambahan akan diperlukan untuk menentukan bagaimana sel T dilibatkan dalam respon ini di dalam tulang. Semua studi ini akan mungkin memerlukan model tikus kecil mutan yang defisien dalam molekul-molekul imunoregulatori spesifik untuk secara mekanistik memeriksa berbagai penyebab dari kehilangan tulang terinduksi-OVX.
Populasi limfosit B dari sumsum tulang murine yang dimurnikan sebagian dilaporkan membentuk osteoklas in vitro ketika mereka diterapi dengan M-CSF dan RANKL (44, 46, 48, 541). Tambahannya, produksi aktifitas osteoklastogenik dalam populasi ini meningkat setelah ovariektomi. Namun, ketika diisolasikan hingga tingkat kemurnian tinggi, limfosit B murni gagal berdiferensiasi menjadi osteoklas in vitro (24). Semua hasil ini mengunjukkan bahwa potensial osteoklastogenik populasi limfosit B dalam sumsum tulang murine adalah bergantung pada sel-sel yang mengkontaminasi. Yang paling terkini, telah ditemukan bahwa kehilangan tulang trabekuler setelah ovariektomi adalah bergambaran sama dalam tikus kecil tipe-liar dengan tikus kecil yang defisien dalam sebagian besar limfosit B mereka (364, 540, 542).

XII. Modulasi imunitas oleh Aksis RANKL-RANK-OPG
Kebermaknaan pensinyalan RANKL-RANK-OPG dalam pengaturan sistim imun terus bermunculan. Berbagai studi awal dari tikus kecil defisien-RANKL dan –RANK mengunjukkan kepentingan semua sinyal ini bagi perkembangan organ limfoid sekunder karena khewan-khewan ini mempertunjukkan satu kondisi berkekurangan kelenjar limfe perifer dan ketidaknormalan dalam pembentukan folikel sel B dan integritas zona marginal lien (171, 199). Namun, tulisan ini akan memusatkan pada peranan yang RANKL-RANK mainkan dalam pembentukan respon imun pada sistim imun dewasa.
Saat ini, terbanyak data yang dilaporkan mengindikasikan bahwa RANKL memodulasi imunitas lewat sel dendritik. Sel dendritik merupakan sel penyaji-antigen profesional yang paling poten dan dibutuhkan untuk menginisiasi imunitas bermediasikan sel-T in vivo (543). Sel dendritik berdiferensiasi dari garis turunan sel progenitor monosit/makrofag hematopoietik dan, sebagai saudara dekat osteoklas, dapat dibangkitkan in vitro melalui pemberian terapi GM-CSF ke pada satu sel prekursor umum. Pemberian terapi yang seperti itu telah memperlihatkan menekan c-Fos dan Fra-1 (26, 544), yang mana mereka adalah faktor transkripsi bagi diferensiasi osteoklas. Semua hasil ini menekankan bahwa terdapat sebuah mekanisme keberbedaan perkembangan di antara kedua tipe sel ini. Atas penerimaan rangsangan inflamatori atau pengaktifasian, sel dendritik berkumpul menuju area sel T dari kelenjar limfe untuk mengaktifasi sel-sel T yang spesifik antigen. Aktifasi produktif mengandalkan pada sejumlah faktor yang spesifik-sel dendritik, meliputi perubahan repertoire reseptor khemokin, pengaturan-ke hulu molekul-molekul kostimulatori, dan produksi sitokin. Semua modifikasi ini diinduksi oleh stimulasi inflamatori eksogen, juga sinyal yang ditransmisikan oleh anggota keluarga TNF, TNFα dan CD40L.
Pensinyalan RANKL telah juga berimplikasi dalam fungsi sel dendritik, khususnya menyangkut pengaturan ketahanan hidup sel dendritik. Sel dendritik yang teraktifasi merupakan sel-sel usia pendek secara relatif, dengan waktu paruh serendah 1 – 2 hari dari saat kedatangannya dalam kelenjar limfe (545), sekalipun demikian, studi-studi imejing in situ menyarankan bahwa sel-sel dendritik individual yang berkumpul dapat bertahan hingga 37 jam atau lebih (546-548). Ketahanan hidup sel dendritik yang diperpanjang oleh RANKL dihubungkan dengan pengaturan-ke hulu dari protein antiapoptotic Bcl-xL (549), lewat sebuah jalur yang memerlukan komponen NF-κB p50 dan c-Rel (550). Pemberian terapi sel denritik dengan RANKL juga mengaktifasi the antiapoptotic serine/threonine kinase, Akt/PKB, melalui rekrutmen PI3K oleh TRAF6 dan Cbl-b ke RANK, dalam sebuah mekanisme yang bergantung pada aktifitas kinase c-Src (201, 551). Ketahanan hidup sel dendritik yang diperpanjang oleh RANKL memiliki relevansi in vivo karena pra-terapi peptide-pulsed dendritic cells dengan RANKL sebelum injeksi subkutan ke dalam tikus kecil resepien menghasilkan peningkatan secara bermakna persistensi sel dendritik dalam kelenjar limfe drainase dan menguatkan produksi sitokin Th-1 dan pembentukan memori sel T (552). Vektor sel dendritik yang cenderung untuk digunakan dalam imunoterapi telah memperlihatkan untuk dapat tetap bertahan lebih lama ketika dipraterapi dengan RANKL (553), dan penegakan (enforced) pensinyalan otokrin RANKL-RANK, namun bukan pensinyalan CD40-L-CD40, pada sel-sel dendritik telah memperlihatkan untuk menguatkan imunitas anti tumor (554). Sel-sel dendritik Opg−/− mempotensiasi in vitro berbagai reaksi liimfosit campuran, kecuali CD86, MHCII, dan level penyajian antigen identik dengan synegeic opg+/− dendritic cells (555).
Blokade pensinyalan RANKL in vivo menimbulkan sedikit berkurangnya respon sel T CD4+ terhadap infeksi virus khoriomeningitis limfositik, walaupun respon ini sangat berat dihambat dalam ketiadaan pensinyalan CD40 (556). Semua percobaan ini menekankan diperlukannya pensinyalan anggota keluarga TNF dalam membangkitkan imunitas antiviral, juga derajat hingga seberapa besar fungsi-fungsi berbagai interaksi RANK-RANKL dan CD40-CD40L bertumpang tindih. Namun, pensinyalan fisiologikal lewat RANK adalah lebih terbatas dalam scope nya dibandingkan dengan CD40, dalam hal pengobatan sel-sel dendritik imatur dengan RANKL tak dapat menginisiasi aktifasi, dan pensinyalan RANKL tidak me-compliment defek cd40−/− dalam pembentukan germinal center dan maturasi afinitas sel B (549, 555). Hubungan yang salah ini mungkin tidak dapat dijelaskan melalui perbedaan pensinyalan intrinsik karena RANK dan CD40 mengaktifasi set kaskade pensinyalan yang sama, alih-alih penjelasan melalui pola dan kinetik pengekspresian diferensiil. Sebagai contoh, pada sel T, CD40L diekspresi dengan secara cepat dan transien dan dibatasi hanya ke pada subset sel T CD4+ (557). Sebaliknya, RANKL diekspresi di kedua sel-sel T CD4+ dan CD8+ (552) dan berkemampuan pengikatan reseptor fungsionalnya (RANK) maupun reseptor pemancingnya (OPG). Interaksi ini juga mungkin menyukseskan pensinyalan CD40-CD40L karena CD40L merupakan sebuah penginduksi kunci ekspresi RANK dan OPG oleh sel dendritik (181). Peran fisiologikal pensinyalan CD40-CD40L vs RANK-RANKL dalam fungsi sel dendritik mungkin, dengan demikian, bergantung pada fase respon imun. Pensinyalan CD40-CD40L mungkin lebih menonjol selama fase inisiasi dan fase efektor, ketika banyak komponen seluler sistim imun dengan kuat diaktifasi. Sebaliknya, pensinyalan RANK-RANKL mungkin lebih penting selama waning phases, untuk meyakinkan bahwa pembentukan memori T telah termapankan, dan untuk wind down interaksi sel dendritik-T, yang kemungkinannya lewat gangguan oleh OPG pada pensinyalan RANKL. Fenotip tikus kecil defisien-RANKL dan –RANK yang parah jadinya sejauh ini tidak pernah diperkenankan mengikuti pemeriksaan lengkap tentang peran RANKL dalam pembentukan memori sel T.
Fakta juga menyarankan bahwa RANKL mungkin penting bagi ketahanan hidup sel-sel dendritik interstisiil yang disertakan dalam penyelidikan antigen selama periode interim yang memisahkan respon-respon imun. Sel dendritik imatur CD34+ manusia mempertunjukkan mengekspres baik RANK maupun RANKL dan dengan demikian berkemampuan menyediakan sebuah sinyal ketahanan hidup otokrin. Pendewasaan periferal dari sel dendritik ini mengawali ke pada sebuah pengaturan-ke hilir RANKL, menyarankan satu prasyarat bagi sebuah sumber bebas RANKL dalam memvalidasi aktifasi sel dendritik (558).
RANKL mungkin juga terlibat di dalam penginduksian toleransi secara aktif. Pensinyalan RANKL telah secara langsung berimplikasi dalam penginduksian toleransi oral dalam tikus kecil. Memberikan makan ovalbumin dosis–rendah ke pada tikus kecil bersama-sama dengan pengobatan RANKL intravena menghasilkan produksi sel T yang refrakter terhadap adanya tantangan kembali antigen dan berkaitan dengan produksi sitokin IL-10 in vitro oleh sel dendritik mukosa (559). Studi yang lainnya mengunjukkan bahwa pensinyalan berperantaraan-RANKL adalah diperlukan untuk mencegah onset penyakit otoimun dalam sebuah model tikus diabetes yang dapat diinduksikan dengan TNFα dan mengunjukkan pula bahwa blokade interaksi RANKL-RANK adalah sejalan dengan pengurangan limfosit regulatori CD4+CD25+, yang diperlukan untuk mencegah destruksi islet cells berperantaraan-limfosit T sitotoksik (560). Dalam sebuah studi baru-baru ini tentang toleransi alograf jantung murine, pensinyalan RANKL-RANK memperlihatkan pentingnya ia bagi pembangkitan sel-sel T regulatori lewat pemberian aloantigen intratrakheal (561). Namun, masih tetap belum jelas apakah RANKL secara langsung memicu penekanan limfosit T ataukah, alternatifnya, bekerja lewat intermedieri sel dendritik. RANKL telah juga memperlihatkan menjadi terinduksi lebih sering di antara molekul-molekul kostimulatori kunci pada sel T teraktifasi oleh sel-sel dendritik tolerogenik (562). Sebagai tambahan terhadap aksi sistemik RANKL, sebuah laporan baru-baru ini menyarankan sebuah peran potensiil dari interaksi RANKL-RANK dalam imunosupresi terinduksi-UV dalam kulit. Dalam studi itu, Loser dkk memperlihatkan bahwa keratinosit teraktifasi-UV, melalui pengekspresian RANKL, mengaktifasi sel-sel Langerhans nearby, yang mana sebaliknya cenderung lebih mengekspansikan sel-sel T regulatori (563). Tambahannya terhadap pemodulasian toleransi sel T lewat sel-sel dendritik, RANKL mungkin memerantarai aksinya selama seleksi thimik. Walaupun studi sebelumnya yang lebih awal yang menggunakan tikus kecil RANKL or RANK null tidaklah mengungkapkan defek bermakna apapun dalam perkembangan thimosit, namun demikian berbagai studi belakangan mengindikasikan bahwa interaksi RANKL-RANK dan molekul pensinyalannya TRAF6 adalah diperlukan bagi perkembangan autoimmune regulator (AIRE)-expressing medullary thymic epithelial cells (564, 565). AIRE-expressing medullary thymic epithelial cells memainkan sebuah peran penting dalam pencegahan penyakit otoimun melalui pengekspresian antigen yang terbatas-jaringan (tissue-restricted antigens) dan sehingga menghilangkan thimosit self-reactive yang potensiil selama perkembangan kehidupan (566-568). Apakah interaksi RANKL-RANK adalah secara kontinyu dibutuhkan bagi mempertahankan AIRE-positive thymic epithelial cells sepanjang kehidupan dewasa, merupakan sebuah pertanyaan penting karena gangguan terhadap jalur ini dapat membatasi penggunaan teraputik anti-RANKL blockers untuk mengobati berjenis penyakit tulang khronik seperti osteoporosis. Studi lebih lanjutnya adalah diperlukan untuk menghasilkan pemahaman molekuler yang lebih dalam yang mengarah kepada pembangkitan dan mempertahankan toleransi limfosit T yang sangat membutuhkan interaksi RANKL-RANK.
Studi di masa datang akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam lagi menuju kepada bagaimana aksis RANKL mengontrol berbagai respon imun selama homeostasis, infeksi, atau berbagai tantangan inflamatori. Hasil luaran berbagai studi ini nantinya akan memiliki sebuah dampak major pada fisibilitas dari penggunaan terapi anti-RANKL untuk mengobati penyakit khronik tulang seperti osteoporosis.

XIII. Toll-Like Receptors, Inflamasi, dan Osteoimunologi
Toll-like receptors (TLRs) merupakan satu anggota dari keluarga reseptor lama/kuno yang berbagi homologi dengan IL-1R dan merupakan aktifator penting dari respon imun bawaan (569). Mereka paling banyak diekspres pada sel-sel penyajian-antigen seperti sel dendritik, makrofag, dan sel B, namun beberapa anggotanya diekspres pada sebuah rentangan beraneka jaringan. Ligasi semua reseptor ini oleh molekul mikrobial yang terkonservasi atau oleh faktor-faktor “berbahaya” endogen menimbulkan peregulasian-ke hulu molekul-molekul ko-stimulatori dan elaborasi sitokin inflamatori di dalam persiapan bagi sebuah respon imun adaptif. Pensinyalan TLR diperantarai oleh adapter-adapter MyD88, TRAF6, dan TRIF, yang mana mengaktifasi berbagai jalur pensinyalan ber-arus-ke hilir (downstream), meliputi inhibitory κB kinase-NF-κB, MAPK, dan IFN regulatory factor-1 (569).
Karena makrofag dan sel dendritik berbagi sebuah progenitor umum dengan osteoklas, tidak mengherankan bahwa ekspresi TLR adalah juga terdeteksi pada sel-sel tulang (74, 570, 571). Pensinyalan langsung dari berbagai jenis TLRs (termasuk TLR4) pada prekursor osteoklas menghambat osteoklastogenesis bermediasikan-RANKL (74). Data yang memperlihatkan bahwa produk-produk mikrobial menghambat diferensiasi osteoklas lewat TLRs adalah berlawanan secara intuitif karena infeksi bakterial dapat menyebabkan berbagai penyakit tulang inflamatori seperti misalnya periodontitis, osteomyelitis, dan arthritis bakterial (572). Densitas mineral tulang berkurang pada penyakit-penyakit seperti itu karena terjadi penyerapan tulang yang eksesif oleh osteoklas. Tambahannya, LPS telah disarankan menjadi sebuah stimulator kehilangan tulang yang poten karena menyebabkan meningkatnya jumlah osteoklas dalam tikus kecil. Terlebih lagi, aktifasi TLR dapat menguatkan diferensiasi osteoklas bermediasikan-osteoblas melalui penginduksian RANKL dan TNFα pada osteoblas (570, 571, 573). Data terbaru menyarankan bahwa TLR menghambat diferensiasi osteoklas yang terinduksi-RANKL yang sebagiannya karena penginduksian ekspresi IFNs tipe I. Monosit defisien-reseptor IFN-β tahan terhadap penekanan bermediasikan-RANKL selama diferensisasi osteoklas terinduksi-RANKL. Sebuah mekanisme pengaturan umpan balik negatif lewat IFN tipe I sebelumnya telah dijelaskan (464). Aktifasi gen fos oleh RANKL mengawali kepada pengaturan-ke hulu IFN-β, yang mana ini memerantarai sebuah mekanisme umpan balik yang mengeblok aktifitas bergantung-c-Fos lebih lanjut (464). Seperti halnya diperlihatkan bahwa tikus kecil defisien untuk reseptor IFN-α/β (IFNAR1) akan menderita akibat dari sebuah fenotip osteoporotik yang ditandai oleh meningkatnya jumlah osteoklas (464). Karakterisasi promoter memperlihatkan bahwa pengaturan-ke hulu bermediasikan-RANKL dari IFN-β menggunakan lokasi-lokasi pengikatan protein-1 aktifator, dan bahwa prekursor osteoklas defisien-c-fos tidak berkemampuan penginduksian produksi IFN-β (464). Untuk memfasilitasi perkembangan osteoklas, dengan demikian, prekursor osteoklas perlu meregulasi-ke hulu cytokine signaling regulator suppressor dari cytokine signaling 3 untuk menghambat penekanan bermediasikan-IFN (483, 574, 575). Studi-studi tambahan dibutuhkan untuk menentukan apakah produksi IFN tipe 1 atau aksinya adalah berbeda ketika sel-sel garis turunan osteoblas disajikan kepada prekursor osteoklas selama infeksi bakterial.
Dasar bagi diskrepensi yang nampak di antara stimulasi TLR sebagai sebuah regulator negatif poten bagi osteoklastogenesis dengan asosiasi infeksi bakterial dengan penyerapan tulang eksesif oleh osteoklas masih tetap tak jelas. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, destruksi tulang alveolar pada periodontitis disebabkan oleh bakteria gram-negatif adalah diperantarai oleh meningkatnya osteoklastogenesis, yang mana menghasilkan dalam aktifasi sel T dan pengaturan-ke hulu RANKL sebagai kelanjutannya (515). Dalam studi yang sama, infeksi bakterial dari tikus imunodefisien kombinasi yang parah tidak mengawali timbulnya level-level bermakna kehilangan tulang alveolar. Hasil ini secara tidak langsung menyatakan bahwa produk-produk bakterial tidak memiliki sebuah peran langsung dalam osteoklastogenesis karena tikus kecil imunodefisien kombinasi yang parah tidak memiliki defek yang dikenal dalam prekursor osteoklas atau osteoblasnya (515). Dengan demikian, kemungkinannya adalah bahwa kehilangan tulang terkait infeksi bakterial mungkin merupakan hasil luaran tak langsung dari berbagai respon sel T tereksaserbasi.
Hal yang sama dengan makrofag atau sel dendritik, prekursor osteoklas juga menghasilkan sitokin proinflamatori, seperti TNFα, dalam responnya terhadap berjenis ligand TLR (74). Lebih jauh, pada mana stimulasi TLR menghambat diferensiasi osteoklas, prekursor osteoklas yang diterapi dengan ligand TLR tetap bertahan pada level tinggi aktifitas fagositik, yang mana merupakan sebuah mekanisme pertahanan-inang major buat pembersihan infeksi bakterial. Dengan demikian, hasil luaran rata-rata stimulasi TLR dalam prekursor-prekursor osteoklas kemungkinannya adalah dari penguatan respon imun menuju tercapainya pembersihan bakterial. Penguatan respon imun ini dapat tercapai melalui pendorongan produksi sitokin dari sel-sel prekursor dan melalui penghambatan diferensiasi mereka menjadi sel-sel nonfagositik, nonimun, seperti misalnya osteoklas. Jadi, interaksi semua produk mikrobial ini dengan TLRs pada prekursor osteoklas menampakkan lebih ke pada peran prekursor osteoklas sebagai bagian dari sistim proinflamatori melalui penghambatan diferensiasi mereka menjadi osteoklas dewasa dan pendorongan produksi sitokin proinflamatori. Namun, karena semua sel ini dapat berdiferensiasi menjadi osteoklas dewasa bilamana ligand TLR dibuang (74), ini menampakkan bahwa setelah suatu infeksi mikrobial dibersihkan, keberadaan sel-sel T teraktifasi residual dapat mengawali terjadinya diferensiasi prekursor fagositik menjadi osteoklas dewasa, penyerap-tulang. Tambahannya, TNFα yang diproduksi oleh prekursor osteoklas atas stimulasi TLR dapat menguatkan penyerapan tulang osteoklastik.
Sebaliknya, aksis RANKL mungkin mengatur aksi inflamatori stimulasi TLR. Sebagai contoh, satu laporan terbaru menyarankan bahwa produksi sitokin proinflamatori yang terinduksi-LPS lewat TLR4 berkurang dalam tikus kecil defisien-OPG, di mana ia meningkat pada tikus kecil bebas (null) RANKL, yang mana mengunjukkan meningkatnya letalitas setelah penginjeksian LPS. Tambahannya, bila tikus dipraterapi dengan RANKL, terdapat sedikit perlindungan dari kematian terinduksi-LPS (576). Semua hasil ini menyarankan bahwa RANKL mungkin menekan keresponsifan sitokin terhadap LPS (atau ligand TLR lainnya) in vivo.
TLRs jadinya kemungkinannya adalah untuk mengatur keseimbangan respon imun dan metabolisme tulang dari inang vertebrata selama serangan akut oleh berjenis mikroba. Tambahannya, stimulasi in vivo fisiologis dari TLRs, yang mana adalah diekspres pada berjenis sel, mungkin menghasilkan berbagai efek berbeda pada metabolisme tulang bergantung pada sifat alami respon imun yang ada. Tambahannya, stimulasi TLRs yang berlangsung terus oleh bakteri komensal dapat mempengaruhi metabolisme tulang. Dalam mendukung ide ini, data terbaru memperlihatkan bahwa tikus kecil defisien dalam berbagai mediator dari jalur pensinyalan TLR/IL-1R (MyD88 atau IL-1 receptor-associated kinase-M) mempertunjukkan sebuah metabolisme tulang berubah, walaupun hal ini tidaklah jelas apakah defek-defek yang terjadi adalah akibat dari sinyal-sinyal dari TLRs ataukah IL-1R (283, 577).

Singkatan yang digunakan: AIRE, Autoimmune regulator; BMP, bone morphogenic protein; BMSC, bone marrow stromal cells; BSAP, B-cell specific activation activation protein; CD40L, CD40 ligand; Ebf, early B cell factor; Eph, erythropoietin-producing hepatocyte kinase; FasL, Fas ligand; FcRγ, Fc receptor γ; G-CSF, granulocyte colony-stimulating factor; GCV, ganciclovir; GM-CSF, granulocyte M-CSF; HSC, hematopoietic stem cell(s); IFN, interferon; IgH, Ig heavy; ITAM, immunoreceptor tyrosine-based activation motif; LIF, leukemia inhibitory factor; LPS, lipopolysaccharide; M-CSF, macrophage colony-stimulating factor; MITF, microphthalmia-associated transcription factor; MK, megakaryocyte(s); MMP, matrix metalloproteinase; MyD88, myeloid differentiation factor 88; NF-κB, nuclear factor κB; OCL, osteoclast-like cell(s); OPG, osteoprotegerin; OSCAR, osteoclast-associated receptor; OVX, ovariectomy; Pax, paired box; PI3K, phosphatidylinositide-3-kinase; PIR-A, paired Ig-like receptor A; PLC, phospholipase-C; RANK, receptor activator of NF-κB; RANKL, RANK ligand; ROS, reactive oxygen species; SCF, stem cell factor; SIRP β1, signal regulatory protein β1; TCR, T-cell receptor; TH, T-helper; TLR, Toll-like receptor; TPO, thrombopoietin; TRAF, TNF receptor-associated factor; TRAIL, TNF-related apoptosis inducing ligand; TREM-2, triggering receptor expressed by myeloid cells-2; TRIF, Toll/IL-1 receptor domain-containing adaptor inducing interferon-β; XHIM, X-liked hyper IgM.