Jumat, 14 Mei 2010

Mekanisme Metastasis Tulang Kanker Payudara

Abstrak
Perkembangan kanker merupakan proses bertahap yang digerakkan oleh berbagai perubahan genetik yang menimbulkan transformasi progresif sel-sel manusia normal menjadi derivatif-derivatif yang sangat malignan. Fenotip proliferasi sel yang berubah pada kanker menyangkut satu rangkaian kejadian molekuler berkarakter buruk yang seringkali menghasilkan perkembangan metastasis jauh. Tulang skelet merupakan di antaranya yang terbanyak menjadi lokasi metastase.
Walaupun dari kepentingan klinisnya, mekanisme seluler dan molekuler yang mendasari driving metastasis tulang masih tetap sulit dipahami. Di samping makin dalamnya pemahaman kita tentang fenotip sel-sel kanker, meningkatnya fokus pada kontribusi lingkungan mikro dan kebangkitan baru-baru ini akan minat pada peran sel-sel yang memropagasi tumor (tumor-propagating cells) (disebut sel punca kanker) yang mungkin berasal dari atau terkait dengan sel punca normal yang diproduksi di dalam sumsum tulang, banyak pertanyaan penting yang masih belum terjawab. Sepertinya, satu pemahaman yang lebih lengkap baik dari pengaruh-pengaruh lingkungan mikro maupun fenotip tumor, yang berdampak ke pada keseluruhan kaskade metastatik bertahap, adalah dibutuhkan. Dalam tinjauan ini, pentingnya heterogeneitas tumor, sel-sel yang memropagasi tumor, lingkungan mikro metastasis suatu kanker organ (mis., payudara) ke tulang sebagaimana juga banyak terapi endokrin yang ada saat ini bagi pencegahan dan terapi kanker metastatik khususnya kanker payudara akan didiskusikan.
Pendahuluan
Kanker merupakan satu kekacauan proliferasi sel yang melibatkan satu rangkaian berbagai kejadian molekuler berkarakter buruk termasuk proliferasi sel yang tak terkontrol, transformasi morfologis dan seluler, angiogenesis, disregulasi apoptosis, penguatan aktifitas invasif, dan metastasis lokal dan jauh yang menyusulnya (Lin & Karin 2007). Adalah jelas sekali bahwa lingkungan mikro tumor, yang berkembang dan berubah bersamaan (paralel ) dengan kejadian hal-hal buruk akibat tumor, merupakan peserta sentral di dalam proses kompleks ini (Coussens & Werb 2002, de Visser dkk. 2005)
Di samping kemajuan dalam penyaringan pasien-pasien yang tersebar luas akhir-akhir ini demikian juga dengan tingkat kewaspadaan yang meningkat, satu proporsi bermakna wanita-wanita masih memperlihatkan dengan kanker payudara lanjut. Penegakkan diagnosis satu tumor metastatik menyarankan pemakaian pengobatan sistemik, bersama dengan intervensi lokal yang menarget tumor primernya. Meskipun terdapat kemajuan sebagai hasil dari deteksi awal dan perbaikan terapi adjuvan, prognosis pasien kanker payudara adalah masih terbatas oleh kemunculan metastase jauh yang sebagian besar akibat dari mikrometastasis yang tesembunyi secara klinis yang tetap tak terdeteksi. Secara khusus, metastasis tulang kanker payudara memiliki banyak karakteristik unik; beberapa di antaranya telah dengan sukses menjadi target di dalam setingan paliatif (Sweeney dkk. 2007) namun belum dengan pengobatan yang benar-benar kuratif.
Pada Negara-negara yang telah maju, hingga 75% dari seluruh kanker payudara terjadi pada wanita-wanita pascamenopaus, sekitar 80% di antara mereka adalah dengan hormon receptor yang positif (Anderson dkk. 2002). Metastasis terhitung hingga melebihi 90% dari pasien-pasien kanker yang meninggal (Bendre dkk. 2003) dan dalam satu pemeriksaan post mortem, hingga 70% dari seluruh pasien yang sekarat akibat kanker payudara memiliki bukti dengan penyakit tulang metastatik, di mana banyak di antara pasien adalah dalam satu kondisi khronik (Coleman 2006). Lama bertahan hidup (survival) dari waktu diagnosis ditegakkan bervariasi di antara tipe-tipe tumor berbeda, di mana prognosis setelah perkembangan metastasis tulang pada kanker payudara adalah sangat lebih baik dibandingkan dengan setelah satu tingkat keberulangan pada lokasi-lokasi viseral (Coleman & Ruben 1987). Angka tengah (median) waktu lama hidup dari diagnosis metastasis tulang kanker payudara yang terukur dalam beberapa tahun (Coleman 2006), merupakan jumlah yang mungkin terkait pada meningkatnya jumlah penanganan efektif yang tersedia guna memperlambat progresi dari penyakit yang mendasari dan penghambatan osteolisis tumor.
Secara umum, menurunkan perkembangan kambuh merupakan tujuan dari terapi adjuvan. Sebagaimana perkembangan metastase jauh telah secara konsisten dikaitkan dengan mortalitas lanjutannya dari kanker payudara, pengukuran penyebaran metastatik jauh mungkin dapat sebagai satu penanda pengganti berharga bagi tingkat lamanya bertahan hidup dan memiliki potensi dalam menyediakan hasil-hasil lebih awal tipe-tipe baru pengujian percobaan klinis terapi adjuvan (Rugo 2008).
Di samping kepentingan klinisnya, mekanisme-mekanisme seluler dan molekuler yang mendasari, mendasari pula sebab-sebab kenapa metastase tulang tetap sukar difahami, meskipun dengan informasi luas mengenai fenotip sel-sel kanker, meningkatnya fokus pada kemungkinan lingkungan mikro tumor tulang sebagai pelabuhan tumor, dan kebangkitan akhir-akhir ini dalam perhatian pada sel-sel yang memropagasi tumor (yang disebut sel-sel punca kanker) yang mungkin berasal atau terkait dengan sel-sel punca normal yang diproduksi di dalam sumsum tulang. Adanya satu pemahaman lengkap yang lebih banyak baik dari pengaruh-pengaruh lingkungan mikro maupun dari fenotip tumor, yang mana berdampak bagi keseluruhan proses metastatik multi-step, adalah diperlukan. Dalam tinjauan ini, kepentingan heterogeneitas tumor, sel-sel memropagasi tumor, lingkungan mikro metastasis kanker payudara ke tulang, dan berbagai terapi endokrin pada progresi kanker payudara metastase didiskusikan.
Proses Metastatik dan Heterogeneitas Tumor
Meskipun beberapa dekade telah dilakukan investigasi intensif, kontroversi masih tetap mengenai mekanisme (mekanisme-mekanisme) patofisiologi metastase. Dua model metastase berbeda secara fundamental telah dijelaskan (Weigelt dkk. 2005). Yang pertama menyepekulasikan bahwa tumor primer di dalam satu organ spesifik muncul dari sel yang sama yang belakangan mengalami perubahan-perubahan berganda mengawali evolusi klonal dikaitkan dengan diversitas fenotipik dan tingkah laku, termasuk berpotensi untuk metastase ke organ-organ jauh (Talmadge 2007). Yang kedua menyarankan bahwa kanker-kanker yang muncul dalam satu organ spesifik adalah diinisiasikan oleh aktivasi dari compartment sel punca kanker, sehingga, mengarahkan kemampuan untuk bermetastase dengan satu variabel predileksi ke jaringan-jaringan berbeda (Talmadge 2007)
Konsep yang berlaku dari metastasis sebagai satu proses evolusi klonal adalah bahwa selama progresi tumor di bawah tekanan lingkungan, heterogeneitas di dalam ekspresi gen akan berkembang di dalam populasi sel-sel tumor, sebagai contoh akibat dari efek-efek instabilitas genomik dan akumulasi berbagai mutasi dan penyimpangan genetik lainnya. Seleksi klonal kemudian menentukan bahwa hanya sel-sel tumor tertentu yang telah membawa sifat-sifat yang diperlukan untuk menginisiasi proses kompleks metastasis yang mampu untuk berdiseminasi dengan berhasil dan berlanjut untuk membentuk tumor-tumor sekunder (Fidler 2003). Pertumbuhan satu fokus tumor pada satu lokasi jauh dari tumor primer menunjukkan merupakan langkah final dalam proses kompleks metastasis, yang merupakan hasil dari sejumlah kejadian berangkai dan selektif. Yang tersirat di dalam hipothesis seleksi klonal (evolusi) adalah perkembangan dari sedikitnya satu subpopulasi tumor di dalam tumor primer yang mengekspres gen-gen yang diperlukan untuk menyelesaikan dengan berhasil proses metastasis (Talmadge 2007). Karenanya, tumor-tumor primer haruslah juga berisi subpopulasi-subpopulasi yang tidak samasekali mengekspres atau hanya satu subset karakteristik yang diperlukan untuk menyelesaikan keseluruhan proses metastatik (Talmadge 2007).
Progresi tumor pada hakekatnya menyarankan bahwa sel-sel metastatik adalah secara eksklusif dijumpai di dalam metastase, namun tidaklah mesti ada di dalam tumor primer. Tentu saja, progresi tumor harus dipertimbangkan sebagai satu yang continuum yang tidak berhenti dengan suatu metastasis; namun berlanjut selama intervensi pengobatan varian-varian yang seperti itu kemudian muncul, yang mungkin telah meningkatkan resitensi terhadap terapi juga gambaran khusus yang sebanding dengan pertumbuhan metastatik. Jadi, sel-sel tumor di dalam satu metastasis telah menyelesaikan satu proses kolonisasi pada lokasi metastatik, merupakan hasil dari pengekspresian inisial dari keseluruhan perubahan-perubahan yang diperlukan bagi metastasis dan pertumbuhan pada lokasi, misalnya tulang. Bagaimanapun, sebagaimana fokus-fokus metastatik tumbuh, heterogeneitas dapat kembali berkembang secara pontesiil termasuk sel-sel dengan kemampuan metastatik berbeda dan potensiil (Talmadge 2007). Proses yang seperti itu telah dijelaskan dalam berbagai studi, termasuk studi-studi yang mengevaluasi metastase-metastase sumsum tulang pada saat diagnosis inisial kanker payudara. Dalam kasus ini, sel-sel tumor heterogen dalam sumsum tulang merupakan satu faktor prognostik bermakna baik dilihat dari daya tahan hidup keseluruhan yang buruk maupun daya tahan hidup yang spesifik kanker payudara, menyarankan bahwa baik sel-sel primer maupun metastatik menyumbang ke progresi tumor. Tentu saja, sel-sel mikrometastatik mungkin memiliki potensi untuk menyemai ulang lokasi tumor primer, hal mana menambahkan ke ide yang telah dengan baik diterima yaitu bahwa satu komponen bermakna dari progresi tumor adalah dikaitkan dengan penyemaian sel-sel tumor ke dalam sirkulasi baik dari lokasi-lokasi primer maupun metastatik (Norton & Massague 2006). Jadi, meski keseluruhan metastase adalah diderivasi dari tumor induk, penyemaian yang senyatanya dari metastase-metastase baru sepertinya terjadi pada berbagai waktu bergantung pada stadium seleksi klonal (evolusi) dalam tumor primer. Untuk memastikan, setiap dari sel-sel kanker yang berbeda dalam kemampuan metastatik mereka ikut berada (co-exist) di dalam satu tumor, tumor-tumor metastatik yang seperti itu mengandung subpopulasi-subpopulasi dengan varian potensi metastatik yang luas (Talmadge 2007).
Pemeriksaan histologis gene exspression profiling tumor-tumor primer mendukung ide ini dan menunjukkan bahwa heterogeneitas seluler adalah didasarkan baik pada morfologi maupun ekspresi gen (Kang et al. 2003, Gupta & Massague 2006, Wood dkk. 2007). Sebagai contoh, area-area yang luas secara morfologis dapat terjadi di dalam satu tumor seperti misalnya fokus-fokus dari karsinoma duktus in situ di dalam satu karsinoma payudara (Leonard & Swain 2004) atau metastasis-metastasis tulang berbeda dari seseorang pasien yang dengan kanker prostat metastatik (Roudier et al. 2003). Hal yang sama, reseptor estrogen (ER), Her2/neu, atau ekspresi p53 bervariasi di antara dan di dalam tumor-tumor dan metastasis-metastasis, berrentang dari 1 hingga >90% sel-sel (Talmadge 2007). Variabilitas ini adalah juga terlihat berdasarkan status fisiologis tumor. Oksigenasi tumor dan demikian juga glikolisis dan akibat keasaman tumor telah dikenal luas bervariasi di antara lesi-lesi primer dan metastatik – bahkan pada pasien yang sama (Raghunand dkk. 2003, Van den Eynden dkk 2007, Gatenby dkk. 2007). Jadi, seleksi klonal dari metastase-metastase mengawali metastase-metastase berbeda secara fenotip, seperti yang ada pada pasien yang sama dengan beberapa metastase dapat menjadi positif pada mana yang lainnya adalah negatif bagi penanda (penanda-penanda) spesifik dan metastase-metastase sendiri-sendiri adalah lebih atau kurang responsif dengan terapi sistemik.
Metastase ke setiap lokasi, termasuk tulang skelet, merupakan satu proses non-random (Gupta & Massague 2006). Sementara tumor tertentu menyukai bermetastase ke lokasi-lokasi spesifik, yang lainnya kurang selektif dan lebih menyebar luas. Selektifitas untuk satu target lokasi spesifik adalah ditentukan oleh kemampuan sel-sel tumor untuk menyempurnakan keseluruhan langkah dari kompleks kaskade metastatik (Poste & Fidler 1980, Fidler 2003). Meskipun efek-efek anatomik dan mekanik seperti misalnya pengaruh aliran darah pada lokasi-lokasi metastasis tumor, hingga tingkat tertentu, pada akhirnya lingkungan mikro tidak hanya mendorong proliferasi tumor pada lokasi jauh, namun juga menentukan lokasi (lokasi-lokasi) yang mana yang lebih dipilih. Proses ini disempurnakan oleh manipulasi kompleks lingkungan mikro inang oleh satu seri kejadian termasuk sekresi faktor-faktor sistemik dari lokasi tumor primer (Kelly et al. 2005), adhesi sel-sel tumor ke sel-se endothel pada lokasi metastatik, ekstravasasi ke dalam jaringan target, dan kolonisasi lanjutannya dan pertumbuhan lesi (Bendre et al. 2003; Gambar 1)
Gambar 1. Skema berbagai interaksi antara lingkungan mikro tumor dengan lingkungan mikro sumsum tulang. Sel-sel tumor yang menginvasi menyekresi faktor-faktor osteolitik yang dapat secara langsung dan taklangsung menyetimulasi resorpsi tulang osteoklastik, oleh sel-sel osteoklas inti berganda (ditunjukkan sebagai sel-sel berwarna hijau). Stimulasi taklangsung adalah dilaksanakan utamanya oleh pengaturan ke hulu dari pensinyalan RANK-RANKL oleh osteoblas (ditunjukkan sebagai sel-sel kuboid berwarna biru pucat pada permukaan tulang) atau oleh stimulasi sel-sel imun inang yang dapat meningkatkan pensinyalan RAK-RANKL dan juga secara negatif mengatur sel-sel tumor. Sel-sel tumor juga menyekresi faktor-faktor yang dapat mengaktifasi resptor-reseptor lain pada osteblas, mengawali ke peningkatan osteolisis. Tumor juga menyekresi agen-agen seperti VEGF dan PDGF yang memengaruhi pembentukan pembuluh darah, juga agen-agen yang dapat mengubah fungsi platelet, pada mana keduanya menyokong osteoklastogenesis dan osteolisis. Sel-sel tumor mungkin juga memengaruhi sel-sel lingkungan mikro sumsum tulang lainnya, seperti misalnya sel-sel stromal, yang dapat dinduksi untuk berdiferensiasi menuju adipogeneic lineage (sel putih; inti merah) atau yang dapat menjadi sel-sel osteoblas atau yang dapat sebaliknya menyokong progresi osteoklas melalui berbagai interaksi dalam niche sumsum tulang. Keseluruhan hasil yang terintegrasi dari meningkatnya hal-hal yang tidak diinginkan akibat tumor pada tulang dalam kasus kanker payudara metastatik adalah peningkatan osteolisis.


Kecenderungannya kanker payudara telah menyebar tulang adalah: seringkali dikaitkan dengan nyeri tulang yang tak sembuh-sembuh, fraktur-fraktur pathologis, kompresi syaraf, dan hiperkalsemia akibat osteolisis (Mundy 2002); merupakan satu gambaran berbeda dari sebaran lokoregional dan viseral. Pola progresi penyakit, respon terhadap terapi, dan kelangsungan hidup pasien pada akhirnya setelah diagnosis ditegakkan merupakan subjek dari variasi yang sangat luas (Sweeney et al. 2007). Satu penjelasan potensiil untuk semua keberbedaan ini mungkin dipermudah dengan sel-sel tumor yang mana yang telah melepas diri ke dalam sirkulasi berproliferasi dalam jaringan sekunder yang terseleksi. Sebagai penjelasan alternatif, adalah memungkinkan bahwa tulang skelet dapat melabuhkan sel-sel kanker payudara yang dengan potensi metastatik lebih rendah dibandingkan lokasi-lokasi extra-payudara yang lain, atau barangkali sel-sel tumor terbatas sekali ke tulang skelet mungkin tidak memiliki keagresifan metastatik kanker mamma ke lain organ, seperti misal liver atau paru. Untuk alasan apapun, penegakkan diagnosis metastasis tulang kanker payudara adalah tidak cukup bagi pengambilan berbagai putusan pengelolaan pasien. Perhatian secara klinis sebaiknya lebih dicurahkan kepada keberadaan metastase-metastase viseral yang timbul bersama-sama, pembebanan oleh tumor pada skelet, dan ekspresi dari target-target teraputik tumor yang relevan. Bagaimanapun, kemungkinan bahwa sel-sel tumor berlabuh dalam tulang atau sumsum tulang awal-awal dalam riwayat penderita yang dapat dideteksi atau diukur dan memiliki satu peran yang lebih besar dalam putusan pengelolaan pasien tetaplah dieksplorasi secara relatif. Yang jelas, tumor-tumor skelet seperti misalnya metastase-metastase tulang dari kanker payudara dan destruksi tulang ekstensif yang terkait sering kali menunjukkan satu pemburukan dramatik dalam prognosis bagi pasien dengan peningkatan morbiditas secara bermakna (Bhattacharya et al. 2007).
Sel-sel yang menginisiasi Tumor dan Metastasis

Ketertarikan terhadap teori sel punca kanker akhir-akhir ini telah kembali meningkat, menetapkan bahwa tumor-tumor berisi sel-sel jarang yang dengan pertumbuhan tak terbatas dan dengan potensiatitas dan kecenderungan bervariasi untuk bermetastase ke jaringan-jaringan berbeda (Li et al. 2007). Sel-sel ini mungkin bermetastase dan beberapa dari sel-sel ini di dalam fokus-fokus metastatik mungkin berdiferensiasi menjadi sel-sel tanpa satu fenotip metastatik. Bagaimanapun, adalah tidaklah jelas apakah sel-sel punca tumor adalah bona fide sel-sel punca ataukah hanya mewakili satu subpopulasi seluler yang sangat maligna (Talmadge 2007). Studi-studi terkini telah menyarankan bahwa sel-sel yang memropagasi tumor (tumor-propagating cells) ini tidak mungkin sebenarnya yang langka. Melalui penggunaan pentransplantasian tikus-tikus leukemia dan limfoma dalam khewan-khewan syngeneic, dari pada xenotransplantation, sebagian terbesar tumor dipertahankan oleh populasi sel yang dominan, dan bukan oleh satu subpopulasi yang mempertahankan pertumbuhan tumor yang jumlahnya sedikit (Kelly et al. 2007). Dengan tidak memerhatikan apakah sel-sel yang menginisiasi tumor adalah merupakan sel-sel “punca” yang kemudian bertransformasi ataukah sel-sel progenitor yang memeroleh akses ke program-program dan fungsi-fungsi sel punca dan karenanya immortalized, adalah jelas bahwa sel-sel kanker ini memiliki banyak sifat-sifat sel punca.
Mammary cells yang mengekspresi ER mewakili kelompok minoritas jaringan payudara normal. Maintanance jaringan payudara memerlukan proliferasi dan diferensiasi terkontrol sel-sel punca payudara yang tidak mengekspresi ER-{alpha}. Beberapa sel punca secara temurun membawa pengekspresian ER-{alpha} ketika mereka berdiferensiasi, namun mekanisme akuisisi ER-{alpha} tetap tidak diketahui hingga baru-baru ini. Aksi estrogen pada kelenjar payudara dimediasi melalui aksinya pada sel-sel stromal yang mengekspresi ER (ER-expressing stromal cells) atau kelompok minoritas sel-sel payudara yang mengekspres ER-{alpha}; efek ini kemudian diamplifikasi lewat mekanisme parakrin lokal menggunakan faktor-faktor pertumbuhan berbeda (Morani et al. 2008). Peran dari mutasi-mutasi BRCA1/2 dalam kanker payudara telah mapan beberapa tahun lalu (Miki et al. 1994, Wooster et al. 1995). Kanker-kanker payudara dengan BRCA1 termutasi (BRCA1-mutated breast cancers) ditandai oleh ketiadaan ER, reseptor progesteron, dan ekspresi HER2, medullary histologic type, onset usia muda, tingkah laku klinik agresif dengan predileksi viseral. BRCA1 merupakan satu gen penekan tumor multifungsi yang memainkan peran major dalam pengaturan nasib punca/progenitor (Liu et al. 2008). Lebih lanjut, tipe-liar (wild-type) BRCA1 dan Oct1 adalah perlu bagi pengekspresian ER-{alpha} sementara BRCA1 termutasi mengawali ke satu pengekspresian ER-{alpha} yang kurang (Hosey et al. 2007). Karena BRCA1 dapat ditenangkan (silenced) pada pasien-pasien dengan bentuk-bentuk sporadik kanker payudara dengan hipermetilasi (Wei et al. 2005) atau mutasi-mutasi spesifik (John et al. 2007), adalah memungkinkan bahwa disregulasi dari BRCA1 atau komponen-komponen lain dari jalur ini dalam sel-sel punca payudara adalah bertanggung jawab bagi banyak hal yang disebut triple-negative breast cancers dan tingkah laku agresif khas mereka secara tipikal lebih melibatkan metastase viseral dari pada metastase tulang. Kalau tidak demikian, bila kanker payudara muncul dalam sel-sel progenitor yang berdiferensiasi yang telah secara temurun membawa pengekspresian ER-{alpha}, program-program berbeda akan sepertinya dapat mengakses ke sel-sel ini yang memiliki potential untuk meningkatkan kecenderungan sel-sel ini untuk bermetastase ke tulang.
Studi-studi terkini menggunakan populasi-populasi sel epitel payudara manusia yang terabadikan (immortalized) telah menyarankan bahwa program-program seluler spesifik dapat diaktifasi yang menyumbang secara substansial kepada formasi dan progresi tumor (Mani et al. 2008). Sebagai satu contoh, epithelial-mesenchymal transition (EMT) merupakan satu proses perkembangan penting yang mengubah sifat-sifat fenotip dan fungsional sel-sel. EMT mungkin menyumbang bagi metastase melalui pengubahan sifat-sifat adhesif sel-sel tumor tertentu dan mendorong motilitas, sehingga juga meningkatkan keinvasifan sel tumor (Onder et al. 2008). Secara kolektif, bukti dengan kuat mendukung ide bahwa karakteristik-karakteristik individual tumor-tumor menyakup spektrum di antara seleksi klonal atau sel-sel punca kanker. Kosekuensinya, bila pertumbuhan tumor dipertahankan baik oleh sel-sel punca kanker jarang ataukah klon-klon dominan atau beberapa kombinasi dari keduanya, setiap pendekatan teraputik akan mungkin memerlukan penargetan populasi-populasi sel tumor multipel (Talmadge 2007, Adams & Strasser 2008).
Peranan Lingkungan Mikro dalam Metastasis Tulang
Perbedaan menyolok di antara jumlah sel-sel tumor yang sangat banyak bersirkulasi dengan kejadian-kejadian metastatik yang relatif jarang dengan kuat menyarankan bahwa proses metastatik adalah sangat tidak efisien dan mengambil lebih banyak dari hanya keberadaan sel-sel kanker dalam sirkulasi (Gupta & Massague 2006). Sekali sebuah sel telah mengatasi perintang intrinsik bagi karsinogenesis, ia perlu untuk mengatasi perintang lingkungan tambahan yang telah secara evolusioner tersempurnakan untuk melindungi organisme multiseluler dan memertahankan homeostasis (Poste & Fidler 1980, Fidler 2003). Perintang-perintang lingkungan tipikal meliputi komponen-komponen fisik (membran basalis), kimiawi (reactive oxygen species [ROS], hipoksia, dan pH rendah), dan biologis (immune surveillance, sitokin-sitokin inhibitor, dan regulatory extracelluler matrix [ECM] peptides) (Kelly et al. 2005, Van den Eynden et al. 2007).
Sekali berada jauh dari lokasi tumor primernya dan tinggal dalam sumsum tulang, sel-sel kanker payudara memapankan satu interaksi lekat dengan lingkungan mikro sumsum (Onder et al. 2008). Hunian sel-sel kanker payudara metastatik menyekresikan banyak faktor-faktor osteolitik (Bendre et al. 2003), yang capable of receptor activator of NF-{kappa}B ligand-dependent maupun aktifasi bebas formasi osteoklas dan resorpsi tulang (Lu et al. 2007; gambar 1). Aktifasi tumor untuk resorpsi tulang terjadi via aktifasi langsung sel-sel osteoklas, dan prekursor-prekursor mereka yang berasal dari monocyte/macrophage lineage cells resident di dalam sumsum tulang, dan tidak bergantung RANKL (Bendre et al. 2003). Monosit juga teraktifasi untuk membentuk sel-sel osteoklas via berbagai efek tak langsung pada sel-sel osteoblas, mengawali osteoklastogenesis yang dimediasi oleh RANKL. Dalam keberadaan colony-stimulating factor 1 (CSF1), RANK-L mendorong keseluruhan proses osteoklastogenesis dan pengaktifasian resorpsi tulang (Gambar 1)
Menariknya, sekali di-disregulasi, jalur-jalur penting yang tersangkut dalam perkembangan kelenjar payudara adalah juga terdampak pada formasi dan progresi tumor payudara. Tambahannya, epidermal growth factor, fibroblast growth factor (FGF), transforming growth factor- β dan famili gen Wnt adalah semuanya terdampak dalam perkembangan dan progresi kanker payudara metastatik (Mundy 2002, Bussard et al. 2008).
Sebagai tambahan untuk sel-sel metastatik kanker payudara yang telah mencapai sumsum tulang, tipe-tipe sel lainnya di dalam lingkungan mikro tulang menyumbang bagi perkembangan fous-fokus metastatik sel tumor di dalam sumsum tulang atau disebut bone metastatic niche. Tipe-tipe sel lainnya ini dapat dipertimbangkan menjadi satu atau dua tipe umum, baik berupa stromal residen maupun sel-sel transient (Bussard et al. 2008). Sel-sel stromal meliputi sel-sel stem mesenkhimal yang memunculkan sel-sel adiposit, fibroblas, khondrosit, atau osteoblas. Tambahannya, residen sel-sel stromal ini dalam sumsum tulang memiliki kemampuan penyokongan diferensiasi, proliferasi, dan kelangsungan hidup bagi sel-sel hematopoietik maupun sel-sel kanker. Pengekspresian sel stromal akan vascular cell adhesion molecule (VCAM-1) telah menunjukkan meningkatkan produksi sitokin-sitokin osteolitik dalam myeloma multipel. Sebagai contoh, pengobatan dengan satu antibodi penetralan terhadap VCAM-1 secara bermakna menghambat penyakit tulang myeloma (Michigami et al. 2000).
Sel-sel endothel vaskuler residen juga menyumbang ke satu lingkungan mikro sumsum tulang khususnya yang cocok dengan sel-sel kanker metastatik. Tingkat kepadatan pembuluh darah mikro yang tinggi dari sumsum tulang telah menunjukkan dikaitkan dengan satu peningkatan frekuensi metastasis tumor tulang maupun memanjangnya kelangsungan hidup sel-sel tumor (Chavez-MacGregory et al. 2005). Jelasnya, pembuluh-pembuluh darah baru adalah esensiil untuk kelangsungan hidup sel-sel kanker metastatik. Tambahannya, banyak faktor-faktor yang tersekresikan sel tumor (misalnya interleukin 8 [IL-8]) dikenal meningkatkan proliferasi, diferensiasi sel-sel endothel, dan bahkan angiogenesis, menyarankan eksistensi dari satu jalur umpan balik yang memerbaiki kelangsungan hidup sel tumor pada lokasi jauh (Bussard et al. 2008)
Sel-sel transient yang menyumbang ke lingkungan mikro tulang metastatik meliputi eritrosit, sel-sel T, dan platelet, di mana semuanya ini adalah diderivasi dari sel-sel stem hematopoietik. Dari ini semua, platelet secara khusus adalah yang menarik. Sebuah studi terkini telah mempertunjukkan bahwa adhesi platelet ke MDA-MB-231 sel-sel kanker payudara menyebabkan sekresi asam lisofosfatidat (LPA [1-acyl-sn-glysero-3-phosphate]) dari platelet (Boucharaba et al. 2004). Tambahannya, pelepasan LPA menimbulkan peningkatan pengekspresian IL-8 dari sel-sel tumor, merupakan satu molekul dengan aktifitas osteoklastogenik poten (Bendre et al. 2005). Semua data ini menyediakan satu mekanisme melalui mana adhesi platelet ke sel-sel tumor dapat memediasi perubahan-perubahan lokal dalam osteolisis tumor. Hal yang sama, satu peran penting bagi platelet dalam memediasi metastasis telah disarankan dalam studi-studi oleh Jain et al. (2007). Sel-sel T yang mengekspres RANKL dan juga menyekresi TNF-{alpha} merupakan mediator resorpsi tulang yang telah dikenal baik yang dapat diaktifasi oleh sel-sel tumor metastatik. Tumor-derived parathyroid hormone-related protein (PTHrP) dan IL-8 mengaktifasi sel-sel T transient, sehingga menguatkan aktifitas resorpsi tulang (Marguiles et al. 2006).
PTHrP dan CSF1 (keduanya dikaitkan dengan metastasis tulang kanker payudara) adalah terliput dalam persiapan payudara untuk laktasi dan telah menunjukkan memainkan peran penting dalam komunikasi di antara payudara, tulang, dan sumsum tulang (Wysolmerski et al. 2002). PTHrP, satu protein yang aslinya diidentifikasi sebagai agen yang bertanggung jawab bagi hiperkalsemia humoral dari malignansi (Suva et al. 1987), dilepaskan dari sel-sel alveolar dan duktus dewasa pada saat akhir kehamilan dan selama laktasi untuk menginduksi mobilisasi kalsium dari skelet untuk produksi susu (Thiede & Rodan 1988, Wysolmerski et al. 1995)
CSF1 merupakan satu proteoglikan terglikosilasi yang bekerja pada reseptor permukaan sel uniknya, yaitu CSF-1R yang dikode oleh c-fms protoonkogen dan terekspresikan pada permukaan-permukaan osteoklas (Hofstetter et al. 1992), adalah esensiil bagi kelangsungan hidup progenitor osteoklas. CSF-1 adalah juga diekspresikan (tanpa reseptornya) pada level-level rendah dalam jaringan payudara non-laktasi yang takaktif baik dalam compartment epitelial maupun dalam stroma (Kacinski 1997). Menariknya, level-level CSF-1 akhir-akhir ini telah menunjukkan korelasi dengan risiko kanker payudara pada pascamenopaus namun tidak pada wanita pramenopaus (Tamimi et al. 2008)
Prediktor dari Rekurensi Tumor dan Metastasis Tulang
Kanker payudara merupakan sejenis penyakit bersifat heterogen yang menampilkan sejumlah bentuk klinis dan histologis. Secara klinis, progresinya adalah sulit diprediksi menggunakan faktor-faktor prognostik yang tersedia dan pengobatannya dengan demikian tidak seefektif sebagaimana diharapkan untuk memerbaiki hasil luaran pasien. Terpenting, berbagai strategi teraputik mungkin akan menjadi lebih berhasil bila pemahaman akan heterogeneitas dan metastase kanker payudara lebih ditingkatkan.
Faktor-faktor histopatologik tradisional yang menjelaskan kanker payudara telah dievaluasi bagi keterkaitan mereka dengan tropisme organ dalam lebih dari seabad (Paget 1889). Peran masing-masing karakteristik tumor klasik dan berbagai demografik pasien tentang insiden metastasis tulang sebagai lokasi pertama dari rekurensi pada pasien-pasien dengan kanker payudara telah juga secara ekstensif ditelusuri (James et al. 2003). Low tumor grade, positifitas ER, dan keterlibatan kelenjar limfe adalah secara bermakna dikaitkan dengan metastase tulang. Tumor-tumor primer berjenis tubular mixed adalah juga lebih banyak dikaitkan dengan metastase tulang dibandingkan dengan tumor-tumor duktal, di mana bukannya umur atau ukuran tumor yang secara bermakna dikaitkan dengan metastase tulang (James et al. 2003). Dalam studi ini, faktor-faktor yang secara bermakna dikaitkan dengan peningkatan lama keberlangsungan hidup pasien-pasien yang dengan menunjukkan dengan metastase tulang adalah status ER, ketiadaan (absensi) lokasi-lokasi tambahan penyakit metastatik, penanda-penanda tumor normal, dan interval bebas-metastasis yang panjang. Meskipun pengaitan kanker payudara yang positif ER dengan metastasis tulang telah dilaporkan dalam banyak studi (Koenders et al. 1991, Coleman et al. 1998, Solomayer et al. 2000), studi lainnya pada pasien-pasien dengan karsinoma payudara  duktus (Hasebe et al. 1998) menyarankan bahwa dengan tanpa memerhatikan kelenjar limfe atau status ER, terdapatnya fokus fibrotik (FF) dan gradasinya (diameter >8 mm, gradasi 1 fibrosis FF) dalam tumor primer merupakan faktor prediktif terpenting bagi metastase tulang.
Pengunjukkan bahwa PTHrP-berasal tumor adalah yang bertanggung jawab bagi hiperkalsemia humoral pada keganasan (Suva et al. 1987) menyarankan satu peranan potensiil dalam memredisposisi komplikasi-komplikasi skeletal dari kanker payudara. Hanya dalam studi prospektif besar dari pasien-pasien takterseleksi konsekutif yang dengan kanker payudara operabel, pengekspresian PTHrP oleh tumor primer dapat memrediksi perbaikan prognosis dengan menurunnya metastasis ke semua lokasi (Henderson et al. 2006). Hasil yang mengejutkan ini mengimplikasikan sebuah efek, yang masih belum dikenal, dan jelas berbeda dari aksi osteolitik yang telah dikenal dengan baik dari pengekspresian PTHrP-berasal tumor secara lokal dalam sumsum tulang.
Dalam rangka mengidentifikasi mekanisme molekuler potensiil yang terlibat dalam menentukan lokasi dari kambuhan, Smid et al (2006) memetakan pengekspresian secara berbeda-beda gen-gen dari 107 pasien-pasien tumor payudara primer yang dengan kelenjar limfe negatif pada saat diagnosis ditegakkan dan pernah mengalami kambuh. Sebuah panel dari 69 gen diidentifikasi yang secara bermakna diekspresikan berbeda-beda di antara pasien-pasien yang mengalami kambuh ke tulang vs mereka yang mengalami kambuh di tempat lainnya dalam tubuh. Lima di antara gen-gen yang terhubung secara fungsional adalah anggota dari FGF receptor pathway (FGF5, SOS1, DUSP1, FGFR3, dan DUSP4). Sejumlah studi melaporkan bermacam teknik pendekatan berbasis ekspresi gen yang sama (van de Vijver et al. 2002, Kang et al. 2003, Sorlie et al. 2003, Van’t Veer & Weigelt 2003, Wang et al. 2005, Bild et al. 2006, Bueno-de-Mesquita et al. 2008); namun, banyak dari classifiers dan target-target gen dalam berjenis studi sebagian terbesar adalah non-overlapping, sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan sekitaran kebermaknaan biologis dan implikasi klinis mereka (Massague 2007). Implikasi nyata dari berbagai observasi kolektif ini adalah bahwa teknik-teknik pendekatan lainnya seperti misalnya proteomic or ’non-omic’-based assays adalah diperlukan untuk mengabsahkan dan/atau mendefinisikan jalur-jalur dan target-target mana yang telah teridentifikasi melalui pengekspresian gen memenuhi sebagai prediktif bagi perkembangan dan progresi tumor (Bhattacharyya et al. 2007).
Penanganan Metastasis Tulang Saat Ini
Berbagai Strategi Teraputik Lokal
Karena kebanyakan strategi teraputik untuk metastase tulang adalah bersifat paliatif, tumor bed sering diradiasi sebelum atau setelah pembedahan lokasi tumor primer (Riccio et al. 2007). Agen-agen seperti misalnya bifosfonat tetap bertahan meningkat penggunaannya untuk menghambat resorpsi tulang dalam kombinasinya dengan terapi yang menarget sel-sel kanker tradisional seperti dijelaskan di bawah (Kohno 2008). Hasil-hasil dari masing-masing teknik pendekatan ini sendiri-sendiri atau dalam kombinasinya adalah dipengaruhi oleh luasnya penyakit sistemik lainnya yang ada pada saat terapi.
Banyak metastase tulang akan diradiasi menggunakan hanya radioterapi eksterna saja oleh karena teknik pendekatan ini akan memerbaiki gejala-gejala klinis nyeri dan morbiditas lainnya hingga 70% atau lebih dalam banyak studi (Hoegler 1997). Teknik pendekatan lainnya meliputi ablasi termal yang akhir-akhir ini kepopulerannya terbatas, dengan beberapa studi yang menjanjikan mempertunjukkan bahwa banyak lesi-lesi soliter dalam tulang dapat secara efektif dihancurkan dengan satu variasi peralatan terapi termal yang tersedia saat ini (Simon & Dupuy 2006, Masala et al. 2007).
Informasi baru penting mengenai sekuele terkait lainnya dari pertumbuhan kanker payudara dalam tulang telah diperoleh melalui penggunaan agen-agen antiresorptif seperti misalnya bifosfonat atau agen-agen yang menarget RANKL yang menghambat resorpsi tulang. Karena itu, timbul beberapa optimisme bahwa terapi radiasi dalam kombinasinya dengan targeted agents dapat memerbaiki opsi-opsi pengobatan dan secara bermakna memperpanjang kelangsungan hidup dalam beberapa kasus. Optimisme ini tentu saja didasarkan pada harapan bahwa studi-studi klinik menggunakan teknik-teknik pendekatan terapi kombinasi yang terdisain baik akan didisain dan diimplementasikan.

Terapi Sistemik
Kecenderungan (proclivity) kanker payudara untuk bermetastase ke tulang dan kebermaknaan prognostik dari metastase tulang menyarankan bahwa pengobatan metastase tulang yang efektif mungkin menyediakan keuntungan klinis. Sebagaimana dijelaskan di atas, target-target yang terkait metastase tulang yang spesifik dapat memerbaiki efikasi teraputik. Bagaimanapun, banyak faktor telah diidentifikasi bahwa telah menjadi terhubungkan dengan progresi kanker payudara  dalam tulang. Penentuan yang mana (bila ada) di antaranya dari faktor-faktor ini memainkan peranan yang penting dalam patogenesis dan progresi metastase tulang kanker payudara menunggu penyelidikan lanjutan.
Fenotip litik agresif dari metastase tulang kanker payudara mengakibatkan dibuatkannya terapi-terapi yang utamanya menarget resorpsi tulang osteoklastik, seperti misalnya bifosfonat (Coleman 2006). Saat ini telah dapat diterima dengan baik bahwa penggunaan bifosfonat memiliki satu efek menguntungkan di dalam pengelolaan penyakit tulang metastatik dan dalam pencegahan kehilangan tulang yang terinduksi pengobatan (Coleman 2008). Berbagai tuntunan bagi penggunaan bifosfonat dalam pencegahan kehilangan tulang yang terinduksi pengobatan adalah berlanjut dikembangkan dan berbagai percobaan klinis yang mencari peranan potensiil mereka dalam setingan ajuvan untuk mencegah metastasis sedang berjalan (Coleman 2008)
Hasil akhir dari satu dari berbagai percobaan tersebut (ABCSG-12) telah dipresentasikan akhir-akhir ini (Gnant et al. 2008). Studi ini mengevaluasi peran bifosfonat asam zoledronat dalam satu kelompok wanita-wanita pascamenopause yang menerima satu analog LHRH dan tamoksifen ataupun anastrozol dan mereka yang kemudian diacak untuk menerima asam zoledronat atau plasebo. Tidak terdapat perbedaan dalam disease-free survival yang terlihat dengan setiap terapi endokrin yang diujikan, namun bifosfonat asam zoledronat conferred sebesar 36% penurunan dalam kekambuhan (disease-free survival [DSF], hazard ratio [HR]: 0.64 [0.46-0.91] P=0.011) dalam tulang, lokasi-lokasi ekstraskeletal termasuk mammae ipsilateral dan kontralateral juga lokasi visceral. Penjelasan untuk hasil-hasil ini tetap sulit difahami, namun satu efek sistemik langsung asam zoledronat pada tumor nampaknya mustahil sebagaimana halnya lokasi utama uptake asam zoledronat adalah tulang skelet.
Meskipun percobaan klinis yang sedang berjalan menargetkan metastasis tulang kanker payudara mungkin menyediakan pengobatan efektif, satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana sel-sel kanker payudara secara selektif bermetastase ke tulang diperlukan untuk menyediakan pengobatan efektif bagi masalah klinis yang menantang ini. Semua bukti yang tersedia dengan kuat mendukung pernyataan bahwa sel-sel osteoklas merupakan satu target yang tepat dan bahwa penghambatan atas aktifitas dan/atau perkembangan dari sel-sel ini menyediakan keuntungan klinis untuk pengobatan metastase tulang kanker payudara. Dalam jalur ini, terapi-terapi yang sedang berkembang dan yang sangat menjanjikan untuk metastasis tulang kanker payudara meliputi cathepsin K inhibitors, anti-DKK antibodies, dan denosumab, satu antibodi monoklonal yang sepenuhnya dari manusia yang dapat reversibel mengikat RANKL manusia dan dengan poten menghambat osteoklastogenesis dan resorpsi tulang (Dougall & Chaisson 2006, Lipton et al. 2007).
Akhir-akhir ini, terapi penghambatan aromatase (aromatase inhibitor therapy) ajuvan telah juga menjadi dikenal dengan baik sebagai satu terapi kanker payudara untuk wanita pascamenopause dengan kanker payudara yang reseptor hormon positif (hormone receptor-positive breast cancer) (Ellis et al. 2008). Beberapa percobaan klinis terkini membandingkan berbagai penghambat aromatase dengan tamoksifen telah mengonfirmasikan bahwa berbagai penghambat aromatase menawarkan keuntungan bermakna dibandingkan tamoksifen selama fase pengobatan (Coates et al. 2007, Coombes et al. 2007, Forbes et al. 2008). Bagaimanapun, terapi sistemik seperti itu dengan berbagai penghambat ini adalah juga dikomplikasikan oleh tingginya percepatan kehilangan tulang dan peningkatan risiko fraktur ikutannya (Forbes et al. 2008). Terdapat bermacam agen yang tersedia untuk mengurangi berbagai efek kanker payudara metastatik pada tulang skelet dan juga berbagai pengobatan lokal yang dapat menargetkan tumor-tumor tulang individual. Apakah agen-agen ini dapat digunakan ataukah tidak secara bersama-sama untuk memerbaiki kualitas tulang, mengurangi morbiditas dari lesi-lesi metastatik, dan meningkatkan kualitas hidup dan kelangsungan hidup tetap masih perlu dipelajari.
Simpulan
Berbagai interaksi normal di antara kelenjar payudara dan sel-sel tulang/sel-sel yang berasal sumsum tulang dialihkan untuk melayani proses keganasan payudara pada saat-saat awal dan kelanjutannya selama proses metastatik. Adalah secara formal saat ini satu kemungkinan bahwa sumsum tulang memiliki potensi untuk melayani sebagai satu ‘tempat perlindungan’ untuk melindungi sel-sel kanker payudara metastatik. Lingkungan yang bersifat protektif ini dapat menyokong fokus-fokus metastatik sebelum mereka secara lokal berprogres untuk membentuk metastase tulang atau sama dengan melayani sebagai satu stasiun dari mana sel-sel kanker payudara dapat dirangsang secara lokal atau secara sistemik untuk menyemai pada organ-organ lainnya atau bahkan kembali menyemai lokasi dari tumor primer asalnya (Gambar 1). Bila benar, ide bahwa tulang adalah secara kategorikal merupakan satu lokasi yang dicadangkan untuk hanya terapi paliatif dalam respon terhadap progresi penyakit adalah merupakan satu di antaranya yang perlu direvisi dalam fikiran para peneliti dan klinisi yang sependapat.
Data yang tersedia saat-saat ini menyarankan bahwa sel-sel yang memropagasi tumor yang berbeda (disebut sel-sel punca tumor) merupakan muasal dari setiap subtipe kanker payudara, dengan kanker payudara yang dengan reseptor hormon negatif muncul dari satu stadium perkembangan yang lebih awal dibanding dengan kanker payudara yang reseptor hormon positif. Hal ini mungkin menjelaskan keberbedaan dalam jalur-jalur teraktifasi pada masing-masing subtipe dan karenanya dalam kecenderungan untuk bermetastasis ke tulang. Namun, karena metastasis tulang muncul pada kedua tipe kanker payudara, ini sepertinya bahwa jalur-jalur berbeda dapat juga digunakan oleh sel-sel kanker payudara untuk memapankan residensinya dalam tulang/lingkungan mikro sumsum tulang. Identifikasi dan resolusi dari jalur-jalur ini masih tetap merupakan satu isu yang terpenting dalam penelitian kanker payudara, dengan berbagai implikasi kritis dalam pencegahan dan pengobatan penyakit.
Menargetkan resorpsi tulang osteoklastik dengan bifosfonat telah terbukti menjadi suatu strategi yang berguna dengan perbaikan kualitas hidup dalam setingan metastatik dan kelangsungan hidup bebas penyakit (disease-free survival) dalam setingan ajuvan (berbagai penghambat RANKL adalah masih dalam penyelidikan); sekalipun demikian, target-target teraputik yang lebih banyak adalah diperlukan. Bahkan dalam menghadapi banyak kemajuan dan data yang dijelaskan di atas, banyak pertanyaan penting yang belum terjawab. Bagaimakah sebenarnya sel-sel tumor tetap dormant beberapa tahun kendati keberadaan mereka dalam lingkungan mikro sumsum tulang? Bagaimanakah kita mengidentifikasi tanda-tanda spesifik dari satu sel metastatik? Bagaimana niche sel kanker tulang menjadi ditargetkan, terproteksi, dan dicegah?
Sebagaimana diperkirakan, daya upaya penelitian yang sedang berlangsung mengusahakan untuk menjawab semua ini dan berbagai pertanyaan penting dan mendasar lainnya. Dengan kepastian, adalah masuk akal untuk menyatakan bahwa penelitian-penelitan yang lebih banyak secara bermakna dibutuhkan sebelum berbagai konsekuensi tulang dari metastasis akan secara penuh difahami. Menjadi keyakinan kita bahwa hubungan lingkungan mikro tumor primer dengan lingkungan mikro sumsum tulang, di mana sel-sel tumor yang bersirkulasi mungkin menemukan tempat perlindungannya lalu kemudian berkembang mejadi lesi-lesi tulang, menentukan kelangsungan hidup dan aktifasi sel-sel tumor, respon terhadap terapi lini pertama, dan pola-pola rekurensi pada masing-masing pasien. Sehingga, berbagai karakteristik dari masing-masing lingkungan mikro adalah merupakan satu tempat yang cocok untuk pemusatan daya upaya dalam perbaikan berbagai intervensi untuk pengelolaan pasien-pasien kita.